EDISI KHUSUS AGUTUS 2017
tunas.redaksi@gmail.com
DIALEKTIS & PROGRESIF
TUNAS Online
tunas online
SALAM REDAKSI
TUNAS DAFTAR ISI
Assalammualaikum warahmatullaahi wabarakatuh Salam Semangat-juang Pembaca! Sengaja pekikan pembangkit semangat ini kami serukan di awal perjumpaan. Alhamdulillah, Majalah Suara TUNAS telah kembali terbit pada Edisi Agustus 2017. Terbitnya edisi kali ini menjadi jawaban atas rasa lelah yang dirasakan selama beberapa lama yang berubah menjadi kepuasan yang mendalam bagi kami. Akhirnya, kerja keras kami dapat terwujudkan melalui terbitnya bentuk majalah ini. Kronologi ‘TUNAS’ dari singkatan tuntutan Nasional selama sejak tahun 1980-an sebagai simbolis dalam gerakan pers Mahasiswa Patani di Indonesia, Meskipun sudah berapa purnama pers mahasiswa Patani ini kehilangan jejak berterusan, namun sekembali penerbit ini akan berharap mencetus suara aspirasi mahasiswa Patani di Indonesia dalam dunia pers semula jadi kepada khalayak khususnya di Indonesia. Dunia mahasiswa memang penuh dengan dinamika dan problematika sosial, karena mahasiswa sebagai agent of change and agent of conrtrol sosial yang menjadi identitas mahasiswa. Tugas dan tanggung-jawab yang besar seperti ini menuntut mahasiswa untuk terus bergerak, lebih progress, dan peka terhadap persoalan masalah sosial. Mahasiswa dan pers adalah roda penggerak dan menjadi alat kontrol sosial yang terjadi di sebuah masyarakat. Seperti itulah makna pentingnya pers dan mahasiswa. Dua suku kata yang bisa menjadi tonggak berdirinya demokrasi dan keadilan di sebuah masyarakat. Oleh karena itu, gerakan pers mahasiswa adalah nafas bagi tegaknya keadilan dan masalah di masyarakat nyata. Upaya mencerdaskan masyarakat nyata harus senantiasa diupayakan. Pers mahasiswa mesti lahir dari sebuah independensitas, mempunyai gagasan dan pemikiran yang bebas dalam setiap permasalahan, dan mempunyai idealisme. Pers mahasiswa akan selalu berkembang seperti berkembangnya zaman. Saat zaman bergerak maka saat itulah pers mahasiswa berarah. Pada Edisi ini, Harapan kami, semoga ‘Suara TUNAS’ Edisi Cetusan ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat yang ada dalam Konteks Ke-Patani-an dan sebagainya, juga membangun semangat gerakan pers khusus bagi Mahasiswa Patani di Indonesia . Karena itu, mari kita pekikkan sekali lagi Salam Cetusan Suara Mahasiswa!
Salam Redaksi Laporan Utama Opini Religi HAM Featrure Politik Sastra Pendidikan Sosok Eksklutif Puisi Informasi
1 2-3 4-6 7 8-9 10 11-12 13 14-15 16-19 20 21 22
Terima kasih kami ucapkan untuk semua pihak terkait. Kekurangan dan kesalahan dari kami mungkin masih banyak terlihat di sana-sini. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk membenahi kekurangan dan kesalahan kami dan menjadikannya lebih baik. “Speak the truth even if your voice shakes” Sekian, Wassalamu’alaikum Wr.Wb Redaksi
TIM TUNAS Pelaksanaan SUARA
Salam Pers Mahasiswa!
Diterbitkan Oleh: Aliansi Pers Patani Independent Email: tunas.redaksi@gmail.com//Fanpage: TUNAS Online //Twittter: tunas online //Telp: 08983082974 (M.Usman)
Penanggungjawab:Faisal Maman Pimpinan Umum: Hissam Pimpinan Redaksi: Marwan Ahmad Wakil Redaksi: Muhammad Usman Sekretaris: Saifudin Bendahara: Nurhayatee Hj. Abdullah Redaktor Pelaksanaan: Hamsyari Habib Reporter: Abu Lamiddin, AM Faton Hamsyari, Amran, Harun,Usman, Mahroso, Saifudin, Zakariya, Hissam, Hakim Editor: AM Faton, Abu Lamiddin Layouter: Hamsyari Habib Saifudin Photografer: Saifudin
1
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
LAPORAN UTAMA
TAHUN INI MAKIN MENURUN MAHASISWA ASAL PATANI TERDAFTAR PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA Oleh; AM Faton
I
Foto Hamsyari
ndonesia menjadi salah satu Negara pilihan utama dari sebagian banyak mahasiswa asal Melayu Muslim Patani untuk melanjutkan pendidikan pada tingkat perguruan tinggi setelah lulus sekolah tingkat atas di Patani, Thailand bagian selatan. Hal ini, dikarenakan Indonesia sebagai Negara penduduk umat Islam terbesar di dunia, sekitar 90 persen penduduk Indonesia beragama Islam. Sisanya kebanyakan beragama Hindu, Buddha, Kristen Protestan, Katolik, dan Kong Hu Chu merupakan agama resmi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Patani merupakan sebuah etnik Melayu di Utara Semenanjung Asia Tenggara, membuat para generasinya merasa tidak asing kedudukan karena keturunan, adat, agama, bahasa sangatlah persamaan dengan penduduk Indonesia pada umumnya. Meskipun Indonesia yang memiliki banyak suku dan etnis terdiri dari suku Jawa, Sunda, Melayu, Batak, Madura, Bugis dan Makassar, dan masih banyak yang begitu luas terdapat beberapa wilayah pendalaman yang masih sulit dijangkau. Tetapi mereka mengadaptasi lingkungan sosial-budaya masyarakat Indonesia, mahasiswa asal Patani ini sangatlah cepat bisa menempatkan diri dalam kehidupan sehingga mudah bergaul dengan masyarakat tempatan. Pada tahun 2017 ini, menurut hasil penyelidikan dari salah seorang mahasiswa asal Patani, Muhammad yang mengambil studinya di perguruan tinggi di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dia melakukan penyelidikan itu, dengan jumlah terdata mencapai 400 orang mahasiswa baru asal Patani terdaftar di beberapa kampus, perguruan tinggi seluruh Indonesia. Bahkan tahun ini dinilai makin menurun dibanding sebelumnya. Adapun itu disebabkan karena faktor hasilan ekonomi tempatan semakin rendah belakangan ini di Negara Thailand. Tetapi mereka masih terbanyak untuk memilih melanjutkan perkuliahan di Indonesia, dan lebih banyak mereka menempatkan di kedua pulau terbesar yaitu kepulauan Jawa dan Sumatera. Namun belakangan ini juga terdapat di kepulauan Sulawesi dan Kalimantan, tetapi masih sedikitnya. Indonesia, selain disebut Negara yang populasi penduduk terbesar keempat di dunia (setelah Cina, India, dan Amerika Serikat). Ia sebagai Negara kepulauan karena Negara ini terdiri dari banyak sekali pulau yang membenteng dari Sabang di ujung barat hingga ke pulau Merauke di ujung timur. Jumlah total pulau di Indonesia baik yang dihuni maupun tidak jumlahnya lebih dari 17.000 pulau. Negara kepulauan juga berasal dari sebutan lama negeri Indonesia yang bernama Nusantara. Nusantara berarti juga banyak pulau atau kepulauan. Sebutan ini disebutkan di dalam sejarah kerajaan Majapahit ketika Patih Gajah Mada pada masa kejayaan Majapahit berhasil menyatukan seluruh wilayah Nusantara yang membenteng dari wilayah kesultanan Patani, Filipina, sebagian Myanmar, terus ke selatan dan termasuk juga Indonesia saat ini.
Kendati demikian, mahasiswa asal Patani yang masih menempuh studi di Indonesai pada tahun 2017 ini, dalam jumlah terdata lebih dari 1500 orang meliputi secara keseluruhannya. Bahkan adanya dari kalangan keluarga yang kurang mampu tetapi foktor dukungan dari masyarakat tempatan sangatlah berhasil sehingga mereka dapat meneruskan cita-cita dan impiannya. Salah satu cara masyarakat Patani lakukan sama-sama untuk membantu saudaranya dari segi kebutuhan dana, pihak keluarga diadakan majlis pertemuan besar (majlis bantuan pelajar) serta mengundang tetangga, kerabat, masyarakat tempatan, dan orang luar agar memeroleh sumbangan dana yang banyak itu, melalui cara bersedakah dan sebagainya yang tidak terikat dengan mana-mana pihak. Hal ini, merupakan tradisi dilakukan oleh masyarakat Melayu Muslim di Patani sampai masa kini untuk membantu saudaranya sehingga mampu mengirimkan anak-anak mudanya menuntut ilmu di luar negeri, tidak hanya di Indonesia tetapi mampu sampai ke negara-negara di Timur Tengah. Mengapa mereka harus mengirimkan generasi-generasinya untuk belajar ke luar negeri? Diantara yang menjadi faktor dorongan sehingga mereka lebih memilih untuk perkuliahan di luar negeri terutama di Indonesia, harapan dapat mempelajari sejarah, agama, adat serta beragam kebudayaan dan tata bahasa Melayu dari Indonesia. Oleh karenanya masyarakat Patani merupakan penduduk pribumi yang berasal dari keturunan bangsa Melayu tetapi setelah kerajaan Siam (sebelum diganti namanya menjadi Thailand pada 1932) telah merampas kuasa wilayah kesulatanan raja Patani, sejak itu wilayah ini dimasuk ke dalam wilayah kesatuan Negara Thailand, tertera di dalam perjanjian Siam-Inggris pada 1909. Setelah itu terjadinya kegelisahan panjang hingga sekarang ini. Hal demikian disebabkan kedatangan penguasa asing yang menekan terhadap penduduk pribumi. Salah satu kebijakan Thailand yang tidak bisa diterima oleh rakyat Patani yaitu dasar perubahan identitas dari kedudukan asal mereka sebagai umat Melayu Muslim Patani supaya digantikan menjadi orang Siam, agama Buddha Thailand. Hal tersebut, menjadi akar penyebab terjadinya konflik di Patani hingga masa kini. Berkesinambung daripada generasi tua hingga generasi muda yang harus menpertahankan jati dirinya sebagai orang Melayu dan agama Islam di bumi Patani. Inilah merupakan salah satu eskalasi gejolak konflik di Patani, selatan Thailand sehingga banyak menemukan anak muda asal Patani di luar negeri untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi terutama di Indonesia, merekalah sebagai aspirasional untuk membaiki Patani masa depan. Demikianlah perkembangan mahasiswa asal Patani yang menempuh studi di perguruan tinggi seluruh Indonesia, bahkan setiap tahun diharapkan dapat meningkat namun terkendala besar bagi mereka jelas yaitu pembiayaan pendidikan, kehidupan dan sebagainya. Sementara itu jumlah yang sudah terdata di atas, belum termasuk semuanya jumlah anak-anak yang menuntut ilmu di pondok pesantren dan mereka yang bersekolah pada tingkat sekolah menengah dan atas di seluruh Indonesia. Lalu, apakah harapan dari masyarakat Patani? Dari generasi tua menuntut para generasi muda sangatlah tinggi, agar generasi muda dapat berkiprah melakukan perubahan dan pembaruan tanah air Patani yang lebih progresif, lebih baik untuk ke depannya nanti.
Jumlah terdata mencapai 400 orang, Bahkan tahun ini dinilai makin menurun dibanding sebelumnya
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
2
LAPORAN UTAMA
Majlis “Mimbar Mahasiswa” Perayaan Idul Fitri Mahasiswa Patani di Indonesia Oleh Hamsyari Habib
K
Foto Saifudin
ita Satu Patani” suara ini dilaung kan dengan keras oleh sejumlah mahasiswa Patani (Thailand Selatan) yang kini sedang berku liah di kota Yogyakarta, Indonesia. Mereka bersama mengkibarkan bendera kecil dengan simbolis “Satu Patani”, melalui acara “Mimbar Mahasiswa Patani di Indonesia”, acara perayaan Idul Fitri yang diselanggarakan di tempat Bale Gadeng, Asrama Putri Cut Nyak Dhien Aceh, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Selasa malam (2017/6/27). Bendera yang tampak kelihatan kecil yang tertulis angka 1 (satu) terdapat bunga Raya yang berwarna merah hijau dan biru tertulis “Fathoni” dengan abjad Arab, sekalipun kecil namun bagi warga masyarakat atau mahasiswa Patani itu sangatlah besar nilai dan maknanya. Patani yang pernah menjadikan sebuah negara berkerajaan di Asia Tenggara (era 1785 – 1457 M) namun kini hampir dihilangkan setelah dijajah dan dirampas kuasa oleh kerajaan Siam (sekarang Thailand) pada 1902-1786. Selama dibawah naugan kerajaan Thailand, akibat nya rakyat Patani dipecah belah terbagi menjadikan beberapa wilayah, yakni provinsi Pattani, Narathiwat, Yala, Songkhla, dan Setul. Divide and Rule adalah politik bagi kerajaan Thailand untuk memecahkan dalam kalangan rakyat bangsa Patani. Telah sekian lama ratusan tahun masyarakat Patani mengalami kerusuhannya, selain konflik antar Patani dan kerajaan Thailand, juga ada perang persaudaraan antar pro dan kontra kerajaan Thai. Masyarakat Patani telah tertanam faham hidup berkelas sehingga sebagian dari para hartawan tidak mau mempedulikan yang kemiskinan atau anak yatim sendiri. Demikian juga konflik berdarah di Patani, Thailand selatan yang tidak berkunjung usai. Dampak ini mempengaruhi kepada sebagian mahasiswa Patani yang sedang berkuliah juga masih ada rasa tidak mau bersatu antar sesamanya, kata Muhammad alias Abu Faton, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga, sebagai ketua panitia pelaksanaan acara tersebut. “Di momentum hari raya Idul Fitri pada tahun ini tepat untuk kita menyatukan antar mahasiswa yang terlebih dahulu, dan kita bisa bersatu masyarakat. Dengan kata “SATU PATANI” membawa kita menuju ke arah yang lebih baik untuk kedamain Patani yang hakiki,” tandasnya.
