#5
MUDAIN AJA Pemuda dan Persoalan Kesehatan Mental
Isu Pemuda:
Liputan:
Resensi FIlm:
Sekilas Komunitas:
Persoalan Mental Pemuda Indonesia
SOPREMA 2017
Mary & Max
HAMUR
-Mark Twain“Life is short, break the rules, forgive quickly, kiss slowly, Love Truly, Laugh Uncontrollably and never regret anything that makes you smile.�
PRAKATA Muhammad Najib Azca, Ph.D tekanan dari keluarga yang memaksa anaknya untuk melanjutkan kuliah pada bidang yang tidak disukainya misalnya, membuat kaum muda akan tidak mencintai pilihannya untuk berkuliah. Beberapa tahun belakangan ini pun jumlah kaum muda yang sadar bahwa kesehatan mental penting untuk menciptakan kondusivitas berkarya juga semakin bertambah.
S
alam Muda! Newsletter Mudain Aja! Edisi #5 kembali menyapa pembaca. Mudain Aja! Edisi ini sedikit berbeda, mengambil tema kesehatan mental yang dialami dalam pergaulan kaum muda. Tema ini sengaja diangkat dengan maksud mengajak kawula muda untuk lebih peduli terhadap kesehatan mental. Walau tema ini sangat erat dengan dunia psikologis, kami mencoba untuk mengambil sudut pandang lain melalui pendekatan humanis sosiologis. Kesehatan mental harus tetap terjaga secara sehat dalam diri kaum muda agar kaum muda dapat menjadi agen pelopor pembangunan bangsa secara maksimal. Selain itu, tema ini kami angkat juga dilatarbelakangi adanya permasalahan pemuda dalam hal psikologis. Adanya
Kaum muda (usia 16-30 tahun) pada dasarnya mengalami masa transisi menuju kedewasaan. YouSure sebagai pusat kajian kepemudaan melihat mental illness merupakan hal yang krusial untuk dibahas secara lebih kompherensif melalui kerangka berpikir sesuai kapasitas akademis kita di lingkungan sosial dan politik. Ada banyak aspek dari mental illness yang perlu dikaji lebih dalam di lingkungan kepemudaan. Kaum muda sangat riskan sekali terkena gangguan identitas, sehingga faktor lingkungan sekitar juga memiliki andil yang besar. Beberapa jurnal kepribadian dan kesehatan remaja menjelaskan pula bahwa lingkungan menjadi kontributor utama bagi kaum muda dalam mengenali identitas kaum muda. Oleh karena itu, dari berbagai sumber pengetahuan dan pengalaman observasi di lingkungan kaum muda ini, melalui newsletter edisi mental illness, diharapkan YouSure dapat menyajikan narasi dunia mental illness dari sudut pandang kepemudaan yang saat ini sedang terjadi di Indonesia. Salam Muda! Direktur Youth Studies Centre (YouSure)
daftar isi
01 03 07 10 12 15
YOUNG & FEARLESS Oleh: Yanti Nurhasanah
KOMUNITAS HAMUR Oleh: Dilla Novita
DI BALIK BAYANG-BAYANG GANGGUAN KESEHATAN MENTAL Oleh: Farras Muhammad PENTINGNYA LITERASI KESEHATAN MENTAL DI INDONESIA Oleh: Irmaningsih Pudyastuti
17 18 20 21
MENTAL HEALTH: DETEKSI DINI KESEHATAN MENTAL KAUM MUDA: Di Antara Agensi dan Survivor dalam Wacana Kota Jogja Inklusi LIPUTAN SOPREMA 2017 Oleh: Yanti Nurhasanah
ABOUT YOUSURE
OPINI MAHASISWA MENGENAI MENTAL HEALTH Oleh: Dilla Novita RESENSI FILM: MARY AND MAX Aditya Rizki
For More Information:
Redaksi Editor: Farras Muhammad Desainer: Tesalonica Viana Fotografer Sampul: John Noonan
Tim Redaksi: Aditya Rizki Yanti Nurhasanah Irmaningsih Pudyastuti Farid Ali Syahbana
Yousure Fisipol UGM Mudain Aja Edisi #5 @yousurefisipol yousurefisipol @yousurefisipol
- Barack Obama-
“The future belongs to young people with an education and the imagination to create.�
Fotografer: Ali Yahya
Dianty Widyowati Ningrum Master of Global Urban Development Planning University of Manchester
YOUNG & FEARLESS
S
Oleh: Yanti Nurhasanah iapa sangka perempuan dengan
Children Data Management (upaya
julukan young and fearless ini mampu
pembenahan implementasi kebijakan anak
bersaing dengan ribuan pemuda di
jalanan Indonesia). Alasan dirinya
penjuru tanah air hingga internasional untuk
mengambil isu anak jalanan di samping
melanjutkan studinya di University of
prodi departemen yang sangat unggul dalam
Manchester. Tamatan dari SMAN 14 Jakarta
teori dan konsep isu penanganan masalah
ini melanjutkan kuliah S1 di Departemen
sosial, dirinya memang tertarik pada isu
Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan,
anak jalanan dan kesejahteraan.
