Edisi 3 edisi lebaran

Page 1

www.wartamadani.com

H

ingga pada waktunya mudik tidak hanya sebagai ritual tahunan ataupun ekspresi untuk memeriahkan lebaran. Namun saatnya kembali membangun peradaban karena bangsa kita adalah bangsa yang berakar pada nilai-nilai kebudayan. Akar nilai kebudayaan itu dapat dibangun melalui dimensi spiritual mudik yakni, pertama, mudik memiliki makna Irji'i yang berarti kembali. Ketika para pemudik secara jasmani melakukan irji'i atau kembali ke tempat kelahiran bertemu keluarga, sanak keluarga maupun tetangga. Maka secara ruhani pemudik juga harus mampu melaksanakan irji'i, yakni kembali kepada Allah. Dalam surat Al-Fajr ayat 28 Allah berfirman, “Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati puas”. Sepantasnya para pemudik juga memiliki hati yang puas ketika sibuk diperantauan ataupun di negeri orang. Jika hati memiliki kepuasan, tentu saja pikiran akan tenang, begitupun ketika pemudik memikirkan kembali kepada Allah seakan-akan ia akan menikmati kedekatan dengan-Nya. Dan akhirnya irji'i yang sesungguhnya adalah ia akan kembali kepada Tuhannya. Kedua, mudik antropologis memiliki arti bahwa pemudik rindu dengan beragam hal dan rindu itu dilandasi ingin menikmati kebersamaan. Ada kebersamaan yang sifatnya kolektif yakni ketika jalan-jalan dipenuhi padatnya lalulintas pemakai jalan. Tentu saja para pemudik tidak pandang status sosial, ekonomi maupun politik semua berkesempatan untuk kembali menikmati tanah perkampungan. Nilai-nilai kebersamaan yang terjadi pada momentum mudik ini merupakan simbol ikatan hati yang harus selalu dijaga, bersama dengan sanak keluarga, kerabat maupun dengan tentangga. Melalui kebersamaan akan tercermin sikap saling toleransi, tolong menolong maupun saling berbagi.

Ketiga, mudik berarti kembali menjadi lebih baik. Dalam pelaksanaan mudik seseorang untuk mengupayakan tingkat keberhasilan ketika dulu tidak bekerja, sekarang sudah memiliki kemapanan hidup. Begitupun mudik dalam dimensi ini, para pemudik hendaknya mengupayakan menjadi orang yang bertakwa. Sebagai mana Allah berfirman “Hai orangorang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam .” (Q.S.Ali Imran: 102). Ayat ini mengisyaratkan dua tingkatan takwa, tingakan tertinggi dan rendah. Pada tingkatan tertinggi, “takwa dengan sebenar-benar takwa” dan tingkatan terendah pada ungkapan, “jangan sekali-kali mati melainkan dalam keadaan beragaman Islam”. Diantara dua tingkatan ada tingkatan standar yang hendaknya diupayakan oleh orang-orang beriman jika tidak mampu mengapai tingkatan tertinggi. Dari sinilah ekspresi mudik menjadi kepentingan spiritual yang didalamnya ada dimensi kehidupan manusia yang bersifat fitri pada setiap manusia. Merupakan dimensi ilahiyah yang ada dalam diri manusia yang berfungsi untuk mendesain corak peradaban yang lebih baik. Melalui dimensi spiritual mudik dapat mewarnai segala aktivitas baik yang berdimensi sosial, ekonomi maupun kebudayan. Kekuatan spiritual pada diri manusia merupakan kekautan yang paling besar, paling agung dan paling mampu untuk berhubungan dengna hakikat wujud. Lain halnya dengan kekuatan fisik hanya terbatas pada sesuatu yang dapat ditangkap oleh indera, kemampuan akal meskipun yang paling bebas, namun masih terbatas ruang dan waktu. Sementara kekuatan spiritual tidak diketahui batas ataupun ikatannya, dan hanya kekuatan spiritual yang mampu berkomunikasi dengan Allah.

