AR4151 Seminar Arsitektur Semester I 2018-2019

Page 1

䄀刀  㐀 ㄀ 㔀 ㄀   匀攀 洀椀 渀 愀 爀   䄀爀 猀 椀 琀 攀 欀 琀 甀 爀


Pengantar AR4151 2018 Resiliensi dalam Arsitektur

ISU RESILIENSI DALAM RISET MAHASISWA SARJANA ARSITEKTUR Pengantar untuk Kumpulan Tulisan Terbaik AR4151 Seminar Arsitektur tahun 2018 Oleh Dr. Agus S. Ekomadyo Koordinator Matakuliah AR4151 Seminar Arsitektur

Pelaksanaan matakuliah Seminar Arsitektur di ITB senantiasa mengundang perdebatan. Di satu sisi, matakuliah ini telah berjalan selayaknya sebuah seminar: mahasiswa membuat paper hasil dari riset kecil tentang suatu fenomena tertentu. Di sisi lain, muncul keinginan untuk menjadikan Seminar Arsitektur untuk mempersiapkan Tugas Akhir (TA) mahasiswa, semacam kolokium. Keinginan ini muncul karena banyak keluhan terhadap kualitas substansi persiapan tugas akhir sementara ketersediaan SKS perkuliahan dalam struktur kurikulum semakin terbatas.

Sampai pelaksanaan tahun 2018, pelaksanaan matakuliah Seminar Arsitektur masih terbebas dari keharusan untuk disinergikan dengan persiapan Tugas Akhir. Ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini, yaitu masih: a) kuatnya pendapat bahwa matakuliah seminar arsitektur harus bersifat bebas sebagai proses belajar dan tidak boleh direduksi untuk kepentingan pragmatis, b) adanya dorongan mahasiswa untuk sejenak “melepaskan diri� (being away) dari tekanan rutinitas studio: matakuliah seminar bisa menjadi penyaluran rasa ingin tahu atau hobby di luar studio, c) perbedaan penyelenggaraan matakuliah Seminar Arsitektur yang berkelompok dengan TA yang bersifat individu sehingga mahasiswa secara berkelompok di seminar tidak bisa sepakat dengan isu proyek akhir yang diteliti dalam seminar, dan d) belum kuatnya pengembangan pengetahuan secara institusional dalam komunitas Arsitektur ITB (lewat kelompok keahlian) untuk mampu menyediakan isu-isu riset yang matang untuk ditawarkan kepada mahasiswa untuk mensinergikan seminar dan persiapan Tugas Akhir.

Untuk tahun 2018, pelaksanaan matakuliah Seminar Arsitektur mengambil topik “Resiliensi dalam Arsitektur�. Dari topik-topik yang dipilih oleh mahasiswa, meskipun tidak bisa langsung berkorelasi dengan TA, tetap menunjukkan pendekatan yang kuat terhadap latar belakang pengetahuan Arsitektur


yang dimiliki mahasiswa. Terpilih 8 paper dari tiap-tiap kelas untuk dipresentasikan pada seminar pleno pada akhir semester. Paper-paper tersebut adalah Efek Night Ventilation terhadap Kenyamanan Pengguna pada Gedung CRCS di ITB, Preferensi Pengendara Kendaraan Bermotor terhadap Solusi Resiliensi Tempat Parkir di ITB, Evaluasi Higienitas Kantin di Kampus ITB Ganeca, Penambahan Fungsi Kamar Kos pada Bangunan Rumah Tinggal di Tubagus Ismail, Fasilitas Pedagang Kaki Lima di Teras Cihampelas, Evaluasi Penerapan Standar Keamanan dan Kenyamanan Taman Bermain di Kota Bandung, Telaah Parameter Desain untuk Kawasan Rawan Kriminalitas di Kampung Kota, Studi Kasus RW 05 Kebon Bibit, Bandung, dan Resiliensi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir di Kawasan Cijagra, Bojongsoang

Ke depan, menjadi tantangan untuk menjadikan matakuliah Seminar Arsitektur untuk bersinergi dengan persiapan Tugas Akhir mahasiswa, meski masih dalam bentuk ujicoba. Artinya, lewat matakuliah ini, mahasiswa mulai mencoba mengembangkan pendekatan desain Arsitektur (lewat Tugas Akhir) berbasis riset (lewat seminar). Karena mahasiswa arsitektur tingkat sarjana tidak mendapat pengetahuan khusus mengenai metodologi riset, maka sinergi ini perlu didampingi oleh para pengampu yang mendalami topik penelitian tertentu. Artinya, pengetahuan mengenai metodologi riset mahasiswa tidak didapatkan melalui kuliah, tetapi lewat magang dari dosen-dosen tertentu.

Selain itu, patut dibuka kemungkinan dimunculkannya matakuliah Pemrograman Arsitektur yang terpisah dari studio. Kegiatan Pemrograman Arsitektur adalah kegiatan pengumpulan informasi yang digunakan untuk memandu proses desain. Artinya, kegiatan pengumpulan informasi dalam pemrograman arsitektur bisa disinergikan dengan kegiatan pengumpulan data dalam suatu penelitian.

Sinergi riset dan desain ini ke depan semakin menjadi keniscayaan dalam pendidikan arsitektur di dalam kerangka universitas. Di satu sisi, ilmu arsitektur berasal dari tradisi praktis, di mana kompetensi desain tetap menjadi fokus bagi kompetensi lulusan arsitektur dalam dunia profesi arsitek. Di sisi lain, universitas dibentuk masyarakat sebagai lembaga untuk membangun pengetahuan tentang semesta, dan diakui riset menjadi cara untuk mendapatkan pengetahuan secara akuntabel. Artinya, pengembangan desain berbasis riset perlu diujicobakan untuk menciptakan arsitek-arsitek yang kuat karakter ilmiahnya. Ini akan membedakan arsitek yang diproduksi lewat belajar di universitas dengan arsitek yang matang karena rekognisi pengetahuan berbasis pengalaman, meskipun keduanya dibutuhkan dalam dunia arsitektur dan batasan antar keduanya bisa baur di lapangan. Di sini, pengertian “Sarjana� Arsitektur bukan sekadar strata kompetensi, namun juga merujuk kecendekiawanan, di mana ini menjadi misi utama universitas yang memandu masyarakat lewat pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang dihasilkan institusi ini.

Bandung, 28 April 2018


AR4151 SEMINAR ARSITEKTUR

Pengaruh Ruang Arsitektural Terhadap Terapi Komunitas untuk Rehabilitasi Sosial Adi N. Khamim(1), Diajeng N. Ramadhanty(2), Rayi Ruby(3), Agus S. Ekomadyo(4), Nissa A. Ardiani(5) adinurkhamim@gmail.com (1)(2)(3)(4)(5)

Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung.

Abstrak Dalam proses rehabilitasi sosial, ruang arsitektural memegang peranan penting dalam pembentukan perilaku dan aktivitas terapi. Desain ruang dan unsur-unsur arsitektur di dalam fasilitas rehabilitasi berperan dalam proses penyembuhan residen jika dipertimbangkan dengan tepat berdasarkan kebutuhan pengguna. Di Bandung, ada sebuah fasilitas rehabilitasi sosial, yaitu Rumah Cemara, yang menggunakan pendekatan terapi komunitas untuk penyembuhan para residen. Meskipun tidak dirancang khusus sebagai fasilitas rehabilitasi sosial, perlu dilihat bagaimana ruang arsitektural pada fasilitas ini berperan dalam penyembuhan residen. Penelitian ini dilengkapi dengan studi literatur, observasi, dan wawancara pengguna untuk melihat peran ruang arsitektural dalam terapi komunitas dalam sebuah fasilitas rehabilitasi sosial. Dengan kompleksitas kegiatan yang harus diwadahi dalam fasilitas rehabilitasi, konfigurasi ruang memiliki pengaruh terbesar dalam proses rehabilitasi residen. Konfigurasi ruang beserta elemen arsitektur di dalamnya dibentuk menyesuaikan kegiatan dengan alur yang mengalir dan memiliki alternatif jalur agar kepekaan terhadap lingkungan sekitar meningkat. Dalam sebuah fasilitas rehabilitasi sosial, ruang arsitektural hadir untuk mewadahi komunitas yang turut mendukung fungsi ruang secara optimal. Selain adanya elemen-elemen yang membantu penyembuhan, ruang arsitektural berperan sebagai wadah untuk terciptanya budaya rehabilitatif dalam mempersiapkan residen kembali kepada masyarakat. Kata-kunci: ruang arsitektural, fasilitas rehabilitasi sosial, residen, terapi komunitas, Rumah Cemara Bandung

Pendahuluan Latar Belakang Ruang arsitektural selain menjadi tempat bernaung, juga menjadi tempat yang berfungsi menunjang keamanan, kenyamanan, serta kesehatan penggunanya. Dalam hal menunjang kesehatan, ruang arsitektural tidak selalu identik dengan penyediaan ruang-ruang untuk penyembuhan medis seperti sebuah rumah sakit. Menurut Kaplan, dkk. (1993), faktor psikologis menjadi faktor utama yang memengaruhi pemulihan kesehatan. Dalam suatu fasilitas rehabilitasi sosial, ruang arsitektural berperan dalam mendukung faktor psikologis untuk penyembuhan residen. Pada kasus Napza (narkotika, psikotropika, dan zat

adiktif) dan HIV/AIDS, selain penyembuhan medis, mereka membutuhkan penyembuhan secara sosial juga. Menurut survei yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional pada tahun 2015, di Kota Bandung terdapat penyalahgunaan Napza mencapai 25.427 orang atau 1,47% dari total penduduk Kota Bandung. Sementara kasus HIV/AIDS di Kot a Bandung sebesar 24.639 orang pada 1989-2016. Sebanyak 44% pasien adalah umur produktif 20-29 tahun. Banyaknya kasus tersebut mendorong adanya kebutuhan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkoba maupun orang dengan HIV/AIDS, atau yang selanjutnya disebut residen. Fasilitas rehabilitasi merupakan tempat yang memberikan pelatihan keterampilan dan pengetahuan untuk menghindarkan diri dari halAR4151 Seminar Arsitektur | 1


Pengaruh Ruang Arsitektural Terhadap Terapi Komunitas untuk Rehabilitasi Sosial

hal yang merugikan seperti narkoba. Menurut UU RI No. 35 Tahun 2009, terdapat dua jenis rehabilitasi yaitu, rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2010, terdapat 3 tahap atau program yang harus dijalani seseorang dalam satu rangkaian proses rehabilitasi, yakni tahap detoksifikasi dan stabilisasi (1 bulan), tahap primer (6 bulan), serta tahap re-entry. Khusus dalam rehabilitasi sosial, terdapat salah satu metode yang digunakan yaitu metode terapi komunitas. Metode ini merupakan terapi yang dilakukan oleh sekelompok orang yang memiliki prinsip interpersonal tinggi sehingga mampu mendorong orang lain untuk belajar berinteraksi dalam suatu komunitas. Menurut Winanti (2008) dalam Ulfah (2011), program terapi komunitas dilakukan dengan empat struktur utama, yakni behaviour management shaping (pembentukan tingkah laku), emotional and psychological (pengendalian emosi dan psikologi), intellectual and spiritual (pengembangan pemikiran dan kerohanian), dan vocational and survival (keterampilan kerja, keterampilan bersosial, serta bertahan hidup). Dalam melakukan rehabilitasi, kebetahan dan kepuasan residen ketika menjalani kegiatan juga menjadi faktor lain. Terdapat berbagai faktor yang memengaruhi kepuasan berhuni, antara lain faktor fisik/spasial, faktor sosial, faktor pribadi. Sementara penelitian lain juga mengidentifikasi faktor yang lebih luas, yaitu: faktor fungsional dan kontekstual; faktor ekonomi, faktor kesehatan, faktor keamanan dan keselamatan, rasa identitas yang kuat serta faktor wisata budaya. Enam variabel yang menggambarkan aspek kenyamanan lingkungan yang memiliki korelasi dengan partisipasi dan kebetahan menurut Syafrina, dkk. (2017) adalah lingkungan alami, kondisi lapang (spaciousness), aksesibilitas, keteraturan, hubungan sosial, dan fasilitas sanitasi. Penelitian ini mengambil kasus Rumah Cemara di Bandung sebagai fasilitas rehabilitasi sosial yang menggunakan terapi komunitas dalam penyembuhan residen. Meskipun tidak dirancang khusus sebagai fasilitas rehabilitasi sosial, fasilitas ini berjalan karena di dalamnya terdapat elemen-elemen yang mampu menyembuhkan 2 | AR4151 Seminar Arsitektur

residen. Oleh karena itu, perlu diketahui peran ruang arsitektural, elemen-elemen pembentuknya, beserta karakteristiknya yang berperan dalam upaya penyembuhan residen. Elemen arsitektural berperan dalam suatu relasi sosial yang berlangsung dalam suatu ruangan tertentu. Tata letak dan konfigurasi ruang yang efisien bergantung pada bagaimana manusia menggunakan ruang dalam kesehariannya yang pasti berbeda satu sama lain (Sudrajat, 2011). Konsep ruang sosial menjelaskan bagaimana ruang terbentuk karena karakter masyarakat yang membentuknya, dan sebaliknya suatu karakter sosial terbentuk karena ruang-ruang yang yang terbentuk tersebut. Konsep ruang sosial ini bermanfaat untuk menjelaskan peran elemen arsitektural pada ruang-ruang komunitas (Ekomadyo, dkk., 2012:231). Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dalam penelitian ini yaitu studi literatur mengenai teori-teori pendukung penelitian dan wawancara dengan pengelola Rumah Cemara. Metode kuantitatif dalam penelitian ini adalah observasi elemen arsitektur Rumah Cemara yang terdiri dari warna, material, ukuran ruang, tinggi ruang, kedalaman ruang, kategori ruang (publik/semipublik/privat), dan antropometri ruang serta perabot yang ada. Selain observasi, pengambilan data secara kuantitatif juga didapat dari wawancara. Hasil dan Pembahasan Rumah Cemara Rumah Cemara yang berdiri sejak 2013 merupakan salah satu fasilitas rehabilitasi di Bandung yang menerapkan terapi berbasis komunitas. Rumah Cemara memiliki empat program utama yaitu dukungan pendampingan orang dengan HIV/AIDS, rehabilitasi Napza, pengembangan olahraga, dan community dialogue space. Rumah Cemara ditujukan membantu meningkatkan kualitas hidup pengguna narkoba dan pengidap HIV di Indonesia. Rumah Cemara memimpikan Indonesia tanpa diskriminasi terhadap orangorang yang hidup dengan HIV dan para


Adi N. Khamim

pengguna narkoba dengan menciptakan kualitas hidup yang lebih baik melalui pendekatan sebaya. Perawatan komprehensif di Rumah Cemara menggabungkan pendekatan medis, psikologis, dan sosial. Program dirancang berdasarkan kebutuhan tiap individu (tailor-made) baik untuk rawat huni maupun rawat jalan. Program yang dijalankan di Rumah Cemara meliputi workshop, konseling, dan kegiatan olahraga. Kegiatan konseling dilakukan bersama konselor yang menanganinya. Konseling bisa dilakukan secara komunal maupun privat (individu). Bila masalah residen yang akan dibahas sangat serius dan berat, konseling akan dilakukan secara privat yang hanya melibatkan seorang residen dan seorang konselor. Kegiatan konseling bisa dilakukan di ruang khusus konseling ataupun di ruang komunal di Rumah Cemara sesuai dengan kesepakatan residen dan konselor. Pada umumnya, setelah residen menyelesaikan programnya, ia akan kembali ke Rumah Cemara sebagai bagian dari komunitas yang ada di fasilitas rehabilitasi ini. Kembalinya residen yang telah menyelesaikan program rehabilitasi di Rumah Cemara terkait erat dengan place attachment (keterikatan akan tempat). Menurut Kusuma (2005), ‘keterikatan akan tempat’ merujuk pada ikatan emosional, kognitif atau perilaku antara manusia dan tempat. Istilah tempat sendiri memiliki arti ruang bermakna atau ruang yang memiliki makna tertentu. Hal ini dapat menunjukkan bahwa Rumah Cemara memiliki makna tertentu bagi residen maupun konselor. Keterikatan antara residen terhadap Rumah Cemara dibangun melalui jadwal terstruktur yang telah disusun. Kegiatan terstruktur setiap minggu di Rumah Cemara dimulai dengan bangun pagi pada pukul 06.00 WIB yang dilanjutkan dengan mandi dan sarapan pagi. Kegiatan setelahnya bergantung pada jadwal materi pada hari tersebut, seperti general awareness, spiritual, menyelami kehidupan, serta volunteer day. Setelah materi, residen melakukan makan siang dan istirahat siang dilanjutkan dengan workshop ataupun sport activities pada hari Jumat. Untuk menjaga kesehatan penghuni, olahraga rutin dilakukan dari hari Senin hingga Kamis setelah kegiatan workshop. Kegiatan harian ditutup

dengan makan malam yang dilanjutkan dengan acara bebas yang dapat diisi dengan tinju, yoga, ataupun konseling. Forum Group Discussion (FGD) juga rutin dilakukan seminggu sekali dengan materi yang disesuaikan dengan keinginan residen. Konfigurasi Ruang Dalam mewadahi kegiatan-kegiatan tersebut, Rumah Cemara memiliki ruang-ruang seperti ruang kantor, ruang bersama, ruang olahraga, dan kamar residen.