FISIPOL UGM. Setelah lulus pada bulan November 2015, di pertengahan tahun 2016 ia melanjutkan kuliah S2nya di Global Urban Development and Planning, University of Manchester.
Lahir di Magelang, pada tanggal 9 September 2017 dan dibesarkan di Jakarta, dirinya mengakui bahwa dirinya berusaha untuk menjalankan aktivitas perkuliahan secara lebih dewasa. Selama di Yogyakarta, ia
Selama di Yogyakarta, dirinya telah
selalu melakukan kebiasaan-kebiasaan
menempa diri dengan berbagai aktivitas
positif versi dirinya. Di mulai dari hal-hal
produktif hingga berprestasi di kancah
kecil yang baik dia lakukan sedari remaja
nasional maupun internasional. Prestasi
agar dirinya mampu menyesuaikan diri
puncaknya ada pada akhir menjelang dirinya
terhadap berbagai tantangan kehidupan
lulus dari kampus biru yakni menjadi
anak muda. Beberapa kegiatan positifnya
Mahasiswa Berprestasi (MAWAPRES) 2014
yakni dirinya sering sharing ilmu dan
nasional ketiga saat dirinya menjadi
pengetahuan melalui pertukaran pelajar
perwakilan dari Universitas Gadjah Mada.
antar negara.
Motivasi dirinya ikut MAWAPRES sangat sederhana, “penasaran pengen nyoba� ujarnya. Karya tulis ilmiah yang diangkat dalam kompetisi MAWAPRES adalah Street
1
Young and Fearless
Walaupun dirinya aktif berkegiatan di lingkungan eksternal, ia tak lupa mengembangkan diri di organisasi kampus.
Dirinya sempat menjabat ketua di
membangun sebuah komunitas bernama
English Debate Society (EDS) pada tahun
Intrachange. Komunitas ini dikelola bersama
2013. Menjadi pengurus himpunan
teman-teman yang memiliki ketertarikan
mahasiswa departemen Keluarga Mahasiswa
dalam pendidikan anak-anak. Dirinya
Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
membangun komunitas tersebut bersama
(KAPSTRA), dan Jamaah Muslim Fisipol
dengan teman-teman magangnya di
(JMF). Menurutnya, lingkungan akademik di
Balaikota.
kampus sangat mendukung dirinya untuk bisa berprestasi di luar akademik, bahkan selalu mendapat dukungan dari rekan mahasiswa maupun dosen. Dirinya mengatakan bahwa bukan mustahil kita bisa melakukan ini semua karena sistem akademik. Keterlibatannya dalam organisasi EDS
Dirinya sangat tertarik pada multikulturalisme dan bahasa. Tak heran dirinya hampir setahun bisa menjajaki dua negara bahkan lebih untuk bertukar informasi dan mencari tahu berbagai keunikan bahasa dan budaya. Selain minat pada bahasa, dirinya ternyata sangat peduli pada hak-hak bersuara bagi perempuan.
mengantarkan Dianty dua kali menjuarai
Sempat pula dirinya ikut bergabung pada
debat bahasa Inggris tingkat nasional di
sebuah komunitas perempuan yang peduli
tahun 2013. Dirinya sempat menjadi juri
terhadap dunia perpolitikan, bernama
dalam kompetisi debat mahasiswa tingkat
komunitas perempuan politik. Walau dirinya
internasional The World Universities
saat ini tinggal di Inggris untuk
Debating Championship (WUDC) dalam
menyelesaikan masa studi S2nya, dirinya
Chennai World Adjudicator di India tahun
masih menjadi analis di sebuah LSM yang
2014. Ia juga menjadi juara nasional di Solo
bergerak pada pemberdayaan masyarakat,
Open Debate Championship di UNS dan
benama Kopernik.
National Debate championship di UNDIP pada 2013.
Dengan aktivitas positif seabreg itu, tak mungkin perempuan keren ini tak memiliki
Dirinya sempat pula mengikuti student
tips and trik. “Pokoknya harus bisa jadi team
exchange dalam berbagai program antara lain
player agar tidak kewalahan sendiri
magang selama satu bulan di Vietnam
mengurus semuanya. Pasti nanti bisa
National University, Vietnam tahun 2015.
menyisihkan waktu untuk studi. Dalam
Summer school di Korea Selatan tahun 2014
mengejar studi, kita juga harus tahu cara
dan petukaran pelajar di Nanyang
belajar yang cocok dengan kita,” ujarnya.
