![](https://assets.isu.pub/document-structure/210408040036-0c96d3ef2d57f11b2453e828b606e7a4/v1/a372aea46ad7edb7886f7b4aabd2c39b.jpg?width=720&quality=85%2C50)
4 minute read
CERPEN
Saudara Seperguruan
Oleh DWI YOGO MARDIYANTO
Advertisement
TERSEBUTLAH Bamowo. Seorang preman kampung yang kejam dan kasar. Laki-laki kekar berwajah garang itu seolah sudah tak punya hati. Dia tidak pilah-pilih lagi dalam memalak para korbannya. Sampai-sampai Kek Beno yang masih teriiitung satu kampung pun ikut dijadikan sasaran. Peristiwa biadab itu teijadi sekltar seminggu yang lalu.
Seperti biasa, setiap tanggal muda Kek Beno mengambll uang pensiun. Uang pensiun yang tak seberapa itu pun amblas dirampok Bamowo. Kek Beno tak berdaya saat Barnowo menempelkan sebilah golok di lehemya. Bamowo meminta Kek Beno tutup mulut. Atau, kalau berani melapor, maka golok itu yang akan bicara. Kek Beno pun pulang dengan gigit jari. Setelah peristiwa itu Bamowo menghilang dan bam hari ini kelihatan batang hidungnya.
Bamowo berjalan sempoyongan. Dari mulumya tercium bau alkohol. Sebilah golok yang tak pemah lepas dari pinggangnya membuat takut orang sekampung. Swasti, se orang dara kampung yang menjadi pujaan banyak pemuda, seketika memucat wajahnya. Gadis belia itu terjebak jalan. Swasti ingin berbalik arah, namun Bamowo telanjur melihatnya. "Mau ke mana bocah ayu ... ? Tolonglah aku...! Kakiku berat sekali!" teriak Bamowo sambil sempoyongan tak kaman. Swasti mengkeret ketakutan sampai tubuhnya menggigil. Orang-orang hanya bisa mengawasi dari jauh sambil menahan nafas. Mereka ingin menolong, tetapi tak ingin jadi sasaran golok sang preman.
"Jangan ...! Biarkan saya lewat...!" suara Swasti me-
mohon. "Jangan takut, Ndhuk ...! Ayo ke sini. Tolong papah
aku," kata Bamowo sambil bemsaha menubruk Swasti. Swasti merasa terancam. Dengan sekuat tenaga gadis itu nekad menerobos samping tubuh Bamowo lalu lari sekencang-kencangnya. Untung saja Bamowo dalam keadaan mabok, sehingga walau kelihatan garang tenaganya tak se berapa. Laki-laki kekar itu limbung dan jatuh. Swasti berhasil lolos dari petaka. "Bocah edan! Dimintai tolong malah lari!" umpat Barnowo sambil tertatih-tatih bangun. "Hai, orang-orang kampung yang bodoh. Ke mana ka lian? Mengapa tak ada yang menyambutku? Ayo keluar! Aku. raja kalian, telah datangl" Bamowo berteriak-teriak seperti orang gila. Merasa tak ada yang menghiraukan Bar-
"Bangsat! Kalian menghina aku! BajinganI Akan kuobrak-abrik kampung inir Tiba-tiba Bamowo mendobrak pintu sebuah warung di tepi jalan. Sebentar kemudian terdengar bunyi piring dibanting, meja ditendang, dan kursikursi terbang berhamburan. Prang.. .prang.. .plethak... pyuur...gledhak...I Bmtal sekali apayang dilakukan
Bamowo.
