Edisi #4 Desember 2016
ask me movie questions
Review Buku: Identitas dan Kenikmatan (Politik Budaya Layar Indonesia)
YouSure
YOUTH STUDIES CENTRE FISIPOL UGM
Alhamdulillah, Puji Tuhan, Newsletter Mudain Aja! Edisi #4 kembali menyapa pembaca. Mudain Aja! edisi ini mengangkat tema “Youth and Film�. Dalam proses pembuatannya, film tidak hadir dalam ruang hampa, melainkan selalu ada refleksi sosial yang disampaikan. Dunia film merupakan bagian terpisahkan dari kehidupan kaum muda. Selain sebagai penikmat, sebagian pemuda juga berperan sebagai pembuat film. Beberapa tahun belakang jumlah pembuat dan penikmat film dari kalangan kaum muda di Indonesia kian melejit. YouSure sebagai pusat kajian kepemudaan melihat film sangat potensial untuk menjadi media dan arena pembelajaran bagi pemuda. Ada banyak aspek dari dunia film yang bisa direfleksikan dalam studi kepemudaan. Salah satunya: sebagian besar penikmat sinema di Indonesia saat ini adalah kaum muda. Bahkan tidak sedikit film-film terbaik yang sampai di kancah festival internasional justru dibuat oleh kawula muda. Melalui edisi ini, diharapkan YouSure mampu menyajikan narasi dunia perfilman dari sudut pandang dan tilikan yang berbeda. Salam Pemuda :)
Dr. M. Najib Azca, M.A Direktur Youth Studies Centre (YouSure) FISIPOL UGM
1
ABOUT YouSure Pusat Kajian Kepemudaan atau Youth Studies Centre (YouSure), FISIPOL UGM didirikan pada tanggal 21 Mei 2011 dengan visi untuk menjadi lembaga penelitian dan pengabdian pada masyarakat di bidang kepemudaan yang terpandang dan berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan untuk kemajuan bangsa. Untuk mewujudkan visi tersebut, YouSure memiliki misi sebagai berikut : 1. Melakukan penelitian, kajian, dan publikasi akademik yang berkualitas di bidang kepemudaan. 2. Melakukan advokasi kebijakan kepemudaan dan pemberdayaan pemuda berbasis penelitian dan kajian 3. Mendiseminasi gagasan dan wacana alternative kepemudaan kepada publik. 4. Memfasilitasi terbangunnya jaringan social antar pemuda di Indonesia lintas daerah, agama, dan lintas afiliasi politik untuk pembelajaran horizontal antar pemuda serta peningkatan solidaritas dan kesatuan bangsa. Penanggung Jawab Dekan FISIPOL Universitas Gadjah Mada Dewan Pengarah Akademik Prof. Pratikno, M.Soc.Sc., Ph.D Prof. Heru Nugroho, Ph.D Prof. Muhadjir Darwin, M.A., Ph.D. Prof. Dr. Janianton Damanik. Prof. Tadjudin Noer Effendi, Ph.D. Prof. Jeremias T. Keban, Ph.D. Direktur Muhammad Najib Azca, M.A., Ph.D Sekretaris Derajad S. Widhyharto, M.Si Divisi Riset Novi Kurnia, Ph.D. (Koordinator) Ario Wicaksono, M.A. Dr. Suharko, M.Si. Divisi Advokasi dan Jaringan Kepemudaan Dr. Hempri Suyatna, M.Si. (Koordinator) Dewi Cahyani Puspitasari, M.A. Suci Lestari Yuana, M.A. Divisi Publikasi, Event dan Database Budi Irawanto, Ph.D. (Koordinator) Eka Zuni Lusi Astuti, M.A. Dana Hasibuan, M.A. Peneliti Dr. Arie Sujito, M.Si. Dr. Subando Agus Margono Dr. Hakimul Ikhawan, M.A Budi Irawanto, M.A, Ph.D Arie Setyaningrum, M.A, Ph.D Erlin Heriana, M.A Lambang Triyono, M.A. Dian Arymami, M.Hum.
Nurul Aini, M.A Muhammad Nyarwi, M.Si Deshinta Dwi Asriani, M.A. Erlin Herliana, M.A Wisnu Martha, M.Si Milda Longgeita Pinem, M.A. Meredian Alam, M.A., M.Phil Frans Vicky Djalong, M.A. Oki Rahadianto Sutopo, M.Si. Nanang Indra Kurniawan, M.A. Longgina Novadona Bayo, M.A. Ariefa Efianingrum, M.A. Wenty Marina Minza, Ph.D. Ayu Diasti, M.A. Bevaola Kusumasari, Ph.D. Dr. Krisdyatmiko Peneliti Ahli Ben White, M.A., Ph. D (Professor emeritus, Institute of Social Studies, Den Haag) Merlyna Lim, M.A., Ph.D (Assistant professor, Arizona State University) Nancy J. Smith-Hefner, M.A., Ph.D (Associate professor, Boston University) Noorhaidi Hasan, M.A., Ph. D (Associate professor, UIN Sunan Kalijaga) Pamela Nilan, M.A., Ph.D (Associate professor, The University of Newcastle) Pujo Semedi, M.A.,Ph.D (Associate professor, Universitas Gadjah Mada) Asisten Peneliti dan Project Officer Gregorius Ragil Wibawanto, S.Sos Dwi Ayu Silawati, S.I.P Staf Administrasi Imalis Wahyuningrum, A.md Staf Magang Faiz Kasyfilham Moch. Dwie Alfian Wulan H. Pangestika
2
YOUNG, SHOOT, and MOVE
Keberhasilan film atau sinema tidak berhenti ketika sebuah naskah selesai diperankan oleh pemain hingga menjadi sebuah alur dalam film. Prosesnya masih bisa dilihat hingga pengaruhnya muncul dikalangan penikmat film. Dalam beberapa hal film juga dilihat dari aspek wacana yang dibangun. Bagaimanapun sebuah pesan dalam film menjadi salah satu hal yang ditangkap oleh penikmatnya. Pesan dalam sebuah film bisa ditafsirkan secara beragam tergantung pada siapa penikmatnya. Begitupula di kalangan anak muda, film bisa menjadi sebuah inspirasi bahkan sarana untuk menyalurkan aspirasi. Tidak sedikit film-film Indonesia yang dihasilkan oleh kalangan anak-anak muda. Hingga saat ini dunia perfilman Indonesia ini juga masih terus menunjukkan adanya peningkatan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain dari jumlah produksi film, berbagai komunitas tentang film juga bermunculan. Berangkat dari fenomena tersebut, Yousure juga tidak ketinggalan untuk turut mengawal perjalanan film di Indonesia. Newsletter edisi kali ini sebagai salah satu bentuk upaya tersebut. Selamat menikmati :)
FILMMAKER 55FILMMAKER
Nata Natasha Saugat Bista
Sutradara asal Indon Sutradara asal Indonesia dengan panjan dengan film film panjang pe di HarusHarus PergiPergi yangyang diadap Damien Dematra. K Damien Dematra. Kemu an membuat Natam an membuat Natasha “Youngest Fem gaangaan “Youngest Female World dari dari RoyalRoyal World Rec seniman serbabisa seniman serbabisa ini telin dan membintangi 7 dan membintangi 7 film mendapatkan telahtelah mendapatkan berb dalam berbag gaangaan dalam berbagai fes maupun internasion maupun internasional.
