www.bulaksumurugm.com
EDISI 185
Selasa, 22 Maret 2011
Rumah Sakit Untuk Berbagai Disiplin Ilmu Dibangun di lokasi yang cukup jauh dari UGM, diharapkan rumah sakit ini dapat melayani masyarakat luas secara optimal. Foto: Novan/Bul
Rumah Sakit Akademik (RSA) merupakan program dari Dinas Pendidikan Nasional melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti). Program ini merencanakan pendirian 19 rumah sakit mandiri bagi universitas yang memiliki fakultas kedokteran, termasuk UGM. Pelaksanaan program ini di lingkup UGM adalah dengan dibangunnya RSA yang berlokasi di Desa Kronggahan II, Trihanggo, Gamping, Sleman. Letaknya memang cukup jauh dari UGM, tujuannya untuk memperluas jangkauan kepada masyarakat. RSA ini dibangun tak hanya sebagai sarana pendidikan, tapi juga pelayanan publik. Berbagai ilmu RSA dibangun bukan hanya bagi mahasiswa kedokteran. Pembangunan rumah sakit ini berbasis pada program interprofessional education. Artinya, banyak disiplin ilmu yang bisa menggunakan RSA terutama untuk riset. “Mahasiswa ataupun dosen dari teknik pun dapat meneliti segi bangunan yang cocok untuk rumah sakit. Dari ekonomi bisa mempelajari sistem keuangan sebaiknya bagaimana. Jadi ada banyak profesi di sini,” ungkap Prof Dr H Arif Faisal Sp Rad (K) DHSM, Direktur RSA UGM. Pendirian RSA ini memiliki banyak
Fokus Cepat Lulus...
manfaat terutama untuk pengembangan riset. RSUP Dr Sardjito yang biasanya digunakan sebagai lokasi belajar untuk bidang kesehatan dirasa terlalu padat sehingga kurang efektif. “Ada gedung lima lantai yang didirikan khusus untuk penelitian. Gedung ini terpisah dari bagian lain di RSA,” terang Faisal. Gedung penelitian sengaja dibangun terpisah agar proses pembelajaran berlangsung lebih optimal. Hal senada diungkapkan oleh Ir Sunarjo, pemimpin proyek RSA. “Kita (UGM,-Red) kan punya fakultas kedokteran, butuh tempat untuk praktik secara nyata.” Proses pembangunan RSA dimulai pada 2009 dan direncakan selesai pada 2011. RSA ini dirancang sebagai rumah sakit kelas B pendidikan. Bagian depan RSA ditujukan untuk pelayanan umum medis dengan berbagai fasilitas seperti ruang rawat inap berkapasitas minimal 200 tempat tidur. Selain itu, ada pula layanan rawat jalan, gawat darurat, perawatan intensif, dan bagian administrasi. Pada 2013, diharapkan RSA sudah dapat melayani masyarakat. Pelayanan medis di RSA berbeda dengan rumah sakit umum yang berbasis departemen. Pelayanan di RSA nantinya akan berbasis kluster dari berbagai disiplin ilmu. Tujuannya agar penanganan pasien dapat lebih
Babuba Cracking Zone
komprehensif. Rekrutmen karyawan Untuk mendukung kinerja RSA nantinya, rumah sakit ini telah mengisi beberapa posisi karyawan maupun tenaga ahli. Rekrutmen karyawan dilakukan secara terbuka lewat internet dengan status sebagai PNS, CPNS, dan honorer. Hingga kini, belum ada wacana untuk mengadakan ikatan kerja dengan alumni UGM. “Tidak bisa diprediksi (adanya ikatan kerja,-Red). Itu kan banyak prosedurnya, tidak otomatis,” jelas Sunarjo. Saat ini sudah terdapat sekitar 69 karyawan meliputi dokter umum, dokter gigi, perawat, spesialis, psikolog, tenaga administratif dan satpam. Meski telah lama dibangun, masih banyak civitas akademika yang belum tahu mengenai RSA. “Saya belum pernah mendengar tentang RSA,” ungkap Rhama (Fakultas Kedokteran '10). Warga di sekitar RSA pun hanya sekadar mengetahui ada rumah sakit milik UGM yang sedang dibangun tanpa mengetahui manfaat khususnya. “Warga memang belum tahu banyak mengenai RSA, namun diharapkan kelak dapat membawa manfaat,” ujar Slamet Dirjo Wiyoto, Kepala Desa Kronggahan II. Novi, Putri
People Inside Artina Prastiwi