3
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
Foto Saifudin
Sudah saatnya kita harus bersatu demi kesatuan Patani, kita juga satu bangsa Melayu Patani dan satu nasib. dengan konsep “Melayu Mukmin” dan slogen “Satu Patani,”
Abu Faton menambahkan bahwa berkenaan acara “Mimbar Mahasiswa Patani di Indonesia”, acara ini sekalipun organisasi PMIPTI, Persatuan Mahasiswa Islam Patani (Selatan Thailand) Di Indenesia sebagai tuan rumah, namun juga terbuka bebas dan mengundang rekan-rekan organisasi Mahasiswa Patani di Indonesia yang lain, khususnya di Yogyakarta seperti PMIPTI, IPMITI, THAISTUDENS dan SANTAI. “Sudah saatnya kita harus bersatu demi kesatuan Patani, kita juga satu bangsa Melayu Patani dan satu nasib. Dan konsep atau slogen yang akan kita gunakan pada hari acara tersebut dengan konsep “Melayu Mukmin” dan slogen “Satu Patani,” tuturnya. Tampaknya suasana pada acara kali ini, peserta berbusana budaya Melayu, bagi lelaki berbaju Telok Belangor dan perempuan berbaju Kurung, inilah yang disebut dengan Melayu Mukmin. Dan disetiap peserta yang hadir, setelah mendaftarkan nama, kemudian diberikan satu bendera kecil Satu Patani untuk agenda persembahannya. Pada malam tersebut, agenda terdiri seperti Anasyid, Pantun, Pidato Inspirasi, Music band dan Drama. Kemudian, pada acara penutupan akhirnya dengan menyanyikan lagu Mars Ayuhai Pemuda dan lagu Patani Darussalam, mereka bersama melaungkan kata “Satu Patani” Demikian acara ini telah menjadikan momentum saat hari lebaran di tahun ini bagi mahasiswa Patani di Indonesia untuk menyatukan kalangannya, miskipun mereka berbeda organisasi dan berlaianan kampus, namun bisa membangun dan membina jaringan yang padu, untuk menjadi mahasiswa yang diharapkan oleh masyarkat yang senentiasa memperjuangan aspirasi rakyat Bangsa Melayu Patani.
OPINI
PERGOLAKAN IDENTITAS THAILAND VS PATANI Oleh: Abu Lamiddin
GETTY IMAGES
Pada masa kolonial, pemerintah berusaha untuk menghilangkan istilah “Malay” (melayu) pada masyarakat Patani di selatan Thailand dan menggantinya menjadi “Thai-Muslim” atau “Thai-Islam”.
D
alam konteks Historis sudah bukti bahwa Sejarah Kerun tuhan Kerajaan Islam Patani sejak 1785M. (Muhammad Zamberi, 1993:94) sehingga diresmikan dalam Perjanjian Antara Birtish dan Siam(Thailand) "Anglo Siamse" dipaksa bergabung menjadi wilayah dibawah kerajaan Siam atau Thailand pada abad 19 M.(Muhammad Zamberi A. Malik,1993:176) Sudah jelas bahwa Thailand menjalankan Strategi Politik berbagai caranya, asimilasi budaya Thai terhadap Melayu Patani sebagai salah satu cara mereka dan Sekularisasikan Islam menjadi Bhuda. Muslim Patani ditindakan berbagai spastik pelenggaran HAM dan keamanan, ketidakadilan dan diskriminasi dipupuk dengan konflik akhirnya muncullah peperangan nyaris sampai sekarang. Peperangan antara pemerintah Thailand dan gerakan pertahanan kemerdekaan Patani bukan lagi hanya Konflik kelompok budaya, tetapi konflik agama dan negara. Secara historis Patani adalah satu negara Kerajaan Melayu yang berdiri dan berdasar hukum Sya'riat Islam mulai pada abad 15 M. (Muhammad Zamberi A. Malik,1993:30)Yang diproklamasi oleh Sulthan Ismail Syah. Meskipun di dunia Internasional sekarang Tidak kenal sama sekali sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan sebab penubuhan lembaganya baru pada Tahun 1945 M., dan Patani waktu itu sudah menjadi sebagian Siam(Thailand), Namun Catatan Sejarah Patani kekinian hanya tinggal nama sebagai Negara yang berdaulat bangsa Melayu Patani Darussalam, pada saat ini Api perjuangan memerciknya muncullah gerakan bersenjata sejak tahun 1787 dari gerakan pelopor oleh Tunku Lamiddin (1791-1787 M.) sampai sekarang mereka melawan dan bertahan kemerdekaan Patani, menuntuti hak pertuanannya, hak Negara, Budaya, Bangsa, dan Agama. Kegagalan merebut kemerdekaan bagi wilayah muslim Patani di selatan Thailand telah memunculkan gerakan gerakan baru yang lebih besar. Pada tahun 1950 dan seterusnya hubungan melayu muslim Patani ,selatan Thailand dengan pemerintah Thailand diliputi ketidakpercayaan, kecurigaan dan kesalahpahaman yang berlarut larut. Hal itu dikarenakan ketidak setujuan komunitas muslim pada aturan aturan dan proses asimilasi yang dilakukan oleh pemerintah Thailand kepada komunitas muslim, Pada tahun 1970, diberlakukan operasi pembersihan gerakan anti-pemerintah diwilayah muslim selatan Thailand. Keadaan menekan tersebut menimbulkan reaksi keras dari komunitas muslim dengan bermunculannya gerakan merdeka dan pembebasan Patani; Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP),
Barisan Revolusi Nasional (BRN), Bertubuhan perpaduan Pembebasan Patani (PPPP) atau PULO. Yang menjadi motor pergerakan pembebasan muslim Patani dan wilayah muslim lainnya. Demikian itu, Pergolakan menahan antara Demikian itu, Pergolakan menahan antara muslim minoritas dengan pemerintah, menurut Patrick Jory, dalam Religious Labelling. From Patani Malayu To Thai Muslim, jurnal ISIM, (Volume 18, autumn, 2006) sebenarnya adalah perseteruan dua etnis, Melayu-Patani dengan etnis “Thai” sebagai mayoritas. Akan tetapi mengapa pada saat ini menggunakan label agama “Islam”? Masih menurut Patrick Jory, bahwa pada masa kolonial, pemerintah berusaha untuk menghilangkan istilah “Malay” (melayu) pada masyarakat Patani di selatan Thailand dan menggantinya menjadi “Thai-Muslim” atau “Thai-Islam”. Karena identitas melayu akan memberikan kekuatan menumbuhkan semangat nasionalisme dan berusaha membebas dari pemerintah Thailand, it feared that with the new, post-colonial logicof nation-based states, recognition of the people of the region as “malay” might give credibility to demands for the separate malay state.Dan diharapkan dengan pergantian linguistik tersebut, gerakan asimilasi malay-muslim dengan thai-budha akan tercapai, the government has attempted to replace it with the religious label “Thai-Muslim” in the hope that this linguistic change would contribute to the overall goal of assimilation.(Patrick Jory, 42:V. ,18 2006) Akhir ini, Sudah jelas bahwa Thailand menjalankan Strategi Politik berbagai caranya, asimilasi budaya Thai terhadap Melayu Patani, Divide and Role membagikan atau memecahkan dan sebagainya, itu adalah teknik dan tektis pihak Thailand sendiri untuk menyelesaikan perangnya dan bertujuan menelan dan menghilangkan etnis Melayu. Sementara dunia Internasional masih buta, sebenarnya yang kita dapat lihat pada hari ini, isu Patani belum dikenal semaksimal dalam dunia Internasional, dan khususnya media Internasional, dengan sebab sistem pers dan media Thailand dikawal dan disensor oleh pemerintahnya, alias penerapan "Otoritarian Media". Meskipun bagaimana dalam sebalik situasi mencengkram di Patani sendiri, pada saaat ini seperti melewatkan medan peperangan antara gerakan pembebesan Patani dan Tentara dan aparat Thailand, Kejadian demi Kejadian, kasus demi kasus tak berhenti..
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
4
OPINI
Oleh: Abu Lamiddin
KonďŹ lk Patani: Represif Pemerintah Militer Thailand
A
turan terbaru mengenai pemindahan kekuasaan lima agensi terhadap Raja Maha Vajiralongkorn tidak diketahui publik baru diumumkan pada 6 April yang lalu. Raja Thailand, Maha Vijiralongkorn (Rama X) menandatangani konstitusi baru. Ini merupakan langkah terbaru dari monarki Thailand untuk mengkonsolidasikan kekuatan. Dalam menggelar pemilihan umum untuk mengembalikan demokrasi, setelah junta militer mengambil kekuasaan kudeta pada 2014. Kendati kondisi demikian, maka patut dipertanyakan; apakah Thailand akan kembali demokrasi? Konstitusi yang baru ditandatangani tersebut merupakan yang ke20- Thailand sejak 1932. Pemerintah mengatakan bahwa dukungan raja atas konstitusi itu akan membuka jalan untuk pemilihan umum yang rencananya paling lambat dilakukan pada November 2018. Namun untuk mencapainya, masih diperlukan berbagai proses sehingga pemilihan umum tersebut bisa diundur hingga waktu yang tidak ditentukan sampai bila.
Demikian, jejak panjang di bawah penguasa militer ini, sejak kudeta tahun 2014 sampai sekarang lebih dari 4 tahun 6 bulan. Sedangkan dalam komitmen pemerintahnya hanya 2 tahun saja. Sejumlah kritikan menyebut bahwa konstitusi tersebut tak demokratis dan masih memungkinkan militer untuk terus memiliki kekuasaan bahkan setelah dilakukan pemilu. Para pengritik mengatakan konstitusi baru akan memberikan suara yang lebih kuat bagi para jenderal terhadap perpolitikan Thailand selama bertahun-tahun, jika bukan puluhan tahun. Apakah layak lagi mengatakan bahwa negara ini selalu jatuh rongga diktator? Dengan peninjauan konstitusi baru tesebut, Salah satu ketentuan yang paling kontroversial dari konstitusi baru adalah, pemerintah militer dapat menunjuk senat yang memiliki suara dalam menunjuk perdana menteri. Para jenderal yang berkuasa berpendapat bahwa pengukuran diperlukan untuk mencegah adanya kudeta dalam masa transisi setelah pemilu. Foto Muhammad Sorey Deng
5
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
OPINI Hal itu ditambah dengan kebijakan pemerintah militer Thailand yang selalu menggunakan pendekatan senjata dan berusaha meminggirkan budaya Muslim Melayu dan diganti dengan budaya Thai. Kendaati demikian, banyak warga Patani yang menolak konstitusi baru tersebut. Dengan sebab diskriminasi oleh pemerintah, berbagai kasus pelanggaran HAM dan fenomena Pataniphobia yang mereka mengalami membawa perasaan ketidakadilan terhadapnya. Militer Thailand menghadapi para gerilyawan dengan sangat brutal. Menurut organisasi Human Rights Watch, banyak warga Muslim yang diculik, disiksa dan dibunuh. Militer bertindak di bawah undang-undang darurat dan undang-undang khusus lain, sehingga mereka luput dari sanksi hukum. Represif Militer Thailand ini mengandalkan kekuatan militer untuk menghadapi pemberontakan di selatan. Sekitar 65.000 tentara, paramiliter dan polisi ditempatkan di kawasan itu. Selain itu, militer juga mempersenjatai kelompok lokal Budha dan memberi pelatihan senjata kepada sekitar 80.000 relawan. Spiral kekerasan ini berputar makin lama makin cepat, seperti lingkaran setan. Yang paling menderita adalah penduduk warga Patani yang terperangkap di tengah lingkaran kekerasan ini. Sekitar 90 persen korban kekerasan adalah warga sipil,sampai saat ini masih berjalan.