Bista yang lahir di Nepal pada Januari 2007 berhasil menelurkan film pertamanya pada film Love You Baba. Film panjang ini dirilis pada 12 Desember 2014 dan berhasil menyabet dua penghargaan pada Nepal Film Awards, sebagai sutradara termuda dan aktris anak-anak terbaik. Walaupun belum sukses menjadi box office di Nepal, tapi yang paling penting pengumumannya itu kan broooo.
Kishan Srikanth Setelah memulai kariernya pada usia 4 tahun, Bocah laki-laki asal India ini tidak puas hanya menjadi aktor saja. Tercatat lebih dari 24 film regional India dan 1000 serial tv telah ia bintangi. Tahun 2010 ketika usianya menginjak 10 tahun, dia mencoba merambah peran sebagai sutradara dengan film perdananya Care of Footpath. Film pertamanya tersebut bercerita tentang kehidupan anak jalanan tanpa tempat tinggal di kota-kota besar di India. Film dengan budget 8 milliar rupee ini telah dirilis pada tahun 2010 ke dalam beberapa bahasa.
TermudadidiDunia Dunia Termuda
Dematra matra
ini muncul pertama muncul pertama kali kali ertamanya Mama, manya Mama, Aku Aku tasi novel dari novel ayahnya, dari ayahnya, unculan filmkemudiini kemudian film ini mendapatkan penghardapatkan pengharDirector in World� The World� ctor in The ords. Hingga Hingga saat saat ini, ini, ah menyutradarai enyutradarai 4 film4 film m. Hingga Natasha ngga kini, kini, Natasha bagai macam pengharmacam pengharstival film baik nasional film baik nasional
Peter Jackson Pada tahun 1976, sutradara sekuel The Lord of The Ring dan The Hobbit ini berhasil memproduksi sebuah film dengan judul The Valley yang bergenre sci-fi. Film dengan durasi 20 menit ini berhasil mendapatkan penghargaan dan ditayangkan di saluran televisi anak-anak Spot On di New Zealand.
Steven Spielberg Siapa yang menyangka sutradara kondang ini telah menemukan passionnya pada usia 11 tahun? Melalui film pendeknya dengan judul The Last Train Wreck, Spielberg berhasil memproduksi film pendek dengan durasi 3 menit. Dia menggunakan mainan kereta api hadiah dari ayahnya untuk membuat film tersebut. Hasilnya? Apresiasi dari teman-teman pramukanya. Tapi siapa sangka beberapa tahun kemudian dia menjadi sutradara terkenal?
(MDA)
” ”
Pernah nemu kalimat-kalimat keren dalam film kan pasti. Tim YouSure berhasil merangkum beberapa kutipan kece dari beberapa film yang dirangkum dalam BEST QUOTES OUTTA FILMS. Have you heard one of these?
“A lot of garment workers die in different incidents. Like a year ago there was a collapse in Rana Plaza. A lot of workers died there. It’s very painful for us. I don’t want anyone wearing anything, which is produced by our blood. ” - Shima (True Cost, 2015)
“Love has no gender. Take whoever loves you” - Adele (Blue Is The Warmest Color, 2013)
“You can be as mad as a mad dog at the way things went, you can curse the fates, but when it comes to the end, you have to let go.” - Captain Mike (The Curious Case of Benjamin Button , 2008)
“Got no money: can't get pished. Got money: drinking too much. Can't get a bird: no chance of a ride. Got a bird: too much hassle. You have to worry about bills, about food, about some football team that never wins, about human relationships and all the things that really don't matter when you've got a sincere and truthful junk habit. ” - Renton (The Trainspotting, 1996)
“ If you assume that there is no hope, then you guarantee that there will be no hope. If you assume that there is an instinct for freedom, that there are “It means that I'm stuck in this hole full of morons opportunities to change things, then there is a and bullies, and I'm gonna deal with it, okay? It's just possibility that you can contribute to making a better how life is. I'm gonna try and accept this and get on with it, and make some art.” world.” - Conor (Sing Street, 2016) 7 - Rellian (Captain Fantastic, 2016)
DR AM A
(DAS)
8
LIPUTAN DARI JAFF 2016 Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) kali ini dilaksanakan di beberapa lokasi di Yogyakarta. Rangkaian acara digelar di beberapa lokasi seperti, Taman Budaya Yogyakarta, Empire XXI, Grhatama Pustaka, Taman Tebing Breksi, Plasa Pasar Ngasem, dan beberapa kampus di Yogyakarta. JAFF kali ini menampilkan keberagaman tema dan budaya hingga political identity dari negara-negara Asia Pacific. Kegiatan berlangsung dari tanggal 28 November dan ditutup pada hari Minggu, 3 Desember. Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) adalah sebuah festival film yang difokuskan untuk pengembangan perfilman di Asia. Festival ini tak hanya memperkenalkan film-film Asia kepada publik di Indonesia, namun juga menyediakan ruang untuk seni, budaya, dan pariwisata.
JAFF 2016 membawa tema Islandscape yang menggambarkan inter-koneksi sinema di kawasan Asia dan Pasifik. Islandscape digambarkan sebagai metafora atas perjalanan menjelajahi kepulauan-kepulauan di Asia Pasifik yang dilakukan melalui karya sinematografi.Tidak hanya bentang alam, namun juga lanskap sosial dan kultural yang terdapat di dalamnya. Pada JAFF tahun ini, terdapat sebuah program spesial “Tribute to Abbas Kiarostami� di mana program tersebut didedikasikan khusus untuk Abbas Kiarostami, seorang tokoh film independen dari Iran dan Asia yang telah berpulang. Dalam program spesial tersebut diputar film terakhir Abbas Kiarostami, film dokumenter mengenai dirinya dan film-film independen Iran pasca dirinya.
NETPAC sendiri merupakan singkatan dari Network for the Promotion of Asian Cinema, sebuah organisasi beranggotakan 30 negara yang memiliki kantor pusat di Kolombo, Sri Lanka. NETPAC adalah organisasi yang mengikutsertakan kritikus, sineas, para kurator festival, distributor, dan ekshibitor film dalam tiap acaranya. Seperti biasanya JAFF menghadirkan film-film terbaik dari negara-negara di Asia Pasifik. Tercatat ada 309 film yang mendaftar dari 27 negara dan terseleksi 138 film. Mulai dari film fiksi, dokumenter, animasi hingga eksperimental disuguhkan festival yang masuk dalam '25 Festival Terkeren di Dunia' versi majalah Moviemaker. Film yang sudah terseleksi tersebut ditayangkan selama beberapa hari di JAFF.