Gambar 1. Denah Rumah Cemara (Sumber: Hasil Analisis, 2018)

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, kondisi Rumah Cemara saat ini beberapa kurang sesuai dengan standar yang ditetapkan pada Hawari (2009:132). Beberapa ruang tidak tersedia seperti ruang kelas dan konsultasi kelurga, namun digantikan dengan ruang lain yang memadai. Beberapa ruang lain juga memiliki fungsi yang kurang optimal sehingga dilakukan secara fleksibel pada ruang yang mampu digunakan berdasarkan kapasitas ruang dan suasana yang akan dibangun. Perbandingan ruang eksisting pada Rumah Cemara dengan standar tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan Standar dan Kondisi Eksisting di Rumah Cemara (Sumber: Hasil Analisis, 2018) No 1 2 3

Standar Gedung, akomodasi Kamar mandi yang higienis Makanan dan minuman yang bergizi dan halal

Ketersediaan Ada

Keterangan -

Ada

Kurang higienis -

Ada

AR4151 Seminar Arsitektur | 3


Pengaruh Ruang Arsitektural Terhadap Terapi Komunitas untuk Rehabilitasi Sosial No 4

Standar Ruang kelas

Ketersediaan Tidak ada

5

Ruang rekreasi

Ada

6

Ruang konsultasi individu maupun kelompok Ruang konsultasi keluarga Ruang ibadah

Ada

7 8

9

10

Ruang olahraga

Ruang keterampilan

Keterangan Dilakukan di ruang bersama, ruang olahraga, ruang tamu Dilakukan di ruang olahraga dan musik Dilakukan di ruang konseling

Tidak ada

-

Ada

Dilakukan di ruang rapat, kamar residen Dilakukan di ruang olahraga dan ring tinju Dilakukan di ruang bersama

Ada

Ada

Tidak semua kegiatan dilakukan pada ruang yang telah disediakan, melainkan fleksibel berdasarkan kebutuhan. Secara umum, kantor dan tempat tinggal memiliki pemintakatan yang berbeda tetapi memiliki akses yang memungkinkan untuk berpindah dengan cepat guna mempermudah kontrol. Ruang yang cenderung digunakan untuk kegiatan bersama, berada di tengah-tengah bangunan. Berikut merupakan hubungan ruang dan fungsinya seperti tercantum pada Gambar 2 dan Tabel 2.

Tabel 2. Hubungan Ruang dan Fungsinya di Rumah Cemara (Sumber: Hasil Analisis, 2018) No 1

2

Nama Ruang Ruang Konseling

Ruang Bersama 1

Kegiatan Konseling

Seminar,

workshop, olahraga

3

Ruang Divisi Rehabilitasi

Kantor divisi rehabilitasi dan administrasi

4

Ruang Divisi Sport

Kantor divisi

5

Ruang Divisi

Kantor divisi finance dan

Ruang Divisi Media dan Data Ruang Tamu

Kantor divisi media dan data

Finance 1 6

7

8

Ruang Bersama 2

9

Ruang Direktur

10

Kamar Mandi

11

Ruang Divisi

sport

Menerima tamu, seminar, FGD, konseling Menerima tamu, seminar, FGD, konseling Kantor direktur Buang air, mandi, mencuci Gudang

Keterangan Ukuran 2,1 x 2,1 m; dinding ungu; furnitur: meja, kursi, sofa, lemari Ukuran 2,5 x 6 m; terdapat banyak cermin besar Ukuran 2,1 m x 3,6 m; dinding hijau; furnitur: mesin fotokopi dan printer, meja, kursi, komputer Ukuran 1,7 x 2,4 m, dinding hijau; furnitur: printer, meja, kursi, komputer Dinding hijau; furnitur: printer, meja, kursi, komputer Dinding hijau; furnitur: printer, meja, kursi, komputer Dinding hijau; furnitur: meja, kursi, akuarium Dinding hijau; furnitur: lemari

Dinding hijau; furnitur: printer, meja, kursi, komputer Dinding hijau Dinding hijau

Finance 2 12

Gambar 2. Pemintakatan Ruang Berdasarkan Fungsi di Rumah Cemara (Sumber: Hasil Analisis, 2018) 4 | AR4151 Seminar Arsitektur

Ruang Rapat

Kamar residen, tempat berkumpul, seminar, workshop, konseling,

Dinding putih; furnitur: meja bundar, kasur, sajadah


Adi N. Khamim No

13

Nama Ruang

Ruang Olahraga dan Musik

14 15

Ring Tinju Kamar Residen

16

Kamar Mandi Residen Ruang Operator

17

Kegiatan ruang rapat, musala Ruang pertemuan, ruang berolahraga tinju, bermain musik Tinju Tempat residen beraktivitas dan dirawat inap Buang air, mandi, mencuci Operator musik dan listrik

Keterangan

Dinding bergambar; furnitur: alat musik, samsak tinju, ruangan terbuka Ukuran 5 x 5 m Dinding berwarna putih; furnitur: kasur bunkbed 5 buah Dinding putih Dinding cokelat; furnitur: peralatan musik dan listrik

Awalnya bangunan Rumah Cemara merupakan rumah tinggal salah satu pendirinya yang dialihfungsikan menjadi fasilitas rehabilitasi. Dengan demikian, ruang-ruang yang digunakan untuk rehabilitasi tetap sama dengan ruang yang ada pada rumah tinggal. Ruang-ruang tersebut hanya menyesuaikan fungsi yang dibutuhkan untuk fasilitas rehabilitasi tanpa desain yang dikhususkan. Banyaknya kegiatan yang harus diwadahi tidak sebanding dengan ketersediaan ruang yang ada. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, konfigurasi ruang dibuat fleksibel menyesuaikan dengan kebutuhan. Beberapa faktor yang memengaruhi adalah preferensi klien, kapasitas ruang, dan suasana yang akan dibangun. Apabila residen membutuhkan kegiatan konseling yang tertutup, digunakan ruang konseling formal yang telah disediakan. Ketika residen membutuhkan kegiatan konseling yang informal dan terbuka, konseling bisa dilakukan di ruang olahraga dan ruang terbuka, bahkan residen dan petugas bisa merokok. Apabila kegiatan dilakukan dengan jumlah peserta yang cukup banyak seperti kegiatan seminar dan FGD, ruang yang digunakan adalah ruang berukuran besar seperti ruang bersama 1, ruang olahraga,

dan ruang bersama 1 yang digabung dengan ruang tamu. Dari aspek suasana yang ingin dibangun, sebagai contoh suasana kekeluargaan, kegiatan akan dilakukan pada ruang berukuran besar, begitu pula sebaliknya. Sirkulasi Jalur masuk dan keluar dibuat berbeda. Sirkulasi di dalam bangunan dibuat fleksibel dan memiliki banyak alternatif jalur sehingga setiap ruang terhubung dengan ruang lainnya. Namun terdapat beberapa sekat atau pembatas dinding sehingga tidak sepenuhnya open layout. Perbedaan ketinggian juga dimainkan agar residen memiliki efek yang berbeda dalam menggunakan ruang tersebut. Ruang terbuka cenderung berada pada level yang lebih tinggi namun berada di bagian belakang bangunan. Sirkulasi yang terbentuk adalah beralur dan memiliki jalur alternatif. Tujuannya agar meminimalisasi residen kontak langsung dengan orang lain terutama bagi residen yang masih pada tahap awal rehabilitasi. Hal ini memungkinkan residen untuk berpindah dari suatu ruang ke ruang lainnya tanpa terlihat oleh banyak orang, namun masih tetap dalam pengawasan petugas. Dengan ruang yang beralur dan memiliki banyak alternatif jalur, residen akan merasa tidak terkekang pada satu jalur, melainkan memiliki kebebasan untuk menentukan jalannya sendiri.

Gambar 3. Alur Kegiatan dan Sirkulasi di Rumah Cemara (Sumber: Hasil Analisis, 2018)

Sensori Pada aspek sensori, terdapat beberapa elemen yang berpengaruh terhadap rehabilitasi yaitu elemen warna, cahaya, aroma, motorik, dan audial. AR4151 Seminar Arsitektur | 5


Pengaruh Ruang Arsitektural Terhadap Terapi Komunitas untuk Rehabilitasi Sosial

Warna

Aroma

Warna pada elemen-elemen arsitektur di Rumah Cemara cukup netral dan tidak mencolok. Bagian kantor memiliki dinding hijau muda (sebagai perlambang kesejahteraan) dengan langit-langit berwarna putih seperti pada rumah tinggal pada umumnya. Beberapa dinding memiliki warna berbeda seperti pada ruang konseling yang berwarna ungu muda yang menimbulkan rasa keakraban, ruang bagian finansial berwarna biru muda yang melambangkan kestabilan, serta ruang komunal dan area masuk yang dilukis dengan tulisan dan grafiti.

Selain perbedaan pencahayaan dan kontrasnya suasana yang ditimbulkan, di Rumah Cemara juga terdapat perbedaan kondisi udara. Di bagian dalam Rumah Cemara, baik pegawai maupun residen tidak diperkenankan merokok. Kegiatan merokok tetap diperbolehkan, tetapi dilakukan di ruang luar Rumah Cemara, termasuk di dalamnya ruang komunal dan kantin di depan Rumah Cemara. Peraturan ini mendukung kondisi fisik ruang dalam Rumah Cemara yang sirkulasi udaranya terbatas hanya melalui beberapa bukaan pada dinding agar tidak terganggu dengan asap rokok.

Gambar 4-5. Elemen Warna pada Rumah Cemara (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Gambar 8-9. Elemen Aroma pada Rumah Cemara (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Cahaya

Motorik

Pencahayaan pada Rumah Cemara terdiri dari pencahayaan alami dan buatan. Pencahayaan buatan yang terdiri dari lampu bohlam terutama digunakan di area kantor dan bagian-bagian lain yang tertutup di Rumah Cemara. Pada ruang bersama 1, pencahayaan buatan sangat minim untuk menerangi tempat duduk dan meja, set drum, dan peralatan boxing. Namun hal tersebut cukup ditanggulangi dengan peletakan cermin besar pada dinding. Ruang-ruang komunal yang terbuka ini mengoptimalkan cahaya matahari di siang hari. Suasana yang terbentuk di ruangruang komunal akibat cahaya matahari di siang hari kontras dengan suasana di bagian dalam Rumah Cemara yang redup.

Rumah Cemara menjadikan olahraga sebagai salah satu agenda sehari-hari residen. Rumah Cemara menyediakan sarana olah raga tinju di bagian ruang komunal. Selain tinju, Rumah Cemara juga menyediakan kegiatan futsal bagi para residen yang diadakan di luar Rumah Cemara. Adanya kegiatan olah raga ini sebagai bentuk edukasi baik bagi residen maupun masyarakat bahwa pecandu narkoba dan pengidap HIV/AIDS tidak dapat beraktivitas layaknya manusia pada umumnya. Selain itu, terdapat juga ruang musik yang dapat dijadikan sebagai sarana ekspresi bagi residen.

Gambar 6-7. Elemen Cahaya pada Rumah Cemara (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018) 6 | AR4151 Seminar Arsitektur

Gambar 10. Elemen Motorik pada Rumah Cemara (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)


Adi N. Khamim

Audial Lokasi Rumah Cemara tepat berada di sisi Jalan Gegerkalong. Kondisi ini membuat Rumah Cemara rentan terhadap masalah kebisingan yang berasal dari lalu lalang kendaraan bermotor di depannya. Akan tetapi, kebisingan ini ternyata berhasil ditangani dengan adanya ruang penyangga atau ‘buffer’ berupa kantin di depan Rumah Cemara. Keberadaan kantin ini meredam kebisingan jalan raya. Zonasi Rumah Cemara juga cukup baik karena lokasi residen berkegiatan berada di bagian paling belakang Rumah Cemara sehingga dampak kebisingannya sangat minim.

Tabel 3. Penerapan Terapi Komunitas di Rumah Cemara (Sumber: Hasil Analisis, 2018) No

1

Kegiatan Berdasarkan Terapi Komunitas

Behaviour management shaping

(pembentukan tingkah laku)

2

Emotional and psychological

(pengendalian emosi dan psikologi)

Gambar 11-12. Elemen Audial pada Rumah Cemara (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

3

Terapi Komunitas Berdasarkan pendekatan terapi komunitas yang dilakukan di Rumah Cemara, kegiatan-kegiatan yang tersedia sudah memenuhi kriteria seperti kegiatan pembentuan tingkah laku yang dilakukan melalui penerapan jadwa terstruktur. Kegiatan pengendalian emosi dan psikologi dilakukan melalui kegiatan konseling, seminar, dan FGD yang dilakukan di ruang konseling, ruang bersama, ruang rapat, dan ruang lainnnya. Selain itu, terdapat pula kegiatan untuk pengembangan pemikiran kerohanian melalui sesi spiritual. Keterampilan kerja, bersosial, dan bertahan hidup juga dilatih melalui kegiatan olahraga dan workshop. Secara lengkap, penerapan terapi komunitas di Rumah Cemara tercantum pada Tabel 3. Selain itu, terdapat pula budaya yang diterapkan dalam Rumah Cemara guna mempersiapkan residen ketika kembali masyarakat. Budaya tersebut adalah no sexes, no drugs, and no violences. Hal ini ditujukan agar residen terbiasa untuk menjauhi hal-hal yang menyebabkan kecanduan.