Technological University- Singapura tahun
Kemudian ia melanjutkan, “kalau aku karena
2014. Dirinya sempat pula menjadi volunteer
di FISIPOL, jadi gaya belajarnya lebih banyak
pada Singapore Association for the Visually
dalam membiasakan membaca buku
Handicapped pada periode Januari –Mei
walaupun nggak lagi ujian biar banyak bahan
2014. Pada Oktober 2016, dirinya sempat mengikuti program magang 1 bulan di Balaikota (Kantor Gubernur DKI Jakarta).
untuk mengembangkan ide dan argumen waktu ujian”. Untuk para mahasiswa di Indonesia dirinya berpesan bahwa berlelahlelahlah selama menjadi mahasiswa.
Dirinya mengambil isu public transportation dalam area pemagangannya. Perempuan kelahiran Magelang ini juga sempat
Young and Fearless
2
KOMUNITAS HAMUR “Rumah Bagi Pemuda Penyintas Keluarga Bercerai� Oleh: Dilla Novita Rizki
H
AMUR sendiri jika dibaca terbalik
belakang yang bukan dari keluarga broken
maka menjadi RUMAH. Makna dari
home karena cenderung akan menghakimi.
nama ini adalah jika rumah dibalik
Di komunitas ini seluruh anggota bisa
maka sesuatu yang berada di dalamnya akan
berbagi tentang banyak hal. Sharing
tercerai berai. Komunitas ini diperuntukan
merupakan kegiatan yang penting, karena
bagi teman-teman yang telah tercerai berai
seseorang tidak bisa memendam sendiri
atau survivor keluarga broken home.
permasalahannya.
Misinya adalah melakukan pengembangan diri bagi teman-teman keluarga bercerai. HAMUR didirikan pada 19 Febuari 2016
Banyak hal yang terjadi padanya terutama pada perkembangan mentalnya, banyak dampak negatif yang terjadi
di Yogyakarta oleh Mahasiswa Berprestasi
padanya. Namun hal itu mampu menjadi
(Mapres) Fakultas Kehutanan UGM tahun
pemicu baginya untuk menjadi manusia
2015 yaitu Dian Yuanita W. Komunitas ini
yang lebih kuat, tidak mudah mengeluh, dan
dibentuk dengan dorongan pribadi Dian
mendorongnya untuk mampu melakukan
yang sudah menjadi survivor sejak kelas 2
lebih banyak hal bagi pengembangan
SD. Menurutnya sulit mencari teman untuk
dirinya. Di Indonesia belum ada komunitas
curhat tentang keluarga karena tidak mudah
yang mewadahi teman-teman dari keluarga
untuk berbagi ke orang dengan latar
bercerai dan tidak ada skema untuk
3
Komunitas Hamur
melakukan capacity building. Padahal penting
berpartisipasi, maka proses pengembangan
sekali adanya wadah meningkatan capacity
kemampuan diri para anggota HAMUR dapat
leadership bagi teman-teman broken home.
berjalan ke arah yang lebih beragam. Mulai dari seni, keahlian komunikasi publik, sampai bidang-bidang yang erat kaitannya dengan unsur akademik. Kelas inspirasi dilakukan secara langsung maupun daring, biasanya kegiatan ini dilakukan setiap dua minggu sekali. Kegiatan non-teknis lebih mengarah kepada mempererat hubungan antar anggota, seperti sharing, main dan makan bersama, serta outbound. HAMUR sendiri sering melakukan
HAMUR percaya bahwa keluarga adalah fondasi yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Perceraian keluarga menjadi salah satu faktor terjadinya mental
sosialisasi komunitasnya melalui blog, media sosial , serta mengisi undangan diskusi dan talkshow di radio. Anggota HAMUR adalah teman-teman dari keluarga
illness seseorang, ketika merasa tidak ada yang menerima dan merasa sendiri, orang cenderung akan mengalami depresi dan kekosongan. Mayoritas anggota HAMUR mengalami mental illness dan pernah memiliki keinginan untuk bunuh diri. HAMUR berupaya menjadi wadah yang menyatukan teman-teman survivor broken home dan berupaya melakukan self improvement kepada setiap anggotanya, hal itu diimplementasikan melalui kegiatankegiatan yang dimiliki oleh HAMUR. Kegiatannya terbagi menjadi dua jenis, yaitu kegiatan teknis dan non teknis. Kegiatan teknis mengarah pada capacity building, seperti kelas inspirasi wirausaha, parenting, kepemimpinan, public speaking, dan menulis.
bercerai dan berusia 16-28 tahun. Setiap dua tahun sekali dibuka pendaftaran anggota. Salah satu media sosial yang aktif digunakan komunitas ini adalah instagram dengan nama akun @hamurinspiring. Selain itu, komunitas ini juga memiliki Facebook dengan nama HAMUR Inspiring.