Tidak hanya pemutaran film, diskusi juga menjadi salah satu program yang menjadi unggulan JAFF 2016. Untuk tahun ini, Djenar Maesa Ayu salah satu tokoh yang menggawangi JAFF 2016 dengan program khusus Focus on Djenar Maesa Ayu yang membedah film-film karyanya sambil ndheprok—re: duduk di lantai. Terdapat pula seminar dengan tema Festival Film: Kebijakan, Manajemen dan Kepenontonan yang mencoba melibatkan berbagai stakeholder dalam film. Selain itu terdapat pula 5 seminar lain dan 1 lokakarya Film Curating and Programming yang menjadi program transfer of knowledge dalam JAFF 2016. Tahun ini Indonesia mendapat lima penghargaan dari enam kategori penghargaan pada JAFF 2016. Istirahatlah Kata-Kata berhasil mendapatkan penghargaan Golden Hanoman Award (film Asia terbaik pertama) di kategori kompetisi JAFF Award. Turah, film feature perdana garapan Wicaksono Wisnu Legowo, yang juga memenangkan dua penghargaan sekaligus, yakni Geber Award (film Asia pilihan komunitas-komunitas film di Indonesia) dan NETPAC Award (film karya sutradara Asia yang memberikan kontribusi sinematik penting bagi gerakan sinema baru Asia). Dua penghargaan juga diraih oleh Memoria. Film pendek arahan Kamila Andini ini diganjar Blencong Award (film pendek Asia terbaik) dan Jogja Film Student, karena dinilai para juri (Kan Lume, Sekar Sari dan Tunggul Banjaransari) menawarkan sudut pandang spesifik yang mengakomodasi isu-isu kompleks dalam, seperti postco9 lonial, gender dan relasi kuasa, di ranah domestik dan cakupan yang lebih luas.
Berikut beberapa film favorit yang diputar di JAFF 2016 kemarin sobat. Sayangnya, karena antusiasme penggemar film Jogja yang tinggi, tim YouSure sampai ga kebagian tiket nonton nih -_-
Istirahatlah kata-kata 'Istirahatlah Kata-kata' berkisah tentang Wiji Thukul, yang merupakan seorang penyair. Dia dikenal karena kelantangannya meneriakkan ketidakadilan di masa protes politik meningkat. Ketika kerusuhan Jakarta 1996, dia dan beberapa aktivis dituduh untuk bertanggung jawab dan kemudian dikejar oleh aparat keamanan. Dipaksa pergi, Wiji terbang ke Pontianak untuk bersembunyi selama delapan bulan dan hidup bersama orang asing. Di sana dia mengganti identitasnya beberapa kali, dan masih tetap menulis puisi dan cerita pendek. Sedangkan di Solo, istrinya Sipon tinggal bersama dua anak mereka di bawah pengawasan ketat. Pada Mei 1998, Wiji Thukul dianggap hilang, sebulan sebelum Soeharto digulingkan oleh rakyatnya sendiri. Pemeran utama dalam film ini adalah Gunawan Maryanto sebagai Wiji Thukul. Sedangkan Marissa Anita sebagai Sipon, istri dari Wiji Thukul.
Turah Film berdurasi 83 menit ini diproduseri oleh Ifa Isfansyah. Mengambil latar di sebuah kampung di Tegal, Jawa Tengah, film ini disutradarai oleh Wicaksono Wisnu Legowo .Film ini menceritakan kerasnya persaingan hidup yang menyisakan orang-orang kalah di Kampung Tirang. Yono Daryono berperan sebagai Darso, seorang juragan kaya yang telah memberi lingkungan sekitarnya 'kehidupan'. Pakel (Rudi Iteng), seorang sarjana penjilat di lingkaran Darso yang pintar membuat warga kampung makin bermental kerdil sehingga dengan mudah diperdaya untuk terus mengeruk keuntungan. Tokoh Turah (Ubaidillah) dan Jadag (Slamet Ambari) merupakan tokoh yang berusaha melawan rasa takut. Mereka ingin meloloskan diri sekuat tenaga dari situasi di Kampung Tirang, agar tidak lagi jadi manusia kalah.
Memoria Film ini berkisah dari sudut pandang dua wanita berbeda generasi (Maria dan putrinya) yang sama-sama mencari arti dari kebebasan. Film ini mengangkat isu humanis dari sudut pandang wanita Timor Leste bernama Maria dan putrinya. Dibuka dengan narasi kisah hidup Maria yang diperkuat visualisasi dari guratan wajah seolah melukiskan penderitaan yang pernah dialaminya saat perang dimana ia diperkosa berulang kali dan diperlakukan bak hewan. Setelahnya Maria harus bertahan hidup membesarkan seorang anak perempuan dari salah satu tentara yang memerkosanya. Hari-harinya dilalui dengan ketakutan dan trauma serta teror sang suami yang selalu menyiksanya karena masa lalunya tersebut.
(WHP - MDA)
10
ASK ASKMEMEMOVIE MOVIEQUESTIONS QUESTIONS??
1. What was the last movie you watched on theaters? 2. What was the first movie you ever remember watching on theaters? 3. Top 5 movies 4. Top 5 directors 5. A favorite adapted movie 6. Your best experience on going to the movies 7. A guilty pleasure 8. An overrated movie 9. An underrated movie 10. A movie that not many have heard that you’ve seen 11. A movie you watched mainly for an actor 12. Top 5 actors 13. Top 5 actresses 14. VHS, DVD or Blu-Ray? 15. Favorite Disney movie (not PIXAR!) 16. A tearjerker 17. A movie that you know is bad but you can’t help but love it 18. Favorite Movie Soundtrack 19. Favorite quote from a movie 20. A movie that was better than the book 21. First adult film you watched (thematically speaking not R-rated) 22. A kids movie you always watch 23. Favorite Science Fiction movie 24. Favorite Comedy 25. Favorite Fantasy 26. Favorite Love Story 27. A movie you hate 28. Favorite animated movie 29. A movie from your favorite director you didn’t liked 30. Favorite comic book movie 31. 3 movies you’re expecting excitedly! 32. A book you read for a movie 33. Favorite musical 34. Favorite fictional character 35. A movie you wished they never made
IN SP IR IN G YO UT H : W re ga s Bh an ut ej a
Waktu kelas 3 SMP aku bordir tasku pake Bendera Indonesia terus ada tulisannya, quotes Harry Roesli, bunyinya : “Jangan Takut, Yang Takut Cuma Cecurut.” Wregas Bhanuteja bikin heboh negeri ini sekaligus mencetak kenangan manis ketika membawa pulang Leica Award – La Semaine de La Critique, Cannes Film Festival, France medio 2016. Namun, barangkali, tak ada yang pernah menyangka bahwa anak muda satu ini mengisi masa remajanya dengan antusiasme kebangsaan yang tidak suam – suam kuku. Ada kepolosan – kepolosan yang tak bisa lolos dari memori soal bagaimana dia melihat negeri ini jauh sebelum dia nongkrong – nongkrong menenggak beer di tepian garis pantai Cannes. Kali ini, YouSure pengin tahu refleksi Wregas soal kebangsaan. Secara, dia sudah membawa nama Indonesia di kancah Internasional. Selain itu, dirinya juga sudah pergi – pergi ke berbagai negeri. Lagipula, kalau mau tanya – tanya soal prosesnya membuat film, sudah banyak di google. Ada sisi lain dari dirinya yang barangkali menarik untuk digali lebih dalam. Baiklah, silahkan disimak.