Intellectual and spiritual

(pengembangan pemikiran dan kerohanian)

4

Vocational and survival

(keterampilan kerja dan keterampilan bersosial serta bertahan hidup)

Kegiatan di Rumah Cemara Penerapan jadwal terstruktur mingguan seperti bangun tidur secara teratur pada waktu yang ditentukan Konseling, seminar, FGD

Seminar,

focus group discussion

(FGD), sesi spiritual

Olahraga,

workshop

Tempat Kegiatan Kamar residen, ruang bersama, ruang olahraga

Ruang konseling, ruang bersama, ruang rapat, ruang tamu, ruang olahraga Ruang tamu, ruang bersama, ruang olahraga, ruang rapat Ruang olahraga, ruang rapat, ruang bersama

Kesimpulan Bangunan fasilitas rehabilitasi, dalam hal ini Rumah Cemara, belum sesuai dengan standar pelayanan rehabilitasi yang ditetapkan dalam Hawari (2009). Walau demikian, kegiatan rehabilitasi residen tetap dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan pengguna. Hal ini terjadi karena ada ruang arsitektural yang berperan dalam pemulihan residen. Elemen dalam ruang arsitektural yang memengaruhi penyembuhan residen meliputi konfigurasi ruang, sirkulasi, dan elemen sensori. Konfigurasi ruang yang dibentuk menyesuaikan kebutuhan AR4151 Seminar Arsitektur | 7


Pengaruh Ruang Arsitektural Terhadap Terapi Komunitas untuk Rehabilitasi Sosial

pengguna. Fleksibilitas yang tinggi diperlukan karena tidak semua kegiatan dilakukan pada ruang yang telah disediakan. Beberapa pertimbangan adalah preferensi klien, kapasitas ruang, dan suasana yang akan dibangun. Sirkulasi yang terbentuk adalah beralur dan memiliki jalur alternative dengan tujuan meminimalisasi residen kontak langsung dengan orang lain. Pada elemen sensori, terdapat warna yang terang agar memberikan efek terbuka dan warna yang diaplikasikan tergantung pada fungsi ruang yang akan dibentuk. Pada ruang dalam, selain terdapat elemen warna, cahaya lampu maupun bukaan dibuat agar menjadi terang sehingga residen tidak merasa terkekang. Sedangkan pada ruang luar, terdapat elemen seperti pohon dan rumput agar residen merasa dekat dengan alam. Ruang dalam dan ruang luar juga dibedakan dari fungsinya dalam menanggulangi asap rokok. Residen dan petugas diperbolehkan untuk merokok namun hanya pada ruang luar. Terdapat pula ruang olahraga tinju agar merangsang sensor motorik residen guna melatih keterampilan diri. Untuk mempersiapkan residen kembali kepada masyarakat, fasilitas rehabilitasi menanamkan budaya no sexes, no drugs¸and no violences agar residen pulih dari kecanduan. Daftar Pustaka Ekomadyo, A.S., Prasetyo, F.A., dan Yuliar, S. (2013). Place Construction and Urban Social Transformation: an Actor Network Theory Analysis for CreativeKampung Phenomena in Bandung. HABITechno

International Seminar: Innovation Housing and Settlement Technology. Institute of Technology Bandung, November 2013. https://www.academia.edu/16973222/Place_Constru ction_and_Urban_Social_Transformation_An_Actor_ Network_Theory_Analysis_for_Creative_Kampong_P henomena_in_Bandung. Diakses pada 29 November 2018. Hawari, Dadang. (2009). Panduan Rehabilitasi

Gangguan Mental & Perilaku Akibat Miras, Narkoba, & Penderita Skizofrenia. Jakarta: Mental Health Center Hawari & Associates. Kaplan, Robert M, Sallis Jr., James M., dan Patterson, Thomas L. (1993). Health And Human Behavior. New York: Mc. Graw Hill Inc. Kusuma, Hanson E. (2014). Working Base and Place Attachment. http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi= 8 | AR4151 Seminar Arsitektur

10.1.1.594.5820&rep=rep1&type=pdf. Diakses pada 9 November 2018. Mahkamah Agung Republik Indonesia. (2010). Surat

Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. Jakarta: Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Rachman, Riska A dan Kusuma, Hanson E. (2014). Definisi Kebetahan dalam Ranah Arsitektur dan Lingkungan-Perilaku. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014. https://temuilmiah.iplbi.or.id/wpcontent/uploads/2015/01/TI2014-A-p055-060Definisi-Kebetahan-dalam-Ranah-Arsitektur-danLingkungan-Perilaku.pdf. Diakses pada 9 November 2018. Rumah Cemara. (2014). Rumah Cemara – Community Action on Harm Reduction. Dokumen Resmi Rumah Cemara. http://www.rumahcemara.or.id/rumahcemara.or.id/ perpustakaan/27.%202014%20Community%20Act %20HR-RC%20-%20Dokumentasi.pdf. Diakses 9 November 2018. Syafrina, Andina, Tampubolon, Angela, dan Kusuma, Hanson E. (2015). Hubungan Antara Kepuasan Berhuni Dan Sikap Terhadap Tempat. https://Www.Academia.Edu/37226903/HUBUNGAN_ ANTARA_KEPUASAN_BERHUNI_ AN_SIKAP_TERHADAP_TEMPAT_The_Relationship_B etween_Residential_Satisfaction_And_Attitude_To_P lace. Diakses pada 9 November 2018. Sudrajat, Iwan. (2011). Foucault, the Other Spaces, and Human Behaviour. ASEAN Conference on Environment-Behaviour Studies, Savoy Homann Bidakara Bandung Hotel, Bandung, Indonesia, 15-17 June 2011 Foucault, the Other Spaces, and Human Behaviour. Procedia - Social and Behavioral Sciences 36 (2012), 28–34. Ulfah, Maria. 2011. Metode Therapeutic Community Bagi Residen Narkotika di Unit Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Lido-Bogor. Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Winanti. 2008. Therapeutic Community (TC) Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta. https://lapasnarkotika.files.wordpress.com/2008/07/ therapeutic-community-rev1_1doc.pdf. Diakses pada 9 November 2018.


AR 4151 Seminar Arsitektur 2018

Pemanfaatan Ruang berdasarkan Transformable Architecture pada Konsep Hunian Peri-urban Co-living Rancaekek, Bandung Aliefianto Nandya Saputra 1, Davin Gery Lineker 2, Haidar El Haq Hibaturrahim 3, Devi Kava Nilla 4 Ramalis Sobandi 5, Agus Suharjono Ekomadyo 6 1Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi

Bandung 2 Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung 3 Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung 4 Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung 5 Yayasan Pendidikan Tunas Nusa. 6 Kelompok Keilmuan Perancangan Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung. Email: aliefianto03@gmail.com

Abstrak Meningkatnya kebutuhan permukiman menyebabkan konversi lahan serapan dan pertanian menjadi permukiman. Hal ini dapat mengancam keseimbangan dan keamanan pangan. Konversi lahan sedemikian mendorong kota tumbuh tak terkendali sehingga muncul peri-urban, tetapi adanya hal ini pula berpotensi mengarahkan urbanisasi, mendukung ketahanan pangan, dan memperbaiki lingkungan.

Co-living Rancaekek di area peri-urban Bandung adalah sebuah konsep oleh Chang, D., untuk meningkatkan efektivitas tata-guna lahan dengan menyediakan ruang tinggal multifungsional dan produksi pangan rumah tangga dengan infrastruktur hibrid. Hunian ini terdiri atas lima keluarga yang tinggal bersama di unit rumah modular dengan luas 21 m2. Setiap unit menunjang keluarga dengan pembagian tanggung jawab yang berbeda: bertani, mengolah makanan, capacity building, manajemen bangunan dan infrastruktur, serta unit khusus untuk peneliti eksternal. Analisis dalam tulisan ini menunjukkan perbedaan tanggung jawab kerja membutuhkan penataan ruang yang spesifik serta furnitur multifungsi yang dapat menunjang berbagai aktivitas, alat, dan proses dalam rangka beradaptasi dalam ruang yang terbatas. Solusi pemanfaatan ruang ditentukan melalui usulan pergerakan furnitur berdasarkan tinjauan transformable architecture, yaitu fleksibilitas dan fungsionalitas ruang digunakan untuk memaksimalkan fungsi-fungsi pada ukuran ruang seminimal mungkin. Sehingga untuk memastikan daya guna konsep, dibutuhkan sebuah eksperimen untuk memperkirakan kemungkinan keberhasilannya. Penelitian ini membutuhkan riset yang lebih dalam dan/atau eksperimen mengenai material, keberterimaan masyarakat, serta tinjauan lebih mendalam mengenai rancangan furnitur sesuai dengan konsep transformable architecture. Kata-kunci: konsep co-living, multifungsi, penataan ruang, peri-urban, transformable architecture.

Program Studi Arsitektur SAPPK Institut Teknologi Bandung

AR4151 Seminar Arsitektur 2018 | 9


Pemanfaatan Ruang berdasarkan Transformable Architecture pada Konsep Hunian Peri-urban Co-living Rancaekek, Bandung

Pendahuluan Peralihan tata guna lahan dari lahan pangan dan resapan menjadi permukiman pada daerah periurban Bandung mengancam berkurangnya produksi pangan dan kemampuan ketahanan air tanah. Hal tersebut menjadi latar belakang perancangan hunian berkonsep co-living di Rancaekek, Bandung oleh Chang, D., 2017 pada makalah berjudul Co-living in Bandung Basin

Peri-Urban: An Interdisciplinary Model towards Sustainable Urbanization. Berdasarkan makalah tersebut, hunian co-living ini dirancang untuk menjawab masalah air dan ketahanan pangan dengan membuat tempat tinggal yang terpadu yang dapat mengurangi jejak karbon dan menyebabkan perubahan gaya hidup sehingga dapat berkontribusi pada perbaikan lingkungan sekitar. Pada konsep hunian co-living ini, dibutuhkan empat keluarga yang saling bekerja sama dalam pemenuhan kebutuhan bersama dengan tugas masing-masing dan satu peneliti untuk melihat dan memberikan saran-saran dalam keberjalanan sistem ini. Kelima keluarga ini menempati unit-unit rumah co-living yang terbentuk dari rumah yang terintegrasi dan identik satu sama lain dalam satu lahan bersama. Perbedaan fungsi kerja antarkeluarga menimbulkan masalah pada hunian yang serupa, yaitu belum adanya penyesuaian kebutuhan penunjang yang mengikuti pekerjaan masingmasing keluarga dalam rumah identik tersebut. Berdasarkan masalah tersebut, tujuan penulis pada makalah ini adalah menemukan penyesuaian terhadap tata ruang hunian masing-masing keluarga sehingga dapat menunjang kehidupan masing-masing keluarga secara maksimal. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dan kualitatif. Penelitian deskriptif dilakukan dengan melakukan simulasi untuk mendapatkan gambaran mengenai suasana dan aktivitas yang terjadi di dalam objek penelitian. Deskripsi yang disajikan adalah variabel yang berkenaan dengan proses-proses yang terjadi di 10 | AR4151 Seminar Arsitektur 2018

dalam objek penelitian. Sedangkan penelitian kualitatif berkaitan dengan menilai dan melakukan analisis berdasarkan persepsi dan konstruksi kognitif terhadap objek penelitian. Metode Pengumpulan Data Metodologi yang digunakan adalah dengan studi literatur (arsip) dan simulasi. Studi literatur digunakan untuk mencari tahu basis-basis mulai dari latar belakang dari co-living pada peri-urban, keterkaitan dengan konteks lebih luas, serta mengenai teori ruang multifungsi. Teori ruang multifungsi diartikan dengan membahas teori mengenai transformasi dalam arsitektur yang mengupas tentang fleksibilitas ruang dan kelengkapannya. Ruang yang fleksibel didesain ketika pengguna menginginkan ruang dapat digunakan tidak hanya untuk satu fungsi tertentu, namun bisa dengan mudah digunakan untuk fungsi lain (Reuter, 2017). Simulasi berupa role playing dilakukan untuk mengidentifikasi kegiatan rutin dalam satu minggu yang dilakukan atau diinisiasi setiap keluarga yang berhubungan dengan peran masing-masing, yang kemudian diolah menjadi kebutuhan-kebutuhan ruang yang dihubungkan dengan teori-teori ruang yang fleksibel Konsep Rancangan Co-living Rancaekek Berdasarkan Co-living in Bandung Basin Peri-

Urban: An Interdisciplinary Model towards Sustainable Urbanization oleh Chang, D, rumah yang dipakai untuk co-living terletak di lahan seluas 165 m2 yang dapat mengakomodasi 5 (lima) unit rumah berukuran 21 m2 dengan sempadan minimum dan tetap menghasilkan paling sedikit 66 kg karbohidrat. Rumah coliving dirancang untuk menampung 5 (lima) keluarga dengan ruang bersama dan ruang privat untuk masing-masing keluarga. Unit masing-masing keluarga disusun bertumpuk satu sama lain membentuk sirkulasi dan privasi kepada setiap unit serta menambahkan ruang bertani sebagai pemenuhan jumlah karbohidrat minimum.


