Opini
WASPADA Jumat 7 Februari 2020
TAJUK RENCANA
RI Jangan Ikut-ikutan Legalnya Ganja
D
i tengah polemik kontroversi usulan seorang anggota dewan meminta pemerintahan Jokowi untuk melegalkan tanaman ganja sebagai komoditas ekspor, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri menangkap lima kurir pembawa sekitar 250 kilogram ganja dari Aceh di Pluit, Jakarta Utara, Selasa (4/2). Belakangan muncul usulan dan upaya melegalkan ganja dengan sejumlah alasan pembenaran, seperti untuk obat, ekspor dll, bahkan mengampanyekan sejumlah negara di Eropa dan negara bagian Amerika yang sudah membuka pintu penanaman dan penggunaan ganja secara terbatas. Sebut saja, Jerman, Belanda, Swiss, Brazil dll. Namun begitu, pemerintah Indonesia dan elemen masyarakat kita jangan ikutikutan memengaruhi dan terpengaruh untuk melegalkan ganja. Bahkan tidak untuk ekspor karena dampaknya yang begitu besar bagi masyarakat. Sebab, dengan larangan saja peredaran ganja seakan tak pernah bisa diberantas habis, selalu muncul dan muncul lagi pemain lama maupun peIntisari: Intisari: main baru. Apalagi kalau dilegalkan secara terbatas. ‘’Kalaupun di sejumlah Bagus kalau benar Ketua Fraksi Partai negara sudah ada pe- Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR RI Jazuli Juwaini menegur keras anggotanya yang ngecualian, ganja dinilai duduk Komisi VI Rafli karena telah punya manfaat obat, mengusulkan ke pemerintahan Joko Widodo untuk melegalkan tanaman ganmenghasilkan devisa, ja sebagai komoditas ekspor. Usul tersetetap saja mudharatnya but ia sampaikan kepada Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dalam rapat jauh lebih besar’’ kerja. Dasar dan alasannya ganja menjadi potensi ekspor yang besar, mengingat tanah Aceh merupakan daerah yang subur ditanami ganja untuk kebutuhan farmasi dll. Kontroversi ganja tidak pernah habis. Pertama, pemerintah tegas melarang barang haram itu ditanam, apalagi dijual untuk dikonsumsi. Kedua, walaupun dilarang, dirazia, ditangkapi pelaku yang menanam, yang mengedarkan, faktanya peredaran ganja semakin masiv, terbukti ditemukannya 250 kg ganja di Jakarta. Sebelumnya bahkan puluhan hektare ladang ganja ditemukan, hampir satu ton ganja dimusnahkan. Yang pasti, peminat ganja semakin banyak, maka permintaan semakin tinggi, sehingga penanaman ganja untuk produk narkoba ilegal semakin tumbuh. Tidak hanya di Aceh yang merupakan gudang penanaman ganja berhektare-hektare, tapi juga di sejumlah kabupaten-kota lainnya di Sumut sudah sering ditemukan tanaman ganja, seperti di Madina. Daya tarik ganja memang luar biasa karena nilai ekonomi tanaman ganja demikian besar, sama halnya dengan peredaran narkoba jenis lainnya, seperti sabu-sabu. Hal inilah yang menjadi daya tarik sementara oknum dan kalangan, khususnya mereka yang sudah pernah berkecimpung dalam penjualan narkoba. Sehingga peredaran narkoba jenis apapun sepertinya semakin meluas. Pengguna barang haram itu mudah ditemukan di tengah-tengah masyarakat, karena sudah memunculkan banyak kampung-kampung narkoba di berbagai wilayah. Pada umumnya, mafi dan jaringan ganja maupun jenis narkoba lainnya masih terus tumbuh, walaupun pimpinannya sudah ditangkap polisi. Mereka menjalankan bisnis haramnya dari dalam penjara dan hal itu sudah bukan rahasia umum lagi. Justru itu, strategi pemberantasan narkoba harus lebih ditingkatkan