Sewaktu kelas dua SMP, Wregas ngamuk di pagi tanggal 17 Agustus. Dia minta dibelikan tiket pesawat untuk menghadiri upacara hari kemerdekaan sekaligus menggedor Pak Presiden karena tidak pernah membalas surat yang telah dikirimnya sampai empat kali. Ohya soal surat. Jauh sebelum tragedi pagi itu, Wregas pernah empat kali mengirim surat ke Presiden. Surat yang berisi soal opini Wregas bagaimana cara menanggulangi Lumpur Lapindo. Katanya, “Yaa Dengan cara reruntuhan dan puing – puing habis gempa Jogja itu dibawa untuk nyumpel lumpur lapindo.” Nahas. Suratnya tak pernah berbalas. Inilah alasannya pengen nglabrak Istana Presiden di hari kemerdekaan kala itu. Tak berhenti sampai di situ. Si Film maker satu ini pernah berencana mengganti logo pancasila. “Aku sempat kepikiran untuk buat logo baru Pancasila dengan Paint, waktu itu aku kepikiran untuk membuat Garuda dengan kepala menunduk ke bawah agar terasa lebih dekat dengan rakyat.” Katanya menggebu – gebu. Betapa rebelnya Wregas kala itu sampai lancang ingin urun rembug merevisi lambang Pancasila. Sedangkan saya, SMP kelas 2 masih merokok sembunyi – sembunyi di balik ring basket sebuah SMP di tepian Pekalongan.
1311
Puncaknya adalah ketika masuk SMA. Wregas ikut terlibat bersama Yayasan Kampung Halaman untuk membuat Video Diary. “Kelas 1 SMA aku join Kampung Halaman. Waktu itu disuruh bikin video diary dokumenter. Stuck gak ada ide. Dan aku cerita kalau pernah bikin surat untuk presiden, lalu Mas Eko, Fasilitator KH waktu itu bilang ya udah itu aja. Akhirnya Kisah itu difilmkan. Aku yang main, aku yang diwawancara. Pada saat diputar di mana – mana, waaa aku bangga banget.” Tuturnya dramatis. Video itu membuatnya keliling ke sana ke mari. Salah satunya adalah di sebuah pagelaran komunitas. Dia sempat menyampaikan pidato berapi – api di forum itu dan mengumbar kecintaan akan bangsa dengan nafsu yang tak terbendung. Namun, ada kilas balik yang cukup signifikan bagi karir pikir Wregas di bidang kecintaan pada bangsa. Saat dia mulai membuat film dengan narasi sehari – hari dan mulai menyambangi berbagai festival dia bertanya – tanya pada dirinya sendiri soal Surat,
Logo Pancasila, dan tetek bengek negeri ini yang sempat mengisi masa remajanya. Terlebih ketika dia mulai masuk kuliah film, pindah ke Jakarta yang berantakan. Lalu dia mulai merenung, “Jangan – jangan aku melakukan itu semua untuk eksistensi. Aku jadi mikir dulu SMP aku gak bisa olahraga, gak bisa lukis, musik dan sebagainya. Satu – satunya tempat di mana aku bisa eksis adalah di situ, berkoar – koar bahwa aku nasionalis. Lalu aku mulai merenung, apakah ini dampak kesepianku saja? Lalu aku pengen eksis?” aah Wregas, penderitaan macam apa yang menggasakmu begitu rupa hingga begini melankolia, bahkan di umur yang belum genap dewasa. Tapi jangan – jangan, Wregas pernah mengalami autokritik yang tajam berkait dengan apa yang menderanya dalam kurun waktu tertentu. Dan akupun mulai bertanya – tanya pada mereka yang kerap berkoar tentang apa – apa yang seakan – akan menjadi urgensi hari ini. Sesepi apakah hidup mereka? Sesepi Wregaskah? Atau barangkali, Memang betul kata Chairil bahwa kesepian bisa mengoyakmu sampai mampus! (GRW)
14 12
Review Buku: Identitas dan Kenikmatan (Politik Budaya Layar Indonesia) “Buku ini bukan hanya menerka berbagai isu dalam masyarakat mutakhir, mlai dari islamisasi budaya kaum muda perkotaan hingga K-Pop, politik jalanan, minoritas Tionghoa, dan representasi tragedi 1965-66, tetapi juga memperlihatkan kebertautan antar isu tersebut; dan bermuara pada problematisasi naras-narasi besar seperti nasion dan nasionalisme, glonalisme dan globalisasi, modernisme dan modernitas, yang selama ini diterima begitu saja.” - Dr Budiawan, Universitas Gadjah Mada Begitulah secuplik dari sekian apresiasi yang diberikan kepada buku terjemahan dari judul Identity and Pleasure: The Politics of Indonesian Screen Culture karya Ariel Heryanto, seorang profesor di School of Culture, History and Language, The Australia National University. Buku ini, membahas bagaimana sebagian besar penduduk Indonesia, khususnya kelas menengah muda perkotaan, merumuskan ulang identitas mereka pada dekade pertama abad ke 21. Pada bagian awal buku, Heryanto memberikan gambaran terkait isi buku dengan membaginya menjadi 3 bagian. Pertama, gambaran singkat dan sederhana tentang sejarah politik dan budaya Indonesia. Perbandingan antara pascarezim Orde Baru dan pasca kemerdekaan dimana persoalan hyper-nasionalisme menjadi imajinasi kebanyakan orang dan amnesia publik dalam memahami kompleksitas sejarah. Kedua, media baru dan perubahan tatanan sosial dan politik. Tumbuhnya kapitalisme media pascarezim Orde baru di Indonesia dengan munculnya media massa dan online yang menjadi satu kekuatan baru yang mendominasi wacana ruang publik sosial politik di Indonesia. Ketiga, budaya populer, identitas, dan kenikmatan. Pembahasan seputar budaya layar kaca (screen culture) seperti film dan drama menjadi pembahasan dominan dalam bagian ini. Terkait dengan budaya populer, Heryanto memahami bahwa budaya populer tidak memiliki daya tarik universal. Setidaknya ada 3 alasan dibalik tidak berkembangan budaya populer. Pertama, ekspansi industrialisasi di wilayah budaya populer baru terjadi belakangan. Indonesia pernah mengalami negara industri pada masa kolonial akhir abad 19 dan ekspansi industrialisasi pada dekade 1980-an. Kedua, kuatnya paradigma dominan kajian-kajian di Indonesia sepanjang sejarahnya. Hal ini bisa dilihat dari kuatnya kajian seputar isu HAM, korupsi, Islam garis keras, kekerasan, dan konflik etnis-agama. Pun kajian yang lebih banyak bahasan pada aspek eksotis Indonesia. Ketiga, adanya bias maskulin pada dunia akademis pada umumnya. Dalam kajian
15
akademis, gender selain laki-laki dipandang lebih rendah dan diturunkan menjadi ranah “privat” dan “domestik”.