Aliefianto Nandya Saputra

Gambar 4. Denah co-living lantai dua (sumber: Sobandi, 2017)

Gambar 1. Susunan unit rumah pada co-living Rancaekek. (Sumber: Chang, 2017)

Gambar 5. Denah co-living lantai split level dua (lantai 2,5) (sumber: Sobandi, 2017)

Gambar 2. Denah co-living lantai satu (sumber: Sobandi, 2017)

Gambar 6. Denah co-living lantai tiga (sumber: Sobandi, 2017)

Gambar 3. Denah co-living lantai split level pertama (lantai 1,5) (sumber: Sobandi, 2017)

AR4151 Seminar Arsitektur 2018 | 11


Pemanfaatan Ruang berdasarkan Transformable Architecture pada Konsep Hunian Peri-urban Co-living Rancaekek, Bandung

fleksibilitas ruang diperkecil menjadi kemungkinan-kemungkinan yang hanya disediakan oleh perancang. Oleh karena itu, pada rancangan co-living ini dibutuhkan penyesuaian dari unit hunian tipikal menjadi ruang yang terspesifikasi untuk masing-masing keluarga yang didalamnya dapat termasuk penyesuaian furnitur dan tata letak. Calon Penghuni Secara Umum Gambar 7. Potongan co-living (sumber: Sobandi, 2017)

Rancangan yang dihasilkan pada makalah tersebut adalah lima denah rumah tipikal yang memiliki spesifikasi yang persis satu sama lain. Untuk menunjang kebutuhan penghuninya, di lantai satu terdapat ruang komunal, kebun konvensional, parkir mobil dan parkir motor roda tiga. Pada split level menuju lantai dua, terdapat ruang jemuran untuk unit yang ada di lantai pertama. Di lantai dua serta dua buah ruang komunal untuk aktivitas bersama. Setengah lantai di atasnya terdapat unit kelima yang diisi oleh peneliti in-house. Di lantai paling atas terdapat rooftop garden. Sifat denah yang tipikal mengindikasikan kebebasan penggunaan ruang dan kegiatan yang tidak terspesifikasi (Schneider dan Till, 2005 dalam Paris, 2018). Namun, pembagian kerja yang spesifik untuk masing-masing keluarga menimbulkan kebutuhan ruang-ruang penunjang yang memiliki spesifikasi dan karakteristik yang berbeda untuk setiap keluarga. Spesifikasi ruang penunjang yang kompleks menjadi sebuah dasar dalam perlu adanya variasi dan model perseorangan dalam perancangan (Živković, M., et.al., 2014). Spesifikasi ruang menjadi metode penafsiran dari karakteristik dan keberagaman penggunaan ruang tinggal. Menurut Živković, M., et al., 2014, pendekatan desain dari keperluan sangat sering ditemukan di rancangan perumahan dengan luas unit yang terbatas. Luas yang terbatas membutuhkan fungsi yang terspesifikasi dan kemungkinan 12 | AR4151 Seminar Arsitektur 2018

Eksperimen co-living akan dihuni oleh lima keluarga pada lima unit, dengan asumsi: 1. Lantai satu terdapat dua unit yang akan ditinggali oleh keluarga petani dan keluarga manajemen bangunan dan infrastruktur. 2. Lantai dua terdapat dua unit hunian yang ditinggali oleh keluarga pengolah pangan dan keluarga capacity builder. 3. Lantai ketiga terdapat satu unit hunian akan ditinggali oleh peneliti. 4. Setiap keluarga terdiri dari empat orang; dua orang dewasa (orang tua) dan dua anak di bawah 14 tahun. Lima keluarga ini masing-masing memiliki tanggung jawab yang berbeda untuk menjaga keberlanjutan co-living tersebut. Perbedaan antara co-living dan co-housing adalah pada cohousing, keluarga hanya tinggal bersama tanpa pembagian tanggung-jawab, sementara keluarga yang tinggal di co-living saling berbagi peran untuk menjaga keberlanjutan co-living ini secara mandiri dan self-sufficient. Deskripsi singkat mengenai penghuni yang tinggal di coliving adalah: a. Keluarga petani, berperan untuk menanam hingga memanen bahan pangan untuk konsumsi keluarga di coliving, menggunakan pertanian konvensional, pertanian vertikal, dan pertanian atap (roof garden). b. Keluarga pengolah pangan, berperan untuk memproses bahan pangan mentah hasil panen menjadi makanan untuk memenuhi nutrisi ke-lima keluarga.


Aliefianto Nandya Saputra

c. Keluarga pengelola bangunan dan infrastruktur, berperan untuk mengelola dan menyediakan keperluan infrastruktur yang dibutuhkan serta memastikan keberjalanan fungsi bangunan dan infrastruktur. d. Keluarga capacity building, berperan untuk meningkatkan kapasitas softskill dan hardskill keluarga yang tinggal di co-living dan pendidikan anak-anak. e. Peneliti in-house, yang melakukan inovasi berbasis timbal balik dari realisasi eksperimen co-living. Kajian Teori Transformable Architecture Gerakan dalam arsitektur dapat dimaknai dalam beberapa perspektif untuk dapat memenuhi kebutuhan. Dalam mendefinisikan arsitektur yang bergerak (movable architecture) terdapat beberapa definisi, salah satu yang dikenal adalah kinetic, responsive, transformable, dan adaptable (riset oleh Joshua David Lee, 2012). Dalam menyikapi keterbatasan ruang, salah satu definisi kategori yang dapat diambil adalah transformable architecture. Transformable dapat diartikan sebagai kemampuan sebuah objek untuk dapat melakukan perubahan dalam rangka menyesuaikan terhadap kondisi lingkungan. Sehingga secara lebih rinci, transformable architecture adalah desain yang dapat berubah-ubah menyesuaikan fungsi yang berbeda-beda (Reuter, 2017). Mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh Reuter (2017), transformasi-transformasi ini dikelompokkan kembali menjadi empat tujuan untuk menjawab permasalahan iklim, keterbukaan ruang, fleksibilitas, dan kemampuan perubahan fungsi (functional transformability). Dalam konteks coliving, konsep fleksibilitas dan fungsionalitas dipilih sebagai pendekatan sebagai cara menyiasati keterbatasan ruang dan

menghemat penggunaan luas ruang. Fleksibilitas merupakan konsep ruang yang terbuka dan minim sekat sehingga dapat digunakan untuk fungsi yang bermacammacam. Sementara itu, konsep functional transformability merupakan sebuah strategi untuk menggunakan sebuah ruang untuk lebih dari satu fungsi yang dapat digunakan pada waktu yang berbeda-beda untuk menghemat tempat. Perbedaan dari fleksibilitas dan functional transformability adalah bahwa pada ruang fleksibel, pengguna dapat menggunakan ruang tersebut secara bebas untuk fungsi yang luas, sedangkan pada ruang dengan konsep functional transformability fungsi-fungsinya sudah ditentukan namun dapat diganti secara berulang atau dapat dikembalikan pada kondisi awal. Functional transformability kemudian dikelompokkan lagi menjadi empat kriteria solusi penghematan ruang yaitu: movable functional walls, di mana komponen fungsional diletakkan pada sebuah bidang yang kemudian dapat digerakkan di dalam ruangan, function on the outside, komponen-komponen fungsional diletakkan di bidang-bidang pada ruangan (dinding, atap atau lantai) untuk kemudian dipindahkan secara manual untuk digunakan, functions in the centre, komponen fungsional yang disimpan secara sentral untuk digunakan dengan dipindahkan ke ruang-ruang di sekitarnya, dan movable walls, yang membagi ruang untuk dua fungsi yang dilakukan secara bersamaan. Keempat solusi tersebut diterjemahkan sebagai cara mengakses berbagai kebutuhan yang disediakan oleh furnitur sebagai kelengkapan ruang.

AR4151 Seminar Arsitektur 2018 | 13


Pemanfaatan Ruang berdasarkan Transformable Architecture pada Konsep Hunian Peri-urban Co-living Rancaekek, Bandung

Hasil Simulasi Role-playing Tabel 1. Jadwal kegiatan rutin setiap keluarga dalam satu minggu yang berkaitan dengan tanggung jawab masing-masing. Warna oranye menunjukkan keluarga petani, warna merah muda menunjukkan keluarga capacity builder, warna biru menunjukkan keluarga manajer bangunan dan infrastruktur, dan warna hijau menunjukkan keluarga pengolah pangan. Waktu

Senin

Selasa

Rabu

Kamis

Jumat

Sabtu

05.00 06.00

Menyiram tanaman dan memberi pupuk

06.00 07.00

Cek baglog jamur, memberi makan ayam dan ikan

07.00 08.00

Panen buah dan sayur bersama

15.00 16.00

Membuat cemilan untuk satu minggu

16.00 17.00

17.00 18.00

Pendidikan berkebun pada anak dan orang tua

Membuat

baglog

jamur, panen sukun atau ubi

Mengolah makanan hasil panen

Pendidikan berkebun pada anak dan orang tua

Membuat pupuk kompos

Analisis Keluarga Keluarga Petani Keluarga petani merupakan pemenuh kebutuhan bahan makanan bagi seluruh penghuni dengan memanfaatkan potensi lahan yang dimiliki di dalam hunian. Dari potensi tersebut, keluarga petani dapat mengatur besar pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi seluruh penghuni. Dalam pemenuhan kebutuhan ini keluarga petani 14 | AR4151 Seminar Arsitektur 2018

Senam bersama Cek berkala infrastruktur Menyimpan hasil panen

infrastruktur

Cek berkala infrastruktur

Cek kesehatan, membantu karang taruna Memasak untuk makan bersama

Workshop lifeskill/

18.00 19.00 19.00 20.00

Corrective maintenance

Minggu

Mengolah sisa makan menjadi kompos

barbekyu/ nonton bersama

bertanggung jawab dari proses menanam hingga memanen bahan pangan. Pemanfaatan potensi lahan yang dilakukan adalah pertanian konvensional, pertanian vertikal, dan pertanian atap (roof garden). Untuk menjalankan fungsi ini, keluarga petani diharapkan memiliki pengetahuan tentang perawatan jenis-jenis tanaman produksi makanan, memiliki kemampuan untuk merencanakan dan mengkoordinasikan waktu tanam-panen, dan


Aliefianto Nandya Saputra

memiliki pengetahuan tentang kombinasi jenis bahan makanan. Tabel 2. Kegiatan keluarga petani dalam satu minggu. Keluar ga

Petani

Kegiatan

Waktu

Kebutuhan Ruang

menyiram tanaman dan memberi pupuk

setiap pagi hari, satu jam

Penyimpanan alat-alat cocok tanam

cek baglog jamur, memberi makan ikan dan ayam

setiap pagi hari, satu jam

Penyimpanan baglog jamur, penyimpanan pakan

membuat baglog jamur, panen sukun atau ubi

Kamis sore, dua jam

Penyimpanan alat-alat cocok tanam

membuat pupuk kompos, mengumpul kan sampah daun kering

Jumat sore, satu jam

Penyimpanan alat-alat cocok tanam, penampungan sampah kompos

panen buah dan sayur bersama

Sabtu pagi, satu jam

Penyimpanan alat panen, penyimpanan hasil panen

Menyimpan hasil panen

Minggu sore, satu jam

Penyimpanan hasil panen

menjalankan fungsi ini, keluarga pengolah pangan diharapkan memiliki kemampuan untuk mengolah makanan sehingga dengan pemahaman tersebut dapat merancang jadwal persiapan makanan dan menjadi koordinator proses tersebut. Kemampuan mengolah makanan tersebut meliputi pengetahuan tentang resep yang mudah digunakan, kemampuan menggunakan alat masak dengan baik, kemampuan menyimpan makanan yang baik, dan pengolahan sisa makanan. Sebelum proses pengolahan makanan, keluarga pengolah pangan perlu memiliki pengetahuan terkait nutrisi yang dibutuhkan dalam makanan. Dalam proses berjalannya, keluarga ini juga perlu dapat berinovasi dengan mengembangkan menu olahan makanan. Tabel 3. Kegiatan keluarga pengolah pangan dalam satu minggu. Keluarga

Kegiatan

Waktu

Kebutuhan Ruang

Pengolah Pangan

Mengolah dan menyimpan hasil panen

Senin sore, satu jam

Penyimpanan makanan

Membuat cemilan untuk satu minggu

Selasa sore, dua jam

Dapur

Mengolah sisa makanan (kompos)

Jumat malam, satu jam

Penyimpanan kompos

Masak untuk makan bersama

Sabtu sore, satu jam

Ruang komunal

Menyimpan hasil panen

Minggu sore, satu jam

Penyimpanan hasil panen

Keluarga Pengelola Bangunan dan Infrastruktur Keluarga Pengolah Pangan Keluarga pengolah pangan merupakan pemenuh kebutuhan nutrisi seluruh penghuni dengan menambahkan nilai ke dalam hasil panen. Dalam pemenuhan kebutuhan ini keluarga petani bertanggung jawab dalam ketersediaan olahan pangan selama setahun. Untuk

Keluarga pengelola bangunan dan infrastruktur berperan untuk menyediakan keperluan infrastruktur yang dibutuhkan oleh penghuni dan memastikan keberjalanan sistem infrastruktur dan bangunan yang ada. Keluarga ini memiliki tanggung jawab untuk perawatan bangunan mulai dari pemipaan, kelistrikan, AR4151 Seminar Arsitektur 2018 | 15


Pemanfaatan Ruang berdasarkan Transformable Architecture pada Konsep Hunian Peri-urban Co-living Rancaekek, Bandung

konstruksi bangunan, dan pengaplikasian teknologi hibrid yang dibutuhkan untuk pengolahan air dan listrik yang efisien dan berkelanjutan. Teknologi yang dipakai antara lain panel surya, drip irrigation system, dan rain water harvesting. Terdapat dua jenis perawatan yang harus dilakukan, yaitu preventive maintenance, yaitu perawatan yang bersifat rutin dan preventif; membersihkan, menginspeksi, menyetel, memperbarui, dsb., dan corrective maintenance, yang bersifat perbaikan, pencopotan, penggantian, atau modifikasi barang-barang atau sistem yang rusak. Dalam kesehariannya, hal rutin yang dikerjakan oleh keluarga ini adalah pengecekan rutin (corrective maintenance) sebanyak dua kali dalam satu minggu. Selain itu, keluarga ini dapat mencari penghasilan tambahan sebagai tukang untuk masyarakat sekitar serta jasa konsultasi konstruksi dan perawatan bangunan. Tabel 4. Kegiatan keluarga pengelola bangunan dan infrastruktur dalam satu minggu. Keluarga

Pengelola Banguna n dan Infrastruk tur

Kegiatan

Waktu

Kebutuhan Ruang

Preventive Maintenan ce #1

Minggu pagi, satu jam.

Penyimpan an alatalat pertukang an.

Preventive Maintenan ce #2

Jumat sore, satu jam

Penyimpan an alatalat pertukang an.

Corrective Maintenan ce #1 dan #2

Sabtu sore, satu jam

Penyimpan an alatalat pertukang an.

Menyiram tanaman dengan

Sabtu sore, satu jam

Penyimpan an alatalat pertukang an.

Setiap hari (otomatis)

Penyimpan an alatalat pertukang an

drip irrigation system

16 | AR4151 Seminar Arsitektur 2018

Mengolah

grey water dan rain water harvesting

Setiap hari (otomatis)

Tangki penampun gan grey water, tangki penampun gan air hujan

Keluarga Capacity Builder Keluarga ini merupakan pemrakarsa kegiatan komunal para penghuni untuk peningkatan kualitas hubungan sosial antarkeluarga, pendidikan anak terkait pentingnya ketahanan pangan, serta pelatihan hardskill untuk melakukan praktik-praktik yang dibutuhkan seperti berkebun, produksi makanan, perawatan, serta keterampilan hidup yang dapat digunakan sehari-hari. Selain itu, keluarga ini juga berperan untuk mengadakan pendidikan peningkatan kualitas hidup mengenai kesehatan, softskill, komunikasi intrapersonal, serta komunikasi interpersonal. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan untuk capacity building ini adalah berupa pelatihan, kursus, dan workshop serta kegiatan-kegiatan yang melibatkan seluruh penghuni coliving secara aktif seperti senam bersama, menonton bersama, dan memasak. Kontrol terkait kondisi kesehatan dapat bekerja sama dengan posyandu setempat. Tabel 6. Kegiatan keluarga capacity builder dalam satu minggu. Keluarga

Capacity Builder

Kegiatan

Waktu

Kebutuhan Ruang

Senam Bersama

Minggu pagi

Ruang komunal

Pendidikan berkebun pada anak dan orang tua

Rabu dan Jumat sore

Ruang komunal

Cek kesehatan

Minggu sore

Penyimpanan buku

Penyimpanan peralatan kesehatan


Aliefianto Nandya Saputra Bantu Karang Taruna

Minggu sore

Ruang komunal

Workshop

Sabtu malam

Penyimpanan peralatan workshop

Barbeque

Sabtu malam

Ruang komunal

Nonton bersama

Sabtu malam

Penyimpanan proyektor

life-skill

Peneliti Peneliti adalah seseorang yang direkrut khusus setelah empat keluarga dengan fungsi kerja di atas telah ada dan tinggal di co-living. Peneliti bertugas untuk mencatat, merekam, dan melakukan segala bentuk aktivitas meneliti halhal terkait dengan co-living mulai dari aktivitas, sarana prasarana, hingga teknologi pendukung untuk menghasilkan perbaikan dan pembaruan terhadap sistem yang sudah berjalan pada co-living. Hal ini berarti bahwa peneliti diharapkan mampu untuk membuat inovasi dari sistem-sistem yang sudah ada pada co-living dengan melakukan in-house research dengan cara tinggal bersama keluarga penghuni lain untuk mengambil data secara langsung dan mengolahnya menjadi hasil penelitian yang bermanfaat bagi keberlangsungan dan keberlanjutan co-living.