GP Ansor Banjardowo

Edisi: 03/I/2013

S

udah kita tinggalkan bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Imam 'Ali Zainal 'Abidin As, cucu Rasulullah Saw., selalu meninggalkan bulan Ramadhan dengan penuh kesedihan. Dengan air mata yang tidak henti-hentinya membasahi wajah yang mulia, beliau mengucapkan salam perpisahan pada bulan Ramadhan. Ia berpisah dengan bulan yang telah menyertainya dalam mengabdi kepada Allah. Bulan yang menaburkan harapan hamba dari ampunan Tuhan. Bulan yang di dalamnya orang-orang saleh membersihkan hati dengan air mata tobat dan penyesalan. Bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih utama daripada seribu bulan. Seperti Imam 'Ali Zainal Abidin As, marilah kita ucapkan salam perpisahan kepada Ramadhan: Wahai bulan Allah yang agung, assalamualaika, wahai waktuwaktu yang menyertai kami dengan penuh kemuliaan. Wahai bulan dengan jam-jam dan hari-hari kebaikan. Assalamualaika, wahai bulan yang ketika harapan didekatkan dan amal dihamparkan. Salam bagimu wahai Ramadhan, sahabat yang datang membawa kebahagiaan dan pergi meninggalkan kepedihan. Salam bagimu wahai kawan, yang membuat hati menjadi lembut dan dosa berguguran. Salam bagimu wahai bulan penolong yang membantu kami melawan setan dan memudahkan kami menapak jalan kebaikan. Salam bagimu wahai Ramadhan. Betapa panjangnya Kau bagi para pendurhaka. Betapa mulianya Kau bagi hati orang yang percaya.


pun kebaikan atau keburukan yang dilakukan pasti akan menerima ganjarannya. Firman Tuhan kita: "Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun [sekecil partikel], niscaya ia akan melihat [balasan]nya; dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya ia akan melihat [balasan]nya pula." (QS. Al-Zalzalah [99]: 7-8); betul-betul selalu kita ingat bersamaan dengan keluar masuk nafas kita. Kalau kita sudah selalu menempatkan Allah dalam setiap aktivitas kita, maka kita tidak lagi merasa sendirian. Dan hidup dijalani dengan penuh suka cita dan kebahagiaan. Apa pun bentuk ujian yang kita alami di tengah-tengah perjalanan hidup kita, kita dengan tegas dan mantap mengatakan bahwa ini adalah 'pertanda Allah mencintaiku, bukan membenciku.' Menyambung Silaturrahmi Siapa pun kita, setelah dosa-dosa kita kepada Allah diampuni, maka kewajiban selanjutnya adalah menyambung tali silaturrahmi dengan cara membuka pintu maaf dan meminta maaf kepada orang-orang yang memutuskan hubungan tali silaturrahmi. Allah berfirman: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu (QS. An-Nisa [4]: 1). Begitu pentingnya silaturrahmi, sehingga orang yang memutuskannya dikecam dalam agama. Ada tiga orang yang tidak akan masuk surga: orang yang terus-menerus minum minumam keras, orang mukmin yang melakukan sihir, dan yang memutuskan silaturrahmi (Al-Bihar, 74: 90). Sesungguhnya rahmat Allah tidak turun kepada satu kaum yang di dalamnya ada orang yang memutuskan silaturrahmi. Tidak ada dosa yang Allah segerakan siksanya kepada pelakunya di dunia ini selain memutuskan tali kekeluargaan. Pada suatu hari, Ali bin Abi Thalib berdoa: “Aku berlindung kepada Allah dari dosa yang mempercepat kebinasaan.” Abdullah bin Al-Kawwa bertanya: “Ya Amir Al-Mukminin, apakah ada dosa yang mempercepat kebinasaan?” Ia berkata: “Memutuskan silaturrahmi.” Seorang laki-laki datang menemui Nabi SAW. Ia berkata: “Ya Rasulullah, aku punya keluarga yang berasal dariku. Mereka menyakiti hatiku dan aku bermaksud mengusir mereka.” Rasulullah SAW berkata kepadanya: “Kalau begitu, Allah akan mengusir kamu semua.” Ia berkata: “Apa yang harus saya lakukan?” Rasulullah SAW bersabda: “Kamu memberikan hartamu kepada orang yang tidak pernah memberi kamu. Kamu sambungkan persaudaraan dengan orang yang memusuhi kamu, dan kamu memaafkan orang-orang yang menyakiti kamu. Jika kamu melakukan itu semua, Allah SWT akan selalu menjadi pembela kamu.” (Al-Bihar, 74: 100). Sambungkanlah persaudaraan dengan orang yang sudah putus dengan kita. Berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk kepada kita. Katakanlah kebenaran walaupun bertentangan dengan kepentingan diri kita. Semoga Allah selalu menyertai kita


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.