Para instrukturnya merupakan jejaring HAMUR, seperti teman-teman penyiar radio, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Mapres, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), LSM Rifka Annisa dan komunitas lain yang ada di Yogyakarta. Dengan banyaknya lembaga serta komunitas yang
Komunitas Hamur
4
Mendedah Persoalan Kesehatan Mental Pemuda Indonesia
U
saha menciptakan ekosistem yang ramah terhadap kesehatan mental pemuda di Indonesia tampaknya masih harus menempuh jalan yang cukup panjang. Rendahnya pemahaman terhadap fenomena gangguan mental dan sistem yang kerap mendiskreditkan pemuda menjadi sedikit dari banyak faktor pemicunya. Untuk memperbaikinya, penangan di level makro dan peningkatan literasi kesehatan mental mesti digiatkan.
Fotografer: Edu Lauton
5
Visual Isu
Visual Isu
6
“Di Balik Bayang-Bayang Gangguan Kesehatan Mental” Oleh: Farras Muhammad
S
aat SMA, sebuah cutter bernama Mori adalah teman terdekat yang dimiliki oleh Saraswati (nama samaran), mahasiswi semester sembilan di Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Gadjah Mada. Mori setia menemani Saraswati dalam setiap percobaan bunuh diri yang berkali-kali ia lakukan. “Setiap kali aku menusukan (mori) dan merasa sakit, aku merasakan sebuah kelegaan. Lama kelamaan, kelegaan tersebut menjadi candu yang lebih kuat dari ekstasi,” ungkap perempuan asal Jakarta tersebut. Percobaan bunuh diri yang dilakukan Saraswati merupakan bagian dari gejala gangguan mental yang ia alami. Masalah di dalam keluarga inti dan pengasingan dari keluarga besar menjadi sumbu utamanya. Akhirnya, setelah berani terbuka akan gejala depresi yang dideritanya pada sahabatnya, ia perlahan mampu lepas dari dorongan bunuh diri dan menjadi mahasiswa berprestasi di kampus. Saraswati merupakan pemuda yang beruntung dapat lepas dari gejala depresi. Hingga kini masih banyak pemuda di Indonesia yang berjibaku dengan gangguan mental dalam diri mereka. Data yang dirilis oleh United Nation Economic and Social Comission for Asia and Pacific (UNESCAP) pada 2014 menunjukan 20 persen dari remaja dan pemuda di dunia mengidap penyakit gangguan mental. Dari angka tersebut sebagian besarnya berasal dari negaranegara berpendapatan rendah dan negaranegara berkembang seperti Indonesia.
7
Fotografer: Stefano Pollio Satu tahun sebelumnya, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia juga merilis laporan yang menunjukan tingginya angka kasus gangguan mental di Indonesia. Lewat Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), terungkap bahwa prevalensi penderita gangguan jiwa berat seperti skizofrenia mencapai 400 ribu orang. Sedangkan, prevelansi penderitan berumur 15 tahun ke atas yang
“Di Balik Bayang-Bayang Gangguan Kesehatan Mental”
yang mengidap depresi dan gangguan kecemasan jauh lebih banyak lagi. Angkanya mencapai 6 persen atau 14 juta orang dari keseluruhan penduduk Indonesia berjumlah 250 jiwa. Tingginya jumlah pemuda yang mengidap penyakit gangguan mental sangat mungkin terjadi karena pemuda merupakan fase hidup yang rawan bagi kesehatan mental. Dalam Jurnal The Lancet Vol 369 yang terbit
seperti yang dijelaskan Patel dan rekanrekannya, pemuda mulai melakukan pencarian untuk dapat menjadi orang dewasa yang diterima secara sosial. Contohnya seperti berusaha menemukan dan memertahankan pekerjaan serta hubungan romantis. Dalam usaha-usaha tersebut pemuda menerima banyak tekanan yang berpengaruh pada sisi psikologis mereka. Ketika tekanan-tekanan itu tak dapat ditangani dengan baik oleh tubuh pemuda maka munculah gejala-gejala depresi. Penjelasan dari World Health Organization (WHO) menyebut penderita depresi biasanya merasakan gejala kebosanan, kehilangan minat dan kesenangan, serta penurunan energi meski telah istirahat. Selain itu, gejala lain yang dapat muncul adalah menurunnya konsentrasi, gangguan tidur dan nafsu makan, serta perasaan bersalah atau rendah diri. Gejala-gejala itu dapat berdampak menjadi depresi ringan maupun berat. Orang yang mengalami depresi ringan bisa mengalami kesulitan melakukan pekerjaan sehari-hari dan aktivitas sosial. Untuk yang menderita depresi berat, sangat mungkin bagi penderita tak bisa atau dengan terbatas melanjutkan pekerjaan, aktivitas sosial, serta kegiatan rumah tangga. Ketika telah mencapai tingkatan yang kronis, depresi dapat mendorong penderitanya untuk melakukan bunuh diri.