AR4151 Seminar Arsitektur 2018 | 17


Pemanfaatan Ruang berdasarkan Transformable Architecture pada Konsep Hunian Peri-urban Co-living Rancaekek, Bandung

Hasil Analisis Tabel 7. Hasil analisis solusi pemanfaatan ruang mengacu kepada klasifikasi Reuter (2017).

Keluarga

Kebutuhan Ruang

Usulan tempat penyimpanan

Solusi pemanfaatan ruang (space-

Usulan pergerakan (possible

saving solution) Petani

Pengolah pangan

Pengelola Bangunan dan infrastruktur

movement)

Penyimpanan alatalat cocok tanam

Dalam atau luar unit hunian

Movable functional walls

Slide

Penyimpanan baglog jamur, penyimpanan pakan

Halaman atau ruang komunal

Functions on the outside

Swivel

Penampungan sampah kompos

Halaman

Functions in the centre

Slide

Penyimpanan alat panen, penyimpanan hasil panen

Garasi/halaman/ruang komunal

Movable functional walls

Slide

Penyimpanan hasil panen

Rooftop garden, kebun.

Functions on the outside

Flap

Tempat penyimpanan makanan

Dapur

Movable functional walls

Fold

Penyimpanan alat masak

Dalam unit hunian (dapur atau ruang keluarga)

Functions on the outside

Fold

Pembuatan makanan

Dapur

Functions in the centre

Slide

Penyimpanan kompos

Kebun konvensional

Functions in the centre

Slide

Pelaksanaan masak bersama

Ruang komunal dan dapur

Movable walls

Fold

Ruang penyimpanan hasil panen

Ruang komunal

Moveable functional walls

Slide

Penyimpanan alatalat pertukangan

Ruang komunal

Movable functional walls

Rotate

Tangki penampungan grey water, tangki

Luar unit hunian, terbuka, tidak mudah diakses anak

Movable walls

Fold

18 | AR4151 Seminar Arsitektur 2018


Aliefianto Nandya Saputra

penampungan air hujan

Capacity builder

Ruang komunal

Luar unit hunian, terbuka

Movable walls

Fold

Penyimpanan buku

Ruang komunal dalam ruangan

Movable functional walls

Slide

Penyimpanan peralatan kesehatan

Dalam unit hunian

Functions on the outside

Slide

Penyimpanan peralatan workshop

Ruang komunal

Movable functional walls

Slide

Penyimpanan proyektor

Dalam unit hunian

Functions on the outside

Slide

Kesimpulan Daftar Pustaka Berdasarkan metode simulasi yang telah dilakukan, rancangan ruang tipikal yang fleksibel belum dapat mengakomodasi kegiatan penghuni hunian Co-living. Penyesuaian tata ruang hunian Co-living di Rancaekek dapat dilakukan dengan konsep functional transformability, yaitu sebuah konsep mengenai adaptasi dalam penggunaan ruang untuk lebih dari satu fungsi. Konsep ini membutuhkan translasi penggunaan ruang ke dalam kebutuhan ruang yang lanjutnya diperdalam dengan menganalisis kebutuhan furniturnya. Dalam adaptasi yang dilakukan, ruang multifungsi membutuhkan furnitur dengan kriteria yang sesuai dengan solusi transformable architecture dan usulan pergerakan yang telah diajukan. Rekomendasi Hasil kajian penulis menunjukkan bahwa denah unit tipikal pada konsep co-living Rancaekek sebaiknya didukung oleh perancangan furnitur yang sesuai dengan kriteria dari functional transformability. Perancangan furnitur dibuat spesifik untuk setiap jenis keluarga dengan pekerjaannya. Maka dari itu, kami merekomendasikan penelitian lebih lanjut tentang perancangan furnitur sesuai dengan kriteria yang diperlukan kepada stakeholder coliving Rancaekek. Selain itu, diperlukan juga eksperimen mengenai material furnitur, keberterimaan masyarakat terhadap konsep ini.

Buku Kronenburg, R. 2007. Flexible: Architecture that Responds to Change. London: Laurence King. Makalah Chang, D. 2017. Co-living in Bandung Basin

Peri-Urban: An Interdisciplinary Model towards Sustainable Urbanization. HABITechno International Seminar – Ecoregion as a Verb of Settlement Technology and Development.

Živković, M., Keković, A., Kondić, S. (2014). The

Motives for Application of The Flexible Elements in the Housing Interior. Facta Universitatis, 12(1), Architecture engineering, 41-51. 10.2298/FUACE1401041Z

and

civil doi

De Paris, S. R., & Lopes, C. N. L. (2018).

Housing flexibility problem: Review of recent limitations and solutions. Frontiers of

Architectural Research, 7(1), 80-91. doi:https://doi.org/10.1016/j.foar.2017.11.004 Reuter, R. (2017). Space-saving Techniques by the Use of Transformable Architecture. Thogersen, N. (2017). Small spaces needs smart

solutions: Designing furnitures for small spaces, in connection with human wellbeing.

AR4151 Seminar Arsitektur 2018 | 19


AR 4151 Seminar Arsitektur 2018

Efek night ventilation terhadap kenyamanan pengguna pada Gedung CRCS di ITB Raden Cecylia Permata Costania(1), Marestu Rizki Nugraha(2), Prabudewa Sebayang(3) cecyliacostania@gmail.com Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung. (2) Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung. (3) Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung. (1)

Abstrak Tujuan paper ini untuk membuktikan keberhasilan efek night ventilation pada Gedung CRCS dan pengaruhnya terhadap kenyamanan pengguna. Gedung CRCS di ITB, Bandung, Indonesia baru dibangun pada tahun 2013 dengan arsitektur berbasis konsep Arsitektur Hijau. Namun pada kenyataannya Gedung CRCS tidak berjalan sepenuhnya sesuai konsep Arsitektur Hijau. Untuk itu, dilakukan penelitian dengan metode eksperimen lapangan pada lantai 4 dan 6 serta simulasi software CFD (Computational Fluid Dynamics) mengenai night ventilation. Night Ventilation merupakan konsep dimana pada malam hari menyimpan udara dingin yang kemudian digunakan pada keesokan harinya. Usaha membuka ventilasi di malam hari untuk menyimpan udara dingin yang digunakan pada ruang yang menghadap langsung ke barat sehingga kenyamanan termal tetap terjaga tanpa harus menggunakan penghawaan mekanik (AC). Dari hasil penelitian, khususnya simulasi, terbukti bahwa temperatur pada ruangan semakin rendah dan jangka tempuh angin pada ruangan semakin jauh. Dengan adanya bentuk adaptasi arsitektur berikut, hipotesa night ventilation dapat dibuktikan secara konkrit. Kata-kunci : Arsitektur Hijau, CFD, Gedung CRCS, kenyamanan pengguna, night ventilation

Pendahuluan

Night

Ventilation merupakan salah satu adaptasi arsitektur terhadap iklim di Indonesia. Night ventilation berfungsi untuk menyimpan udara dingin ketika malam hari yang digunakan untuk mendinginkan ruangan ketika siang hari (Blondeau, 1997). Hal ini berguna untuk mempertahankan kenyamanan termal bangunan dan merupakan salah satu teknik pendinginan pasif yang low cost (Kubota, 2009). Kenyamanan merupakan salah satu tuntutan dalam suatu perancangan bangunan dan melibatkan pengalaman ruang pengguna.

Pengalaman itu dirasakan oleh panca indera sehingga pengguna dapat fokus melakukan aktivitas di dalam ruangan. Salah satu kenyamanan yang dibutuhkan adalah kenyamanan termal. Penghawaan harus lebih ditingkatkan untuk mengurangi suhu yang tinggi, salah satu caranya adalah memanfaatkan kegunaan ventilasi bangunan. Iklim di Indonesia memiliki 3 macam iklim, namun di indonesia lebih dikenal dengan iklim tropis yang biasanya disebut iklim panas (Santoso, 1988). Dikutip dari BMKG Indonesia: Berdasarkan “Awal� Musim Hujan 2018/2019 pada 150 Zona Musim (ZOM) di Bandung diperkirakan dimulai dari Bulan Oktober. Diambil dari Badan Pusat Statistik AR 4151 Seminar Arsitektur 2018 | 20


Raden Cecylia Permata Costania

Jawa Barat, karakteristik curah hujan tahunan rata-rata di Kota Bandung adalah 2164 mm, suhu rata-rata per tahun 23.3°C, maksimum 30°C, minimum 19,6°C pada bulan Oktober.

Arsitektur Hijau yang seharusnya direncanakan di awal. Selain itu, kendala yang menyebabkan tidak tercapainya kenyamanan termal tersebut adalah orientasi bangunan yang menghadap ke arah barat. Ketika siang hari, suhu ruangan begitu panas walaupun sudah ada ventilasi dan fasad. Permasalahan ini mendorong penulis untuk menganalisa apakah night ventilation dapat menjadi solusi dari permasalahan ini. Dengan adanya bentuk adaptasi arsitektur seperti software CFD, hipotesa penulis diharapkan dapat dibuktikan secara konkrit. Metode Penelitian

Gambar 1. Gedung CRCS (itb.ac.id, 2018)

Gedung CRCS (Center for Research and Community Service) ITB di Bandung merupakan gedung berbasis teknologi arsitektur hijau, tetapi sudah banyak penyesuaian. RAB disusun 2010, tetapi baru dikonstruksi tahun 2013, sehingga ada penyesuaian harga yang telah melambung tinggi. Karena masalah biaya yang lebih disalurkan ke gedung lain (CAS dan 2 gedung lainnya), Lantai 6 menjadi tidak memenuhi konsep Arsitektur Hijau; plafon hanya 2,65 m dan material yang seharusnya berbahan akustik namun menggunakan gipsum dan ruangan jadi bersekat karena mengikuti budaya pimpinan-staff yang harus dipisah dalam ruangan berbeda. Lantai 4 lebih memenuhi kaidah arsitektur hijau karena memiliki banyak bukaan (Anton, 2018). Dengan demikian, kenyamanan termal kurang dirasakan pengguna Gedung CRCS ini. Penanggulangan AC menjadi pilihan tetapi hal ini mengakibatkan pembelokkan kaidah

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuantitatif (Creswell, 2008). Dua sampel ruangan dipilih tengah dan atas sebagai studi kasus, Ruang Kantor DSTI pada Lantai 4 dan Ruang Kantor LPPM pada Lantai 6 di Gedung CRCS. Kedua selubung ruangan dipilih yang orientasinya menghadap Barat. Investigasi terhadap sistem sirkulasi udara pada tiap ruangan di Gedung CRCS dilakukan dengan mengukur suhu. Pengukuran suhu merupakan variabel yang mempengaruhi pengalaman termal. Parameter-parameter tersebut kemudian dianalisis untuk mendapatkan gambaran tentang efek dari pemilihan desain pada Gedung CRCS dan pengaturan jendela dalam penyediaan kenyamanan termal bagi pengguna bangunan. Metode Pengumpulan Data Penelitian dilakukan dengan 2 cara yaitu eksperimen lapangan dan simulasi komputer menggunakan software ANSYS Fluent: CFD (Computational Fluid Dynamics) Simulation. CFD adalah metode penghitungan, memprediksi, dan pendekatan aliran fluida secara numerik dengan simulasi komputer (Ansys, 2007).

AR 4151 Seminar Arsitektur 2018 | 21


Efek night ventilation terhadap kenyamanan pengguna pada Gedung CRCS di ITB

Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan pengukuran ventilasi dan pintu, ketinggian plafon dan elemen lain yang mendukung eksperimen lapangan di Gedung CRCS. Setelah itu, eksperimen dilakukan 2 waktu berbeda yaitu pagi pada pukul 07.00 WIB dan malam pukul 19.00 WIB. Eksperimen pertama dilakukan dengan mengukur suhu luar dan dalam pada kedua ruangan di titik vertikal sejajar ketika ventilasi tidak dibuka. Eksperimen kedua dilakukan dengan membuka ventilasi pada malam hari, mengukur suhu luar dan dalam ruangan. Kemudian pada pagi dan sore hari diukur suhu luar dan dalam ruangan.

depan komputer dan ada ruang istirahat di tengah yang terakomodasi TV.

Metode Analisis Data Data hasil simulasi diolah dengan pendekatan visual analisis untuk masing-masing ruangan. Kemudian kedua data hasil simulasi kedua ruangan dikomparasi satu sama lain. Analisis secara visual dilakukan pada data gambar vektor angin dan kontur temperatur dari Ruang DSTI dan Ruang LPPM. Analisis dilakukan dengan mengelaborasi data dari masing-masing ruangan dan komparasi keduanya. Analisis ini dilakukan pada data temperatur yang juga untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari sistem ventilasi pada masing-masing bangunan terhadap kenyamanan termal di dalamnya. Studi Kasus: Lantai 4 Ruang Kantor DSTI Menggunakan façade second skin, panas yang masuk berkurang. Dari denah, ruangan memenuhi konsep Arsitektur Hijau. Ruangan terbuka (tidak ada sekat tinggi), banyak ventilasi mengitari ruangan sehingga sirkulasi udara di lantai 4 baik. Kegiatan yang terjadi pada ruangan ini adalah penghuni bekerja di

22 | AR 4151 Seminar Arsitektur 2018

Gambar 2. Denah lantai 4. Atas : Denah kunci lantai 4 Bawah : Ruangan yang digunakan untuk eksperimen. (Sumber: ITB, 2013) Gambar 3. Kiri: Kondisi Ruang DSTI. Kanan: Bukaan Ruang DSTI. (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Lantai 6 Kantor LPPM Menggunakan façade second skin. Tinggi plafon, material plafon, pengaturan layout ruang tidak sesuai konsep Arsitektur Hijau sebagaimana direncanakan di awal karena ketinggian floor to ceiling hanya 2,65 m. Ruangan disekat-sekat dengan pada tiap bagian sirkulasi udara di selubung bangunan. Sirkulasi udara dari luar ke dalam menjadi terhalang, sehingga di pusat ruangan menggunakan AC. Kegiatan yang terjadi pada ruangan ini adalah penghuni bekerja di depan komputer.


Raden Cecylia Permata Costania

simulasi dengan kondisi nyata dilakukan pengukuran langsung.