Foto: http://global.liputan6.com
KonďŹ lk Patani Dilema Panjang Pergolakan di wilayah Patani, Narathiwat dan Yala di Thailand Selatan masih diwarnai dengan aktivitas kekerasan. Kejadian seperti pengeboman, penembakan, pembakaran sekolah, penculikan, sabotase dan lain-lain, bisa dikatakan terjadi hampir setiap hari. Menurut Nik Abdul Ghani, peneliti di Prince of Songkhla University menyatakan keadaan ini sudah menjadi hal biasa dalam kehidupan penduduk di tiga wilayah, dia sendiri tidak heran tentang hal ini, tetapi akan aneh kalau tidak ada kematian dalam satu hari[1]. Aktivitas kekerasan ini dapat dilihat dari data statistik kematian dan luka-luka antara Januari 2004 hingga Januari 2010 yang dikeluarkan oleh Dr. Srisompob Jitpiromsri yang menunjukkan 4,100 tewas dan 6,509 luka-luka dari 9,446 kejadian. Dari jumlah kematian tersebut, 2,417 muslim dan 1,559 orang Thai-Buddha Sejak penyatuan lima Negara tersebut dengan Siam dan pemisahan dengan negeri Islam melayu lainnya yang masuk Malaysia, tak pelak menimbulkan benturan budaya antara Muslim Melayu dan Budha Thailand.
Sekitar 65.000 tentara, paramiliter dan polisi ditempatkan di kawasan itu. Selain itu, militer juga mempersenjatai kelompok lokal Budha dan memberi pelatihan senjata kepada sekitar 80.000 relawan.
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
6
RELIGI
KAPAN TERAKHIR MENGINGAT ALLAH? Oleh: Hamsyari Habib
D
alam sebuah Hadist Qudsi, dari Abu Hurairah‘anhu, ia berkata bahwa Nabi Muhammad shallallahu‘alaihi wasallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada- Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675) Betapa sering kita terlena dengan indahnya kehidupan dunia, betapa seringnya kita dilalaikan dengan urusan yang sangat menyibukkan, dan sesering itu pula kita melupakan untuk mengingat satu-satunya zat yang akan memberikan penghakiman kepada kita di Hari Kiamat kelak. Saudaraku, Sungguh merugi apabila kita terlupakan untuk mengingat dan bersyukur kepada Sang Pencipta. Dia lah yang memberikan kenikmatan di dunia, dan Dia pula lah yang berkuasa untuk mencabut semua ini kapan pun Ia mau. Saudaraku, Ingatlah Tuhanmu, ingatlah Allah, Dia lah zat yang berkuasa untuk menentukan engkau berada di Surga atau Neraka. Laksanakan perintah-Nya dan berusahalah untuk meninggalkan larangan-Nya.
Ingatlah Ia sebelum terlambat. Allah Azza wa Jalla berfirman, “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu” (QS. Al Baqarah: 152)
Semua orang pasti mendambakan ketena ngan, ketentraman, kedamaian, dan kesejahteraan dalam hidup. Ia berharap agar ALLAH selalu hadir dan membimbing segala aktivitas hidupnya. Salah satu cara efektif agar senantiasa merasakan ketenangan, damai, dan bahagia dalam hidup yaitu zikrullah (Selalu Ingat ALLAH) dengan do'a dan zikir yang disertai perenungan dan pengamalan intensif. Selalu ingat ALLAH, akan menumbuhkan kesadaran dan pencerahan Ruhani, Selalu ingat ALLAH, dapat membuahkan komitmen untuk hidup seuai dengan konsep ALLAH. Dengan selalu ingat ALLAH, kita akan mendapatkan penghargaan tertinggi dari ALLAH. Dengan selalu inggat ALLAH, hidup kita akan bertabur cahaya ALLAH. Dengan selalu ingat ALLAH, kita akan meraih begitu banyak kebaikan dari ALLAH.Dengan selalu ingat ALLAH, kita akan merasakan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Inilah amalan yang menjadi rahasia dan kunci sukses kehidupan Rasulullah, para shabat, dan generasi Rabbani. Karena, aktivitas kehidupan mereka tidak melalaikannya dari Selalu Ingat ALLAH.
Saudaraku,
Sungguh merugi apabila kita terlupakan untuk mengingat dan bersyukur kepada
Sang Pencipta.
Foto Muhammad Sorey Deng
7
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
Foto Sorey Deng
HAM
Proyek Batubara Thepa, Untuk Pembangunan atau Lebih Mengobarkan Api Konflik Selatan Thailand Penulis: Tuandaniya Tuanmaengae Diterjemah: AM Faton/Abu Lamiddin
H
arapan masyarakat Patani, bagian selatan Thailand terhadap proses pembicaraan damai (dialog peace), antar perwakilan dari pemerintah Thailand yang dipimpin oleh pasukan tentara di bawah pengarahan dari Nasional Council for Peace and Order (NCPO) dilakukan secara resmi sebagai kali kedua setelah pertamanya di era pemerintahan sipil yang terpilihnya dipimpin oleh Yingluck Chinawatra (Perdana Menteri Thailand ke28- tahun 2014-2011) dibawah pengarahan dari Partai Pheu Thai dan kakandanya, yaitu Thaksin Chinawatra, mantan perdana menteri Thailand ke23- tahun 2006-2001. Demikian akhirnya juga gagal (proses dialog peace 2013) sesuai target yang telah ditetapkan. Tiba-tiba penduduk tempatan juga harus menahan perasaan, terpaksa mengurangi perasaan harapan dengan arus proses dialog damai untuk diterima dengan realitas pertentangan dengan perkataan dari pemimpin yang selalu mendorong, memberikan semangat untuk mereka tetap tidak berputus asa. Sementara roda perdamaian sedang memutar secara dinamis dan dinikmati dengan penilaian yang perlu dunia terlihat lebih indah. Pihak berwenang pemerintah Thailand juga akan persetujuan adakan bencana yang mungkin membuat tindakan kondisi dilema berpanjangan hingga melebihi kapasitas bisa terjaganya. Bencana tersebut akan dimasukkan dalam bentuk dari ala san untuk menjadikan proyek pembangunan berskala besar. Tujuannya adalah demi peningkatan kualitas hidup dan mengurangi kemiskinan penduduk di masyarakat. Namun proyek pembangunan berskala besar tersebut akan tercipta di wilayah sempadan selatan, hingga menjadikan isu sensitif terhadap keamanan nasional dan sosial kemasyarakatan. Kendati demikian, perlu kita ingat Patani yang terletaknya perba tasan selatan Thailand sedang berada dalam kondisi peperangan asimetris antara kelompok yang berideologi politik nasionalisme Thai dengan yang berideologi politik nasionalisme Patani. Eskalasi konflik saat ini juga berkembang sebagai konflik perlawanan menggunakan cara bersenjata, jika pihak pemerintah Thailand bertindak buruk, peluang lebih tinggi yang akan melahirkan perang rakyat semesta. Dan masalah abadi akan menjadi akar penyebab konflik kali ini masih terdapat wilayah-wilayah yang berada dalam kancah konflik politik akibat konflik sejarah, geografi, kebudayaan bangsa, dan agama. Justeru masih bergelut dengan konflik perbedaan agama dan bangsa, memasuki dalam perasaan orang Melayu Songkhla, dibawah wacana “Hak Tuanan” secara implisit. Masalah lama yang kian membara belum ada cara yang bisa memadam dengan gampang. Meskipun telah disiram air dengan arus proses dialog damai ke dalamnya juga tidak berguncang. Masalah baru juga bersikap akan menambahkan suhu pemanasan lebih lagi. Penyakit baru telah dicetuskan, “Pembangkit Listrik Tenaga Batubara” akan segara terjadi di kabupaten Thepa, provinsi Songkhla. Proyek pembangunan berskala besar ini diselenggara oleh Electricity Generating Authority of Thailand – EGAT) penciptaan terjadi baru-baru ini dengan persetujuan dari penduduk desa secara sukarela atau tidak sengaja. Jika proyek tersebut benar-benar akan terjadi, maka efek dari Pembangkit Batubara akan mengancam hidup dan tercipta kerusakan sangat besar terhadap sumber daya alam dan lingkungan, tentunya efek tersebut bukan hanya menggusur kawasan di kabupaten Thepa saja, termasuk lima wilayah selatan Thailand dan mungkin bisa terjadi melangkah perbatasan Negara Malaysia.
Kutukan Akademisi terhadap Tidakan Pemerintah Thailand Hal tersebut menjadi topik panas bagi para akademisi, dari Seminar akademik merefleksikan dengan tema “Menduga Pembangkit Listrik Tenaga Batubara Thepa Dengan Proses Perdamaian Patani” di Ruang Perpustakaan John F. Kennedy, Prince of Songkhla University (PSU) kampus Patani, Senin (2015/11/30). diselenggarakan oleh Organisasi Pelestarian Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Acara ini merupakan semi nar akademik yang menjadi tanda pertanyaan terhadap dugaan Pembangkit Batubara Thepa berbagai isu yang setiap isu semua mengajak untuk tidak menahan tersangka bahwa, mengapa pihak berwenang tidak memerintah menghentikan usaha proyek Pembangkit Batubara di Thepa, yang berkemungkinan besar akan mendampak terhadap suasana dialog damai yang harus menumpang keadaan kepercayaan daripada setiap lapisan masyarakat, bukan hanya pihak pergerakan untuk kemerdekaan Patani saja. Menurut Dr. Kua Rittiboon, Dosen Fakultas Sain dan Teknologi, Prince of Songkhla University (PSU) kampus Patani, sebagai salah seorang narasumber dalam acara seminar kali ini dapat mempresentasikan sebuah informasi bahwa, pembangkit batubara dan pelabuhan pengangkutan batubara, itulah dianggap sebagai proyek konstruksi sangat besar yang menempati daerah hampir 3,000 hektare, dan memiliki kapasitas produksi listrik hingga 2,200 megawatt. “…Jika kita melihat disegi radius dari efek proyek pembangkit batubara ini, efek daripada polusi ini meluaskan hingga ratusan kilometer karena bahan pembakaran batubara pembangkit listrik akan dibakar sebanyak perhari 23 juta kg selama 24 jam, dan mempunyai cerobong melepaskan asap yang tingginya setara dengan bangunan 66 lantai, dan polutan yang dilepaskan naik ke atas itu bisa berada di tingkat awam selama 10 hari,” jelasnya Dr. Kua Rittiboon mengungkapkan bahwa yang patut bersama mengamati adalah mengapa provinsi Pattani yang memiliki strategi berdekatan dengan pembangkit listrik dan jauh dari pembangkit listrik hanya 3-2 kilometer tidak tersimpan dalam laporan studi tentang efek yang akan lahirnya dari pembangkit batubara,
terutama Bang Rapha, Thakamcam, Nongcik, dan kabupaten Muang yang bakal dialami efeknya. Hal tersebut menjadi pengamatan salah satu yang dikecewakan atas tindakan proyek yang tak pandang hak perikemanusaian. “ Pada penelitian jangka waktu efek ini, terdapat bahwa Pembangkit Batubara di Thepa 3 kali lipatganda, sebaliknya menggunakan waktu dalam penelitian dampak hingga 3 tahun. Dan penelitian dam pak ini pemerin tah meletakkan kerangka studi dampak hanya radius 5 kilometer dari pembangkit listrik, sedang yang mendampak sangat luas lebih dari 5 kilometer, dan tentu provinsi Pattani juga tidak berada dalam kerangka studi dampak”. tangkasnya Dr. Kua Rittiboon dapat meletakkan rumus masalah bahwa. Pertanyaan pertama, yaitu kita tak berdaya untuk memilih jalan alternatif lain. Pertanyaan ke2-, siapa sebagai seorang yang mendapatkan manfaat daripada proyek pembangkit listrik ini. Pertanyaan ke3-, yaitu mengapa Patani tidak berada dalam pertimbangan studi dampak. Sementara itu, Dr. Direk Hemnakhorn, akademisi masyarakat tempatan dari Universitas Fatoni, provinsi Pattani. Mengatakan bahwa proses Pembangkit Batubara Thepa yang rekayasa itu, betapa masyarakat tempatan tidak bisa mengeluarkan suara dalam menentukan nasib mereka sendiri,
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
8
HAM “…Sebuah fenomena ini mencerminkan bahwa, apakah pemerintah berusaha menjelaskan informasi hanya sepihak saja bagi penduduk atau tidak? Dan, apakah pemerintah berusaha menciptakan keadaan konflik bagi penduduk tempatan dengan cara penggunaan uang untuk menjadi bagian hal terpenting atau tidak? Dari kasus ini ia mungkin akan menjadi lebih mengobarkan lagi api konflik selatan Thailand dengan keadaan kerusuhan di Patani atau wilayah sempadan selatan,” jelas Direk Hemnakhorn.