pada tahun 2007, Vikram Patel dan rekanrekannya mengungkapkan di banyak kelompok masyarakat umumnya gangguan mental dimulai pada usia pemuda, meski baru terdeteksi di kemudian hari. Karena pada perkembangannya, pemuda berada pada tahap kehidupan yang kaya akan tekanan. Pemuda berada pada tahap akhir karir pendidikan mereka dan berada pada tahap awal karir pekerjaan mereka. Di fase ini,
Sayangnya, banyak pemuda pengidap depresi dan gangguan mental lainnya mesti berhadapan dengan stigma buruk dari orangorang di sekitarnya. Menurut laporan yang diterbitkan Human Right Watch (HRW) pada Maret 2016, di perkotaan dan pedesaan di Indonesia ada kepercayaan yang meluas bahwa gangguan mental disebabkan oleh kerasukan roh jahat, kurangnya iman, tindakan amoral, dan dicap pendosa. Hal ini membuat pengidap gangguan mental rentan
“Di Balik Bayang-Bayang Gangguan Kesehatan Mental�
8
kelayakan juga sangat berdampak negatif pada kesehatan mental kaum muda. Sri Mulyani, perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemuda yang menganggur atau Lawang, Malang, menceritakan bagaimana pasiennya berumur 17 tahun mengalami memiliki pekerjaan di bawah standar perudungan. “Saat tahu dia dirawat di rumah kelayakan sering mengalami gejala gangguan sakit jiwa, teman-temannya mengencingi mental seperti serangan panik dan membenci tasnya dan menyundut mukanya dengan diri sendiri. rokok. Pasien tidak mampu melawan Dalam laporan UNESCAP, perempuan mereka,” ungkap Sri. Kemudian kata-kata muda juga disebut sebagai kelompok pemuda seperti orang gila, gelo, edan, dan otak miring yang rentan terkena gangguan mental akibat juga lazim dipakai dan memperburuk stigma. permasalahan sistem. Misalnya seperti mengalami pemaksaan dan kekerasan.
Akibatnya banyak pemuda pengidap gangguan mental kerap dikucilkan dan tak bisa mengungkapkan masalahnya dengan terbuka, bahkan kepada keluarga mereka sendiri. Hasilnya, banyak penderita gangguan mental tak mendapatkan penangan medis yang semestinya. Menurut UNESCAP, pengucilan dan kurangnya perhatian terhadap masalah mental kaum muda bisa menghasilkan kerusakan jangka panjang pada kapasitas mereka untuk berpartisipasi dalam domain sosial, ekonomi dan kewarganegaraan.
Pentingnya Penanganan di Level Makro
diskriminasi gender, kemiskinan, kekerasan domestik, dan pelecehan seksual. Faktorfaktor tersebut berkontribusi pada munculnya masalah mental seperti depresi, kegelisahan, serta tekanan psikologis. Hal ini juga membuat perempuan lebih rentan menderita gangguan mental di banyak kondisi dibandingkan laki-laki. Selain itu, menurut Wenty, permasalahan lain yang mesti dihadapi oleh kaum muda adalah perbedaan nilai yang dianut generasi tua dan generasi muda. Hal ini dapat terlihat pada banyaknya orang tua yang membangun ekspetasi terhadap anakanaknya memakai standar kemapanan generasi tua. Kaum muda yang memiliki standar kemapanannya sendiri sering terpaksa tunduk pada standar milik generasi tua dalam hal-hal seperti pilihan jalur pendidikan, pekerjaan, dan gaya hidup. “Dalam kasus ini ekspetasi orang dan keluarga tua menjadi stressor utama anakanak muda sekarang,” jelas Wenty.
