9 minute read
OPINt
Pranata Humas Mau ke Mana?
Oleh AHMAD NATSIR ERA PUTRA
Advertisement
Lembaga pendidikan semakin dituntut untuk memberikan layanan yang profeslonal kepada pubiik, balk internal maupun ekstemal. Hal itu dikarenakan para pengguna jasa layanan tersebut kini kian
kritis dan realistis dalam memilih serta menentukan apakah lembaga pendidikan yang hendak dituju layak sebagai tempat menimba ilmu.
Sikap masyarakat yang seperti itu menuntut lembaga pendidikan untuk tetap menjaga dan meningkatkan image positif atas lembaganya di mata masyarakat. Jadi, untuk menjaga image po sitif tersebut, dibutuhkan profesionalisasi para Pranata Humas atau Praktisi Humas di lembaga pendidikan tersebut.
Peran dan fungsi Humas (Public Relation) tidak dapat dipisahkan dari opini pubiik. Karena, fungsi Humas yang paling utama adalah menge lola opini pubiik guna menumbuhkan kemauan
99
Di samping keberadaannya belum ditempatkan pada tempat yang layak sesuai SK Menpan, Pranata Humas di UNY hanya berfungsi secara fungsional saja. Pada Struktur Organisasi, posisi dan kedudukan
Humas tidak ada.
yang baik, paitisipasi, dan keterlibatan pubiik dalam rangka menciptakan opini yang baik. Dengan terciptanya opini pubiik yang didasarkan atas saling percaya, pada gilirannya akan muncul kesadaran tentang adanya kebutuhan
bersama.
Mewujudkan Citra Positif
Ilmu pengetahuan dan teknologi kini berkembang dengan pesat. Sebagai konsekuensi, prog ram pendidikan juga harus bisa mengikutinya dalam konteks masa kini dan masa mendatang. Agar lembaga pendidikan dapat mengantisipasi berbagai persoalan yang ditimbulkan dari fenomena tersebut, khususnya dalam mengan tisipasi opini negatif, diperlukan Humas yang berfungsi sebagai alat manajemen pada lem baga tersebut.
Karenanya, fungsi Humas tidak terpisahkan dari fungsi yang lain-lainnya di dalam lembaga itu. Pendek kata, fungsi Humas wajib melekat pada struktur organisasi di suatu institusi.
Humas menyelenggarakan komunikasi dua arah antara lembaga pendidikan yang diwakilinya dengan pubiik. Fungsi ini tunit menentukan sukses tidaknya visi dan misi sebuah lembaga. Dengan demikian, ftmgsi Humas pada lembaga pendidikan ke depan dituntut agar selalu profesional dalam mengelola informasi sehingga dtra positif lembaga bisa terwujud.
Untuk menyikapi hal semacam itu, Pranata Humas di lembaga pendidikan hams mengembangkan sikap proaktif dalam menyerap opini pubiik internal (tenaga dosen, administrasi dan mahasiswa), yang sangat berguna dalam mempersiapkan otonomi pendidikan maupun hal lainnya.
Di samping itu, Pranata Humas juga diwajibkan mengelola informasi yang berkembang di tingkat internal maupun ekstemal untuk dipergunakan sebagai bahan pengambilan keputusan oleh pimpinan.
UNY dan Tugas Pranata Humas
Universitas Negeri Yogyakarta sejak 2005 mengambil langkah yang tepat terkait dengan dikeluarkannya SK MENPAN Nomor 117/KEP/ M.PAN/10/2003 tentang Jabatan Fungsional
Pranata Humas. SK tersebut menandai telah diberlakukannya Jabatan Fungsional Pranata Hu mas bagi segenap aparatur negara, di pusat dan daerah, yang mengabdikan diri di bidang layanan informasi dan Humas dalam mengembangkan profesi dan karier Pegawai Negeri Sipil
Praktisi Humas.