Untuk Pembangunan atau Mengobarkan Api Konflik Tampaknya Pembangkit Batubara di Thepa ini, tentunya ia memiliki sebuah misterius terhadap keadaan kerusuhan di wilayah tersebut. Melihatnya daripada usaha melintas cara teka-teki 3-1 yang sebenarnya pihak berwenang harus membuat masyarakat mempunyai waktu yang tepat melakukan pertimbangan dan harus memberi masyarakat partisipasi dalam membuat keputusan atas dasar hak asasi manusia dan mempertahankan sumber daya alam, karena kabupaten Thepa merupakan daerah yang masih berlaku Darurat Militer dan peraturan keamanan. Meskipun undang undang darurat telah membatalkan, tetapi pemerintah juga tidak boleh menolakkan bahwa Kabupaten Thepa juga masih menjadi kawasan reseptif terhadap stabilitas keamanan yang sangat tinggi. Pihak berwenang menga ku status mereka sebagai tuan rumah untuk menjaga kawasan ini, seharusnya juga untuk dimiliki langkah-langkah dalam pencegahan bencana yang mungkin akan menjadi tambahan kondisi baru kekerasan yang dibenarkan.
9
Justru yang jelas bahwa kasus Pembangkit Batubara di Thepa ini, apakah pihak berwenang menunjukkan sikap yang membuat masyarakat tempatan masing-masing merasakan mereka tingkah lakunya terlayang dari permasalahan atau tidak?. Selain itu, informasi dari akademisi tentang efek Pembagkit Batubara Thepa sangat menakutkan lebih daripada peristiwa kekerasan sehari-hari di Patani, karena kerugian dari penembakan atau ledakan bom itu ia mempunyai sasaran yang tertentu, tidak meluas seperti bencana dari pembangkit batubara. Apalagi orang Patani harus memakan, bernafas, tentu saja krisis asap (pembakaran hutan) dari Indonesia masa lalu, mereka masih bertahan hidup secara tidak lekas, dan bagaiamankah dengan polusi dari Pembangkit Batubara Thepa yang terletaknya dari Patani hanya seberapa kilometer saja, efek dari polusi itu dapat mengembangkannya yang sangat lebih luas ke semua kawasan bagian selatan ini belum menghitung dampak yang terjadi konflik antara kepentingan di masyarakat. Kendati kemudian, penilaian bahwa penduduk benar-benar harus menerima dampak dengan sepenuhnya berbeda dari peristiwa kekerasan sehari-hari ia mempunyai batasan daerah tertentu yang menjadi korban dari tindakan kekerasan setiap kejadian. Jelas tampaknya setelah dari forum seminar beberapa hari belakangnya, koordinasi masyarakat yang menolak pembangunan Pembangkit Batubara Thepa juga terkena golongan berkuasa di daerah mengancamnya hingga menjadikan konflik di masyarakat sendiri. Namun sikap dari pihak berwenang (pemerintah) hanya terdiam saja. Masalah tersebut telah menyebar luas, hingga penduduk di berbagai desa jumlah 300 orang yang diketahui, bahwa akan diselenggarakan acara seminar dan bangkit daripada bencana Pembangkit Batubara di Thepa yang berkumpul diskusi dan merapat pendapat terkait membatalkan tindakan proyek tersebut di panggung seminar masyarakat publik. “Masalah Pembangkit Listrik Tenaga Batubara Thepa Tantangan Jalan Menuju Proses Perdamaian Selatan Thailand” menjadi temanya, diselenggarakan oleh Lembaga Patani Raya Untuk Perdamaian dan Pembangunan (LEMPAR), Federasi Mahasiswa Thailand, Persekutuan Mahasiswa Anak Muda dan Siswa SePatani (PerMAS), Organisasi Pelestarian Sumber Daya Alam Dan Lingkungan-Kampus PSU Patani, dan Jaringan Warga Sipil Songkhla – Pattani Menolak Pembangkit Listrik Tenaga Batubara. Pada akhir acara hari yang sama, bertepatan hari Sabtu tanggal 02 Januari 2016 juga ditumbuhkan sebuah lembaga untuk melindungi hak masyarakat dan lingkungan, “Persekutuan Rakyat Mempertahankan Hak Masyarakat Dan Sumber Daya Alam Untuk Kedamaian” disingkat PERMATAMAS. Lembaga tersebut dengan memberi penjelasan bahwa telah beberapa kali pemerintah menggunakan sumber daya alam sering berbalik jalan dengan apa yang masyarakat memilihnya karena masing-masing menetapkan pengertian yang berbeda.
“Masalah Pembangkit Listrik Tenaga Batubara Thepa Tantangan Jalan Menuju Proses Perdamaian Selatan Thailand”
“…Masyarakat melihatnya bahwa dasar SDA dibandingkan badan dengan nasi masyarakat yang merupakan sumber makanan memeliharakan perut bagi orang tempatan, sedangkan bagi pemerintah melihatnya bahwa dasar SDA adalah faktor pengembangan produksi pembangunan ekonomi Negara, dengan tidak memperdulikan akan terjadi kehilangan cara hidup asal orang tempatan yang begitu”. Hal tersebut pemerintah Thailand harus merefleksi semula bahwa jika berlaku di daerah lain yang bukan di kawasan wilayah selatan Thailand, yakni Narathiwat, Yala, Pattani, dan sebagian keempat daerah Songkhla yaitu Sabayoi, Thepa, Chana, Nathawi kerugian dari dampak Pembangkit Batubara yaitu cara hidup asli masyarakat dan lingkungan sumber daya alam dirusak. Pembangkit Batubara Thepa itu berada di wilayah selatan Thailand, pihak berwenang sendiri juga menerima bahwa wilayah sedang pergolokan antara pemerintah Thailand dengan Barisan Revolusi Nasional (BRN) Melayu Patani, jika pemerintah Thailand terutama petugas keamanan tentara biarkan proyek Pembangkit Batubara bisa bertindak seterusnya proyeknya, tentu dampaknya tidak hanya mengenai cara hidup asli masyarakat yang termusnahkan saja, proses dialog damai selatan Thailand yang pihak keamanan berkomitmen, benar-benar bakal dihampanya. Thailand selatan saat ini, masyarakat tempatan masing-masing merasa tidak mendapatkan hak keadilan, merasa tertekan, intimidasi dan diskriminasi hak kehidupan, kesehatan dan lingkungan. Walhasil masyarakat tidak lagi percaya bahwa situasi kerusuhan di wilayah selatan akan mengarah yang lebih baik. Justru juga proses perundingan damai konflik yang perpanjangan ini, bakal gagal dan hampa. Akhirnya Sampai titik ini tanda pertanyaan besar bahwa dalam penyelesaian konflik selatan Thailand, dilakasanakan petugas keamanan (TENTARA), tak kiprah sejajar jalan, begitu Pembangkit Listrik Tenaga Batubara Thepa ini, “Untuk Pembangunan atau lebih Mengobar Api Konflik Selatan Thailand berterusan.”
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
FEATURE
Nasi Krabu
Foto Illustrasi
Sajian Sarapan Pagi ala Melayu Patani Oleh Abu Lamiddin
H
idangan sarapan pagi di setiap negara pasti berbeda aneka rasa. Khususnya di Asia Tenggara tentu makanan pokoknya adalah Nasi, sementara itu makanan yang disajikan pasti berbeda dengan mengikut tradisi lokal atau suku bangsa. Bagi Mahasiswa Patani (Thailand Selatan) yang sedang kuliah di Yogykarta, Indonesia. Seorang Mahasiswa Psikologi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abdulloh bin Ahmad, mengatakan dari budaya makanan hampir mirip dengan budaya Jawa dan Sumatra. Karena orang Patani dikenalkan dengan orang Melayu. Maka tidak pungkiri bahwa budaya dan Bahasa hampir mirip budaya bangsa Melayu di Sumatra dan Negara Malaysia “Setiap pagi mahasiswa Patani akan sajikan sarapan dengan masakan sendiri, makanan yang sering sebagai sarapan adalah ‘Nasi Kerabu’,” kata Abdulloh. Makanan ini semua orang yang ada di Tanah Melayu seperti Negara Malaysia, khususnya di Patani (Thailand Selatan) tentu menjadi makanan tradisi bagi mereka. Nasi Kerabu yaitu nasi yang berwarna biru atau ungu, dicampur dengan sos ala khas Patani yaitu ‘Budu’.
Budu itu sejenis sambal atau sos yang buat dari ikan bilis diperam dengan hancur, rasanya berbagai, ada budu asem dan manis. Budu manis itulah yang menjadi bumbu Nasi Kerabu. Kemudian dicampur juga dengan ikan yang sudah di tumbuk dan dicampuri dengan pucuk-pucuk daun sayuran yang diiris kecil-kecil. Disantap dengan kerupuk ala Patani atau mungkin dengan ayam goreng atau telor rebus. “Setiap pagi kanak-kanak, pekerja sawah atau Petani, dan semua kalangan masyarakat Melayu Patani pasti lebih utama sarapan dengan Nasi Kerabu ini, ada yang pergi ke warung makan, yang sering dengan panggilan “Kedai Kopi atau Kedai Tea”, ada juga masakan sendiri di rumah” ujar Abdulloh.
Nasi Kerabu di Patani (Thailand Selatan) ini masih terjaga keaslian dan ciri khas-nya, semua orang dapat makan dengan penuh suka dan selera, khususnya mahasiswa Patani di Yogyakarta. Mereka lebih suka sarapan dengan makanan tradisi mereka sendiri, dengan perantauan mencari ilmu pengetahuan di Indonesia, Abdulloh mengatakan bahwa salah satu menghilangkan kerinduan tanah air adalah berkumpul ramai-ramai untuk masakan makanan tradisi dan makan dengan bersama meriah kemesraan sauadara setanah air. Kemudian Abdulloh mengatakan lagi bahwa Nasi Kerabu juga ditambah dengan secangkir kopi atau tea yang panas dan sedikit gula, membikin suasana pagi yang semangat ceria.
Budu itu sejenis sambal atau sos yang buat dari ikan bilis diperam dengan hancur, rasanya berbagai, ada budu asem dan manis. Budu manis itulah yang menjadi bumbu Nasi Kerabu SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
10
POLITIK
POLITIK IDENTITAS PATANISIA TERHADAP THAILANDIA
Oleh: John Patanisia
P
roses perubahan social politik di Patani, tidak terlepas dari peran actor-actor baik Civil Society Organizations (CSOs), kultural masyarakat Patani dan elit politk yang berada di pusat kekuasaan. Dengan modal-modal yang mereka memiliki mampu membawa perubahan yang singnifikan dengan bekerjasamanya ketiga actor itu dalam membangun perdamaian di Patani. Proses perdamaian Patani melalui rekonsiliasi dan rekontruksi mampu mengiring antara Patani dan pemerintah Thailand membuka pintu perubahan untuk Patani dan Thailand dalam suatu wadah. Dengan demikian proses perdamaian yang hakiki yang berbijak pada nilai-nilai budaya Melayu Patani mampu mengiring suatu perubahan social politik. Ini kebijakan-kebijakan pemerintah tidak dapat mengadopsi pada budaya dan masyarakat politik (political society) Patani yang mayoritas muslim. Rekonsialisasi pemerintah Thailand dengan masyarakat Patani (BRN) dalam menyelesaikan konflik yang selama ini terjadi dengan menglibatkan pihak ketiga yaitu actor asing yang dorong dan dokongan sehingga melahirkan kesepakatan perhatian peremushan akibat konflik dan prosesi perdamaian yang hakiki. Dalam konflik yang terjadi dapat kita temui bahwa konflik umumnya berakar pada latar-belakang politik, maupun berasal dari kebijakan yang tidak adil. Di sisi lain, ketidak-imbangan alokasi sumberdaya telah mendorong rasa ketidakadilan yang berujung pada konflik. Sementara, isu agama, etnis, maupun separatism, merupakan factor pemicu yang membungkuskan konflik terus berkepanjangan. Dalam situasi konflik, hampir seluruh fungsi-fungsi pemerintah tidak dapat berjalan efektif. Semenjak 2004 cetusan manifesto politik pada era revolusi di Patani dengan secara gerilya, dalam situasi dan kondisi konflik lebih kurang satu decade dengan tanpa titik temu untuk berahkir. Walaupun proses dialog perdamaian antara pemerintah Thailand dengan BRN (Barisan Revolusi Nasional Melayu Patani) sering beberapa kali namun tidak begitu nampaknya resolusi yang paling terbaik dalam menyelesai masalah konflik. Justru dampak dari kekerasan bersenjata semakin kuat, hingga kebelakangi ini dapat mengurangi dan hendari sasaran mangsa terkorban bukan kelompok sesama angkatan bersenjata, akan tetapi rasa ketakutan bagi penduduk di zona konflik dan seluruh warga negara masih berharap untuk berhenti segala operasi kekerasan dan aktivitas bersenjata, dan harus mengembalikan ke meja dialog untuk mendapatkan kontrak yang bersepakatan sehingga terus mengembalikan hak-hak meraka dengan kesejahteraan dan kedamaian bagi warga penduduk setempat dengan hakiki. Problem yang sama sebagaimana dikemukakan oleh Sartono Kartodirdjo dan Manuel Castells tampaknya terjadi pada kasus Muslim minoritas Patani di Thailand Selatan. Sejak diproklamirkannya kemerdekaan itu, masyarakat Muslim Patani yang merasa berbeda agama, etnis, dan klaim historis atas tanah menganggap bahwa pemerintah pusat tersebut adalah “semacam kolonial” yang sedang menawarkan perubahan atau modernisasi dengan identitas tunggal, yaitu identitas nasional Thailand (Siamisasi) yang berbeda dan menggerus identitas kultural yang mereka miliki.