formulanya untuk menekan peredaran narkoba di tengah masyarakat. Upaya yang dilakukan pemerintah lewat BNN perlu ditingkatkan, agar jauh lebih intensif sejalan dengan perkembangan mafia-jaringan narkoba yang semakin canggih. Aparat jangan sampai kecolongan. Hal serupa juga terkait tindakan tegas aparat keamanan, termasuk hukuman ekstra berat bagi penanam, pengedar dan mereka yang bermain dalam mafia narkoba. Jangan takut menerapkan tindakan tegas kepada jaringan narkoba, hukuman mati di pengadilan bagi pelaku utamanya. Sekali lagi kita harapkan, jangan ikut-ikutan dalam kampanye melegalkan ganja, karena selain bertentangan dengan hukum dan agama, juga bahayanya teramat besar bagi masa depan bangsa, khususnya bagi kalangan generasi muda dan juga keamanan dari aksi kriminalitas. Kalaupun di sejumlah negara sudah ada pengecualian, ganja dinilai punya manfaat obat, menghasilkan devisa, tetap saja mudharatnya jauh lebih besar, memabukkan, merusak dan membahayakan masyarakat kita. Jadi, anggota dewan terhormat dari PKS hendaknya jangan melihat keuntungan saja.+
Ketar-Ketir Di 2020 Awal tahun 2020 memberikan banyak kejutan yang tidak terduga untuk rakyat Indonesia. Kejutan yang tidak seindah kejutan pada umumnya. Setelah kebijakan kenaikan iuran BPJS, kini rakyat kembali dibuat ketar-ketir oleh pemerintah lantaran sejumlah subsidi akan dicabut. Subsidi yang akan dicabut di antaranya subsidi LPG 3 kg alias gas melon, subsidi guru honorer, subsidi untuk pelajar tunanetra, subsidi tarif listrik untuk golongan Rumah Tangga Mampu (RTM) berdaya 900 VA, hingga subsidi bahan bakar minyak pun akan dicabut. Pencabutan sejumlah subsidi ini tentunya belum bisa membuat rakyat tidur nyenyak, karena sejatinya kebijakan tersebut sangatlah menyengsarakan rakyat, terutama rakyat menengah ke bawah. Sejumlah kebijakan tersebut akan diberlakukan pada kebutuhan pokok masyarakat yang menandakan bahwa sejumlah kebutuhan pokok tersebut kembali pada harga normal yang nantinya juga akan mempengaruhi naiknya kebutuhan masyarakat lainnya. Pencabutan subsidi sejumlah kebutuhan pokok dilakukan agar pengalokasian subsidi tepat sasaran, yakni ke kalangan yang lebih berhak atau masyarakat yang kurang mampu, serta dana subsidi akan dialihkan untuk pembangunan. Pencabutan sejumlah subsidi ini juga dilakukan untuk menutup lembaran defisit negara yang terjadi sepanjang 2019. Utang menggunung membuat Indonesia babak belur. Sampai kapan rakyat harus menanggung derita akibat kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat? Penguasa yang salah kelola, rakyat pula yang diminta menanggungnya bersama-sama. Kesejahteraan sangat sulit digapai, hingga dianggap sekadar angan belaka. Rakyat menengah ke bawah ketar-ketir dengan pencabutan sejumlah subsidi, sementara itu sejumlah perusahaan berskala besar mendapatkan subsidi dengan total mencapai triliunan rupiah. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kebijakan yang diberikan antara masyarakat menengah ke atas dengan masyarakat menengah ke bawah. Kapitalisme yang serakah senantiasa menjadikan rakyat menengah ke bawah sebagai tumbal. Negara dijadikan ladang bisnis. Kekayaan alam menjadi target penguasaan asing untuk keuntungan pribadi. Kapitalis rakus dan penguasa yang ogah urus menjadikan negeri ini diperah sedemikian hingga tak ada celah bagi rakyat untuk menikmati yang namanya kesejahteraan. Dan subsidi hanyalah salah satu resep kapitalis dalam mengatasi gejolak rakyat, bukan wujud tanggung jawab negara untuk melayani dan menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat, serta menjamin kesejahteraan rakyat tanpa diskriminasi (kaya dan miskin). Dalam Islam, negara adalah khodimatul ummat (pelayannya umat). Negara ada untuk mengurusi kepentingan rakyat serta memenuhi hajat hidup rakyat. Terutama kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan wajib dipenuhi negara dan dianggap sebagai tanggungjawab dari seorang pemimpin. Dalam Islam, negara dan pemimpin tidak hanya mengejar profit untuk kepentingan partai atau individu, namun hadir untuk mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan bagi rakyat tanpa embel-embel subsidi. Meyly Andyny Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UMSU
B3 HMI Di Tengah Krisis Kepemimpinan (Milad ke 73 HMI 5 Februari 1947 – 5 Februari 2020) Oleh M. Zahrin Piliang Anak-anak HMI kini lebih banyak menjadi pengrajin politik ketimbang penggagas pemikiran alternatif yang menawarkan kepemimpin sejati
5
Februari 2020 HMI memasuki usia ke 73 tahun. HMI memang pernah mencatatkan sejarahnya, sebagai organisasi mahasiswa yang menakutkan bagi Partai Komunis Indonesia (PKI), karena itulah PKI minta HMI dibubarkan. Di masa Orde Lama, begitu tangguh, dan disegani kawan dan lawan. Karena kepemimpinan HMI baik secara individual maupun kolektif kelembagaan memiliki kualitas intelektual mumpuni, dan menjadi magnet yang mampu membuat orang tertarik. Ketangguhan itu bahkan sampai di awal-awal Orde Baru, ketika HMI disebut sebagai salah satu organisasi mahasiswa Islam pembaharu, sekaligus sebagai pemasok sejumlah tokoh di pemerintahan, politik, kampus, dan kemasyarakatan. Benturan Tiga Gelombang Merujuk pada Futurulog Alvin Toffler dalam bukunya The ThirdWave, peradaban manusia dibagi ke tiga gelombang. Gelombang pertama (800 SM- 1500 M), masa ini manusia menemukan dan menerapkan teknologi pertanian, ditandai kebiasaan manusia berpindah-pindah (karena mata pencaharian mereka berburu dan meramu/ meracik-nomaden) beralih menjadi menetap. Sistem ekonominya subsisten, yaitu suatu kehidupan ekonomi yang ditandai oleh mata pencaharian tradisional yang bergantung pada alam (Kontjariningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : Aksara Baru, 1986, hal 268-270). Gelombang kedua (1500 -1970), ditandai masyarakat industri, “manusia ekonomis” yang rakus, yang baru lahir dari renaissance (berakhirnya masa gelap di Eropa); munculnya pemikiran dari Adam Smith dalam The Wealth of Nations, dan Charles Darwin dalam The Origin of Species. Terjadi (1) imperialisme dan kolonialisme, (2) berbudaya produk massa, pendidikan massa, komunikasi massa, dan media massa, (3) pertumbuhan ilmu dan teknologi yang pesat, (4) urbanisasi dan pembangunan di kota-kota besar, penggunaan energi yang bersifat massif dan tidak dapat diperbarui, dan polusi yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Gelombang ketiga (1970-2000). Toffler menyebut masyarakat ini sebagai masyarakat informasi dengan ciri (1) kelangkaan bahan bakar fossil, kembali ke energi yang dapat diperbarui, (2) proses produksi yang cenderung menjadi produksi massal dan terkonsentrasi, (3) terjadi deurbanisasi dan globalisasi karena kemajuan teknologi komunikasi dan informasi (4) peradaban gelombang ketiga merupakan sintesis dari gelombang pertama (tesis) dan gelombang kedua (antitesis). Gelombang ketiga ini juga disebut Knowledge Age, karena menggunakan satelit komunikasi, kabel optik dalam jaringan internet. Toffler mengemukakan perang saudara
