jendela INISIASI Selama dua hari, Selasa dan Rabu (12—13/6/2012) sebanyak 618-an ribu orang mengikuti SNMPTN, seleksi masuk ke perguruan tinggi negeri di Indo nesia. Hanya sebagian kecil saja yang bakal terja ring dan menjadi mahasiswa PTN. Sisanya bakal ada yang mendaftar ke PTS, menunggu SNMPTN tahun depan, dan lainnya ada yang melupakan ke inginannya untuk menjadi mahasiswa. Ini sebuah inisiasi. Sebuah penyaringan kecil dari sekitar 230-an juta penduduk Indonesia. Pendidikan, terutama pendidikan tinggi, telah menjadi sebuah institusi untuk mengubah status sosial seseorang. Dengan menjadi mahasiswa kemudian lulus menjadi sarjana adalah bekal bagi orang-orang tertentu untuk memasuki dunia kerja, memasuki dunia karir yang dapat mengubah nasib seseorang, memperbaiki taraf hidupnya. Bekal pendidikan tinggi inilah yang seringkali menjadi modal bagi seseorang untuk meraih cita-citanya. Oleh kare na itu, tidak mudah bagi seseorang untuk men jadi mahasiswa, khususnya mahasiswa PTN. Meski harus dicatat awal-awal bahwa pendidikan tinggi bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan hi dup seseorang. Robert T. Kyosaki sang penulis bu ku Rich Dad Poor Dad bakal menolak peran utama pendidikan bagi keberhasilan seseorang untuk menjadi kaya. Meski demikian, orang-orang semacam Kyosa ki juga mengakui perlunya menjadi “pintar” agar dapat menjadi kaya. Bagaimanapun para maha siswa dan kaum sarjana seringkali menjadi pilar intelektualitas suatu negara yang menjadi peno pang kelas menengah, kelompok penentu peruba han sejarah sebuah bangsa. Mengikuti tes SNMPTN adalah sebuah tahap ke cil dalam membentuk seorang insan cendikia, men jadi kaum kelas menengah. Mungkin pada masan ya nanti kelompok ini menjadi kelas penguasa atau mungkin hanya sebagai penopang kelas pengua sa. Meski jadi penopang kelas penguasa, seringkali merekalah, kaum cerdik pandai itu, yang menjadi pelaksana utama atas kemakmuran dan kejayaan suatu bangsa. Mungkin sang penguasa adalah se seorang atau sekelompok orang kuat yang meme gang senjata, tetapi para penasihat dan pelaksana pembangunan negara tersebut tergantung pada kaum intelektualnya. Bisa jadi dalam sejarah mere ka tidak tercatat atau tidak seterkenal sang pen
guasa. Bukankah Haman tidak lebih terkenal dari pada Fir’aun dalam sejarah Mesir kuno? Max I. Dimont menulis sebuah buku yang me narik tentang peran bangsa Yahudi sebagai peno pang kaum penguasa peradaban dunia dalam bu kunya yang diindonesiakan menjadi Desain Yahudi atau Kehendak Tuhan. Dalam paparannya, keber hasilan dan kejayaan Mesir kuno, Yunani kuno, Ro mawi, Kekhalifahan Islam, Eropa Barat, ataupun kini Amerika Serikat tidak lepas dari peran kaum Yahudi sebagai kelompok lapis kedua, kelompok la pis para intelektual penopang kekuasaan. Para Yahudi itu menjadi kelas intelektual di balik berkuasanya para bangsa beradab tersebut. Mere ka menjadi penopang utama keberhasilan bangsabangsa tersebut dalam menduduki perannya seba gai puncak peradaban dunia. Konon dalam sebuah lelucon tentang siapa saja orang-orang yang bekerja di NASA Amerika Seri kat (simbol institusi teknologi canggih), salah satu dari empat orang di antaranya adalah orang Yahu di. Apakah tidak ada orang Indonesia di dalamnya? Terkait dengan hal itu, tentang orang-orang in telektual Indonesia, saya teringat dua nama. Yang pertama Prof. Soedjatmoko, orang Indonesia yang pernah menjadi rektor Universitas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Tokyo, Jepang dari 1980— 1987. Kedua, Prof. Nelson Tansu, pria kelahiran Medan 1977, ahli teknologi fisika dunia yang ki ni tinggal dan mengajar di universitas terkemuka Amerika. Jepang dan Turki sempat menyangka le laki ini sebagai warga negaranya mengingat nama Tansu adalah nama yang cukup familiar di kedua negara itu, dan masing-masing meminta Tansu untuk kembali ke Jepang dan Turki. Apakah Anda pernah mendengar nama Soedjatmoko dan Nel son Tansu? Hari-hari pada minggu kedua bulan Juni 2012, ratusan ribu lulusan siswa SMA/SMK melakukan migrasi ke kota-kota tempat diselenggarakannya SNMPTN. Mereka melakukan ritual, melakukan ini siasi akademik guna menaiki tangga kehidupan mereka menjadi mahasiswa PTN, menjadi calon cendikia.
Dr. Nurhadi, M.Hum. Pemimpin Redaksi
P e wa ra D i n a m i ka a GUSTUS 2012
3