Pewara Dinamika Juni 2011

Page 42

resensi media Sahabat Sang Alam yang Berbekal Otot dan Otaknya Oleh IK H WA N TAU F I K Norman Edwin (1955–1992). Mungkin­ hanya segelintir orang yang pernah men­dengar nama ini. Terutama mereka­ yang dekat dengan hobi berpetualang dan berkegiatan di alam terbuka. Debut petualangannya tercium di kancah para penggiat alam terbuka pada kurun waktu 1976 – 1992 (meninggal di Gunung Aconcagua, 21 Maret 1992). Banyak­nya­ tulisan Norman yang tercetak di ber­ ba­­gai media cetak cukup membuktikan­ eksistensinya aktif dalam dunia tulis me­nulis khususnya tentang kegiatankegiatan di alam terbuka. Majalah Mu­ tiara, Intisari, Suara Alam, dan Harian Suara Pembaruan serta Kompas seolah menjadi sarang berbagai catatan dan laporan perjalanannya. Bahkan, pada saat itu tidak bisa dipungkiri bahwa harian Kompas telah memiliki wartawan dan peliput andal dalam mengagungkan kebesaran alam ciptaan Tuhan. Tidak kurang dari 64 catatan Norman­ tercover di dalam buku ini. Cerita tentang ekspedisinya di alam liar, pengalamannya menelusuri dalamnya perut bumi yang begitu gulita, hingga penjelajahannya menggapai atap-atap la­ ngit di berbagai puncak dunia dikemas dalam satu buku ini. Tidak lupa pula tentang catatan pelayaran awak kapal Pinisi “Ammana Gappa”. Kapal tradisio­ nal yang hanya mengandalkan tiupan angin ini berlayar dari Indonesia ke Ma­ da­gaskar selama 35 hari. Membaca buku ini seolah kita turut­ ma­suk bersama ruh petualangan Norman. Jelas saja, untaian demi untaian kata yang dipilih Norman untuk mence­ ritakan berbagai pengalamannya begitu mantap dan tajam. Mantap laksana langkah sang petualang di setapak jalan landai. Tajam setajam dinding-din­ ding batuan yang dipanjatnya. Pembaca akan turut merasakan betapa tegang­ nya tragedi-tragedi yang dihadapi Norman di tiap-tiap ekspedisi yang pernah 40

P ewa r a Din a mik a J un i 2 0 1 1

Norman Edwin Catatan Sahabat sang Alam Editor: Rudy Badil • Penerbit: KPG, 2010 • Tebal: xvi + 423 halaman

dilakukannya. “Unpredictable Experi­ ence”. Seolah frasa tersebut cukup mewakilkan semuanya. Kegigihannya menaklukkan dinding selatan Carstensz Pyramid (4.884 mdpl) yang begitu ganas misalnya. Puncak tertinggi di kawasan Australasia ini berhasil dijejaki Norman tahun 1981. Ekspedisi ini bertujuan untuk mencari lokasi runtuhnya pesawat Dakota Belanda yang jatuh tahun 1963. Kabut yang begitu tebal, dinding terjal dengan batuan licin karena terguyur hujan, suhu dua derajat celcius di bawah nol, dan letih yang tak berkesudahan seolah menjadi irama wajib selama ekspedisi ini. Tidak hanya salju di Carstensz lah

yang pernah dijejaki kaki Norman. Di lem­bar lain catatannya, Norman juga melaporkan pengalaman mendaki Gunung Kilimanjaro (5.894 meter dari permukaan laut) – puncak tertinggi di Afrika – untuk majalah Mutiara (edisi 345, 24 April – 7 Mei 1985). Dengan membaca catatan-catatan Norman ini, kita tidak hanya mendapat informasi tentang apa yang dilaporkan Norman di setiap petualangannya. Kita bisa belajar banyak dari apa yang dialami Norman. Karena sesuai apa yang di­ sampaikan melalui catatannya, bahwa pengembara tidak hanya berbekal otot, namun juga otaknya. Jadi, sungguh begitu banyak materi yang bisa kita serap untuk menambah wawasan dan penge­ tahuan kita.

Ikhwan Taufik mahasiswa Pendidikan Teknik Mekatronika UNY


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.