di Amerika sesungguhnya adalah benturan antara dua gelombang: gelombang pertama (masyarakat pertanian, cenderung tertinggal), yang diwakili Selatan, dan gelombang kedua (masyarakat industri, terindikasi lebih maju) yang diwakili Utara. Pesannya, kata Cak Nur, setiap benturan antara gelombang akan menimbulkan krisis yang tidak kecil, bahkan cenderung parah, karena dapat berwujud menjadi perang saudara, walau juga dapat terbatas hanya pada krisis sosial, budaya, politik, bahkan psikologis. Tetapi, sekalipun terbatas, tetapi dampaknya cukup parah. Menjauh Dari Cita-cita Keadilan Benturan gelombang, implikasinya kini terlihat dengan nyata pada makin jauhnya Indonesia dari cita-cita keadilan-sosial seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Perekonomian Indonesia kini sepenuhnya sudah bercorak kapitalismeLiberal di mana peran Multi National Corporation (MNC) sangat dominan, menguasai dari hulu hingga hilir. Cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, secara perlahan tapi pasti sudah juga dirambah oleh MNC. Sudah bukan rahasia lagi, sejumlah BUMN strategis kini diambang bangkrut, sebutlah Krakatau Steel, maskapai Garuda. Pasal 33 UUD 1945 yang menyebut cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara ternyata makin hari makin mengalami kebangkrutan. Koperasi yang seharus menjadi soko guru perekonomian nasional kini hanya tinggal kenangan. BUMN sebagai state entreprice kini juga sedang dihadapkan pada beban pembiayaan infrastruktur yang tak mampu dipikulnya, dan akibatnya harus berhutang pada asing. Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus merosot. Sementara para pedagang kecil dan mikro, tak pernah beranjak dari problem klasik, permodalan, manajemen, dan distribusi. Ini terjadi karena bandul politik ekonomi Indonesia memang dirancang menuju ekonomi kapitalis-liberal. Di lain pihak, bisnis online yang kini merebak sepenuhnya juga dikuasai asing. Sejumlah unicorn yang beroperasi di Indonesia ternyata berafiliasi dengan asing, sebut Alibaba, Grab, dan sebagainya. Kepemimpinan HMI Krisis Sangat jelas terasa, kita mengalami shock culture dan menjadi backyard dari perkampungan global ini. Kini kita makin terasing dengan budaya kita sendiri. Demokrasi yang kita cita-citakan semakin memperlihatkan corak liberal-kapitalistiknya. Perhatikan pula kalangan milenial di café-café. Apa yang mereka lakukan? Sibuk bermain mobile legend. Menurut Cak Nur, dari aspek keadilan melahirkan semangat keterbukaan. Sema-
ngat keterbukaan ini merupakan kelanjutan dari keimanan manusia pada Allah (implikasi beriman pada Allah adalah rasa aman dan kesadaran mengemban amanah ilahi). Kesadaran pada keimanan ini (yang berarti menghadirkanTuhan pada setiap saat dalam hidup kita–omni present) menumbuhkan saling menghargai dan menghormati, berbentuk hubungan sosial saling mengingatkan tentang yang benar, tanpa hendak memaksakan pendirian sendiri. Sikap terbuka itu (diiringi menghargai keaslian pikiran dan pendapat orang lain) menjadi landasan utama masyarakat yang demokratis. Karena itu, seorang yang