Kontestasi Ideologis Film-Film di Indonesia Dalam bukunya, melalui modifikasi terhadap konsep post-islamisme Asef Bayat, Heryanto melihat bahwa post-islamisme di Indonesia muncul dalam situasi yang berbeda ketimbang semangat sejenis di Timur Tengah, sekalipun terdapat beberapa kesamaan. Post-islamisme mulai merangkak masuk dalam institusi-institusi politik di Indonesia. Serta tampil lebih menonjol dalam budaya popular. Selain membahas Islam dan budaya populer dengan kerangka analisis post-islamisme, buku ini juga juga membahas isu lainnya seperti peristiwa 1965 dan etnik minoritas Tionghoa. Tema besar di atas, dibahas dengan analisis budaya populer politik yang menyandarkan pada konteks perfilman. Film menjadi penting karena mampu menjadi manifestasi dari relasi sosial, fantasi, maupun satu bentuk keprihatinan dalam masyarakat. Islam sebagai ruang? Jatuhnya pemerintahan Orde Baru pada 21 Mei 1998, serta dampak berkepanjangan krisis ekonomi 1997, mengantar pada penciptaan satu ruang kosong kuasa politik yang menganga besar, melepas kekang bagi proses liberalisasi. Dalam kekosongan ini, muncul beragam faksi, kelompok, ideologi, dan kekuasaan yang mencoba menguasai ruang publik, mencoba mendominasi wacana. Hal ini tidak terkecuali dunia perfilman. Dalam konteks di Indonesia, mayoritas masyarakatnya beragama Islam, Heryanto mencoba melihat kontestasi dari beberapa film yang memiliki keterkaitan antara wacana, pembuat, dan penonton. Film-film populer yang dibahas seperti, Ayat-Ayat Cinta (AAC); Perempuan Berkalung Sorban (PBS) sebagai counter-statement terhadap AAC; Ketika Cinta Bertasbih yang tampil sebagai tandingan terhadap AAC dan PBS. Ayat-Ayat Cinta mampu menyedot perhatian 3,7 juta masyarakat Indonesia untuk datang ke bioskop. Bagi Heryanto, film AAC ini bukanlah film biasa, ia mampu menjadi representasi dari adanya post-islamisme di Indonesia. Film ini berhasil menjadi representasi pandangan seorang muslim yang berasal dari keluarga sederhana, taat agama, berakhlaq baik, pintar, dan di sisi lain memiliki gaya hidup modern.
Tingginya antusiasme masyarakat memperkuat film ini menjadi produk budaya populer Islam. Terlepas dari pencapaian luar biasa AAC dipanggung perfilman Indonesia, terdapat kontroversi yang ditimbulkan AAC baik di layar maupun di luar layar. Pertentangan ini muncul dari berbagai pihak mulai dari Habiburrahman El Shirazy (Kang Abik) sebagai penulis novel, Hanung Bramantyo sebagai sutradara, Manoj Punjabi sebagai produser film, pembaca novel, dan penonton. Hanung yang sebelumnya tidak tertarik pada film maupun novel religi, akhirnya sepakat membuat film AAC dengan Manoj Punjabi. Sebagai produser Manoj lebih sering mengambil unsur-unsur Bollywood dalam film-filmnya. Kesepakatan dengan memformulasikan konsep hibriditas, yaitu mencampurkan unsur teks-teks Islam dengan formula non-Islam yang dipinjam dari industri Hollywood dan Bollywood. Formulasi inilah yang menjadikan film ini sangat laris pun juga meninggalkan banyak perdebatan. Perdebatan ini dimulai dari pertanyaan sejauh mana ke-Islaman film AAC atau film islami seharusnya dibentuk. Pertentangan dan kemarahan muncul dari Kang Abik beserta pembaca novel terhadap film karya Hanung. Mereka melihat adanya perbedaan kentara antara film dibandingkan novel, hal ini membuat film tersebut terkesan kurang “islami”, bahkan tidak “islami”. Berangkat dari pertentangan dan perdebatan antar aktor dari film Ayat-Ayat Cinta, kontroversi nilai-nilai Islam dalam sebuah film terus berlanjut. Bahkan ini menjadi awal persaingan panjang dan melibatkan serangkaian pertarungan sinema. Dua judul film terpenting dalam pertarungan ini adalah Perempuan Berkalung Sorban dan Ketika Cinta Bertasbih. PBS karya Hanung Bramantyo merupakan bentuk kritik terhadap AAC dan KCB dengan memiliki arus pemberontakan dan kritik terhadap kemapanan budaya patriarki dalam Islam yang dibungkus dengan norma-norma agama dengan interprestasi tekstual. Di lain pihak, film KCB merupakan bentuk kritik dari Kang Abik dengan mengangkat Chaerul Umam, seorang sutradara yang sering mengangkat film genre religi-islam. Proses produksi film memperlihatkan jelas bagaimana nilai Islam ditampilkan penuh dalam film KCB. Berdasarkan film-film ini, tampak jelas bagaimana pertarungan ideology yang awalnya muncul di antara para reformis post-islamisme di Indonesia ketika AAC diproduksi, kini semakin menjadi-jadi. Orientasi politik Islam dan kedamaian antara Islam dan modernitas semakin menjadi tema yang sering diperdebatkan. Dengan hal ini Heryanto ingin menunjukkan bahwa baik “budaya” maupun “sinema” tak akan diperlakukan sebagai satuan-satuan otonom terpisah, melainkan ia menyatu dengan kekuatan-kekuatan politik dan ekonomi yang lebih luas. Persaingan sinematis semacam inilah yang oleh Heryanto disebut sebagai proses rumit bernama Islamisasi.
Peristiwa 1965-1966 sebagai ruang? Selain membahas Islamisasi sebagai faktor paling menonjol yang mengubah bangsa ini dan tampilan visualnya, Heryanto juga membahas bagaimana film sebagai medium propaganda dalam sejarah pembunuhan massal tahun 1965-1966. Film menjadi ruang indoktrinasi dan dipihak lain menjadi ruang perlawananan. Upaya propaganda dan indoktrinasi pemerintah terhadap peristiwa 1965 ditunjukkan dengan munculnya “Proyek Film Kopkamtib” pada 15 April 1969 yang bertanggung jawab memproduksi “film dokumenter” sebagai “media psywar” melawan musuh-musuh di Indonesia maupun luar negeri. Hal ini tidak lain adalah sebagai usaha mengendalikan kesadaran publik dan wacana tentang peristiwa 1965-1966 secara resmi, versi negara. Dua film pertama yang disponsori negara adalah Janur Kuning dan Serangan Fadjar. Selain itu juga ada film lanjutan yang sangat berpengaruh yaitu Pengkhianatan G 30 September, Penumpasan Sisa-sisa PKI di Blitar Selatan (Operasi Trisula) dan Djakarta 1966. Melalui film-film ini, reproduksi antikomunis terus membekas dan memengaruhi ingatan sosial kebanyakan orang Indonesia hingga saat ini. Meski ada dominasi tersebut, perlawanan mematahkan wacana antikomunis tidak pernah berhenti. Perlawanan dalam bentuk film, baik komersil maupun independen mulai bermunculan dengan menarasikan peristiwa 1965-1966 secara lebih empatik. Diantara film-film tersebut adalah Gie, Sang Penari, Kado untuk Ibu dan lain sebagainya. Gambaran atas pertarungan di atas, sedikit banyak memiliki kesamaan dengan pertarungan etnis Tionghoa yang statusnya seringkali menimbulkan paradoks. Sayangnya, menurut Heryanto hadirnya film-film ini belum mampu menjadi medium yang mujarab sebagai ruang belajar bagi Indonesia untuk berdamai dengan masa lalu bangsa yang memiliki banyak masalah dan penuh kekerasan. Pada akhirnya, buku karya Heryanto menjadi sumbangan yang luar biasa terhadap upaya yang terus tumbuh belakangan ini dari para ahli untuk memberi pengakuan bagi kekayaan sejarah dan budaya politik Indonesia. Adanya kajian yang mengacu pada soal-soal yang tampak jelas dan diperdebatkan secara seru di ruang publik nasional menjadikan buku ini sangat menarik untuk dibaca. Pun adanya kajian yang menyangkut politik identitas dan kenikmatan, termasuk budaya populer dengan tema Islam dan popularitas budaya layar menjadikannya berbeda dari kajian mayoritas. Dengan kacamata yang unik, buku ini juga mencoba membongkar hal-hal yang tersembunyi, dibungkam, dihindari, dilupakan dan disalahpahami oleh masyarakat luas. Memandang film sebagai ruang dialogis telah mengajarkan pada kita bagaimana dinamika sosial yang tidak pernah final dan sarat akan kepentingan politis. (FK)
16
MOVIE TICKET
Nº 106
ADMIT ONE
Nº 106
5 FILM TERBAIK versi YouSure Sutradara: Rajkumar Hirani Cast : Aamir Khan, Aanushka Sharma, Sanjay Dutt Rating : 8,2/10 (IMDb), 93% (Rotten Tomatoes) Peekay (PK) menjadi kolaborasi kedua antara Aamir Khan dengan sutradara Rajkumar Hirani setelah sebelumnya sukses dalam film 3 Idiots. Ditulis oleh Hirani dan Abhijat Joshi, film ber-genre drama komedi satir ini cukup baik dalam menyinggung permasalahan-permasalahan sensitif terkait identitas, seperti agama dan keTuhanan. Film ini diawali oleh hilangnya remote control alien humanoid (Aamir Khan) setelah mendarat di Kota Rajasthan untuk meneliti kehidupan manusia Bumi. Beragam perilaku unik dilakukan oleh alien ini untuk mencari remote control-nya hingga ia harus bersinggungan dengan pencarian Tuhan yang menjadi harapan terakhir dalam proses pencarian remote control. Ke”gila”annya dalam mencari Tuhan menurut kacamata kebanyakan orang lantas memberikannya julukan Peekay atau orang mabuk. Pada narasi selanjutnya, si Peekay akan berurusan dengan seorang wanita yang membantunya mencari remote control bernama Jaggu.
