Pewara Dinamika Agustus 2012

Page 40

cerpen

Gadis Kemenangan O l e h L atif Pung k a sni a r Siang ini aku kembali berberdebat denganmu, wanita. Berde­ bat denganmu selalu membuatku geleng-geleng kepala, kau selalu dengan keras kepalamu, mendebat dan selalu tidak mau kalah. Kau mengumpulkan semua argumen untuk mengalahkan semua ucapanku, lalu seperti biasa kita akhi­ ri perbincangan kita dengan satu kalimat terakhir dariku Sudahlah, kau memang wanita yang dilahirkan hanya un­ tuk kemenangan. Kau memang selalu menang wanita, di mana saja, ka­ pan saja, dan untuk apa saja. Keras kepalamu melebihi ba­ tu. Bahkan kau pernah berkata padaku bahwa keadaan apa saja tidak akan pernah membuatmu kalah. “Begitupun dengan kematian?” tanyaku “Iya!” jawabmu lantang. “Bukankah kematian adalah akhir dari segala egomu?” “Kau pikir?” “Iya, karena saat itu kau berhenti bernafas dan menja­ di beku, kedinginan. Kau tidak akan pernah mendebat lagi.­ Apakah kau hendak mendebat malaikat maut? Mendebat Tu­ han?!” “Aku tak akan mati.” “Sekarang kau sedang berargumen, ingin mematahkan analisisku tentang kematian. Kau akan mati dan sudah. Be­ rakhirlah semua tentangmu, tentang suaramu yang lantang itu. Kau akan bisu dalam kematian.” “Lalu ini?” ucapmu seraya melemparkan draf novelmu yang nyaris selesai. “Kau lupa jika aku sekarang menulis?” kau berkata penuh kemenangan. “Tapi tetap saja kau akan mati.” “Aku akan tetap hidup, di dalam hati para pembacaku, pun jika aku mati lebih dulu darimu, aku yakin aku akan tetap hidup dalam hatimu, bukan begitu sayang?” ucapmu sam­ bil merangkulku manja. Lalu seperti biasa kita akhiri perde­ batan kecil kita dengan kata-kata menyerah kalahku. Sudahlah, kau memang wanita yang dilahirkan hanya un­ tuk kemenangan. Ada dua hal yang kutahu tak pernah kau debat dariku. Soal anak kita, dan soal kebutuhanku. Kau selalu menurut tatkala anak kita bangun di tengah malam dan merengek ke­ hausan dan aku memintamu untuk menyusuinya. Kau pas­ ti menurut. Atau jika aku pulang larut lalu ingin meminum kopi buatanmu, kau pasti selalu menyediakannya untukku. Kau memang wanitaku yang teramat penurut untuk hal-hal seperti itu. Namun aku sudah tidak heran saat berdebat de­ nganmu tentang semua hal terkecuali dua hal itu, kau berba­ lik sangat beringas. Selalu menuntut kemenangan, dan ter­ tawa renyah saat aku mengaku kalah. Kau memang wanita malaikat dan iblis, menyatu jadi wanita yang hitam putih. 38

P ewa r a Din a mik a a GUSTUS 2 0 1 2

Tapi bagaimanpun kau, aku adalah ayah dari anak-anakmu dan kita pernah berjanji, akan bersama sampai maut. Pernah suatu kali aku bertanya padamu tentang perihal ketakmau-kalahanmu itu. Kau hanya menjawab dengan ren­ yah, “Aku tak mau kalah denganmu, itu saja.” Kau pasti menyudahinya dengan jawaban yang sama se­ tiap aku bertanya itu. Setiap kali. Kau membuatku kehilangan selera untuk bertanya lagi kepadamu. Akan tetapi lain kali pasti aku akan bertanya lagi tentang hal yang sama. Meski­ pun jawaban yang kudapatkan tetap itu-itu saja. Bibirmu lebar sayang, dan aku tahu dari ibuku itu tanda orang yang banyak cakap. Sepertimu. *** Aku belum terlalu kuat untuk bercerita denganmu, suami­ ku. Belum. Ada sebuah luka yang sangat menyayat di masa laluku. Luka yang telah menjadi borok dan kubiarkan enyah ke dalam bagian ingatan yang paling dalam. Aku malas un­ tuk menceritakan luka yang aku miliki ini untukmu. Dulu, dulu sekali saat aku masih mempunyai keluarga. Kami hidup kurang berkecukupan. Hidup berempat, sesuai dengan anjuran pemerintah. Tetapi tetap saja tak cukup un­ tuk hidup sedikit mewah, jadilah kami berempat hidup den­ gan sangat sederhana. Kami berempat, dua orang tua dan satu kakak laki-laki. Kakak laki-lakiku adalah anak emas di keluarga ini. Meskipun hidup kami sederhana, tetapi segala hal yang diinginkan kakakku pasti diusahakan sepenuhnya oleh ayah dan ibuku. Sedangkan aku tak lebih dari anak yang kelahirannya diharapkan setengah-setangah. Segala sesuatu yang aku inginkan selalu setengah hati pula. Jelas aku mera­ sa cemburu, dan jangan mengangap remeh masalah kecem­ buruan anak kecil. Karena kecemburuan adalah kejahatan anak Adam yang paling purba! “Ibu, dia memakai sandalku,” rengek kakakku, sambil me­ nunjuk ke arahku. “Heh! Kenapa kau pakai sandal milik kakakmu?” Ibuku tak hanya bertanya tapi juga menghardik. “Cepat lepas!” Aku melepaskan sandal milik kakakku, aku diam tak membela diri. Aku memakai sendal itu karena aku memang sudah tak punya sandal. Sandal satu-satunya yang aku punya sudah putus kemarin. Sekarang aku telanjang kaki lagi­. Ka­ kakku menghampiriku dan memukul kepalaku cukup keras, aku menangis meraung-raung, ditinggalkan kakak dan ibuku. Suaraku habis, lelah. Berhenti menangis. Bahkan suatu ketika saat aku kelas dua SMP dan kakakku kelas satu SMA. Kakakku datang bersamaan dengan datangn­ ya dini hari. Menyikap pakaianku, berusaha menyetubuhiku. Ingin merasakan wanita, katanya. Aku meronta sejadi-jadi­ nya berusaha berteriak tapi mulutku disumpal tangannya.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.