beriman (dengan paham monotheisme yang radikal itu), tidak akan pernah tunduk pada sikap politik tiranik (tughyan). Karena dalam sistem ini, kebebasan manusia, yang melahirkan kekritisan pada dirinya akan terbungkam. Dari sejarah kepemimpinan HMI, dapat dipastikan, baik secara institusional, maupun personal pemimpinnya, selalu kritis pada situasi Indonesia. Sikap kritis itu adalah authentic, karena memang perkaderan HMI menempa anggotanya menjadi insan akademis, independen, dan konsisten pada perjuangan kebenaran. Sikap kritis bukan dibuat-buat, bukan karena setting kekuatan tertentu, itu genuine HMI. Sikap kritis HMI itu adalah wujud sikap politik HMI yang independen, dan yang hanya tunduk pada kebenaran. Namun setelah reformasi sikap dan kapasitas kepemimpinan itu mengalami penurunan relatif akut. Ditandai ketidakmampuan mengorganisir Kongres, Musda Badko maupun Konferensi Cabang tepat sesuai jadwal. Kongres, Musda, dan Konferensi, bahkan Rapat Komisariat (RAK) bisa berbulan-bulan tak selesai. Kongres HMI adalah Kongres terlama di dunia. Bukan karena kekurangan logistik atau finansial, melainkan tarik menarik kepentingan politik praktis, di antaranya akomodasi dan transportasi pulang-pergi ke dan dari arena Kongres untuk kembali ke daerah asal. Anak-anak HMI kini lebih banyak menjadi pengrajin politik ketimbang penggagas pemikiran alternatif yang menawarkan kepemimpin sejati. Ketika Pemilihan Presiden 2019, tanpa
malu-malu para elit HMI berkunjung ke istana menghadap presiden. Sesuai tingkatannya, para pemimpin Badko atau Cabang begitu akrab dengan penguasa sipil maupun di daerah. Oleh sementara kalangan internal HMI disebut buah dari sikap seniornya baik di KAHMI maupun dalam kapasitas individual, yang tak lagi kritisnya sebagai kelompok intelektual pada kekuasaan demi jabatan oknum alumni HMI itu. Lebih menyedihkan lagi, ada di antara oknum pengurus KAHMI terlalu vulgar menjilat kekuasaan, misalnya melalui narasi politik yang tak sedikit pun mencerminkan pembelaanya terhadap umat Islam yang terus menerus disudutkan. Sikap para alumni HMI pun hampir tak pernah kedengaran jika menyangkut nasib umat Islam, seperti pembubaran HTI, stigmatisasi pada FPI, kriminalisasi atas sejumlah ulama, termasuk misalnya lemahnya statement HMI atas perkembangan komunis yang disinyalir semakin menguat di jagad politik Indonesia. Penutup Kini HMI benar-benar dihadapkan pada krisis kepemimpinan akut. Jika tidak segera diatasi, akan menempatkan HMI dalam daftar organisasi kaleng-kaleng, yang tak lagi mampu menjadi magnet bagi mahasiswa dan dunia intelektual. Kelak pun alumninya akan menjadi alumni kaleng-kaleng pula. Jadi, antara HMI dan KAHMI kini setali tiga uang, dalam arti sudah kehilangan daya kritis dan independensinya pada kekuasaan. Tetapi, jika HMI berani memperbaiki manajemen organisasinya, terutama pelaksanaan perkaderannya dikelola sebagaimana sebelum reformasi, maka kepemimpinan kaleng-kaleng itu In Syaa Allah bisa diatasi. Tetapi jika perkaderan HMI membiarkan pelaksanaan perkaderannya seperti temu ramah, reunian, atau paling tinggi seperti kuliah umum di kampus yang disampaikan pejabat, alamat krisis kepemipinan itu berlanjut. Jika itu yang terjadi, maka keberadaan HMI seperti ketiadaannya, wujudihi ka’adamihi. Wallahu a’lam bi al-shawab. Penulis adalah Ketua Umum HMI Cabang Medan 1983-1984.