Bersama wanita yang pernah menjalin kisah cinta bersama Sarfaraz inilah Peekay menjalin kisah-kisah menarik selanjutnya hingga mempertanyakan bebarapa hal sepele tapi cukup mendasar dalam kehidupan kita sehari-hari. Meski diirIngi kontroversi, pada dasarnya film ini ingin mengajak kita untuk berfikir ulang terhadap praktik agama yang selama ini kita jalani. Bukan menentang ke-Tuhanan yang ditegaskan dibagian akhir, film ini justru mengkritik para tokoh agama yang seringkali men-Tuhankan dirinya. Menjadikan dirinya seakan Tuhan yang semena-mena membentuk konstruksi sosial yang tersekat pada perbedaan identitas. Film ini juga menyindir kita yang seringkali beragama dengan tampilan dan menyadarkan betapa seringnya kita berbohong terhadap hidup sendiri. Pada akhirnya film ini, mengajarkan sesuatu yang penting akan arti cinta yang sesungguhnya. “Cukup mencintai untuk melepas”. Cukuplah kita mencintai sesama kita, dengan melepas segala ego dan kepura-puraan.
Sutradara : John Carney Cast : Ferdia Walsh-Peelo, Jack Reynor, Mark McKenna Rating : 8.0/10 (IMDb), 97% (Rotten Tomatoes) Mengambil setting Irlandia di pertengahan tahun 80an, film ini cocok untuk semua orang yang sedang badmood dan butuh inspirasi. Cerita yang ringan, kocak, tapi tetap penuh makna. Menceritakan petualangan singkat Conor (Ferdia Walsh-Peelo), seorang remaja laki-laki yang nekad membentuk band untuk menarik perhatian gadis yang ia sukai. Dari yang awalnya cuma nekad, Conor dkk. akhirnya menemukan kenyamanan dengan menekuni musik melalui mentor sang kakak, Brendan (Jack Reynor). Sing Street adalah "a pack of good music in a good movie" , menyuguhkan perpaduan musik dan tampilan visual yang mengajak kita menilik kehidupan di tahun 80an. Uniknya lagi, film ini berbeda dengan film-film remaja biasa yang cheesy dan cliché ketika berhasil menggambarkan berbagai hal kompleks yang dihadapi Irlandia di tahun-tahun itu melalui sudut pandang setiap karakternya, yakin bisa membuatmu "feel happy sad". John Carney sendiri dikenal sebagai sutradara film musikal yang sukses menghadirkan film-film sekelas Begin Again (2013) dan Once (2007). Kali ini Carney menggandeng para aktor pendatang baru muda berbakat yang kebanyakan musisi dan belum pernah main film sebelumnya. Penasaran? Tonton deh!
17
Sutradara : Garin Nugroho Cast : Christine Hakim, Kancil, Rating : 7,6/10(IMDb), 94% (Rotten Tomatoes) Film ini menceritakan tentang tiga orang anak jalanan, yaitu Sugeng, Heru, dan Kancil (diperankan oleh mereka sendiri), dalam kehidupan sehari-hari di Yogyakarta. Mereka adalah anak jalanan “sungguhan.� Jadi tidak ada acting berlebihan yang perlu diusahakan. Kemiskinan dan kehancuran rumah tangga membuat mereka ingin lepas dari kesumpekan hidup dan mendapatkan pendidikan. Alhasil apapun dilakukan dari mengemis, menjual ganja, dan melakukan pekerjaan jalan lainnya. Mereka dibantu oleh Asih (Christine Hakim), seorang pelayan toko yang membiarkan mereka tinggal di tempatnya bekerja. Setiap malam ketiga anak itu selalu berkelahi
memperebutkan bantal daun kepunyaan Asih. Tetapi harapan mereka pupus, ketika takdir mereka berakhir tragis. Kehidupan mereka tidak berjalan mulus. Hidup mereka berakhir secara tragis. Film ini telah menyabet banyak penghargaan di Mancanegara. Pada tahun 1998, Christine Hakim diganjar Best Actress dalam ajang Asia Pacific Film Festival serta didapuk sebagai Film Terbaik. Setahun berikutnya, film ini termasuk salah satu unggulan dalam kateori Silver Screen Award Best Asian Feature Film di Singapore International Film Festival.
Sutradara : Steven Spielberg Cast : Tom Hanks, Matt Damon, Tom Sizemore Rating : 8.6/10 (IMDb), 97% (Rotten Tomatoes) Film yang disutradarai Steven Spielberg ini menceritakan tentang sekelompok prajurit yang dipimpin Capt. John H. Miller (Tom Hanks) yang ditugaskan secara khusus petinggi Angkatan Darat AS untuk mencari dan membawa pulang Pvt. James F. Ryan (Matt Damon). Perintah khusus ini diberikan lantaran ketiga saudara James Ryan yang juga menjadi serdadu AS di Perang Dunia II telah gugur. Tanpa informasi yang jelas, akhirnya pasukan Capt. Miller bisa menemukan Pvt. Ryan di garis depan walaupun harus ditebus dengan gugurnya 2 anggota pasukan karena serangan Jerman. Ryan yang sedang bertugas memblokade serangan Jerman di Ramelle tidak mau pulang karena merasa pasukannya kekurangan orang. Akhirnya Capt. Miller mengalah dan membantu pertahanan Ramelle walaupun pada akhirnya dia harus gugur dalam melindungi Pvt. Ryan. Film yang dirilis pada tahun 1998 dengan budget $70 Juta ini merupakan salah satu film perang terepik yang dibuktikan dengan sederet penghargaan bergengsi. Adegan pendaratan pasukan di Normandia menjadi salah satu adegan yang mantap karena disetting mendekati aslinya. Desingan peluru, darah dan alur yang tidak monoton membuat kamu seperti berada ditengah-tengah perang dunia. Buat kamu pecinta film perang, jangan sampai dilewatkan ya!