11
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
Perbedaan kepentingan politik antara nasional dan lokal dan identitas ini mendorong masyarakat minoritas itu melakukan pemberontakan melalui konflik dan bahkan kekerasan. Gerakan dengan menuntut merdeka wilayah tersebut mungkin bisa disebut sebagai “gerakan nasionalis (nationalist movements)”, yaitu suatu gerakan oleh kelompok minoritas atas dasar identitas politik berdasar kultural dan klaim kewilayahan tertentu atas pemerintah pusat karena merasa ditindas oleh kelompok mayoritas. Jika aspirasi itu tidak bisa dicari titik temu maka kekerasan adalah salah satu konsekuensinya. Menurut Meadwell, ada tiga faktor yang membuat terjadinya mobilisasi kultural berhadapan dengan mayoritas dan pemerintah pusat, yaitu berkaitan dengan kemajuan dan perubahan ekonomi; adanya ketidaksederajatan dalam kesempatan pendidikan, lapangan kerja, dan ekspresi; serta meningkatnya kelas menengah yang bisa merumuskan kepentingan bagi mereka. Sedangkan Chalk, berpendapat bahwa setidaknya ada tiga faktor yang menjadi akar penyebab gerakan minoritas Muslim atas pemerintah pusat dan mayoritas. Pertama, ketidaksensitifan pemerintah pusat terhadap keprihatian lokal, kemiskinan, ketertinggalan pendidikan, dan langkanya lapangan kerja di satu pihak dan ke-abai-an atau ketidakpedulian regional atau pemerintah pemerintah dan masyarakat di sekitarnya di pihak lain. Kedua, represi militer dan penyeragaman identitas; dan Ketiga, kekuatan dorongan Islam.
Semenjak 200 pada era revo gerilya, dalam lebih kurang titik temu unt
POLITIK Dalam konteks hak-hak kelompok minoritas di dalam negara nasional, Willy Kymlicka berpendapat bahwa baik minoritas pribumi atau native maupun imigran harus diberi hak yang sama dengan mayoritas dalam identitas nasional. Keduanya memiliki hak sederajat dalam konstitusi maupun sosial-ekonomi-politik. Namun mereka dibedakan bahwa, imigran tidak memiliki hak untuk menuntut self-government, berbeda dengan minoritas pribumi. Menurut Kymlicka, minoritas pribumi seharusnya memiliki hak untuk menuntut atau diberi self-government. Dalam konteks berlarutnya konik dan kekerasan di Patani dengan Thailand, dengan demikian, bisa dilihat adanya konsep nasionalisme yang berbasis pada (nation-state) negara-bangsa di satu pihak dan tidak diberikannya hak self-government kepada kelompok minoritas tersebut di lain pihak. Selanjutnya, identitas nasional (national identity) biasa dikatakan sebagai suatu fenomena modern yang membentuk solidaritas dari berbagai elemen suatu masyarakat di dalam kawasan terotorial tertentu yang kemudian menjadi bangsa atau negara-bangsa. Menurut Anthony Smith, identitas nasional adalah sesuatu yang mencakup hampir seluruh dimensi kehidupan sehingga ia menjadi suatu kekuatan yang ekslusif dan inklusif sekaligus. Ia bukan hanya dalam aspek politik, ekonomi tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari atau budaya. Elemen-elemen tersebut bisa terdiri dari banyak hal seperti etnis, agama, kultur dan kebiasaan lokal, ras dan sebagainya. Meski demikian, identitas nasional tidak meleburkan secara tuntas keseluruhan dari elemen-elemen tersebut. Bangsa dalam pengertian modern sesungguhnya lebih menyerupai apa yang oleh Bennedict Anderson disebut sebagai imagined communities, suatu bentuk masyarakat yang diangankan sebagai satu kesatuan tetapi elemen-elemen di dalamnya sesungguhnya masih bertahan. Identitas nasional, dengan demikian, adalah suatu bentuk hubungan yang bersifat dinamis antara elemen-elemen tersebut yang bisa berubah dari waktu ke waktu lain. Hubungan antara elemen-elemen tersebut terikat oleh suatu perjanjian bersama berupa konstitusi.
Namun betapa pun solidnya identitas nasional tersebut tidak karena desakan dari luar seperti globalisasi maupun yang berasal dari dalam dengan makin tumbuhnya kesedaran akan hak-hak, seperti hak kultural dan keadilan ekonomi minoritas atau mereka yang terpinggirkan dengan berbagai alasan. Di masa lalu, setidaknya hingga Perang Dunia II tetapi pengaruhnya masih terasa hingga sekarang, identitas nasional bisa berimplikasi bagi usaha penghapusan elemen etnis, kultur local, agama demi kesatuan bangsa, dengan cara yang paling halus melalui asimilasi sampai pemaksaan dan kekerasan. Asumsi identitas nasional yang bersifat homogin dan mencakup itu kini sedang dipertanyakan kembali secara deras dan munculnya factor global dan kesedaran hak dari elemen-elemen di dalamnya, terutama paska berakhirnya Perang Dingin. Artinya, identitas nasional sebagai suatu kesatuan yang mencakup danbentuk solidaritas dalam lingkup teritorial tertentu yang disepakati sebagai suatu negara atau negara bangsa (nation-state), bisa terus dipertanhankan. Namun realitas baru pengaruh global dan bangkitkan kesedaran internal itu menutut adanya suatu bentuk baru hubungan antara elemen di dalam lingkup negara-bangsa itu sendiri. Fenomena minoritas Muslim di lingkup negara Thailand bisa jadi merupakan bukti dari fenomena tersebut. Meskinpun tuntutan itu muncul sejak kemerdekaan segera setelah Perang Dunia II, tetapi kini mengalami pergeseran yang signifkan. Misalnya, di satu pihak mereka telah melepaskan tuntutan atas kemerdekaan namun di lain sisi mereka menuntut hak yang lebih substantive misalnya dalam pengelolaan sumberdaya alam dan hak untuk memerintah sendiri (self-government). Demikian halnya, di dalam minoritas Muslim di wilayah itu juga mengalami pergeseran baik strategi maupun tuntutan. Jika dulu gerakan separatisme cenderung dianggap sebagai representasi satusatunya bagi minoritas untuk menuntut kemerdekaan maupun otonomi, kini muncul kelompok-kelompok civil society dan bahkan gerakan individu yang cenderung menggunakan public sphere dan penguatan masyarakat sipil sebagai strategi perjuangan untuk mencapai tujuan dan menuntut hak mereka sebagai minoritas.
04 cetusan manifesto politik olusi di Patani dengan secara m situasi dan kondisi konik satu decade dengan tanpa tuk berahkir SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
12
SASTRA
WAHAI PATANI, MENULISLAH! KAU AKAN BEBAS DARI KETERTINDASAN Oleh Mahroso Doloh (Penyair Muda Patani)
T
Sastra
“Untuk Sementara, Bangsa Kita Tertindas. Tatapi ingat! Mental Kita Tidak Boleh Ikut Tertindas”
M
enulis adalah sebuah senjata yang dapat digunakan oleh suatu bangsa yang tertindas demi membebasakan bangsanya dari ketertindasan atau dari ketidakadilan pemerintah terhadap suatu umat berbangsa. Siapapun yang merasa dirinya sebagai umat yang berada di bawah pemerintah yang tidak adil, di negeri yang tidak aman, maka menulis adalah pilihan atau salah satu jalan yang dapat dilakukan untuk pemperjuangkan hak-hak yang patut diperjuangkan. Menulis merupakan jalan perjuangan yang kedamaian tanpa harus ada pertumpahan darah. Sebuah bangsa, tentunya memiliki sejarah masing-masing. Baik bangsa yang terjajah maupun bangsa yang tidak pernah dijajah. Malangnya, bangsa yang terjajah dimungkinkan saja akan kehilangan sejarah jika umat atau anak bangsanya tidak ada yang mau menulis atau mencatat peristiwa yang terjadi terhadap bangsanya. Patani layak mempelajari dan memungut hikmah dari sejarah seorang pahlawan emansipasi wanita Indonesia yang memperjuangkan nasibnya, nasib anak bangsa Indonesia dengan tulisan-tuliasn, yaitu dengan menulis surat-surat. Perempuan tersebut adalah Raden Ajeng Kartini atau dikenal sebagai R.A Kartini. Kreativitas menulis Kartini pada masanya diibaratkan sebagai seekor kuar. Apakah itu kuar? Kuar merupakan seekor burung yang keluar dari persembunyiannya pada malam hari. Ada peribahasa yang berikat dengan kata kuar ini, yaitu menanti kuar bertelor, artinya mengharapkan suatu yang tidak mungkin diperoleh. Kartini ibarat burung kuar, burung yang keluar dari penyembunyian pada malam hari. Artinya, di tengah kegelapan kualitas berbudaya dan pendidikan bangsanya, ia keluar berunjuk diri melalui kreativitas menulis dan untuk berkreatif mengagas kemajuan bangsanya ke arah kecerahan. Surat-surat yang ditulis oleh Kartini, tentunya memiliki gaya bahasa yang tidak umum. Bahasa yang digunakannya adalah bahasa yang dapat mengentuk pintu hati pembaca untuk bertindak, tidak boleh diam dalam kegelapan atau kejahilan lagi. Sebagaimana pada waktu itu, perempuan tidak boleh perpendidikan, dan hak perempuan selalu tertindas oleh sistem budaya yang tidak layak diteruskan. Oleh karena itu, dengan semangat yang menggunung, hanya bermodal dangan pena dan kertas Kartini menulis untaian kata, dan kalimat yang dapat membangkitkan semangat perempuan untuk mau berjuang demi menetukan nasib yang lebih terang. Akhirnya, surat-surat yang ditulisnya berhasil membebaskan perempuan-perempuan dari gejala penindasan di waktu itu. Surat-surat yang mengandung berbagai wacana kebaikan untuk hidup umat yang lebih cemerlang. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Keraf (2007) kekuatan narasi dalam surat-surat Kartini terlihat sekali. Surat-surat itu merupakan bentuk wacana yang menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca terhadap suatu peristiwa yang terjadi dan gagasan yang terkandung dalam pikirannya. Di sebagain suratnya, ada narasi suratnya yang hanya bertujuan untuk memberikan informasi kedapa pembaca agar pembaca tahu pengetahuan apa yang disampaikannya.