Gambar 4. Denah lantai 6. Atas : Denah kunci lantai 6. Bawah : Ruangan yang digunakan untuk eksperimen. (Sumber: ITB, 2013)

apabila

Dari hasil simulasi di dapat dua jenis data. Pertama, data berupa gambar yang menjelaskan arah sirkulasi pergerakan angin dan kontur angin. Kedua, data berupa angka yang menunjukkan besarnya temperatur di dalam ruangan. Untuk besaran temperatur diambil sampel pada titik daerah dekat jendela dan 1 meter di atas lantai. Jendela diambil sebagai titik sampel untuk mendapatkan gambaran proses masuknya angin ke dalam bangunan, sedangkan titik sampel 1 meter di atas lantai adalah ketinggian pengguna bangunan ketika dalam posisi duduk. Hasil dan Pembahasan Hasil Eksperimen

Gambar 5. Kondisi Ruang LPPM (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Eksperimen dilakukan tanggal 30 Oktober 2018, dimana sudah masuk ke musim penghujan di Kota Bandung. Tabel 1. Data Suhu Lokasi

Gambar 6. Potongan Gedung CRCS. Atas : Ruang lantai 6. Bawah : Ruangan lantai 4. (Sumber: ITB, 2013)

Setelah data terkumpul, dilakukan uji simulasi CFD. Untuk mendapatkan data yang konvergen dan konsisten dengan kondisi sebenarnya, maka simulasi dilakukan dengan 3000 iterasi serta melalui tahap mesh independent study. Hal ini dilakukan untuk menghindari ketidakakuratan data hasil

Suhu (oC) Pagi 1

Malam

Pagi 2

Lt 4 Dalam

27,4

24

26,7

Lt 4 Luar

26

27

25,5

Lt 6 Dalam

27,7

24

26,5

Lt 6 Luar

26

27

25,5

Sumber: Hasil Eksperimen Tabel 2. Data Kelembapan

AR 4151 Seminar Arsitektur 2018 | 23


Efek night ventilation terhadap kenyamanan pengguna pada Gedung CRCS di ITB

Lokasi

Kelembapan (%)

Pagi 1

Malam

Pagi 2

Lt 4 Dalam

58,6

59,5

61,4

Lt 4 Luar

62,3

60,9

65,3

Dilakukan pula wawancara singkat dengan pengguna sebelum dan setelah jendela dibuka. Dari pengguna Ruang Lantai 4, Pak Eka, merasa perubahan hawa yang signifikan dari saat sebelum dibuka dan setelah dibuka untuk night ventilation. Setelah night ventilation, hawa yang masuk terasa lebih dingin dari sebelumnya. Lalu pengguna Ruang Lantai 6, Pak Anton, mengatakan bahwa udara dari luar terasa, tetapi seiring waktu lebih terasa masuk dari dalam karena tekanan udara dari void lantai 3 lewat sirip pintu. Hasil Simulasi CFD

Lt 6 Dalam

58,6

65

63,3

Lt 6 Luar

62,1

59,4

65,3

Ruang DSTI Lantai 4 Kondisi Awal

Sumber: Hasil Eksperimen *Pagi 1: Pagi kondisi awal *Pagi 2: Pagi kondisi setelah night ventilation

Berikut merupakan tabel hasil pengukuran survei lapangan, dimana terdapat suhu luar ruangan dan juga suhu didalam ruangan pada lantai 4 dan lantai 6. Pengukuran diambil pada saat pagi hari dimana belum diberlakukannya night ventilation, lalu pada malam hari (night ventilation mulai dilakukan), dan pada keesokan paginya dimana sudah terjadi night ventilation namun karena terasa dingin sehingga ventilasi ditutup. Pada lantai 6, angin terasa mengalir dari bangunan (bukan dari jendela luar). Dari hasil pengukuran dan tabel diatas dapat dilihat bahwa memang terjadi penurunan suhu di pagi hari setelah dilakukan night ventilation. Selama ventilasi dibuka pada malam hari udara dingin masuk dan berputar di dalam ruang sehingga saat pagi ruangan terasa lebih sejuk.

24 | AR 4151 Seminar Arsitektur 2018

Gambar 7. Area Pergerakan Angin Sb. XY. (Sumber: Hasil Simulasi, 2018)

Gambar 8. Arah Pergerakan Angin Sb. XZ. (Sumber: Hasil Simulasi, 2018)

Kecepatan angin dapat dilihat dari indikator warna biru (rendah) sampai merah (tinggi). Keadaan ini adalah keadaan saat Ruangan Lantai 4 pada keadaan normal atau reguler. Kecepatan angin hanya di sekitar 0.09 m/s 0.18 m/s.


Raden Cecylia Permata Costania

Angin mengalir ke segala sudut ruangan, tetapi hanya pada daerah dekat jendela yang dapat dirasakan secara langsung. Karena angin yang masuk tidak dapat mengalir keseluruh ruangan, hanya mencapai kisaran 0,5 m dari jendela.

Kondisi ini merupakan kondisi pagi hari setelah jendela dibuka dari malam pukul 19.00 WIB sampai pukul 09.00 WIB. dapat dilihat bahwa angin yang masuk lebih banyak dibandingkan dengan saat malam hari sebelum percobaan night ventilation. Penyebaran kecepatan angin lebih cepat dibanding dengan sebelum jendela dibuka. Penyebaran angin lebih luas dikarenakan kecepatan yang bertambah.

Gambar 9. Kontur Temperatur Sb. XY. (Sumber: Hasil Simulasi, 2018)

Hasil simulasi berupa data kontur temperatur menunjukkan bahwa suhu paling dingin adalah suhu tempat udara masuk. Ruang DSTI Lantai 4 pada Pagi Hari setelah Night Ventilation

Gambar 12. Kontur Temperatur Sb. XZ. (Sumber: Hasil Simulasi, 2018)

Udara di titik terdingin sebesar kisaran 25,25 oC - 25,55 oC, dan semakin menyebar yang tadinya hanya sampai jarak 2 m, menjadi sampai 4,5 m.

Gambar 10. Area Pergerakan Angin Sb. XZ. (Sumber: Hasil Simulasi, 2018) Gambar 13. Perbandingan Temperatur Ruang DSTI. Kiri: Kondisi Awal. Kanan: Kondisi Setelah Night Ventilation. (Sumber: Hasil Simulasi, 2018)

Gambar 11. Arah Pergerakan Angin Sb. XZ. (Sumber: Hasil Simulasi, 2018)

Di titik yang sama pada saat pengukuran lapangan suhu temperature menunjukan 27,4 oC. Setelah dilakukan simulasi pada keadaan ruangan setelah night ventilation, di titik yang sama suhu temperature menunjukan 26,7 oC. Hal ini menunjukan bahwa memang efek night ventilation dapat menurunkan suhu menjadi lebih sejuk dan nyaman. AR 4151 Seminar Arsitektur 2018 | 25


Efek night ventilation terhadap kenyamanan pengguna pada Gedung CRCS di ITB

Ruang LPPM Lantai 6 Kondisi Awal

Dari data kontur, didapatkan bahwa temperatur cenderung panas, dari kisaran suhu 24,8 oC 26,8 oC. Gambar 19. Kontur Temperatur Sb. XZ. (Sumber: Hasil Simulasi, 2018)

Ruang LPPM Lantai 6 Pagi Hari setelah Night Ventilation

Gambar 14. Area Pergerakan Angin Sb. XZ. (Sumber: Hasil Simulasi, 2018)

Gambar 17. Area Pergerakan Angin Sb. XZ. (Sumber: Hasil Simulasi, 2018)

Gambar 15. Arah Pergerakan Angin Sb. XZ. (Sumber: Hasil Simulasi, 2018)

Keadaan ini adalah keadaan saat Ruangan Lantai 6 pada kondisi awal. Kecepatan angin di sekitar 0 m/s - 0.19 m/s, dengan titik paling kencang di dekat bukaan di sekitar 0,12 m/s0,25 m/s. Pada Kondisi Awal, arah angin dominan paling kencang masuk dari bukaan bawah ke atas.

Gambar 16. Kontur Temperatur Sb. XZ. (Sumber: Hasil Simulasi, 2018)

26 | AR 4151 Seminar Arsitektur 2018

Gambar 18. Area Pergerakan Angin Sb. XZ. (Sumber: Hasil Simulasi, 2018)

Kondisi ini merupakan kondisi pagi hari setelah jendela dibuka dari malam pukul 19.00 WIB sampai pukul 09.00 WIB. dapat dilihat bahwa angin yang masuk lebih banyak dibandingkan dengan saat malam hari sebelum percobaan night ventilation, yang tadinya hembusan angin kencang hanya sejauh 0,5 m, kini hembusan angin sejauh 3 m. Kecepatan angin juga lebih cepat dibanding dengan sebelum jendela dibuka,


Raden Cecylia Permata Costania

yaitu dari yang titik terkencangnya hanya kisaran 0,12 m/s - 0,25 m/s, sekarang menjadi 0,28 m/s. Udara keseluruhan semakin dingin sebesar kisaran 24,85 oC - 25,85 oC, dan semakin menyebar yang tadinya hanya sampai jarak 0,5 m, menjadi sampai 2 m.

Gambar 20. Perbandingan Temperatur Ruang LPPM. Kiri: Kondisi Awal. Kanan: Kondisi Setelah Night Ventilation. (Sumber: Hasil Simulasi, 2018)

Di titik yang sama pada saat pengukuran lapangan suhu temperature menunjukan 27,7 oC. Setelah dilakukan simulasi pada keadaan ruangan setelah night ventilation, di titik yang sama suhu temperature menunjukan 26,5 oC. Hal ini menunjukan bahwa memang efek night ventilation dapat menurunkan suhu menjadi lebih sejuk dan nyaman. Kesimpulan Hipotesis yang berawal dari asumsi bahwa night ventilation dapat meningkatkan kenyamanan pengguna terbukti dari eksperimen dan simulasi. Dari hasil simulasi didapatkan data berupa suhu, kecepatan angin dan area mana saja yang terkena aliran angin, sehingga dapat diusulkan layout ruangan yang baik dan nyaman. Akan tetapi kondisi tersebut belum optimal karena tidak bertahan lama di siang harinya, karena hamparan sinar matahari langsung dari barat masih membawa energi panas yang cukup tinggi. Desain dan posisi ventilasi sangat berpengaruh terhadap pergerakan angin masuk serta layout ruangan juga menjadi

salah satu faktornya. Aliran udara yang mengalir pada ruangan lantai 4 & 6 gedung CRCS masih tidak merata. Karena tidak adanya bukaan yang menyilang sehingga udara yang masuk dan keluar melalui permukaan yang sama. Eksperimen ini merupakan penelitian terhadap bangunan gedung dengan menelaah lebih pada desain pasif pada sebuah gedung. Namun begitu, penelitian ini masih bisa disempurnakan dengan melakukan pengukuran langsung terhadap kecepatan angin dan temperatur pada ruangan gedung CRCS. Pengukuran langsung di lapangan berfungsi sebagai validasi terhadap hasil simulasi CFD. Daftar Pustaka Kubota, T., Chyee D.T.H., Ahmad S., 2009. The effects of night ventilation technique on indoor thermal environment for residential buildings in hot-humid climate of Malaysia. Szokolay, S.V., 1987. Thermal Design of Buildings. RAIA Education Division, Canberra. Suhendri, Koerniawan M. D., 2016. Investigasi Ventilasi Gaya- Angin Rumah Tradisional Indonesia dengan Simulasi CFD. Allard, F., Santamouris, M.S., Alvarez, S. (Eds.), 1998. Natural ventilation in buildings: a design handbook. AIOLOS. James and James, London. Feriadi, H., & Wong, N. H. (2014). Thermal comfort for naturally ventilated houses in Indonesia. Energy and Buildings, 614–626. Auliciems, A., 2002. Thermal Comfort, second ed. Reserach, Consulting and Communications, Kangaroo Valley, NSW. Iklim di Indonesia. Retrieved 10 November, 2018, from https://ilmugeografi.com/ilmubumi/iklim/iklim-di-indonesia BPS. Suhu Minimum, Rata-rata, Maksimum di Stasiun Pengamatan BMKG. Retrieved 10 November, 2018, from https://jabar.bps.go.id/statictable/2015/04/02/40/ temperatur-curah-hujan-dan-hari-hujan-dibandung-2009-2014.html BMKG. Prakiraan Musim di Bandung. Retrieved 10 November, 2018, from https://www.bmkg.go.id/iklim/prakiraanmusim.bmkg

AR 4151 Seminar Arsitektur 2018 | 27


AR4151 Seminar 2018

PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG Ikyu Tirtodimedjo (1), Gideon Simangunsong (2) , Fasya Amasani (3) Email: (1) ikyutirtodimedjo@yahoo.com, (2) gideonsimangunsong04@gmail.com, (3) fagasyaga@gmail.com

ABSTRAK Seiring perkembangan suatu kota, lahan hijau yang dimiliki kian lama kian terbatas sehingga tidak memiliki cukup ruang untuk memproduksi makanan yang dibutuhkan penduduknya. Suatu kota pun akhirnya makin tergantung pada kota lain, menyebabkan kerentanan pada ketahanan pangan kota tersebut. Muncul solusi untuk mengatasi keterbatasan ini yaitu gaya hidup bertani di kota atau urban farming, namun lingkungan kota yang tidak ‘ramah’ terhadap perkembangan tumbuhan seringkali menggagalkan usaha kota/permukiman untuk menciptakan makanannya sendiri. Tumbuhan yang ditanam pada lingkungan kota seringkali tidak dapat bertumbuh optimal karena lingkungan sekitar yang tidak mengakomodasi seluruh kebutuhan tanaman terkait dengan baik.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat proposal tata letak sistem urban farming pada bangunan berkepadatan tinggi yang mampu mengakomodasi pertumbuhan tanaman sebagai respon adaptasi ketahanan produksi pangan di tengah keterbatasan lahan perkotaan. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati sistem urban farming yang berjalan di pemukiman padat kota Bandung, studi literatur terkait, serta mempelajari studi kasus dalam hal penggunaan sistem hidroponik pada permukiman padat. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui contoh alternatif tata letak arsitektural yang optimal terkait pertumbuhan tanaman yang ideal pada kondisi umum permukiman padat yang diteliti.

Kata kunci: urban farming, Bandung, tata letak arsitektural, ketahanan pangan

AR4151 Seminar 2018 | 28


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk suatu kota tiap tahun

bertumbuh

akan cenderung meningkat, terutama terjadi

dipengaruhi karena ketidaksesuaian kelembaban

pada daerah perkotaan padat. Pertambahan

udara, intensitas cahaya matahari yang masuk

kepadatan penduduk pada luasan area kota yang

dalam ruang, sulitnya akses udara segar pada

tidak

ruang,

bertambah,

menyebabkan

manusia

berusaha untuk memanfaatkan setiap sisi lahan

secara

dan

optimal,

beberapa

hal

aspek

itu

lain

dapat

yang

mempengaruhi.

sedemikian rupa sehingga memenuhi segala kebutuhan ruangnya. Semakin besar persentase

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan

penggunaan lahan untuk kebutuhan tinggal,

solusi tata letak modifikasi elemen arsitektural

secara langsung mengurangi besaran lahan suatu

pada area hidup manusia, guna menciptakan

kota yang dapat digunakan sebagai lahan

suatu area tumbuh yang dapat mewadahi

produksi tanaman pangan. Ketidakseimbangan

perkembangan hidup ideal suatu tanaman.

produksi pangan suatu kota dengan tingkat

Sehingga kedepannya, urban farming sebagai

penggunaannya,

salah

menyebabkan

suatu

kota

satu

solusi

kota

pangan

dapat

dalam

mengandalkan kota sekitarnya guna memenuhi

kerentanan

kebutuhan pangan kota itu. Hal ini menciptakan

optimal, dan berdampak signifikan.

mengatasi

berjalan

secara

kondisi yang dinamakan kerentanan pangan, yang akan berdampak besar bagi perkembangan

LATAR BELAKANG

kota itu sendiri. Kota Bandung merupakan salah satu kota besar Sebagai upaya meningkatkan kembali area

di Indonesia dengan jumlah populasi yang terus

produktif tanaman pangan dalam area perkotaan

meningkat setiap tahunnya. Menurut Buku Kota

padat, tercetus sebuah konsep yang bernama

Bandung dalam Angka 2017, Kota Bandung

urban

menanam

memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.490.622

tanaman pangan produktif pada area perkotaan.

orang dengan rata-rata kepadatan penduduk

Contoh area penanaman misalnya, area depan

14.832 orang/km2. Dengan kepadatan penduduk

rumah, halaman belakang rumah,

dinding

yang tinggi ini, Kota Bandung memiliki ruang

bangunan, tepi sungai, tepi jalan, dan berbagai

terbuka hijau yang terdiri dari taman kota dan

alternatif lain.

kebun bibit, RTH pemakaman, tegangan tinggi,

farming.