Sejalan dengan fongsinyayang sangat strategis itu, Pranata Humas UNY mempunyai tugas merencanakan, mengelola, dan mempublikasikan informasi, membangun komunikasi antaranggota organisasi dan masyarakat luas, dengan melihat pentingnya fungsi dan tugas Pranata Humas terkait dengan upaya peningkatan Citra UNY di mata masyarakat.
Selayaknya, seluruh jajaran dan unit keija di UNY memberikan perhatian yang cukup terhadap pemberdayaan kineija Pranata Humas, artinya dengan menempatkannya pada posisi/ struktur yang benar, memberikan job sesuai de ngan fungsi dan perannya, memberikan arahan maupun pembinaan serta evaluasi kineija secara terukur dan berkelanjutan, meningkatkan kualitas personal dengan menglkutkan pelatihan-pelatihan, di pusat atau instansi lain.
Kursus/privat sesuai bidang tugasnya mesti dilakukan untuk memudahkan perolehan angka kredit demi peluang kenaikan pangkat dan ja batan. Selama ini belum ada satu pun Pranata Humas UNY yang berhasil naik pangkat dan ja batan selama 2 tahun terhitung sejak menjadi Pranata Humas. Yang penting, bagaimana masing-masing unit kerja di UNY ini mampu mem bangun komitmen bahwa kebutuhan informasi bagi stakeholders dan masyarakat konstituen UNY tidak akan terpenuhi apabila tidak ada perencanaan dan pelaksanaan program yang baik dalam bidang Kehumasan, mengingat fungsi dan peran Pranata Humas meliputi pelayanan
informasi dan Public Relation.
Peran Pranata Humas meliputi pelayanan in formasi danpub/ic relation di antaranya: sebagai jembatan antara UNY dan Perguruan Tinggi lain, stakeholders, institusi lain, pers (wartawan), dan masyarakat luas pada umumnya yang membutuhkan informasi tentang UNY. Demikian juga, mempublikasikan informasi terkait dengan pengambilan kebijakan, penyelenggaraan event, dan Iain-lain kepada publik, selalu bekeijasama dengan wartawan, dan menjaga/meningkatkan citra positif UNY.
Pranata Humas di samping melaksanakan tugas kehumasan juga menyelenggarakan acara konferensi pers, keprotokolan, menjalankan komunikasi antara atasan dan bawahan dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Walaupun peran Pranata Humas sangat banyak dan luas, namun kenyataan banyak Pranata Humas yang belum dapat melaksanakan tugas dan fungsinya se cara optimal. Di samping keberadaannya di UNY belum ditempatkan pada tempat yang layak sesuai SK Menpan. Pranata Humas di UNY hanya berfungsi secara ftmgsional saja, tetapi pada Struktur Organisasi tidak ditemukan po
sisi dan kedudukan Humas.
Hal itu dikarenakan belum adanya ketentuan
yang mengatur unit kehumasan di Rektorat maupun di fakultas, termasuk penempatan da lam Struktur Organisasi, belum diberikannya delegasi penuh kepada Pranata Humas tentang pengelolaan informasi di UNY karena masih ada nya unit kerja lain yang mengelola peran dan tugas Humas. Masih teijadi tumpang tindih pe laksanaan pelayanan informasi pada setiap unit kerja, terbatasnya sarana dan prasarana imtuk kehumasan dan terbatasnya kemampuan mau
pun jumlah SDM.
Agar Pranata Humas Universitas maupun Fa kultas dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan profesional, diperlukan adanya perubahan dan perbaikan terkait dengan berbagai kendala di atas. Pranata Humas mesti diposisikan pada struktur yang tepat, sehingga memiliki tanggung jawab dan kewenangan yang jelas dalam melaksanakan tugasnya. Perlu ada nya pendelegasian tugas pengelolaan dan penyajian informasi dan komunikasi dengan pi-
hak luar.
Pranata Humas baiknya difungsikan sebagai Central of Informations, sehingga penyampaian informasi kepada pihak luar tidak tumpang tin dih. Tugas kehumasan perlu didukung saranaprasarana dan SDM yang memadai, cekatan, dan tangguh. Selain itu, untuk lebih meningkatkan kineija Pranata Humas diperlukan pembinaan yang berkesinambungan.