13
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
Sementara di sebagian surat, ada wacana tententu yang menyeru untuk pembaca bertindak dengan bijaksana. Kartini mempunya daya imajinasi yang sangat tinggi. Dengan niat yang bulat untuk menyampaikan perasaan kepada pembaca agar pembaca bersimpati untuk mengubah nasib yang sedang dialami oleh kaun peremupuan di Indonesia saat itu. Surat-surat yang disampaikan adalah surat yang berupaya menyampaikan makna yang tersirat dan menimbulkan khayal. Dengan demikian, surat-surat yang tersirat makna itu merupakan wujud kreativitasnya dalam meningkatkan kualitas budaya dan pendidikan bangsanya. Salah satu surat Kartini yang dapat dibaca agar menjadi motivasi untuk memajukan bangsa ini, yakni pada buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Demikian, kisah atau sejarah pahlawan emansipasi perempuan Indonesia. Lalu, bagi bangsa Patani sudahkah ada anak bangsanya seperti Kartini? atau nanti akan disebut Karti Patani; yang menulis berbagai informasi yang terjadi di tanah airnya, menulis khayalan yang mungkin akan terwujud, menulis keinginnannya terhadap keadilan, kedamaian yang akan terwujud di tanah airnya dan menulis demi penentuan nasib diri sendiri yang saat ini jelas-jelas dirinya sebagai umat berbangsa tertindas; hak perempuan dipermainkan, dan masyarakat tersasak oleh sistem ketidakadilan pemerintah. Patani menulislah! Kau akan bebas dari ketertindasa. Patani, memang sebagai bangsa yang tertidas di saat ini, namun sebagai bangsa yang berjasa pada dunia dan terkenal di zaman silam. Sejarah mencatat, di bumi itu sebagai pelabuhan kapal yang besar, tanah yang kaya raya dengan sumber daya alam yang melimpah, bukit menghijau, lautan biru yang luas dan umat masyarakat bijaksana. Namun, pertanyaannya adalah apakah sejarah tersebut masih tercatat pada ingatan dunia sekarang? Apakah Saudi Arabia menyadari bahwa di masjid Mekah pernah diimami oleh anak berbangsa Melayu Patani (yang kini bangsanya terjajah). Apakah Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam menyadari atau menerima bahwa bangsa Patani adalah saudaranya, memiliki bahasa yang sama dan sama-sama berada dalam kandungan Ibu Pertiwi Melayu Raya. Sebaliknya, apakah mungkin Patani saat ini sudah dikenal oleh dunia sebagai wilayah yang ada di negeri Thai (siam), suatu negeri yang berbahasa Thai dikernakan dalam keseharian anak bangsanya dengan penuh percaya diri dan lancar dalam berbaahsa Thai, kemudian malu untuk berbahasa Melayu sebagai bahasa ibundanya. Jika demikian, bahasa Melayu akan hilang dan lenyap di bumi Patani. Jika tiba saat itu, Patani akan tatal menjadi bangsa hilang bahasa, lenyap bangsa. Oleh karena itu, bagi anak bangsa Melayu Patani wajiblah untuk menulis agar menjadi informasi kepada dunia. Menulislah, apapun itu. Menulis dalam bentuk berita, karya ilmiah, karya sastra; puisi, cerpen, novel dan sebaianya. Dengan usaha yang bersungguh-sungguh, tulisan itu akan dibaca orang. Baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Sebagai anak bangsa Patani, menulislah berita dan kenyataan yang terjadi di Patani hari ini, menulislah puisi-puisi yang dapat membangkit semangat sebagaimana WS.Rendra dan Chairil Anwar penyair Indonesia menulis puisi dan sajak-sajak untuk membakarkan semangat anak muda melawan penjajah, menulislah novel tentang kemiskinan pendidikan di Patani sebagaimana Andrea Hirata menulis novel Laskar Pelangi, menulislah budaya religius di Patani sebagaimana Habiburrahman El Shirazy menulis novel Ketika Cinta Bertasbih dan Ayat-ayat Cinta dan menulislah apapun yang dapat menggambarkan kondisi negeri Patani yang sesungguhnya. Kembali kepada sejarah, Patani memang pempunyai banyak alim ulama yang memiliki berbagai karya tulis, seperti Almarhum Ulama Haji Sulong Abdul Kadir Al-Fatani, Almarhum Ulama Syekh Ahmad al-Fathani dan lain-lain. Berbagai kitab-kitab dan karya sastra (syair) yang ditulis oleh orang Patani sampai saat ini terus dipelajari di pondok-pondok pesantren, baik di Patani sendiri maupun di luar negeri. Namun sayangnya, belakangan ini sejarah itu hanya menjadi sejarah, tidak dilanjutkan oleh anak bangsanya. Sekiranya ada, itupun sanya sebagian kecil saja yang memandang penting terhadap dunia tulis menulis. Apapun itu, selagi tangan masih dapat bergerak, mata masih dapat melihat, maka tidak ada kata terlambat untuk bermula. Mulailah! Menulislah! Kau akan abadi.
“Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” —Pramoedya Ananta Toer (2006-1925) Yogyakarta, 16 Agustus 2017
PENDIDIKAN
Perayaan Eid 1438 H, Mahasiswa Patani Perkenalan Seragam Budaya Melayu
Oleh AM Faton
Kota Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar. Karena itu menjadi daya tarik yang besar bagi mahasiswa untuk berkuliah di sini. Yogyakarta juga disebut kota budaya karena ia mempunyai keunikan dan beragam kebudayaan dari berbagai daerah para pengunjung dari luar negeri. Saat perayaan Idul Fitri tahun 1438 hijriah bersamaan 2017 ini. Keberadaan Mahasiswa Patani yang menuntut ilmu di Yogyakarta juga mencerminkan adanya suatu keinginan di kalangan mahasiswa Patani untuk perkenalan keunikan budaya Patani di Indonesia. Bertepatan pada hari Ahad (06/25) pekan lalu, sejumlah mahasiswa Patani di Yogyakarta berseragam kebudayaan Melayu-Muslim atau “Melayu Mukmin” dalam kampanye mereka menandakan identitas sebagai Orang Melayu Muslim Patani. Tidak saja di kota Yogyakarta, mahasiswa Patani yang tersebar di berbagai kota lain di daerah Indonesia. Mereka juga menampikan seragam budaya yang sama berwarna-warni di hari perayaan Idul Fitri Mubarak. “Sudah banyak pelajar-pelajar Patani yang memilih perkuliahan di Indonesia. Jumlah mereka lebih dari seribu pelajar mahasiswa Patani yang sedang menimba ilmu di seluruh Indonesia,” kata Amran mahasiswa Patani di Yogyakarta. Perayaan Eid mahasiswa Patani di Yogyakarta yang juga berterusan hingga di hari ketiga, Selasa (06/27) mereka menggelar “Majlis Mimbar Mahasiswa Patani” yang menjadi pintu wawasan yang baru bagi mereka, mengagendakan pentas kesenian puisi, berpidato, anasyid, music band, dan film pendek. Acara ini bersepakat mereka untuk sama-sama berseragam baju budaya, menghadir seluruh mahasiswa Patani di kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu, mereka juga tidak menghentikan untuk menunjukkan keunikan budaya Patani di Indonesia ini. Pada hari Kamis (06/29) kemarin sejumlah mahasiswa Patani di Yogyakarta mengadakan representasi seragam budaya berkeliling kota Yogyakarta, terdapat di lokasi kampus-kampus dan tempat yang strategis, diantaranya adalah kampus UIN Sunan Kalijaga, Universitas Negeri Foto Hamsyari Yogyakarta, Universitas Gajah Mada, Tugu Jogja, dan pasaran Malioboro. Demikian ini telah menjadikan sebuah harapan kecil bagi mahasiswa Patani di Indonesia dan generasi yang selanjutnya untuk melestarikan kebudayaan Patani yang lebih berharga lagi saat hari-hari kebesaran lainnya. Meskipun di era globalisasi, ternyata kebudayaan Melayu Patani tetap bisa mempertahankan “ciri khas” nya oleh generasi-generasi yang selalu menjaga dan terus memperjuangkan peradaban masa depan negeri ini.
ini telah menjadikan sebuah harapan kecil bagi mahasiswa Patani di Indonesia dan generasi yang selanjutnya untuk melestarikan kebudayaan Patani yang lebih berharga lagi saat hari-hari kebesaran lainnya. SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
14
PENDIDIKAN
Cerita Mahasiswa Patani Berhari Raya Jauh dari Kampung Halaman Oleh AM Faton
M
Foto Saifuddin
omen Hari Raya merupakan saat dimana kitadapat berkumpul bersama keluarga, bersilaturahmi kerabat dan tetangga sambil menyantap berbagai hidangan khas di hari raya. Namun tidak semua mahasiswa dapat merasakan suasana perayaan yang biasa mereka rasakan di tanah air, Patani. Sejumlah mahasiswa Patani yang sedang menimba ilmu di Indonesia, mengaku perayaan di negeri orang tidak lengkap tetapi ketika mereka semua yang berada dapat berkumpul bersama setelah menunaikan shalat sunat Eid di Laboratorium Masjid UIN Sunan Kalijaga. Yang membuatnya terasa sepi berganti menjadikan penuh rasa gembira, bersemangat karena rekan-rekan yang bersama di sini. “Raya tahun ini memang kurang lengkap, tapi tidak sangat sepi karena kita ada bersama rekan-rekan lain di sini, berbagai organisasi mahasiswa di Yogya,” ungkap Amran Hayisamoh, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, ketika mengobrolkan malam bersantai-santai sambil meminum kopi di Patani Student Center, Asrama PMIPTI Yogyakarta, Ahad (06/25). Amran bersama rekannya, Habib (dari PMIPTI Yogya), Hasan (dari IPMITI Yogya), Harun (dari IPMITI Malang), saat ini sedang mengambil gelar sarjana di berbagai kampus di Indonesia. Sementara, Habib yang belum genap satu tahun berada di Negeri Indonesia tersebut, mengaku ini adalah kali pertamanya harus merayakan Idul Fitri jauh dari keluarga. “Kesan pertama berhari raya Idul Fitri jauh dari keluarga yang pasti awalnya merasa akan sepi, sebelum sehari berakhirnya bulan suci Ramadhan. Mulai dari malam takbiran, memang saat itu jika berada di sana akan meriah karena bersama keluarga dan adik-adik,” ujar Habib. Awalnya, ia sempat khawatir karena sedikitnya jumlah rekan-rekan organisasi yang di PMIPTI. Tapi ternyata di sini ada berbagai organisasi di kota Daerah Istimewa Yogyakarta.
15
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
“Perayaan Hari Raya Idul Fitri di negeri orang memang tidak sekhidmad dan tidak semeriah di negeri sendiri, namun bukan berarti tanpa kesan”.
“Walaupun berbeda organisasi tapi kita dapat bersatu pada momen hari raya ini dan berkumpulnya mahasiswa Patani di Laboratorium Masjid UIN Sunan Kalijaga, setelah shalat Eid,” cerita Habib. Selain itu, Hasan menyambung, bahwa besok Senin (06/26) pihaknya rekan-rekan IPMITI akan melaksanakan Idul Fitri Games, di siang hari kita berlomba jenis permaianan tradisional dan berpentasan malam yang diadakan di Asrama IPMITI Yogyakarta. Acara yang di mulai dari jam 08.00 WIB, serta mengundang untuk menghadir acara tersebut, rekan mahasiswa yang berasal dari Patani (selatan Thailand), bergembira ria bersama. Mengenai acara tersebut, Amran juga sekaligus mengundang rekan-rekan IPMITI untuk menghadir akan datang acara “Mimbar Mahasiswa” yang diselenggarakan oleh rekan-rekan PMIPTI pada hari Selasa (06/27) di Asrama Cut Nyak Dhien, Taman Pelajar Aceh Yogyakarta. Akan kita bersama berpameran kebudayaan di pentasan malam karena masing-masing di negeri orang. Demikian perayaan mahasiswa Patani di Indonesia pada tahun ini berkesan, mahasiswa Patani Yogyakarta. Meskipun ada berbagai mahasiswa dan organisasi yang berbeda namun saat momen perayaan seperti ini, kita bisa bersatu dan SATU PATANI membawa kita menuju ke ranah yang lebih baik untuk kedamaian Patani yang hakiki.
SOSOK
Tuan Guru Haji Sulong al-Fathoni; Bapak Perjuangan Patani Oleh: AM Faton
T
elah tercatat dalam sejarah bahwa kelima-lima anak lelaki Tuan Minal al-Fathani (Sheikh Zainal Abidin al-Fathani) menjadi ulama. Salah seorang antaranya ialah Sheikh Abdul Qadir bin Sheikh Zainal Abidin bin Muhammad al-Fathani. Beliau melahirkan ramai keturunan yang menjadi ulama, antaranya adalah ulama yang dibicarakan ini iaitu Tuan Guru Haji Sulong al-Fathani. TUAN GURU HAJI SULONG AL-FATHONI, seorang ulama yang sangat besar pengaruhnya bagi umat Islam Melayu Patani. Bahkan hampir semua orang Islam yang berasal dari Patani mengenali beliau. Beliau turut diakui oleh masyarakat Patani sebagai “Bapak Perjuangan Patani”, kerana pembangkit Revolusi Patani Merdeka pada zaman modern. Pada zaman Perang Dunia Kedua, beliau dilantik sebagai ketua untuk pergerakan ulama Patani yang membuat tuntutan kemerdekaan dengan dinamakan Hai-atun Nafaz al-Ahkam asy-Syari’yah. Nama Tuan Guru Haji Sulong terkenal bukan kerana penulisan, tetapi melalui perjuangan. Namun beliau juga telah menghasilkan beberapa karya, antaranya;
Foto Sorey Deng
1) Kitab Cahaya Islam – Gugusan Maulid Saiyidil Anam Cahaya Islam ditulis oleh Tuan Guru Haji Sulong al-Fathoni sempena bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW pada tahun 1362 H/1943, dalam masa darurat suasana Perang Dunia Kedua. Tumpuan utama kandungan Kitab Cahaya Islam adalah tentang Maulid Nabi Muhammad SAW. Namun pendekatan yang digunakan jauh berbeda dengan penulisan-penulisan lain yang pernah dihasilkan oleh ulama dunia Melayu yang terdahulu daripadanya. Hampir separuh kandungan jilid pertama adalah membahas pembagian bid’ah. Seterusnya dilanjutkan pula pendapat para ulama-ulama yang terkenal dunia Islam tentang hukum mengadakan Maulid Nabi Muhammad S.A.W. Sebelum membahaskan lebih lanjut, Tuan Guru Haji Sulong al-Fathoni menyatakan abstrak karangannya terlebih dahulu, iaitu: 1) Kenyataan pasal bid’ah, dan maknanya, serta segala bagiannya.