Sebuah

konsep

sempadan sungai, jalur hijau jalan, sempadan Penerapan konsep ini seringkali terhambat

kereta api, hutan konservasi, penanganan lahan

karena ruang yang digunakan sebagai area

kritis, RTH dari bag. Aset, dan RTH lainnya

tanam, cenderung tidak dapat mengakomodasi

hanya sebesar 1.099,28 hektar atau 6,57% dari

keperluan yang diperlukan suatu tanaman untuk

total luas Kota Bandung.

AR4151 Seminar 2018 | 29


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

Namun hal ini tidak direspon dengan baik oleh ketahanan pangannya dimana ada penurunan kemampuan lahan untuk memproduksi pangan. Maka dari itu, kemandirian Kota Bandung untuk membuat makanannya sendiri dapat dilakukan oleh masing-masing penduduknya sehingga Bandung dapat menjadi kota yang berkelanjutan. Pada penelitian ini, lokasi yang menjadi tempat pengamatan kami adalah pada Lingkungan RW 01 Kel. Cibuntu, Bandung. RW ini merupakan salah satu RW di Bandung yang masih mengupayakan

adanya

tempat

penanaman

tanaman kota (urban farming). RW 01 Cibuntu memiliki luasan sekitar 73.568 m2 atau 7.3 Ha. Program penanaman tanaman urban farming ini telah

ada

sejak

tahun

2015

dan

lokasi

penanaman berada di ruang terbuka, area kebun warga, halaman rumah, dan lingkungan jalan. Jenis tanaman yang ditanam merupakan tanaman sayur-sayuran, tanaman herbal keluarga. dan ada beberapa tanaman hias. Sebagai salah satu Kota yang berkembang, Kota Bandung terus mengalami urbanisasi yang ditandai dengan kenaikan jumlah penduduk.

AR4151 Seminar 2018 | 30


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

METODE Penelitian tentang pengaruh desain elemen arsitektural

terhadap

pertumbuhan

tanaman

sebagai pertanian kota (Urban Farming) di area permukiman

padat

kota

bandung

ini

menggunakan metode penelitian data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif dan data kualitatif

didapatkan

dengan

melakukan

observasi langsung dan wawancara. Sebagai sumber data primer, dilakukan tinjauan terhadap kondisi ruang terbuka hijau dan lingkungan jalan di wilayah RW 01 Kelurahan Cibuntu, Kota Bandung. Observasi langsung ini juga dilakukan untuk mendapatkan data-data kuantitatif yang bersifat fisik tentang kondisi pertumbuhan tanaman, dan kondisi pengaturan tata letak elemen arsitektur sebagai tempat pertumbuhan tanaman di wilayah RW 01, Kelurahan Cibuntu. Sementara itu, wawancara dilakukan untuk mendapatkan dataGambar 1.1 Batasan Lingkungan RW 01 Kel. Cibuntu, Bandung. Sumber : Google Maps,

data kualitatif. Wawancara dilakukan terhadap ketua lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan Pihak Kelurahan Cibuntu. Wawancara ini

2018.

dilakukan untuk mengetahui pengaruh pola Pada Akhir-akhir ini, Program ini tidak berjalan seperti biasanya dikarenakan tim pengelola tanaman urban farming tidak lagi berfokus kepada

tanaman

urban

farming

tersebut

sehingga program ini hanya dilakukan oleh sebagian

warga

yang

merawat tanaman tersebut.

berkeinginan

untuk

masyarakat terhadap tanaman, pertumbuhan dan perkembangan tanaman, masalah atau kendala yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman di wilayah tersebut. Pada akhirnya, hasil observasi langsung dan wawancara

akan

membantu

kami

untuk

menganalisis pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dan sistem pengaturan tata letak ruang

AR4151 Seminar 2018 | 31


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

terbuka hijau dan elemen arsitektur sebagai

terhadap

tempat pertumbuhan tanaman.

Farming.

Pertumbuhan

Tanaman

Urban

Sumber : dokumen pribadi, 2018. TEORI DASAR Berdasarkan buku Urban Agriculture Food, Jobs, and Sustainable Cities, Agrikultur secara umum dapat dibagi menjadi 5 (lima) sistem: 1. Hortikultura 2. Akuakultur 3. Peternakan 4. Kehutanan, dan 5. Bentuk lain sistem produksi urban farming

Metode urban farming sendiri sangat bervariasi. Metode-metode ini diantaranya taman biointensif yang ditinggikan, taman dangkal, pengomposan kompos, zero grazing, akuakultur skala kecil berbasis air limbah, dan hidroponik.

Gambar 1.2 Diagram Alur Berpikir pada Penelitian

Pengaruh

Desain

Arsitektural

Metode-metode yang berbeda dari pertanian konservatif ini dibutuhkan karena beberapa daerah pada kota terlalu berpolusi untuk pertanian (setidaknya pada kandungan tanahnya). Sehingga tanaman dan hewan dapat membawa bahan kimia beracun, logam berat, atau penyakit - membawa patogen ke petani dan konsumen. Pada penelitian kali ini, peneliti akan lebih berfokus pada praktek hortikultura dan beberapa sistem produksi urban farming lainnya.

AR4151 Seminar 2018 | 32


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

Hortikultura Praktek hortikultura di kota mencakup berbagai macam tanaman, tergantung pada selera lokal. Biasanya, penanaman dilakukan dengan menggunakan kultivasi penutup plastik, yang menjaga tanaman dari dingin, hujan, angin, matahari, burung, dan serangga. Tanaman kota secara umum adalah tanaman yang mudah rusak, bernilai tinggi, atau khusus (termasuk jamu dan obat-obatan). Berkebun di rumah adalah bentuk paling umum dari urban hortikultura (dilakukan di dalam rumah pada permukiman berkepadatan rendah dan dilakukan di luar rumah pada permukiman berkepadatan tinggi). Evaluasi kebun rumah tangga di Filipina oleh International Institute of Rural Re-development menemukan bahwa satu keluarga dapat memberi makan dirinya sendiri dari lahan 80 meter persegi di iklim tropis menggunakan teknik hortikultura intensif seperti yang dikembangkan oleh Penelitian dan Pengembangan Sayuran Asia Pusat dan lembaga lainnya. Sebuah studi di Jawa oleh FAO menemukan bahwa kebun-kebun multi-crops intensif yang dilakukan di rumah menghasilkan tiga kali nilai uang per unit lahan dibandingkan penanaman padi tiga jenis. Keluarga yang tidak memiliki taman di rumahnya melakukan hortikultura di lahan peruntukan penghijauan dan kebun masyarakat atau di petak yang terletak di tepi kota.

tanah, relevan untuk digunakan pada daerah urban. Tanaman hanya membutuhkan cahaya, air, dan medium untuk tumbuh akar.

Hortikultura Berwadah Tanaman dapat dibudidayakan dalam berbagai macam wadah - kotak, talang hujan, pot, ban bekas, bahkan kantong plastik - yang dapat ditempatkan di berbagai lokasi, termasuk teras, balkon, tangga terbuka, dan atap datar.

Hortikultura Tanpa Tanah Terdapat 2 (dua) bentuk hortikultura tanpa tanah yang perlu diperhatikan - taman dangkal dan hidroponik. Taman Dangkal Taman dangkal adalah teknik penanaman tanaman secara intensif di atap datar dan permukaan yang tidak subur lainnya (tempat parkir, halaman sekolah beraspal). Bibit tanaman ditanam dalam jumlah kecil tanah (satu ember penuh) dan tanaman mengambil nutrisi dari limbah yang tidak ter-komposkan. Taman dangkal membutuhkan penyiraman lebih sering daripada tanaman yang ditanam di darat. Jika kebun dijaga dengan baik, akarnya tidak membutuhkan tanah. Tanaman yang dapat tumbuh termasuk brokoli, kubis, kacang polong, kacang, bawang, tomat, bumbu, jagung, terong, dan bunga. Labu dan semangka juga bisa ditanam. Tanaman akar tidak cocok untuk taman dangkal.

Beberapa praktik hortikultura, seperti hortikultura berwadah dan hortikultura tanpa

AR4151 Seminar 2018 | 33


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

Tanaman Obat-Obatan Bersama dengan jamu kuliner, yang membutuhkan pengelolaan serupa, mereka menyediakan suplemen uang yang penting bagi para petani kota kecil.

Gambar 1. 3 : Metode Penanaman Soiless Horticulture. Sumber: candicescusina.com/866/garden-layout-ideas. 2018 Hidroponik Hidroponik adalah bentuk paling penting dalam hortikultura tanpa tanah, sebuah teknologi penanaman tanaman dimana tanaman tumbuh di pasir, kerikil, abu, abu vulkanik, atau mengambang di air dengan mineral dan nutrisi, sesuai kebutuhan.

Hortikultura Hias Hortikultura hias memiliki perbedaan yaitu estetis dan diminati oleh elit. Akses ke air dan kredit sangat penting untuk tanaman hortikultura hias. Produksi di rumah kaca dapat memiliki efek lingkungan negatif dari monocropping yang intens dengan aplikasi pupuk dan insektisida yang berat. Masih berdasarkan sumber yang sama, ruang urban farming dapat dibentuk dari banyak jenis ruang yang berbeda, yang dapat dibagi menjadi jenis berikut, 1. Sekitar rumah 2. Ruang komunitas 3. Ruang publik/ privat lebih 4. Area bekas industri 5. Sisi ruang milik jalan

Varian lainnya adalah hortikultura aeroponik, sebuah sistem baru yang memiliki potensi besar. Salah satu keuntungannya adalah kemampuan untuk memanipulasi suhu zona akar, sehingga tanaman dapat tumbuh jauh dari daerah asalnya. Namun, hortikultura aeroponik membutuhkan teknik perkebunan lanjutan dalam lingkungan yang terkendali, dan sejauh ini tidak dapat beradaptasi dengan pengaturan biasa dan petani biasa.

6. Sepanjang aliran sungai, tepi badan air 7. Lereng miring 1. Sekitar rumah Halaman belakang, sisi samping dan depan rumah dapat dijadikan alternatif area tanam. Halaman belakang rumah menjadi area paling produktif dalam kegiatan penanaman, namun pada area hidup masyarakat Indonesia, tidak

Sistem Urban Farming Lainnya

jarang ditemui rumah tanpa adanya halaman

Tanaman Minuman Tanaman minuman termasuk anggur, kembang sepatu, palem, teh, kopi, tebu, dan matte (teh herbal).

belakang. Halaman depan memiliki keunggulan karena menjadi area yang paling sering dilalui oleh penghuni, dengan kata lain meningkatkan

AR4151 Seminar 2018 | 34


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

potensi pengawasan dan perawatan tanaman.

Karena sifatnya yang memanjang dan dapat

Namun karena letaknya yang bersebelahan

melewati banyak kawasan berbeda, urban

dengan jalan umum, meningkatkan potensi

farming pada area tepi jalan dapat melibatkan

pencemaran dari polusi kendaraan serta potensi

banyak pihak, tidak hanya 1 individu tertentu.

vandalisme

Lokasinya yang di tepi jalan memudahkan perawatan, seperti pemindahan pupuk, air dan

2. Ruang komunitas

pemantauan oleh warga sekitar. Para penanam

Ruang Komunitas merupakan ruang yang

juga dapat secara langsung menjual hasil

menjadi

panennya di satu tempat yang sama, di pinggir

titik

kumpul

masyarakat

untuk

melakukan interaksi dan menjadi tempat yang

jalan tersebut.

penting pada daerah permukiman padat. Ruang komunitas dapat berupa taman terbuka, dan

6. Sepanjang aliran sungai, tepi badan air

ruang antar gang jalan. Ruang komunitas seperti

Tepi aliran sungai/ badan air dapat menjadi area

ini

untuk

ideal tempat penanaman tanaman produksi

penanaman tanaman karena area ini menjadi

dikarenakan lahan yang tidak diperuntukkan

area yang sering dilalui masyarakat.

untuk adanya proses pembangunan. Selain

dapat

dijadikan

alternatif

area

karena area yang cenderung kosong, area tepi 3. Ruang publik/ privat lebih

aliran sungai/ badan air seringkali juga menjadi

Area universitas, sekolah, kantor, rumah ibadah,

area dengan tingkat kesuburan yang jauh lebih

area transportasi dapat dijadikan solusi area

tinggi,

penanaman urban farming.

menciptakan

dengan

volume

kondisi

air

yang

yang

stabil,

cocok

untuk

bertanam. 4. Area bekas industri Area abu-abu / area yang telah ditelantarkan,

7. Lereng miring

dapat menjadi alternatif area penanaman urban

Biasanya cenderung diabaikan karena kondisi

farming, misalnya area bekas pabrik yang

yang tidak ideal untuk adanya pembangunan

dialihfungsikan sebagai area produksi tanaman

gedung, oleh karena itu menjadi area yang ideal

pangan dengan skala besar.

sebagai area penanaman di tengah keterbatasan

5. Sisi ruang milik jalan

lahan. Secara langsung juga dapat meningkatkan retensi

air

dan

tanah

pada

area

itu.