"Mana uangmu?" Bamowo mengancam pemilik warung yang menggigil ketakutan. "Saya belum dapat uang. Ampuun ... jangan sakiti sa ya," iba wanita paruh baya pemilik wamng itu. "Bangsat!" Tak ayal lagi Bamowo memukul kepala pe milik warung. Kemudian, bagaikan orang kesetanan ia mengobrak-abrik selumh isi wamng. Karena tidak menemukan uang yang dicari, Bamowo mendekati pemilik wa mng dan menjambak rambutnya. Wanita setengah baya itu tak kuasa lagi, menjerit, selumh kulitnya seakan mati rasa dan peluh dingin bercucuran dari tubuhnya. "Biadab!" Sesosok tubuh bergegas masuk dan langsung menghadiahkan bogem mentah ke wajah Bamowo. Bamo wo yang tak menduga akan mendapat serangan mendadak itu terpelanting sambil memegangi wajahnya yang lebam. Mata Bamowo menyala merah menahan marah. Pemuda pemberani itu segera menyuruh pemilik warung mencari tempat berlindung. Sementara dia sendiri menanti Bamo wo untuk bangkit. "Kurangajarl Lagi-lagi kau, Baroto! Kau selalu mengganggu umsanku, bedebah!" Merah padam muka Bamowo begitu melihat orang yang memukulnya. "Cukup, Bamowo! Thk insyaf juga kau atas dosa-dosamu! Kau selalu membuat onar! Kejahatanmu sudah terlalu banyak. Kau hams diadili!" ucap Baroto tegas membuat Bamowo makin marah sampai gemeretak gigi-giginya. "Jangan menggurui aku! Kau masih anak kemarin sore! Hari ini aku akan melibasmu! Rasakan ini, Kunyukl" Barnowo meneijang ke depan, Baroto bergeser sedikit ke sam ping. Teijangan lutut Bamowo menerpa mang kosong, pre man kampung itu jatuh menimpa dinding bambu. Brug.'
Suara tubuh kekar itu berdebam keras. "Bangsat! Jangan menghindar! Mail kita mengadu jiwa!" Bamowo makin marah. Baroto waspada, orang yang pemah menjadi kakak sepergumannya itu amat berbahaya. Namun. Baroto juga tidak bisa dianggap enteng. Dia adalah murid kesayangan Ki Sentanu.
cerpen
"Terima ini! Hup ... Hiaat!" Bamowo kembali menerjang maju. Dengan sekali lompat kaki kekamya hampir berhasil mendarat di dada lawan. Namun, Baroto tidak tinggal diam. Bersamaan dengan itu, Baroto merundukkan badan. Begitu serangan Bamowo lewat di atas tubuhnya, dengan cepat dia lepaskan tendangan belakang. Bamowo jatuh teilempar sampai ke luar waning.
Bamowo kembali bangkit. Kali ini ia cabut goloknya. Preman kampung itu langsung menyerang membabi-buta. Beberapa saat lamanya Baroto hanya sempat berkelit mencari celah yang aman. Hampir saja kibasan golok itu merobek leher Baroto. Untung, pemuda pemberani itu berhasil merunduk dengan cepat. Merasa terancam, Baroto tak ingin mengambil resiko.
Sambil terns menghindar, Baroto melolos senjata andalannya, selendang panjang. Sebentar kemudian selendang itu telah meliuk-liuk bagai seekor Ular ganas yang mematikan. Serangan Bamowo semakin lama semakin berbahaya. Sementara itu, selendang di tangan Baroto mematuk dan siap membelit sewaktu-waktu. Sambil berkelit ke kanan
dan ke kiri Baroto mencari celah aman untuk mematahkan serangan lawan.
Begitu Bamowo tampak lengah, kesempatan itu tak di-
sia-siakan. Baroto segera melancarkan serangan tipuan. Bamowo terkecoh, dia menarik kakinya mundur sambil melihat ke bawah, hingga konsentrasi terhadap goloknya memudar. Secepat kilat Baroto melompat dan membelit golok itu dengan selendangnya. Secepat kilat dia menyepak ka ki Bamowo dengan keras. Bamowo jatuh telentang dan go loknya pun lepas terlilit selendang Baroto. "Ampun...," kata Barnowo ketika Baroto menempelkan golok itu ke lehemya. Preman kampung yang garang itu merengek-rengek tak tahu malu. Entah siapa yang menghubungi, tiba-tiba banyak polisi sudah berdiri di belakang Baroto. Polisi segera memborgol tangan Bamowo dan seorang komandannya menyalami Baroto. "Terima kasih Bung, Anda pemuda yang hebat. Anda te lah membantu tugas polisi." Baroto pun menyambut uluran hangat Sang Komandan. Dibantu penduduk kampung dia memberikan banyak keterangan kepada polisi untuk keperluan penyidikan. Bamowo yang kemudian meringkuk di sel tahanan, mudah-mudahan membuatnya sadar.
DWI YOGO MARDIYANTO
Mahasiswa UNY
![](https://assets.isu.pub/document-structure/210408040036-0c96d3ef2d57f11b2453e828b606e7a4/v1/1821aab5c51085f4e862138bd2a99433.jpg?width=720&quality=85%2C50)