Bermain Api Dengan Virus Corona Oleh Sofyan Harahap Tak pelak lagi industri di China menjadi melemah gara-gara virus corona yang oleh WHO dinyatakan dalam kondisi darurat (berbahaya) sehingga dipastikan membuat pertumbuhan ekonomi negeri Tirai Bambu bakal anjlok (menurun)
S
emakin banyak negara menghentikan penerbangannya ke China, khususnya Provinsi Hubei dan kota Wuhan yang menjadi kawasan pencetus berkembangnya virus mematikan (corona). Kota Wuhan merupakan pusat epidemik virus corona yang bermula dari pasar penjualan hewan-hewan eksotik bagi penggemar kuliner ekstrem. Akibat ‘’kerakusan’’ sementara penggila kuliner ekstrem pada makanan yang anehaneh China akhirnya merasakan dampaknya. Tidak hanya warga Wuhan yang diisolasi, tapi banyak negara mulai ‘’mengisolasi’’ China dengan menghentikan penerbangan dari dan ke China, menghentikan impor produk China karena takut tertular virus mematikan itu. Memang negeri China terkenal dengan makanan ekstremnya, segala macam binatang bisa ditemukan dan bisa disantap, seperti ular, musang, kadal, kecoa, kala, lipan, tikus, anak ayam baru netas, buaya dll. Namun banyak juga yang beranggapan, merebaknya virus corona karena ‘’kualat’’ dan balasan dalam bentuk bencana virus atas tindakan semena-mena kepada warga muslim Uighur. Babak belur Pemerintah sudah bekerja ekstra keras dan mati-matian untuk mengatasi merebaknya virus corona yang membuat perekonomian negara itu terganggu, khususnya di Kota Wuhan bagaikan kota mati karena warganya takut keluar rumah, kecuali untuk membeli bahan makanan dan minuman. Pasalnya, belum ada antiobiotik dan antivirus yang dapat mencegah dan menghilangkannya. Kini, kejayaan China di bidang ekonomi benar-benar terkena imbas, terguncang gara-gara virus corona karena semakin banyak negara yang menghentikan impor barang dari China, khususnya bahan makanan dan minuman. Tidak hanya yang terkait dengan impor binatang, seperti unggas, tapi juga produk buah-buahan dan sayuran, holtikultura. Yang paling ditakutkan adalah produk yang punya potensi dan berkaitan langsung dengan virus corona. Tak pelak lagi industri di China menjadi
melemah gara-gara virus corona yang oleh WHO dinyatakan dalam kondisi darurat (berbahaya) sehingga dipastikan membuat pertumbuhan ekonomi negeri Tirai Bambu bakal anjlok (menurun), apalagi kalau virus corona semakin merebak ke wilayah lainnya. Tak berlebihan kalau pemerintah China benar-benar panik menghadapi virus yang belum ada obatnya itu. Segala kemampuan, termasuk membangun rumah sakit dalam waktu 10 hari guna menampung 1000 pasien corona sudah mereka buat untuk menekan korban dan berkembangnya virus tersebut. Masalahnya, dampaknya tidak hanya pada warga China, industri dan perdagangan China ikut babak-belur karena banyak negara menjauhi China saat ini. Virus corona ini memang tidak mainmain. Sudah menjadi bencana bagi masyarakat global. Tingginya kematian akibat virus corona dalam sebulan belakangan ini mencapai 500 orang dengan korban yang terenfeksi corona mencapai puluhan ribu orang, di mana virus yang mulanya dari hewan itu kini sudah berkembang dari manusia ke manusia lewat jalur udara (pernafasan). Korban virus corona juga sudah ditemukan di sejumlah negara. Artinya, negara itu kebobolan dalam menangkal masuknya virus corona lewat lintas batas negara. Awasi hoax Bagusnya, belum ada yang positif virus corona di Indonesia. Kalaupun ada yang menyebut virus corona sudah membawa korban, semuanya itu terbilang hoa (berita bohong) untuk meresahkan masyarakat. Nah, agar berita-berita yang membuat masyarakat resah, ketakutan tidak semakin berkembang kita minta pemerintah lewat Kominfo untuk segera menindaklanjuti postingan di media sosial (medsos) yang membuat hoax terkait virus corona. Jangan sampai berita-berita bohong semakin berkembang dan mencekam di tengah masyarakat. Salah satu contoh hoax yang viral di medsos berupa video yang menyebut ada lima pasien suspek virus corona di Sema-