UN dan Standar
Kelulusan Daerah
Oleh HENDRA SUGIANTORO
Berbicara mengenai Ujian Nasional (UN) tampaknya akan selaiu menarik, apalagi ke depan juga digelar UN untuk jenjang SD. Tidak jauh berbeda dengan penerapan UN SMP/MTs dan SMA/MA/ SMK, pro-kontra penerapan UN SD tampak tak
tediindarkan.
Pada dasamya, maksud Pemerintah menggelar UN layak diapresiasi. Siapa pun tentu sepakat jika mutu pendidlkan nasional perlu ditingkatkan. l^ntangan dan peluang yang melekat dalam dinamika zaman memang hams dihadapi dengan upaya pembangunan manusia. Dalam hal ini, pendidlkan memegang peranan penting dalam membangun kualitas manusia Indonesia agai dapat merespon perkembangan zaman. Penerapan kebijakan UN temyata membawa konsekuensi yang tidak sederhana. Daii tahun ke tahim UN—dengan berganti-ganti nama— diterapkan. polemik selaiu saja muncul. Depdiknas sebagai pihak Pemerintah yang menske-
nario UN tetap mempertahankan kebijakan UN meskipun penolakan tak pemah reda. Di lain pihak, sebagian kalangan menilai UN telah mengabaikan fungsi gum.
Tak Pedulikan Disparitas
Mutu Pendidlkan
Berdasarkan UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas Pasal 58 Ayat (1), gurulah yang memiliki hak prerogratif melakukan evaluasi belajar terhadap siswa. Dengan kata lain, evaluasi belajar siswa da lam satuan pendidlkan
bukan dilakukan lewat
mekanisme UN, namim dilakukan oleh gum sekolah. Dengan kebijakan UN, Depdiknas juga dinilai tak mempedulikan disparitas mutu pendidlkan di tanah air. Ironi teijadi dengan penerapan UN yang distandarisasi secara nasional. Padahal, masih terdapat kesenjangan kualitas pendidikan antarsekolah di negeri ini.
Diakui atau tidak, penerapan UN memang menimbulkan kerunyaman dunia pendidikan. Kenyataan empiris menunjukkan orientasi sekolah sekedar mengejar target lulus UN. Jam tambahan untuk memperdalam materl pelajaran yang diujikan dalam UN diselenggarakan pihak sekolah. Selain im, program ujicoba UN tak ketinggalan masuk dalam agenda pihak sekolah.
Bahkan, sekolah seolah-olah telah bembah wajah menjadi tempat bimbingan tes.
Ditilik lebih jauh, pola belajar menjelangUN sedikit banyak menimbulkan keprihatinan. Siswa-siswa calon peserta UN tems dipacu mendalami prediksi materi UN dan acapkali lebih tertuju pada hafalan dan menjawab soal-soal pilihan ganda. Hakikat belajar untuk membentuk sikap dan perilaku siswa menjadi terabaikan karena lebih terfokus pada ranah kognitif. Sekolah sebagai institusi pendidikan telah kehilangan mh untuk mendidik siswa. Padahal, jelas sekolah memiliki tanggung jawab moral untuk mengembangkan kecerdasan yang tidak hanya pada aspek kognitif semata, tetapi juga kecerdasan afektif dan spiritual siswa.
Menumt pandangan penulis, perilaku pi hak sekolah sebagaimana disebutkan di muka tidak melulu kesalahannya ditimpakan kepada Depdiknas. Perilaku di atas muncul justm dari penyikapan yang tidak tepat dari pihak se kolah dalam memposisikan UN. Pihak sekolah sehamsnya bersikap wajar-wajar saja dan menjalankan proses belajar-mengajar sebagaimana mestinya. UN hams dipahami tidak sekedar uji an akhir siswa, tetapi juga evaluasi proses bel ajar-mengajar sekolah sejak siswa duduk di se mester awal hingga semester akhir.