Untuk memperbaiki permasalahan gangguan mental kaum muda di Indonesia, tak cukup hanya berfokus pada penanganan di level individual. “Level individu dan interpersonal itu bukan berarti tidak penting untuk ditangani tapi inti masalahnya ada di sistem yang lebih besar,” ungkap Wenty Marina Minza, Direktur Center for Indigenous Meski begitu untuk mengubah sistem and Cultural Psychology (CICP) UGM. Karena yang melahirkan banyak tekanan bagi permasalahan pada level individual diawali dari permasalahan di dalam sistem yang lebih pemuda juga bukan perkara mudah. “Jika mengubah sistem itu terlalu jauh, mungkin besar. perlu diawali dengan kesadaran bahwa Salah satu contohnya yaitu masalah mental health issue itu bukan hanya masalah pengangguran dan ketidakmampuan kaum individu tapi juga disebabkan oleh sistem muda mendapatkan pekerjaan yang layak. yang lebih besar,” lanjut Wenty. Setelah UNESCAP menyebutkan sekitar 20 persen pemahaman terhadap gambaran yang besar pemuda di Indonesia merupakan telah dilakukan, Wenty menjelaskan, maka pengangguran. Selain itu, pekerjaanitu akan berimplikasi pada penanganan yang pekerjaan yang berada di bawah standar tepat di tingkat mikro.
9
“Di Balik Bayang-Bayang Gangguan Kesehatan Mental”
Pentingnya Literasi Kesehatan Mental di Indonesia Oleh: Irmaningsih Pudyastuti Ketika berada dalam sebuah forum, kemudian kita ditanya “apakah Anda sehat hari ini?” jawabannya sudah pasti bisa ditebak “sehat” atau “kurang sehat”. Ketika kita ditanya “apakah mental Anda sehat hari ini?” tidak heran seandainya di dalam forum tersebut orang akan saling berpandang, tersenyum, diam, atau bahkan bingung ingin memberikan jawaban apa. Hal ini menjadi penanda bahwa literasi terhadap kesehatan mental di sekitar kita masih rendah. Orang lebih mudah mengenali rasa sakit pada fisik daripada di mentalnya. Menurut Diana Setiyawati, Direktur Centre for Public Mental Health (CPMH) UGM, mental health literacy merupakan kemampuan membaca dan mengenali ciri kesehatan mental. Bagi yang terliterasi, mereka mampu mendeteksi tanda-tanda gangguan mental, mengetahui cara pencegahannya, dan mengetahui cara untuk mencari pertolongan. Secara umum, bisa disimpulkan satu dari lima orang di dunia bisa terkena mental illness atau gangguan kesehatan mental. Penelitian yang dilakukan oleh Ryan McBain dan rekan-rekannya pada tahun 2012 yang berjudul The Role of Health Systems Factors in Facilitating Access to Psychotropic Medicines: A Cross-Sectional Analysis of the WHO-AIMS in 63 Low- and Middle-Income Countries menunjukan bahwa di seluruh dunia, penyakit jiwa menyerang sekitar 450 juta orang dan menyumbang 13,5% dari beban penyakit global. Sekitar 80% orang dengan penyakit jiwa tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah, lalu 85% pasien tetap tidak diobati. Anita Novianty dan M. Noor Rochman Hadjam
dalam Jurnal Psikologi UGM vol. 44 yang terbit tahun 2017 berjudul Literasi Kesehatan Mental dan Sikap Komunitas sebagai Prediktor Pencarian Pertolongan Formal menyebutkan bahwa gangguan mental berkontribusi sebesar 23% terhadap beban kesehatan mental dunia. Tingginya angka prevalensi gangguan mental berdampak pada beban sosial dan ekonomi, namun hanya 10% yang menerima penanganan profesional. Di Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menghasilkan bahwa prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Artinya, 1-2 orang dari 1000 penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa berat terbanyak terdapat di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6,0 persen. Provinsi dengan prevalensi ganguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur. Gangguan mental emosional adalah istilah yang sama dengan distres psikologis. Kondisi ini adalah keadaan yang mengindikasikan seseorang sedang mengalami perubahan psikologis. Berbeda dengan gangguan jiwa berat psikosis dan skizofrenia, gangguan mental emosional adalah gangguan yang dapat dialami semua orang pada keadaan tertentu, tetapi dapat pulih seperti semula. Gangguan ini dapat berlanjut menjadi gangguan yang lebih serius apabila tidak berhasil ditanggulangi.
Pentingnya Literasi Kesehatan Mental di Indonesia
10
11
Pentingnya Literasi Kesehatan Mental di Indonesia
Opini Mahasiswa Mengenai Mental Ilness Oleh: Dilla Novita 1.
Mega Puspita – Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Sepengetahuanku, mental illness adalah gangguan kejiwaan yang mempengaruhi emosi, pikiran, dan tingkah laku manusia. Alhamdulillah aku gak pernah mengalaminya. Tapi aku punya teman yang punya gangguan semacam itu. Dia depresi berat. Pernah beberapa kali dia melakukan percobaan bunuh diri. Aku juga pernah bawa dia ke UGD tengah malam karna dia kedapatan minum obat pil 10 butir di kostan. Dia jadi stres berat karena ada masalah dengan keluarga, pacar, dan skripsinya. Sepanjang aku mengenalnya, dia memang tipe orang yang obsesinya terlalu tinggi, sehingga ketika apa yang dia mau tidak tercapai, dia akan mudah drop dan jadi kayak gitu. Dia sering dengar suara orang yang mengasutnya untuk mengakhiri hidup, suara itu memberikan pengaruh negatif bahwa dia adalah manusia yang tidak berguna, apa yang dia lakukan selalu salah dan gagal. Itu yang membuatnya selalu berďŹ kir bahwa bunuh diri adalah jalan yang baik. Karena aku nggak tau cara menangani orang-orang yang seperti itu, aku cuma membantu dengan membawanya ke psikolog dan menjadi pendengar yang baik ketika dia bercerita tentang permasalahannya.