rang dan satu orang di antaranya meninggal dunia. Dalam video tampak para petugas kesehatan dengan pakaian pelindung lengkap sedang membawa pasien. “Bahaya, sudah ada di semarang virus corona,” tulis salah satu pengguna Facebook yang turut membagikan video. Bagusnya, pihak pihak RSUP dr. Kariadi Semarang lewat akun Instagramnya @rskariadi sudah membantah dan menegaskan video yang beredar tidak menunjukkan pasien kasus virus corona. Video tersebut merupakan latihan simulasi yang awalnya disiarkan oleh salah satu televisi swasta kemudian diedit oleh pihak tak bertanggung jawab. Sampai kemarin, terdata 54 konten hoax dan disinformasi terkait virus corona sudah diketahui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Kendati belum dilakukan pemblokiran, Kominfo tidak segan membawa pembuat hoax virus corona ke ranah hukum. Awalnya hanya imbauan kepada masyarakat untuk menghentikan penyebaran hoax. Tujuannya supaya masyarakat mengerti bahaya hoax, jangan main-main dengan berita bohong. Walaupun Kominfo menghormati hak kebebasan berpendapat namun punya batas kesabaran. Artinya, kalau ada pihak (warga) yang membandel alias tidak mengindahkan, Kominfo akan mengambil tindakan tegas. Ya, ketika imbauan tidak lagi berhasil, maka Kominfo akan mengambil upaya yang lebih serius ke ranah hukum. Jangan bermain api Kalau Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pemerintah China saja sudah kalang kabut, diharapkan negara-negara di dunia sangan bermain api dengan virus mematikan ini. Melakukan pencegahan, tindak preventif jauh lebih baik, ketimbang kebobolan sehingga membuat virus corona semakin meluas antarnegara. Pasalnya, Dr Simon Clarke, seorang ahli mikrobiologi di University of Reading mengatakan infeksi corona akan menjadi pembunuh paling sadis di dunia. Masalah corona ini sama dengan ancaman perubahan iklim dan keduanya sama bahayanya.” tutur Clarke seperti dilansir dari Dailystar, Minggu (26/1). Tidak adanya antibiotik ampuh dapat menandakan wabah baru di zaman ini dengan mengantarkan 10 juta kematian pada tahun 2050, para peneliti memperingatkan perlunya seluruh dunia waspada virus corona. Public Health England (PHE) memperingatkan perawatan baru yang inovatif ‘’sangat dibutuhkan’’ untuk mencegah bom waktu yang berdetak dari epidemi kesehatan yang serius.
Berikut ini beberapa cara pencegahan yang mudah dilakukan untuk terhindar dari virus corona, kita kutip dari pakar kesehatan (dokter) sbb: - Hindari untuk melakukan kontak langsung dengan hewan. - Hindari orang yang sedang sakit, terutama jika orang tersebut menderita demam, batuk atau kesulitan bernafas. - Sering-seringlah mencuci tangan dengan sabun dan air selama 20 detik atau menggunakan pembersih tangan berbahan dasar alkohol. - Usahakan juga untuk tidak menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang tidak dicuci karena kebersihan diri dapat mencegah tubuh terinfeksi virus tersebut. - Jaga kondisi tubuh dan cukupi asupan nutrisi harian agar selalu tetap fit dan terhindar dari virus corona. Hindari juga tempat ramai, jika tidak ada keperluan mendesak, terlebih di kawasan yang berpotensi corona.*** Penulis adalah Wapenjab Waspada
Pengumuman Redaksi menerima kiriman karya tulis berupa artikel/opini, surat pembaca. Kirim ke alamat redaksi dengan tujuan ‘Redaktur Opini Waspada’ dengan disertai CD atau email: opiniwaspada@yahoo.com. Panjang artikel 5.000-10.000 karakter dengan dilengkapi biodata dan kartu pengenal (KTP) penulis. Naskah yang dikirim adalah karya orisinil, belum/tidak diterbitkan di media manapun. Isi tulisan menjadi tanggung jawab penulis.
SUDUT BATUAH * Gubsu diminta copot Dirut PDAM Tirtanadi - Ngeri-ngeri sedap! * Kapolda:Jangan ada pungli di lapangan - Selain di lapangan pak? * Warga Medan Labuhan temukan buaya di parit - Buaya darat, he...he...he l Doe Wak