Penyikapan yang kurang tepat juga tampak dari kasus kecurangan yang kerap kali teijadi selama hajatan UN. Memang diakui jika kasus kecurangan berangkat dari kekhawatiran tertiadap ketidaklulusan siswa. Pihak sekolah memiliki tujuan agar siswa-siswanya minimal meme-
nuhi standar nilai kelulusan dan atas dasar itu segala upaya dilakukan meskipim dengan cara yang tidak benar. Melihat lebih jemih, perilaku kecurangan sebenamya tidak hanya terkait de ngan penyelenggaraan UN. Daiam ujian seko lah yang diselenggarakan pihak sekolah pun keciirangan sering kah muncul, bahkan pihak sekolah sering mengatrol nilai siswa agar bisa
berhasil lulus.
Persoalan UN memang begitu kompleks, na-
mun bukan berarti UN harus ditiadakan. UN tetap diperlukan, bahkan dengan standar kelulus an yang dinaikkan setiap tahun sekali pim. Kesenjangan kualitas pendidikan di Indonesia hams diakui memang mempakan fakta empiris. Untuk itulah, standarisasi nasional yang salah satunya lewat UN diperlukan agar tidak ternsmenems terjadi ketimpangan.
Begitu juga dengan standar nilai kelulusan, alangkah tidak mungkin output pendidikan lu lus tanpa patokan standar yang ditetapkan. Ihnpa standar kelulusan secara nasional, justm semakin mempertimpang output pendidikan antarsekolah atau antardaerah. Dengan adanya standar kelulusan, sehamsnya masing-maslng sekolah bisa tertantang secara positif untuk memperbaiki kekurangan dan meningkatkan mutu pembelajaran kepada siswa.
Standar Kelulusan Daerah
Berbicara lebih Jauh, standar kelulusan yang dipatok Depdiknas seyogjanya bukan harga mati bagi kelulusan siswa. Biarkan standar kelulusan nasional sebagai pemacu semangat masing-ma slng daerah untuk mengembangkan dan me ningkatkan mutu pendidikan di daerahnya. Mempertimbangkan kualitas pendidikan yang belum merata, Depdiknas juga perlu menetapkan standar kelulusan untuk masing-masing daerah. Jadi, ada dua standar kelidusan, yak-
ni standar kelulusan nasional dan standar ke
lulusan daerah.
Standar kelulusan setiap daerah bisa dirumuskan Dinas Pendidikan di setiap daerah dengan mempeihatikan kondisi objektifdaerahnya. Jika UN misalnya, mengujikan 6 mata pelajaran, maka setiap daerah membuat standar kelulusan daerah untuk 6 mata pelajaran tersebut. Disamping itu, standar kelulusan daerah juga mencakup mata pelajaran non-UN, seperti pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, pen didikan jasmani dan olah raga, seni dan budaya, muatan lokal, dan mata pelajaran lain yang diajarkan.
Dengan demikian, kriteria kelulusan siswa didasarkan atas penilaian keseluruhan mata pelajaran yang menjadi kurikulum sekolah de ngan berpatokan pada standar kelulusan dae rah. Dalam hal ini, gum diberikan hak untuk mengevaluasi belajar siswa dari semester awal hingga semester akhir berdasarkan standar ke lulusan daerah yang telah ditetapkan. Kendati yang menjadi acuan adalah standar kelulusan daerah, pihak sekolah tetap hams tertantang
imtuk memenuhi standar kelulusan nasional.
Bagi Depdiknas, tanggung jawab untuk me ningkatkan kualitas gum. sarana-prasarana se kolah, serta akses informasi ke setiap daerah tentu saja hams terus diupayakan. Dengan acuan hasil UN, Depdiknas bisa melakukan pemetaaan dan perumusan prioritas peningkatan kualitas pendidikan masing-masing daerah. Hal yang per lu diperhatikan, masing-masing sekolah setiap daerah hams tertantang secara positif imtuk memenuhi standar kelulusan nasional dengan menghindari perilaku di luar kewajaran.