Sutradara: Spike Jonze Aktor : Joaquin Phoenix, Amy Adams, Scarlett Johanson Rating : 8.0/10 (IMDb) , 95% (rotten tomatoes) Berkisah tentang seorang lelaki paruh baya, Theodore yang sedang menghadapi masa cerai dengan istrinya. Ditengah kejenuhan dan kesepian yang dialami, ia menemukan sebuah perangkat sistem atau OS yang kelak menjadi temannya. Sebagai sebuah produk artifisial cerdas OS ini hadir dalam bentuk suara yang diisi. Samantha begitulah OS ini mengenalkan diri pada Theo. Setelah melewati waktu bersama dan saling jatuh cinta mereka sampai pada titik kritis.
Mereka berdua saling menginginkan kontak fisik, hingga memutuskan memakai pihak ketiga sebagai pengganti Samantha di dunia nyata. Seiring dengan kemunculan film yang bergenre kecerdesan artifisial, Her memberikan menyajikannya dengan nuansa yang berbeda. Selain karena hadir dalam genre drama romantis, film ini juga memberikan gambaran tentang gaya hidup urban masa depan
18
Penonton berteriak panik ketika diberi lihat gambar bergerak sebuah kereta yang seakan–akan mau lompat dari layar. Rekaman ini beredar di mana–mana dan menunjukkan betapa terkejutnya Eropa di akhir Abad 19 ketika Lumiere Bersaudara menemukan teknologi rekam gambar-bergerak. Sejak saat itu, film, kemudian beredar masif dan diproduksi terus menerus. Salah satunya yang paling tersohor adalah A Trip to The Moon karya George Melies, yang diproduksi tahun 1902. Karya ini pula kerap disebut–sebut sebagai tonggak awal film fiksi yang signifikan. Namun, masalah tiba ketika di beberapa peristiwa pemutaran, menurut Kurt London, suara noise dari proyektor pemutar pita tak terbendung. Pasalnya, belum ada teknologi tembok kedap suara yang dapat menghadang suara berisik proyektor agar tak merembet sampai ke auditorium. Bahkan di beberapa kesempatan, proyektor berada dalam satu ruangan dengan auditorium. Masalah itu yang kemudian merangsang munculnya ide untuk menghadirkan musik bersama dengan tampilan gambar. Harapannya, musik yang hadir dapat mengalihkan suara berisik proyektor. Jadilah pada tahun 1895, pada salah satu pemutaran Lumiere Bersaudara, hadir satu pianis untuk memainkan satu dua repertoire agar suara noise tidak terlalu kentara. Auditorium pun menyediakan pianist atau organist in house agar suatu waktu dapat mengisi musik untuk film yang akan diputar. Bahkan, ada juga yang menghadirkan full orchestra sepanjang film seperti yang dilakukan oleh The Oz Film Manufacturing Company di tahun 1914 untuk film–filmnya. Selanjutnya, musik film berkembang dengan segala terobosan untuk berjalan sejajar dengan struktur naratif dalam film. Salah satunya adalah Garin Nugroho yang di awal september 2016 justru menampilkan teknik lawas pengisian musik film. Ia menyutradarai film hitam putih berjudul Setan Jawa yang diputar di Gedung Kesenian Jakarta dengan penampilan langsung komposisi gamelan oleh Rahayu Supanggah sebagai musik latarnya.
DI BALIK MUSIK DI BALIK FILM
Di Amerika dan Eropa ada beberapa nama yang berhasil membuat musik begitu melekat dengan film dan memberikan suasana tertentu yang ekletik. Hanz Zimmer, misalnya, bersama Klaus Badelt, komposer klasik asal Jerman berhasil menyusun musik tema untuk Pirates of Carribean dengan apik dan intens hingga mampu menerjemahkan petualangan Bajak Laut sialan ke dalam komposisi orchestra. John William dengan tangan dinginnya begitu piawai menghadirkan komposisi biola yang pedih dan kering untuk film Schindler’s List. Sebuah narasi yang menceritakan perjuangan seorang industrial untuk menyelamatkan ribuan orang yahudi dari genosida di zaman Nazi. Belum lagi nama seperti Ennio Morricone, maestro asal Italia yang kemarin diganjar Lifetime Achievement oleh Oscar. Karyanya selalu berhasil membuat film semakin utuh. Tengok saja apa yang dilakukannya untuk film Cinema Paradiso, The Mission, dan yang terakhir The Hateful Eight yang disutradarai si gendeng Quentin Tarantino. Proses yang dialami masing–masing nama besar itu cenderung asyik. Hanz Zimmer menyusun musik tema untuk Interstellar yang membahana itu selama dua tahun. Ditambah lagi, dia ngeyel betul ingin komposisinya dimainkan dengan organ pipa yang biasanya ada di Gereja tua. Alhasil Nolan dan Zimmer bersama crew bergegas ke London Temple Church untuk mengelola proses rekaman. Asli. Dengan organ pipa yang segede gaban itu. Di Indonesia sendiri, Erwin Gutawa menggabungkan elemen suara–suara sumba seperti Sasando dan Seruling Lombok dengan elemen orchestra. Dia bahkan menggandeng Czech Symphony Orchestra untuk memainkan komposisinya di Film Pendekar Tongkat Emas besutan Ifa Isfansyah. Jelas saja, keasyikan itu bukan sekadar gaya–gayaan belaka. Ada kebutuhan yang perlu dipenuhi. Musik film, dari yang dulunya hanyalah solusi untuk menghadang noise beranjak pada posisinya sebagai unsur penting dalam film. Menurut Kurt London, fungsi musik dalam film adalah untuk menjelaskan fungsi musik dalam film, yang antara lain : sebagai elemen penyusun kontinuitas; sebagai pelekat asosiasi psikologis; dan pemberi suasana dramatis. Inilah yang berusaha dikejar oleh komposer film agar pengalaman visual ikut terbangun oleh keterlekatan audio. Dan denger – denger, pencapaian musik film tertinggi adalah ketika audiens tak sadar sedang dimusiki saat sedang menonton lalu pulang dengan mulut bersenandung komposisi yang barusan didengarnya secara tak sadar pula. (GRW)
19
W H AT ’S O N YouSure
Tahun
ini YouSure punya proyek riset yang cukup seru nih selain riset tentang wacana kota inklusif di Yogyakarta (hasil risetnya bisa sobat semua akses di kantor YouSure di jam kerja ya), YouSure juga punya yang namanya Sistem Informasi Potensi Kreatif Desa atau yang kami singkat sebagai SIPKADES. Apa sih SIPKADES itu? Jadi SIPKADES merupakan database mengenai potensi-potensi desa yang menarik, seperti buah tangan, wisata alam, kuliner, serta pertunjukan/kesenian. Nah semua itu, kemudian dikemas secara apik melalui sebuah situs yang didesain kekinian jadi ga membosankan dan terkesan santai seperti blog-blog kece yang bertebaran di dunia maya. Karena baru pilot project, tim YouSue memilih untuk mengaplikasikannya ke satu desa dulu nih. Desa Brosot, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo lah yang kami pilih akhirnya. Serunya, teman-teman muda di sana cukup antusias lho. Akhirnya, terjaring beberapa pengurus tetap situs ini, ada Aji, Desi, Didit, Yunani, Isa dan beberapa teman-teman lain yang antusias mengikuti berbagai proses pembuatannya. Ternyata tidak sesederhana yang kita bayangkan sobat. Sebelum sampai ke proses input data dan utak-atik tampilan website, teman-teman YouSure dan para pejuang muda Desa Brosot menimba ilmu dulu ke Nglanggeran. Desa yang terletak di sisi Selatan Yogyakarta tapi sudah dikenal banyak orang karena Gunung Purbanya yang fenomenal dan instagramable itu hehe. Bersama Mas Sugeng Handoko, teman-teman Brosot diberi wejangan tentang manajemen kepemudaan dan potensi desa.