AR4151 Seminar 2018 | 35


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

JENIS TANAMAN

FULL SUN

PARTIAL SUN PARTIAL SHADE DAPPLED SUN

FULL SHADE

DURASI CAHAYA MATAHARI LANGSUNG

KEBUTUHAN KHUSUS

> 6 JAM

3 - 6 JAM

CONTOH TANAMAN

-

Tanaman Bougenville, Palem, Tanaman Euphorbia, Kaktus, Tanaman Lidah Mertua

-

Tanaman wortel, seledri. pa choy, Tanaman Bayam Merah, kacang-kacangan, lobak

3 - 6 JAM

Tanaman membutuhkan peneduh dari Tanaman Adiantum atau cahaya matahari sore Suplir

3 - 6 JAM

Sayuran Toge, Tanaman Cahaya matahari masuk melalui sela- herbal dapur (sage, mint, sela pepohonan, rosemary, dll)

< 3 JAM

-

Tanaman Bunga Begonia, Tanaman Bunga Primrose, Tanaman sawi, selada

Tabel 1.1 Tabel Pengelompokkan Tanaman berdasarkan kebutuhan Sinar Matahari. Sumber : saddikismail.blogspot.com/2016/08/tanaman-sayuran-yang-dapat-tumbuh.html; tanamtanaman.com/tanaman-hias-tahan-panas-matahari; www.thespruce.com/what-is-full-sun-partialshade-1402372. 2018 lahan di belokan, teras depan rumah, pagar, dan TINJAUAN DAN ANALISIS RW 1 kelurahan Cibuntu memiliki tingkat

dinding kosong dengan menggunakan media

kepadatan penduduk yang tinggi. Kondisi ini

tanam pot, pot gantung, dan taman dangkal.

menyebabkan daerah perumahan tidak memiliki area

yang

penghijauan.

diperuntukkan Penduduk

hanya

untuk

setempat

harus

beradaptasi dengan sisa-sisa ruang yang tersedia agar tetap dapat melakukan penghijauan - dalam kasus ini urban farming. Usaha-usaha yang dilakukan diantaranya adalah memanfaatkan

AR4151 Seminar 2018 | 36


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

Gambar 1.5. Media Tanam pot di belokan gang. Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018. Gambar 1.6. Media Tanam pot di Teras Rumah. Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018.

Tanaman-tanaman ini tidak seluruhnya tumbuh dengan baik, hal ini dikarenakan tanaman Gambar 1.4. Media Tanam tanah dangkal di

kurang terekspos cahaya matahari ataupun

Taman terbuka. Sumber : Dokumentasi Pribadi,

karena tanaman tidak disiram secara berkala.

2018.

Menurut hasil wawancara dengan penduduk setempat,

didapatkan

bahwa

kebanyakan

penduduk merupakan pekerja sehingga tidak memiliki waktu untuk mengurus tanamannya. Maka dari itu, desain arsitektur yang mendukung tanaman dapat tumbuh secara mandiri sekaligus menghadirkan nilai ekologis lebih bagi sekitar dibutuhkan. Berdasarkan pengamatan, secara umum lokasi kombinasi yang paling optimal untuk dijadikan lahan urban farming adalah teras depan yang saling berhadapan, dinding antar bangunan, dan teras rumah yang berhadapan dengan dinding sisi

bangunan.

Bahasan

berikut

akan

memberikan spesifikasi penyelesaian desain berdasarkan lokasi ini.

AR4151 Seminar 2018 | 37


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

Gambar 1.8. Perspektif Pembayangan pada Kasus Teras berhadapan. Sumber : Model 3D Pribadi, 2018.

a. Teras depan berhadapan Gambar 1.7. Contoh Kasus Teras Rumah. b. Perspektif Simulasi Pembayangan

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018. Karakteristik : Pada kasus rumah tinggal yang mana teras berhadapan di depan rumah seperti pada gambar diatas, perletakan tanaman dapat ditempatkan di teras depan rumah. Peletakan tanaman ini juga dapat menambah nilai estetika teras rumah dan dapat menciptakan pengalaman ruang yang berbeda ketika orang melalui di

Gambar

sepanjang jalan rumah tersebut.

potongan berdasarkan lamanya pancaran sinar

Pada area ini juga dapat ditanam berbagai

matahari. Sumber : Model 3D Pribadi, 2018.

macam

tanaman

pemilik

dan

sesuai

berdasarkan

dengan

1.9.

Pemetaan

bayangan

pada

keinginan

pengelompokkan

Simulasi pembayangan sinar matahari yang

simulasi bayangan. Pengelolaan tanaman ini

dilakukan

juga dapat dilakukan oleh masing-masing

pengelompokkan jenis tanaman dan metode

pemilik rumah atau bersifat individu namun

penanaman yang cocok dilakukan pada kasus

diharapkan pemilik rumah dapat menjaga dan

Teras berhadapan.

memelihara tanaman-tanaman tersebut.

dibagi atas 3 bagian, yaitu Full Sun (terlihat

Rencana desain

pada bagian yang berwarna merah dengan lama

a. Model Perspektif

ini

dapat

menentukan

Kategori penanaman ini

penyinaran >6 jam/hari dan dilakukan di area

AR4151 Seminar 2018 | 38


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

pagar rumah), Partial Sun atau Partial Shade (terlihat pada bagian yang berwarna kuning dengan lama penyinaran sekitar 3-6 jam/hari dan dilakukan di area teras rumah), dan Full Shade (terlihat pada area berwarna hijau dengan lama penyinaran kurang dari 3 jam/hari dan dilakukan di dinding teras rumah).

Berdasarkan hasil simulasi penyinaran tersebut,

Gambar 1.11. Alternatif tata letak sistem urban

area ini termasuk kedalam kategori Partial Sun

farming pada kasus teras berhadapan. Sumber :

atau Partial Shade karena mayoritas merupakan

Model 3D Pribadi, 2018.

bagian yang lama penyinarannya hanya 3-6 jam. Sehingga metode penanaman yang sesuai pada

b. Dinding antar bangunan

kasus teras ini adalah sistem tanaman di dalam pot yang diletakkan di depan teras rumah, tanaman gantung di area pagar dan tanaman hidroponik.

Gambar 1.12. Contoh Kasus Dinding antar bangunan. Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018.

Karakteristik

:

Pada

kasus

dinding

pada

Gambar 1.10. Alternatif tata letak sistem urban

bangunan area Cibuntu, memiliki rataan lebar

farming pada kasus teras berhadapan. Sumber :

jalan 1,6 m diperuntukkan untuk jalur 2 arah lalu

Modul 3D Pribadi, 2018.

lalang penghuni sekitar. Intensitas lalu lalang

AR4151 Seminar 2018 | 39


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

pada

area

ini

cenderung

paling

sedikit

dibandingkan dengan jenis area lain, karena tidak adanya penghuni yang secara khusus masuk/ keluar rumah melalui sisi bidang ini, sehingga dalam aspek perawatan harus dibuat dengan

sistem

yang

memerlukan

sedikit

perawatan. Area yang cenderung datar dengan sedikit/ tanpa ornamen membuat luasnya area yang tersedia yang dapat dimanfaatkan untuk area penanaman

Gambar

urban farming. Sistem urban farming pun dapat

perspektif berdasarkan lamanya pancaran sinar

dibuat lebih leluasa tergantung dengan jenis

matahari. Sumber : Model 3D Pribadi, 2018

paparan sinar matahari yang didapat.

.

Rencana desain :

Simulasi penyinaran matahari di atas dibuat agar

a. Model Perspektif

dapat membedakan 3 kategori lama penyinaran.

1.14.

Pemetaan

bayangan

pada

matahari, full sun (>6 jam ,tidak ada dalam hasil simulasi), partial sun (3-6 jam, warna orange), full shade (<3 jam, kuning muda).

Berdasarkan hasil simulasi, persebaran jenis lama penyinaran pada model ini cenderung Gambar 1.13. Perspektif pembayangan pada

homogen, dengan hanya 2 jenis penyinaran yang

kasus dinding-dinding. Sumber : Model 3D

ada, yaitu partial sun dan full shade. Area partial

Pribadi, 2018.

sun terletak pada seluruh dinding kanopi lantai 2 dan area garis horizontal tengah pada dinding lantai dasar. Sedangkan area full shade terletak pada keseluruhan dinding bangunan lantai 2

b. Perspektif Simulasi Penyinaran

serta area horizontal tengah pada lantai dasar yang menghimpit area partial shade lantai 1.

AR4151 Seminar 2018 | 40


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

Dengan kecenderungan sinar matahari yang dibutuhkan untuk terciptanya pertumbuhan yang

Gambar 1.15. Alternatif tata letak sistem urban

optimal terletak pada dinding, maka sistem

farming

penanaman yang cocok adalah sistem urban

persebaran lama penyinaran.

pada

lantai

dasar

berdasarkan

farming rangka besi yang ditempelkan pada dinding, baik pada lantai dasar serta lantai 2. Area

partial

sun(orange)

sesuai

untuk

penanaman tumbuhan seledri, pa choy, bayam merah dengan sistem pot kecil yang bergantung pada rangka baja horizontal. Namun akses perawatan hanya dapat dilakukan dari jalur sirkulasi kanopi lantai 2.

Area full shade ( kuning muda) cocok untuk penanaman

tanaman

sawi

dan

selada,

Sumber : Model 3D Pribadi, 2018.

menggunakan sistem rangka besi yang sama namun

dengan

akses

yang

lebih

mudah

khususnya untuk area penanaman pada dinding lantai dasar.

Gambar 1.16. Alternatif tata letak sistem urban farming pada lantai 2 berdasarkan persebaran lama penyinaran. Sumber : Model 3D Pribadi, 2018.

c. Teras rumah yang berhadapan dengan dinding sisi bangunan

AR4151 Seminar 2018 | 41


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

Rencana Desain a. Model Perspektif

Gambar 1.17. Contoh kasus teras rumah yang berhadapan dengan sisi dinding bangunan. Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018.

Gambar 1.18. Perspektif pembayangan pada kasus teras rumah yang berhadapan dengan dinding sisi bangunan. Sumber : Model 3D Pribadi, 2018.

Karakteristik : Jalan depan teras rumah dengan kasus seperti ini memiliki eksposur sedang,

b. Potongan

dimana yang melintas di depannya hanya penghuni rumah (satu sisi) dan penduduk sekitar. Interaksi yang terjadi di daerah seperti ini tidak optimal karena interaksi hanya terjadi dengan

tetangga

membatasi

ruang

kanan-kiri. gerak

Dinding

karena

juga

memiliki

permeabilitas yang rendah. Namun, dinding

Gambar

merupakan media yang sangat baik untuk

potongan berdasarkan lamanya pancaran sinar

ditanami taman vertikal.

matahari (sisi teras). Sumber : Model 3D

bangunan

menggunakan

Mayoritas teras teritisan

sehingga

1.19.

Pemetaan

bayangan

pada

Pribadi, 2018

tanaman di depannya dapat terkena tampias hujan. Namun, posisi dinding yang terhalang bangunan menyebabkan dinding tidak terkena cahaya matahari langsung lebih dari 6 jam/hari.

AR4151 Seminar 2018 | 42


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

temasuk dalam partial sun atau partial shade seperti seledri, pa choy, dan suplir cocok untuk ditanam.

Sedangkan

untuk

penanaman

di

dinding dan area teras yang tidak terekspos cahaya

matahari

langsung

sebaiknya

pada

diperuntukkan untuk tanaman yang termasuk ke

potongan berdasarkan lamanya pancaran sinar

dalam full shade (sawi, selada, bunga primrose).

matahari (sisi dinding). Sumber : Model 3D

Media tanam yang sebaiknya digunakan untuk

Pribadi, 2018

teras adalah tanaman berwadah dan hidroponik.

Gambar

1.20.

Pemetaan

bayangan

Untuk

dinding

depan

teras

sebaiknya

Diagram diatas merupakan gambaran persebaran

menggunakan taman vertikal (pot). Tanaman

eksposur cahaya matahari langsung ke teras

hidroponik tidak disarankan di ditanam dengan

rumah. warna orange tua merupakan daerah

media ditempel ke dinding karena tidak ada

yang terkena cahaya langsung lebih dari 6

peneduh sedangkan tanaman hidroponik tidak

jam/hari. warna orange muda merupakan daerah

boleh terkena hujan.

yang terkena matahari langsung 3 - 6 jam/hari. Warna kuning merupakan daerah yang terkena

Pada kasus seperti ini juga disarankan untuk

matahari langsung kurang dari 3 jam/hari.

dapat memanfaatkan lantai 2. Karena lokasinya yang lebih tinggi dari dinding di hadapannya,

didapatkan

lantai 2 mendapatkan cahaya matahari langsung

bahwa tidak ada lahan yang terkena sinar

dengan lebih optimal. Maka dari itu, pembuatan

matahari secara langsung lebih dari 6 jam. Hal

teras lantai 2 disarankan agar dapat menanam

ini

tanaman partial sun atau partial shade.

Berdasarkan

diagram

dikarenakan

bangunan

tersebut,

tingginya

sehingga

dinding

menghalangi

antar cahaya

matahari.

Pada teras bangunan terdapat beberapa daerah permukaan yang terkena matahari langsung selama 3-6 jam/hari sehingga tanaman yang

AR4151 Seminar 2018 | 43


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

Usaha bertani kota atau urban farming pada RW 01 kelurahan Cibuntu tidak berjalan secara optimal. Salah satu faktor penyebabnya adalah tanaman

tidak

terekspos

langsung

ataupun

cahaya

mendapatkan

matahari air

sesuai

kebutuhannya. Dari ketiga contoh kasus lokasi Gambar 1.21. Saran desain peletakan tanaman untuk kasus teras-dinding. Sumber: Model 3D Pribadi, 2018.

urban

farming

yang

diambil

dari

lokasi

eksisting, dapat disimpulkan bahwa jarak antar bangunan yang dekat dibandingkan dengan tinggi bangunan menyebabkan tidak banyak cahaya langsung yang mengenai permukaan bangunan.

Pada kasus teras rumah yang berhadapan langsung dengan teras rumah lainnya ditemukan Gambar 1.22. Saran desain peletakan tanaman untuk kasus teras-dinding (teras lantai dua). Sumber: Model 3D Pribadi, 2018.

bahwa

mayoritas

permukaan

bangunan

merupakan bagian yang tidak terkena cahaya matahari langsung. Maka dari itu, tanaman yang cocok untuk ditanam di daerah ini adalah tanaman yang termasuk kedalam kategori Partial

Sun

atau

Partial

Shade.

Metode

penanaman yang dapat dilakukan adalah dengan menanam di dalam pot yang diletakkan di depan teras rumah, tanaman gantung di area pagar dan tanaman hidroponik. Gambar 1.23. Saran desain peletakan tanaman untuk kasus teras-dinding (dinding). Sumber: Model 3D Pribadi, 2018.

Pada kasus teras rumah berhadapan langsung

KESIMPULAN

bangunan

dengan dinding dan kasus dinding antar ditemukan

bahwa

tidak

ada

permukaan yang terkena matahari langsung

AR4151 Seminar 2018 | 44


PENGARUH TATA LETAK ARSITEKTURAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN URBAN FARMING DI AREA PERMUKIMAN PADAT KOTA BANDUNG

lebih dari 6 jam/ hari. Pada kedua kasus ini

BPS Kota Bandung. 2017. Kota Bandung Dalam

mayoritas

Angka. Bandung: BPS Kota bandung.

permukaan

bangunan

terekspos

matahari kurang dari 3 jam/hari dan 3 - 6 jam / hari sehingga tanaman yang cocok pada kondisi

Iannotti, Marie. 2018. What Does Full Sun And

ini adalah tanaman yang termasuk dalam

Partial

kategori partial sun atau partial shade dan

https://www.thespruce.com/what-is-full-sun-

tanaman full shade. Pada kedua kasus juga

partial-shade-1402372 (21 November 2018)

Shade

Mean?.

sumber:

ditemukan bahwa penggunaan teras lantai 2 dapat mengoptimalkan hasiil produksi urban

Smit, Jac, Joe Nasr, dan Annu Ratta. 2001.

farming.

Urban Agriculture: Food, Jobs, And Sustainable Cities.

DAFTAR PUSTAKA

Network,

Kanada:

The

Urban

Agriculture Inc.

AR4151 Seminar 2018 | 45



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.