2) Kenyataan pasal dalil bagi sunat berbuat maulid, dan sunat bangun berdiri. 3) Kenyataan pasal kelebihan berbuat maulid, dan kelebihan orang yang hadir pada majlisnya. Mengenai yang pertama yaitu pasal bid’ah yang terkandung pada halaman 5-4 kitab tersebut, Tuan Guru Haji Sulong al-Fathoni menulis; “Bahawa berbuat maulid itu bid’ah, kerana tidak diperbuat oleh Nabi SAW, dan begitu juga sahabat-sahabat dan ulama-ulama yang kemudian daripada sahabat. “Hingga sampai kepada tahun hijrah 300 tahun tiada ada siapa-siapa yang berbuat akan dia. Dan kemudian daripada hijrah yang tersebut itu barulah timbul maulid. Namun, Tuan Guru Haji Sulong al-Fathoni menolak pendapat golongan tertentu yang mengatakan bahwa mengadakan perayaan maulid adalah bid’ah yang keji (terlarang). Beliau menulis perkara tersebut yang terkandung pada halaman 6-5;
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
16
SOSOK “Maka sesungguhnya berbuat maulid itu bid’ah. Akan tetapi masuk di dalam bagian ‘bid’ah hasanah’ diberi pahala akan orang yang mengerjakan dia, seperti melakukan ibadat yang sunat. Maka perhamba sebutkan sedikit pasal bagian bid’ah kerana khawatir menjadi terkeliru di atas mereka yang tidak tahu bagian bid’ah, maka ia berkata bahwasanya berbuat maulid itu bid’ah yang keji atau haram, seperti sangkaan mereka yang telah disesatkan…” Tuan Guru Haji Sulong al-Fathoni berpegang bahwa merayakan maulid Nabi SAW adalah termasuk dalam kategori Bid’ah Hasanah atau sunat dikerjakan. Untuk menguatkan pendapat tersebut, beliau memetik pendapat-pendapat di antaranya Sheikh Ibnu Hajar al-‘Asqallani, Imam as-Sayuthi, al-Muhaddits Muhammad bin Mas’ud al-Kazaruni dan ulama-ulama lainnya, sedangkan mereka adalah ulama ahli hadis yang sangat terkenal. Semua pendapat ulama yang tersebut dilengkapi dengan petikan yang agak panjang dan pada beberapa tempat disebut pula kitab-kitab rujukan. Pada bagian penutup, pengenalan Cahaya Islam di halaman 42, beliau menulis lagi; “Dan telah lalu cerita Hikayat Raja al-Muzhaffar Abu Said, bahwasanya membelanjakan hartanya pada berbuat maulid di dalam setahun 30 laksa dinar. Maka janganlah mengikut pengugut-pengugut iblis, yang ia berkata kepada seseorang; “Janganlah engkau belanjakan harta engkau kepada jalan kebajikan, lama-lama habis harta engkau jadi papa, maka jadilah engkau orang miskin”. Maka itulah jadi bakhil dan lokek tidak berbuat sesuatu kebajikan dengan hartanya. Maka minta Allah S.W.T menjauhkan hal yang semacam itu daripada kita”. 2) Kitab Gugusan Cahaya Keselamatan Kitab ini adalah karya Tuan Guru Haji Sulong yang terakhir, telah ditulisnya ketika di dalam penjara Legor, Nakhorn Sri Thammaraj, Thailand. Setelah karya ini, tidak ada lagi karya beliau yang lain, karana setelah itu beliau hilang secara misteri. Bahkan hingga sekarang tidak diketahui di mana Tuan Guru Haji Sulong dikebumikan. Gugusan Cahaya Keselamatan selesai ditulis pada 3 Zulkaedah 1368 H bersamaan dengan 28 Ogos 1949 M. Cetakan yang pertama 10,000 naskhah, diusahakan oleh Tuan Haji Muhammad Amin, anak Haji Sulong. Diterbit oleh Saudara Press Patani, 185, Jalan Rodi, Patani, 1377 H/1958 M. Antara intipati Kitab Gugusan Cahaya Keselamatan; Pertama, di bawah judulnya, Tuan Guru Haji Sulong memberi keterangan sebagai berikut,
“Pada membentengkan beberapa wirid, dan doa, dan ayat Quran. Diterbitkan cahaya yang cemerlang daripada penjara negeri Legor, Siam, ke seluruh negeri Islam …”. Kedua, kandungannya merupakan kisah yang terjadi mulai kedatangan pihak penguasa Siam (Thailand) untuk menangkap Tuan Guru Haji Sulong pada pukul 5 sore tempatan, hari Jum’at 5 Rabi’ul-Awal 1367 H bersamaan 16 Januari 1948 M. Semua peristiwa yang berlaku terhadap diri beliau dicatat dengan kemas dan teliti, sehinggalah beliau selesai menulisnya. Kandungan selanjutnya ialah berbagai-bagai jenis amalan untuk ketahanan diri menghadapi perjuangan. Ketiga, pada kata pengantarnya, Haji Muhammad Amin mencerminkan jiwa patriotik, mengajak umat Patani terus berjuang. Di antara kata-kata beliau; “Dengan ini saya mengeluarkan sebuah buku karangan ayahanda saya untuk menjadi pengetahuan kepada seluruh umat Islam. Buku inilah menjadi pusaka bagi isterinya, anak-anaknya seterusnya kaum bangsa kita”. Kata Haji Muhammad Amin pula, “Sekarang ini saya berseru kepada kaum muslimin dan muslimat sekelian, biar pun ayahanda saya telah tidak ada lagi di muka bumi ini, kerana beliau telah mati syahid, tetapi perasaan dan semangat serta juga jasa-jasanya masih hidup. Dan tertanam di dalam jantung sanubari tuan-tuan sekalian untuk kita pula bersama-sama bekerja dan mencapai tujuan-tujuan baik yang telah diasaskan oleh ayahanda saya itu …” Sebelum menutup karangan ini, sekali lagi Haji Sulong memberikan kata-kata slogan perjuangannya, kata beliau pada halaman 13, “Akan tetapi manakala saya teringat akan tarikh nabi-nabi dan sahabat-sahabat dan tabi’in r.a bermacam-macam ditimpa percobaan di atas mereka itu, ialah menjadi contoh dan tauladan supaya mengikut oleh mereka yang bersetuju melangkah sebagaimana langkahan mereka itu yang patut dengan peredaran masa yang kelam sekarang. “Maka tidaklah jadi pelik dan dukacita, oleh kerana perjalanan saya mengikut dasar mereka itu, iaitu meninggikan agama yang maha suci…”
Kata Haji Muhammad Amin pula, “Sekarang ini saya berseru kepada kaum muslimin dan muslimat sekelian, biar pun ayahanda saya telah tidak ada lagi di muka bumi ini, kerana beliau telah mati syahid, tetapi perasaan dan semangat serta juga jasa-jasanya masih hidup. Dan tertanam di dalam jantung sanubari tuan-tuan sekalian untuk kita pula bersama-sama bekerja dan mencapai tujuan-tujuan baik yang telah diasaskan oleh ayahanda saya itu …” 17
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
SOSOK
Ulama Patani di Abad Modern, TGH Ismail Sepanjang Al-Fathoni Oleh: AM Faton
Biografi TGH Ismail Sepanjang Al-Fathoni
Nama asli beliau adalah Ismail Bin Umar atau yang dikenal Baba Ismail Sepanjang Al-Fathoni dilahirkan tahun 1955 di sebuah kampung di Dusun Panjang, yang termasuk daerah Jambu, salah satu daerah di Patani. Antara berjarak jauh dari ibukota Patani sekitar 26 km. Sedangkan Patani, atau dalam kitab-kitab disebut “Fathoni”, adalah menandakan nama sebuah Negeri Patani atau Fathoni Darussalam. Sebagaimana diketahui, mayoritas penduduk wilayah Thailand Selatan adalah mereka berbangsa Melayu dan beragama Islam. Berbeda dengan wilayah-wilayah lain di Thailand, yang dihuni bangsa Siam yang beragama Buddha. Karena berasal dari Dusun Panjang, ia lebih dikenal dengan “Tuan Guru Haji Ismail Sepanjang” atau “Baba Ismail Sepanjang Al-Fathoni”.
https://ibadurrahman99.wordpress.com
D
ari sebuah Negeri Melayu Muslim Patani awalnya, kini terbagi menjadi keempat provinsi di Thailand bagian selatan, yakni provinsi Yala, Narathiwat, Songkhla, dan provinsi Pattani. Dalam realita tersebut karena Negeri Melayu Patani telah direbut kuasa oleh kerajaan Siam Thailand sejak tahun 1785 hingga sekarang ini. Tetapi bagi sebagian kaum muslimin di Indonesia, bahkan termasuk penduduk Melayu di kawasan Asia Tenggara, apalagi bagi para penuntut ilmu agama, nama Patani bukanlah nama yang asing, dan belumlah dihilangkan dari catatan para sejarawan di abad modern ini. Ia nama sebuah negeri Islam terkenal di tanah Melayu, Nusantara, yang selama berbada-abad menjadi salah satu pusat keilmuan Islam di Semenanjung Melayu. Tidak hanya itu, tetapi tampaknya Patani yang paling dikenal luas di negeri-negeri lain, bahkan hingga di Timur Tengah.
Karenanya di negeri ini terkenal dengan banyak telah melahirkan para cendekianwan, ulama Patani yang terkenal, karya-karya mereka pun banyak. Siapa yang tak kenal Syaikh Daud bin Abdullah Al-Fathani, ulama Nusantara yang paling banyak menghasilkan karya fiqih dalam Madzhab Syafi`i? Ia ulama Nusantara pertama yang menulis fiqih Madzhab Syafi’i yang lengkap dalam seluruh judul kitab, bab, dan fasalnya, dengan kitabnya berjudul Hidayatul Muta`allim wa `Umdatul Mu’allim, yang ditulis tahun 1244 H/1828 M. Masih banyak lagi karya beliau, sumber ditelusuri dari sebuah artikel terkait. Syaikh Daud bukan hanya satu-satunya ulama Patani yang terkenal dan yang menghasilkan karya-karya yang berkualitas. Masih banyak nama besar yang lainnya yang tak cukup ruang di sini untuk menuliskan dan memerincinya. Di masa kini pun, tokoh-tokoh ulama Patani terus bermunculan melanjutkan perjalanan yang dilakukan dengan berganti-ganti perjuangan para pendahlu mereka. Di antara tokoh ulama Patani sekarang yang dikenal luas di kawasan tempatan, bahkan meluas hingga negeri-negeri Melayu yang lain, adalah Tuan Guru Haji Ismail Sepanjang.
Ayahnya bernama Wan Umar bin Wan Abdul Lathif bin Wan Abdul Karim, sedangkan ibunya Siti Khadijah binti Ismail. Keduanya berasal dari Patani, hanya saja datuk-datuk ibundanya berasal dari Johor, Malaysia. TGH Ismail adalah anak lelaki tunggal (adalah anak bungsu) dari semuanya tiga bersaudara, kedua kakaknya perempuan. Sebagaimana ulama-ulama Patani dan ulama-ulama Nusantara lainnya, ia pun belajar di pondok-pondok setempat. Jika sebagian ulama Patani setelah menyelesaikan pelajarannya melanjutkan pendidikannya di Timur Tengah atau tempat-tempat lain di luar negeri, tidak demikian dengan TGH Ismail Sepanjang. Ia tidak belajar ke luar negeri. Pendidikannya hanya di pondok-pondok di Patani, namun dijalani dengan penuh kesungguhan, keikhlasan, dan dilalui dalam waktu yang lama. Maka tak mengherankan jika hasilnya pun tak mengecewakan, membanggakan. Meskipun produk lokal, keluasan dan kedalaman ilmunya dalam berbagai cabang ilmu-ilmu keislaman tak kalah dengan lulusan-lulusan Timur Tengah. Sebelum mengikuti pelajaran di pondok-pondok, di masa kanak-kanak ia belajar di sebuah sekolah kebangsaan Thai, setingkat sekolah dasar di Indonesia. Selama enam tahun ia mengikuti pelajaran di tingkat dasar itu, empat tahun di kampungnya sendiri dan dua tahun berikutnya di Kampung Tanjong. Karena berada di wilayah Negara Thailand, tentu saja para pelajar sekolah kebangsaan Thai, selain mempelajari ilmu-ilmu umum sebagaimana di negara-negara lain, juga mempelajari hal-hal khusus yang berkaitan dengan negaranya, terutama bahasa dan sejarah Siam. Karenanya, meskipun dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di wilayah Thailand Selatan berbicara dalam bahasa Melayu, mereka pun dapat berbahasa Siam.
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
18
SOSOK Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, barulah ia menimba ilmu di pondok-pondok di Patani. Pondok-pondok itu merupakan pesantren-pesantren tradisional yang hanya mempelajari ilmu-ilmu agama dengan mengkaji kitab-kitab lama peninggalan ulama masa lalu. Sebagian pesantren tradisional di negeri-negeri Melayu juga masih banyak yang demikian.
TGH Ismail Sepanjang menceritakan, saat ia mengunjungi ke toko-toko al-Kitab, secara bergurau ia menggambarkan kegemarannya itu. “Kami jika berada di toko kitab seperti ini tak ubahnya seperti perempuan-perempuan saat sedang berada di toko pakaian. Tak mau cepat-cepat beranjak,” dikutip dari tulisan jurnal, Tuan Guru Haji Ismail Sepanjang, Kewibawaan Yang Alami.
