Pewara Diamika

Page 43

bina rohani

AKAR KETENANGAN JIWA O l e h S vendriyati A sthari

O

rang berpendapat relatif ter­ ha­dap ketenangan jiwa. Se­ bab, ketenangan jiwa belum dapat diukur. Namun, orang yang objektif dalam menilai sesuatu akan mengetahui jalan yang paling ba­ ik, dekat, dan aman untuk mendapat­ kan ketenangan jiwa: mendekatkan diri pada Ilahi, dengan selalu memper­ ta­hankan agamanya. “Maka berpegang­ teguhlah kamu kepada agama yang te­lah diwahyukan kepadamu. Sesungguh­nya kamu berada di atas jalan yang lurus” [Qs Az-Zukhruf (43): 43]. Ketenangan jiwa adalah kebahagiaan manusia yang tidak terbeli. Ketenangan jiwa tentu tidak dapat dinilai secara no­ mi­nal, melainkan sangat bergantung pada fluktuasi perubahan perasa­an yang berbeda pada setiap orang. Manusia de­ng­an akalnya akan selalu menca­ri cara untuk mampu mendapatkan kete­ nangan jiwa. Manusia mendapatkan pengertian ketenangan jiwa sebagai sebuah reaksi perasaan. Tidak semua mengerti tingkat dan parameternya. Tetap saja ketenangan jiwa menjadi dambaan setiap manusia. Entah menyukai perang atau perdamaian, seseorang tetap akan merindukan ketenangan jiwanya. Kisah-kisah romantis juga telah menjadi penyampai kuatnya keinginan mendapatkan ketenangan jiwa. Ketenangan jiwa sangat dirindukan Qais Ibnu Maluh saat jiwanya terjerat cinta kepada Layla Amirah. Ketenangan jiwa diupayakan Yusuf a.s. dengan pilihan dipenjara daripada berbuat mesum dengan Zulaikha. Kisah-kisah percintaan yang selama ini mejadi kontroversi telah membawa ke sebuah kenyataan. Ketenangan jiwa tidak dapat diraih dengan mudah,

kalam/pewara

kalam/pewara

melainkan harus melewati berbagai cobaan yang mungkin berat. Namun, tidak ada yang tidak mungkin. Sebuah kejadian sering terkait dengan kejadian yang lain. Setiap peristiwa selalu mendatangkan runtutan periswa berikutnya. Ada sebab, pasti ada akibat. Semua tercipta berpasang-pasangan. Semua peristiwa saling berkesinambungan. Sebab-akibat disebut sebagai proses cobaan yang harus dialami manusia. Namun, adakah takaran cobaan kepada

setiap manusia? Bagaimana mengatasi cobaan yang berbeda kerumitannya? Bukankah manusia diciptakan berbeda akal dan naluri? Sebuah hadist menyatakan: [“Siapakah manusia yang paling besar cobaannya?” Rasulullah saw menjawab, ”Para nabi, kemudian yang lebih rendah, dan yang lebih rendah. Seseorang akan diuji sesuai kadar agamanya. Bila lemah agamanya, ia diuji sesuai kondisinya. Maka, ujian-ujian terhadap seseorang akan terus menimpa, sehingga berjalan di atas bumi tanpa disertai kesalahan (dosa) sedikit pun”] (HR Bukhari; Sebuah jawaban Muhammad saw dari pertanyaan Sa’ad bin Abi Waqqas). Sesungguhnya, ketenangan jiwa lebih mudah mendapat­ kan kebahagiaan daripada ke­lim­pahan harta. Bersikap de­ngan mengedepankan ke­ ikh­las­an dan kejujuran seba­ gai penguat intuisi. Sungguh yakinlah, ketenangan jiwa memang sangat didambakan manusia. [“Barangsiapa di antara kalian yang di waktu pagi berhati tenang, berbadan sehat, dan punya makanan untuk hari itu, maka seakan-akan ia telah memiliki dunia dan seisinya”] (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah). Manusia adalah makhluk yang hidup dengan tugas penting, yaitu sebagai pemimpin (khalifah). Tetapi, tidaklah posisi pemimpin yang sejati dapat diraih dengan mudah. Cobaan akan setia menemani langkah kepemimpinannya. Ketenangan jiwa selalu ingin diraih manakala rasa lelah mengatasi cobaan yang begitu menyesak dada.

Svendriyati Asthari pegiat CES Yogyakarta

P e wa ra Din a m i ka a p ri l 2009

41


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.