2.
Diva – Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Sanata Dharma Mental illness itu yang pasti adanya permasalahan dengan mental kita. Bisa depresi, bisa stress, bisa ketakutan berlebihan, bingung berlebihan. Kalau aku sendiri pernah sempet stress ringan karena sempet kena bully jaman SMA. Sampai tiap ngaca selalu ngerasa ada yang salah di aku sampai kakak kelasku ngebully aku secara verbal baik di sekolah maupun di media sosial Kalau aku sendiri waktu itu karena ga tinggal sama mama papa jadi aku cerita sama nenekku. Lalu nenekku membantu aku dengan cara selalu kasih aku pujian-pujian sederhana supaya aku bisa pede lagi. Terus keluarga besar juga sering nanyain kabarku dan sering memberikan informasi tentang beasiswa biar aku jadi semangat lagi. Kalau menurutku dengan kita menanyakan kabar seseorang terus ngasih dia semangat itu udah membantu secara tidak langsung karena orang yang kena mental illness biasanya selalu memiliki krisis kepercayaan diri dan sering mempertanyakan keberadaan dirinya sendiri.
Opini Mahasiswa Mengenai Mental Ilness
12
3.
Emahlia – Mahasiswa Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Mental illness adalah suatu penyakit kejiwaan yang sering gak terlihat langsung oleh seseorang dan orang di sekitarnya. Penyakit itu bisa mempengaruhi pikiran, emosional dan gerak fisik seseorang. Aku gatau pasti pernah mengalami hal-hal terkait mental illness atau ga, cuma aku seringkali cemas berlebihan saat akan menghadapi lingkungan dengan orang-orang baru di dalamnya. Aku takut banget kehadiranku ga diterima orang lain, atau aku akan jadi bahan omongan, dan yang paling parah aku takut ga punya temen di situ. Cuma aku berusaha ngeyakinin diri kalo aku bisa, dan aku akan memilih diem dulu sambil ngebaca orang-orang baru itu gimana dan sikap seperti apa yang sebaiknya aku lakukan supaya masuk ke lingkungan baru itu. Ada juga temen deketku yang panikannya parah banget. Dia sering ngerasa akan ada sesuatu hal (entah baik atau buruk) yang bakal menimpanya. Nanti tau-tau dia cerita ke aku dan bilang deg-degan gitu dan tiba-tiba banyak pikiran yang nyerang dia, padahal sebelumnya baik-baik aja. Akibat dari kecemasan dan kepanikan dia yang sebegitunya, dia bisa jadi insomnia berhari-hari karena susah tidur. Aku sendiri kadang sampai bingung mau ngasih saran apalagi kalau dia sudah panik dadakan gitu. Aku suruh dia telpon keluarganya, siapapun itu. Terus masih juga kayak gitu, dan aku diemin dulu. Sekarang dia sudah agak jarang kayak gitu, mungkin karena pengaruh pikiran positif yang sering aku dan temen-temen kasih ke dia.
4.
Indrawan – Mahasiswa Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Setauku mental illness adalah penyakit mental yang secara langsung maupun ga langsung ada di diri seseorang, dan biasanya karena suatu faktor tertentu. Bahkan kalau bener bener parah bisa sampai menyerang kesehatan fisik diri orang itu sendiri. Aku sih pernah beberapa waktu lalu, di saat sibuk mikirin gimana caranya selesaiin skripsi. Terus banyak tekanan dari luar, kesibukan dari luar juga, jadi aku merasa sedikit ga nyaman, dan selalu gelisah. Tiap hari bangun pagi mau tidur selalu gelisah, "kok skripsiku ga selesai, kok ini, kok itu, blablabla,". Sampai pada akhirnya aku agak sedikit kebawa emosi. Dikit dikit emosi, dikit dikit kasar. Pas udah mulai itu lah aku merasa tiap pagi pusing, nafsu makan berkurang, pikiran ke mana-mana yang bikin aku sakit gejala tipus. Aku akhirnya berusaha mencari cara agar bisa balik ke diriku yang dulu lagi. Cari motivasi sana sini, kumpul bareng keluarga, temen deket, ngobrolin masalah skripsi, dan meluapkan keluhan-keluhan lainnya. Akhirnya aku memutuskan untuk ngobrol langsung masalah ini dengan dosen pembimbing. Perlahan masalah itu berkurang, ditambah juga sering sholat di masjid bikin tenang. Beneran. Rasanya beda aja gitu dan akhirnya aku bisa menyelesaikan semuanya sekarang.