Pertama-tama ia belajar di sebuah pondok di kampungnya yang didirikan oleh TGH Abdul Lathif bin Haji Abdur Rahman. Kurang lebih tujuh tahun ia menimba ilmu di sini. Setelah itu ia melanjutkan pengembaraannya dalam menuntut ilmu dengan belajar di sebuah pondok di daerah Mayo, masih di wilayah Patani juga.
Begitu pun ketika sedang mendengarkan penjelasan Habib Alwi Abubakar Assegaf mengenai proses pentahqiqan kitab yang dilakukan di Darul Kutub Al-Islamiyah, ia mendengarkan dengan penuh perhatian. Sesekali ia memberikan komentar-komentar singkat yang menunjukkan kedalaman ilmunya. Pengajaran-pengajaran, fatwa-fatwanya, dan nasihat-nasihatnya, bukan hanya dapat diikuti oleh kaum muslimin di Patani dan sekitarnya. Dengan kemajuan teknologi sekarang ini, kita pun dapat mengikutinya di internet. Mudah bagi kita untuk mengakses pengajian-pengajiannya atau kitab-kitabnya di dunia maya. Apa yang disampaikannya dan ditulisnya telah nyata memberikan manfaat besar bagi umat. Semoga TGH Ismail Sepanjang serta para ulama Patani dan sekitarnya dapat terus melanjutkan perjuangan para pendahulu mereka yang telah berjasa besar dalam mengembangkan Islam dan menghidupkan ilmu-ilmu keislaman di Nusantara. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan dan keberhasilan baginya dalam menjalankan tugas dakwah dan penyampaian ilmu-ilmu keislaman bagi muslimin di mana saja, terutama di Semenanjung Melayu.
Kitab-kitab yang dipelajarinya sebagian besar sama dengan yang dipelajari di pondok-pondok di Tanah Melayu lain seperti Indonesia, Malaysia dan lain-lain. “Saat mempelajari ilmu nahwu, kami membaca kitab Mukhtashar Jiddan, Al-Kafrawi, Al-Kawakibud-Durriyyah, dan lain-lain. Sedangkan ketika mempelajari ilmu sharaf, kitab-kitab yang dibaca di antaranya Al-Kailani. Dalam ilmu tauhid, yang biasa dibaca adalah kitab-kitab seperti Kifayatul Awam, Jauharatut-Tauhid, Tijan Ad-Darari, Fathul Majid, dan lain-lain. Untuk ilmu fiqih, di antaranya Fathul Qarib, Hasyiyah Al-Bajuri, Fathul Mu`in, I`anatuth-Thalibin. Untuk ushul fiqh, di antaranya Al-Waraqat dan Al-Luma` . Bagi tingkatan yang lebih lanjut, membaca Jam`ul Jawami`. Ada juga yang mempelajari Irsyadul Fuhul. Kitab-kitab itu selalu dibaca dan dipelajari, seolah-olah menjadi wirid kami,” begitu TGH Ismail Sepanjang menyebutkan beberapa kitab yang dipelajarinya saat menuntut ilmu di pondok, seperti dilansir oleh Facebook Page Baba Ismail Sepanjang Al-Fathoni. Setelah menikah dan menunaikan haji, TGH Ismail Sepanjang mendirikan pondok. Maka kemudian hari-harinya pun diisi dengan kegiatan keilmuan dan dakwah. Dan bukan hanya di pondok yang dipimpinnya, melainkan juga di tengah-tengah masyarakat Melayu Muslim Patani hingga negeri-negeri di sekitarnya. Di hari-hari tertentu ia mengajar di masjid-masjid di Patani yang dihadiri oleh ribuan umat. Kabarnya, kalau ia mengajar, beberapa jam sebelumnya orang sudah berkumpul bersiap-siap mendengarkan pengajaran, fatwa-fatwa, dan nasihat-nasihat yang disampaikan olehnya. Di tengah-tengah kesibukannya mengajar, TGH Ismail Sepanjang masih dapat menghasilkan karya-karya, baik tulisannya sendiri maupun terjemahan atau ringkasan dari kitab-kitab yang ada. Karya-karyanya, selain dipelajari oleh para santrinya dan jama’ah pengajiannya, juga banyak digunakan oleh masyarakat muslim pada umumnya. Bukan hanya di Patani, melainkan juga di negeri-negeri lain. Apa yang diraihnya kini, yakni keluasan dan kedalamannya dalam ilmu-ilmu keislaman, selain berkat kesungguhan dan keikhlasannya dalam menuntut ilmu serta doa dari orangtua dan guru-gurunya, juga tak terlepas dari kecintaannya kepada kitab-kitab. Kecintaan dan kegemarannya akan kitab-kitab sangat tampak dan ia sendiri juga menuturkannya.
https://www.youtube.com/watch?v=LsHXPI-tpJA
Semoga TGH Ismail Sepanjang serta para ulama Patani dan sekitarnya dapat terus melanjutkan perjuangan para pendahulu mereka yang telah berjasa besar dalam mengembangkan Islam dan menghidupkan ilmu-ilmu keislaman di Nusantara 19
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
EKSKLUSIF
72 TAHUN PROKLAMASI INDONESIA KEMERDEKAAN BAGAIMANA NASIB PATANI? Oleh AM Faton
“Indonesia adalah negara serumpun dengan kami tetapi dalam realita nasib Bangsa Patani masih di tangan penjajah Thailand.”
P
ada bulan Agustus 2017 ini, dimana seluruh rakyat Indonesia (anak kecil, remaja, santri, pelajar, mahasiswa pemuda, dan kaum tua) mereka sama-sama memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Negaranya. Sudah 72 tahun yang lalu, Bangsa ini memproklamirkan kemerdekaan dari tangan penjajah. Hingga detik ini berbagai kemajuan di bidang pembangunan infrastruktur terus berjalan. Semua tak lepas dari perjuangan dan pengorbanan para pahlawan yang telah berjuang dengan jiwa dan raga. Peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia menggema di seluruh penjuru Negeri. Mulai dari masyarakat yang tinggal di Kota hingga masyarakat yang tinggal di Desa. Semua bersuka cita memeriahkan hari bersejarah yang telah membebaskan Bangsa Indonesia dari tangan penjajahan Belanda 1945. Berbagai kegiatan peringatan ikut dilaksanakan untuk menyambut Hari Proklamir. Warga masyarakat Gowok Sleman, tempat kami dirantau sekarang tujuan untuk perkuliahan di sini. Tepat pada tanggal 17 Agustus, kami bersama turut memeriahkan peringatan kemerdekaan dengan berbagai kegiatan dilaksanakan di masyarakat. Indonesia adalah negara serumpun dengan kami tetapi dalam realita nasib Bangsa Patani masih di tangan penjajah Thailand. Bagi rakyat Patan secara kontek sejarah sebagai negara dijajah oleh kerajaan Siam Thailand sejak 1785, bahwa hingga hari ini angka kematian penduduk di negara itu kian meningkat tak usai berhenti. Jejak perjalanan di bawah jajahan demikian mereka terus dialami kerusuhan dan krisis kemanusiaan yang intens. Sehingga nasib generasinya secara terus-menerus dilanda kekerasan tanpa memiliki proses pertumbuhan yang baik terhadap anak-anak dan wanita yang berarti pada masa depan bangsanya. Akibat dari itu, terjadi karena sistem penjajahan terus merajalela bagi pemilik kekuasaan secara total. Dalam realita perjalanan Patani yang berada di bawah penguasa Thailand. Keadaan mereka, dari segi hak asasi manusia mereka dibiarkan tanpa perlindungan. Eskalasi konflik ini menyebabkan masyarakat terkongkong hingga tak berkuasa menuntut segala persoalan yang seharusnya itu adalah hak miliki hidup bagi mereka. Oleh karenanya masyarakat Patani ditengah kawalan junta yang sangat kejam kekuasaannya. Aspirasi perjuangan rakyat Patani itu terkandung dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) atau Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 1948 M, Pasal 1 dan 2, serta resolusi PBB No, 1514 (XV) 1960 tenteang penyerahan kemerdekaan kepada bangsa yang belum bernegara. Padahal undang-undang dalam Prinsip Umum (General Principle) Dekelarasi Hak Asasi Manusia ASEAN (HAM ASEAN) Phnom Penh 18 November 2012, tentang Hak Atas Perdamaian No, 38. Setiap orang dan masyarakat ASEAN memiliki hak untuk menikmati perdamaian dalam kerangka keamanan dan stabilitas, neutralitas dan kebebasan ASEAN, sehingga hak-hak yang tercantum dalam Deklarasi ini dapat diwujudkan sepenuhnya. Untuk tujuan tersebut, negara anggota ASEAN harus terus-menerus memperkuat persahabatan dan kerja sama dalam memajukan perdamaian, keharmonisan, dan stabilitas di kawasan. Demikian itu, secara konkret bangsa penjajah negara-negara anggota ASEAN, dapat mengembang dasar dan kepentingan kolonialism mereka bila diteliti prinsip umum HAM ASEAN tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik No, 11. Setiap individu mempunyai hak atas hidup yang melekat pada dirinya yang harus dilindungi oleh hukum HAM. Tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya kecuali ditentukan oleh hukum yang lain. Jika kita perhatikan dalam prinsip umum No, 11 HAM ASEAN ini tertulis ”kecuali ditentukan oleh hukum lain”. Dilihat amat bercanggah dengan DUHAM pasal 2. ” Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam
Logo; budiono.net
Deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apa pun” seperti pembezaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain. Tidak ada perbezaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilyah-wilayah pemerintahan sendiri, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan negara bangsa yang lain. Kedua: Bercanggah dengan ayat (4) Pasal 1 Protokol Tambahan I, Konvensyen Geniva 1949 tentang ”war of national liberation” atau Perang Pembebasan Nasional itu ialah; ”termasuk konflik bersenjata di mana bangsa-bangsa (peoples) berjuang melawan dominasi kolonial (colonial domination), atau pendudukan asing (alien occupation) atau rejim rasis (racist regime) dalam rangka melaksanakan hak menentukan nasib sendiri (right of self determination), yang tercantum dalam Piagam PBB dan Deklarasi tentang Prinsip-prinsip Hukum Internasional yang mengatur tentang Hubungan Bersahabat dan Kerjasama antara negara sesuai dengan Piagam PBB”. Secara umum dapat difahamkan setelah Sidang Kemuncak Ketua-ketua Negara (SKKN) ASEAN kali ke26- di Pusat Konvensyen Kuala Lumpur (KLCC) 27 April 2015 menerima pakai Deklarasi Kuala Lumpur mengenai ASEAN Berorientasikan Rakyat (Berpaksikan Rakyat), dalam rangka meningkatkan kerjasama dalam bidang politik-keselamatan, ekonomi dan sosio-budaya. Mereka bersetuju untuk mewujudkan komunitas ASEAN yang berperaturan berpaksikan rakyat, termasuk semua rakyat, pemegang kepentingan (kuasa) dan sektor masyarakat. Kendati demikian, dimana warga masyarakat internasional hari ini lebih kenal orang Patani hanyalah penduduk di sebuah provinsi kecil, yakni provinsi Pattani (ditambah satu huruf t), namun jika dirujuk kepada nama asal Patani (t hanya satu huruf saja) menunjukkan pada keempat provinsi yakni Pattani, Yala, Narathiwat, Setul dan sebagian dari provinsi Songkhla yang telah ditakluk kerajaan Thailand sebagai wilayah teritorial Negara Kesatuan Thailand hingga hari ini. Meskipun demikian, Patani merupakan wilayah bekas Negeri Melayu, dan harapan bagi kami sebagai generasinya tetap untuk mempertahankan dan mengembalikan wilayah untuk berdaulat dari angkara penjajah. Sebagai hak milik pertuanan harus direbutkan kembali. Demikian juga tercantum di dalam undang-undang bagi hak asasi manusia universal “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
20
PUISI
RINDU IBU DIKAMPUNG HALAMAN Oleh Faridah
Indah terbayang wajahmu Merdu lantunan nasehat mu Rindu akan cinta kasihmu Hangat kasihmu sehangat sang matahari Pancarkan sinar pelita sang matahari Berjumpa denganmu kupeluk erat penuh cinta kekasihmu Kaulah sosok ibu yang selalu kurindu
T
Puisi
21
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
Oh…….. ibu Ingatkah kau aku disini Ingatkah kau aku disini Anakmu yang jauh dari peluknu Namun kau selalu di hatiku ibu….. Saat kedengar sakitmu Nangisku tak tertahan Berderai dari pelupuk mataku Karena ku takbisa merawatmu Disini ku tahan rindumu Ku tahan tanganku merangkulmu Demi menjalankan kewajibanku Untuk memberikan kebahagiaan Di waktu akan datang.
INFORMASI
SUARA TUNAS | AGUSTUS 2017
22
BANGKITKAN JIWAMU DENGAN KAOS MERDEKA BUNG