Minggu berikutnya, giliran muda-mudi Brosot yang mengajak tim YouSure menjelajah desa mereka. Di sana kita mulai mendata nih apa saja potensi-potensi yang ada di Desa dan bisa dikembangkan bagi kesejahteraan desa. Setelah itu, mereka mulai menulis artikel dan mengumpulkan foto-foto yang menarik sebagai konten website. Nah dalam proses ini pula berbagai tantangan muncul, seperti ada anggota yang keluar dan belum semua dusun bersedia berkontribusi dalam SIPKADES. Namun, akhirnya dengan jerih payah para pejuang SIPKADES Brosot ini, akhirnya 9 dari 10 dusun sudah menyatakan komitmennya. Menariknya lagi, melalui kegiatan ini, Karang Taruna Desa Brosot akhirnya dibangkitkan lagi. Akhirnya sampailah pada penyusunan dan input data potensi desa. Dibantu tim YouSure, muda-mudi Brosot mulai memetakan potensi Desa mereka, menggubah tampilan website sehingga menarik dan kekinian. Perjuangan mereka akhirnya terbayar, pada 7 Desember 2016 lalu, Ketua Karang Taruna DIY, GKR Candrakirana mengapresiasi perjuangan mereka dan turut melaunching website Sipkades bebarengan dengan acara Sambung Rasa dan Road Show Karang Taruna DIY ke Kabupaten Kulon Progo. Nah, dalam kegiatan tersebut, GKR Candrakirana juga berharap desa-desa lain bisa turut memanfaatkan kemajuan tekonologi yang ada untuk mempublikasikan potensi desa mereka seperti SIPKADES ini. Nah, kendalanya masih di pendanaan nih, sobat. Meskipun, sudah ada UU mengenai dana desa, ternyata Karang Taruna desa masih kesulitan untuk mengakses dana desa. Dalam kesempatan acara tersebut, Bapak Kepala Dinsos Kabupaten Kulon Progo mengatakan Sipkades ini bisa digunakan sebagai platform untuk membuktikan bahwa pemuda desa punya program yang perlu didukung. Sip ! (DAS)
Jelajah Desa Lewat SIPKADES
20
SEMINAR & PUBLIC LECTURE
Setelah sukses dengan seminar Bedah Buku Memoar Pulau Buru di awal tahun, YouSure mengadakan beberapa seminar lain seperti Public Lecture bersama Dr. Claire Hefner (Emory University), Kampanye Musikal HeForShe Goes To Campus bersama Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak RI di bulan Oktober, serta Seminar Menggagas Batas : Pertemuan Pikir Hulu ke Hilir bersama Keluarga Mahasiswa Sosiologi UGM (KMS).
DONE SOPREMA 2016 Di awal bulan September yang lalu, YouSure bersama pihak-pihak yang terlibat berhasil menyelenggarakan rangkaian event Kompetisi Sociopreneur Muda Indonesia (Soprema) 2016 yang berlangsung selama 3 hari penuh. Bertemu dengan para sociopreneur muda dari seluruh Indonesia juga bertemu tokoh-tokoh sociopreneur penuh inspirasi yang semakin menyemarakan acara ini. Setelah melalui tahap yang cukup panjang, dari seleksi proposal, semifinal dan akhirnya final yang penuh drama, Nilam Socio Enterprise berhasil keluar sebagai sociopreneur terbaik diikuti 5 jawara lainnya yang mendapatkan bantuan modal dari Kemenpora. Sobat YouSure sempat ikutan rangkaian acaranya ga? Kalau belum, sampai bertemu tahun depan ya.
21
IYS merupakan salah satu perhelatan akbar YouSure di setiap akhir tahun. Kali ini bertepatan dengan momentum Hari Pahlawan, YouSure mengangkat tema "Youth Local Strategy for SDGs 2030" . Acara yang berlangsung satu hari penuh ini dimulai dengan seminar nasional yang mengundang beberapa pembicara ahli di bidangnya, antara lain Biyanto Rebin (Ketua Wikimedia Indonesia), Dian Arymami (Dosen Ilmu Komunikasi UGM yang fokus pada isu gender), dan Sugeng Handoko (Inisiator Desa Wisata Nglanggeran). Kemudian, dilanjutkan dengan presentasi 10 esai terbaik yang berhasil disaring dari puluhan naskah yang masuk ke redaksi YouSure. Tahun ini, bersamaan dengan kompetisi esai, YouSure juga mengadakan workshop Wikilatih dengan menggandeng Komunitas Wikimedia. Seru kan? Pemenang kompetisi esai kali ini antara lain Muhammad Onto Kusumo (Yogyakarta), Ni Putu Laksmi P. (Bali), dan Era Nuansa (Yogyakarta).
INDONESIAN YOUTH SUMMIT 2016
EVENTS SERIAL BINCANG MUDA Bincang Muda di tahun ini diadakan mulai April 2016 dan berturut-turut hingga bulan Oktober 2016. YouSure berhasil menyelenggarakan Bincang Muda dengan topik yang cukup beragam seperti pendidikan (menjelang aksi mahasiswa 2 Mei 2016); inklusivitas dan difabel (sebagai salah satu bentuk publikasi riset YouSure tentang kota inklusif); kuliner dan sosial media (menyambut penerbitan newsletter edisi #3 tentang kuliner); pemuda dan sociopreneurship (menyambut pergelaran Soprema 2016); penggunaan media sosial di kalangan muda (road trip ke SMAN 8 Yogyakarta); refleksi kaum muda melalui film. Selain itu YouSure juga bekerjasama dengan FOF mengadakan diskusi mengenai polemik sepakbola Indonesia, dan terakhir hasil kolaborasi dengan komunitas Kecil Bergerak ada diskusi mengenai keberagaman. Kalau kalian belum sempat gabung di salah satu diskusinya, tunggu serial Bincang Muda tahun depan ya.
22
YouSure
YOUTH STUDIES CENTRE FISIPOL UGM
Youth Studies Centre Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Gd BC Lt. 2 R. 204 Jl. Sosio-Justisia, Bulaksumur, Yogyakarta 55281
www.yousure.fisipol.ugm.ac.id
+62 274 563362 ext 152 yousure.fisipol@ugm.ac.id yousurefisipol @YousureFisipol