13
Opini Mahasiswa Mengenai Mental Health
5.
M I – Mahasiswa FISIPOL UGM Aku pribadi, bahkan sampai saat ini ngalamin salah satu dari gangguan mental. Aku punya rasa kecemasan yang berlebihan saat aku berada di tengah keramaian yang tidak teratur. Aku bisa keringat dingin, pusing dan pasti langsung nunduk. Aku ngalamin hal ini karena pengaruh masa kecil yang pernah hilang di keramaian dan semakin parah pas mama aku meninggal dunia. Aku kemudian jadi orang yang cenderung menutup diri dan diam pada orang baru. Waktu SMP, aku sempat menjadi pribadi yang pemberontak dan egois karena rasa takut itu. Ditambah, aku jadi super insecure dengan keadaan. Kemudian, aku ternyata pernah ngalamin depresi secara tidak sadar akibat hal tersebut. Beruntungnya, waktu SMA aku ketemu teman-teman yang mendukung terus dengan keadaanku. Dari sini, aku mulai bisa mengendalikan diri walaupun belum bisa benar-benar sembuh. Sebenarnya, aku orang yang senang bertemu orang baru, tapi, ketika kegelisahan berlebihan muncul dan rasa insecure berlebihan datang bersamaan, aku jadi ragu, bahkan ke kantin aja aku gabisa. Masih janggal juga kenapa kadang hal tersebut bisa terjadi, dan kadang enggak. Akhirnya, aku ambil jalan dengan mengikuti kegiatan yang melibatkan banyak orang seperti kepanitiaan acara yang tidak begitu membuat fobiaku terlalu muncul. Alhamdulillah, saat ini sudah mulai berkurang dan bisa mengendalikan fobiaku. Aku juga menonton beberapa ďŹ lm yang membuat aku semangat untuk keluar dari kondisi ini. Menurutku dukungan dari keluarga, teman dan orang-orang sekitar adalah hal yang sangat penting.
Photo by JoĂŁo Silas on Unsplash
Opini Mahasiswa Mengenai Mental Health
14
Mary and Max Judul Tahun Rilis Sutradara Genre
: Mary and Max : 2009 : Adam Elliot : Animasi, Komedi, Drama
Resensi Film
Mary and Max “Perspektif Lain Untuk Memahami Gangguan Mentalâ€? Oleh: Aditya Rizki Apa jadinya apabila kita menderita gangguan mental? Beberapa kemungkinannya adalah dapat menderita diskriminasi dan keterkucilan. Lebih apes lagi, bisa-bisa jadi aib keluarga dan dipasung hingga tua sebagaimana jamak terjadi di desa-desa Jawa. Sebagai subyek ia dianggap mati, sebagai makhluk sosial ia dianggap tak ada. Sisi berbeda mengenai penderita gangguan mental dan konteks sosial yang melingkupinya, hendak diceritakan Adam Elliot melalui ďŹ lm berjudul Mary and Max, yang diklaim berdasarkan pada kisah nyata. Mary adalah seorang anak gadis berusia delapan tahun yang tinggal di Australia, ditinggalkan oleh ayahnya yang gila kerja sebagai pegawai pabrik teh, dan ibunya yang memiliki kebiasaan nyentrik; gandrung merokok dan minum alkohol, serta buluk dan kumul saking malasnya mengurus diri, hingga sering mengutil barang di supermarket. Di luar rumah, Mary kerap dirundung oleh teman-temannya akibat tanda lahir yang mencolok di dahinya. Mary yang kurang afeksi menjadi kesepian dan akhirnya menjadikan seekor ayam yang tersesat bernama Ethel sebagai temannya. Suatu hari, Mary yang menderita akibat sunya, berinisiatif untuk mengirimkan surat kepada sebuah alamat yang ia temukan secara acak di sebuah buku alamat di kantor pos. Sepucuk surat ia kirim berisi sebuah coklat bar, dan pertanyaan khas seorang bocah; darimana datangnya bayi? Surat tersebut kemudian sampai di belahan dunia lainnya, di tangan Max Horowitz, seorang pensiunan karyawan berusia 44 tahun yang tinggal di kota New York, penderita penyakit mental Asperger yang membuatnya dapat dengan mudah terkena anxiety attack.
15
Resensi ďŹ lm
Mary yang mulai stabil saat beranjak dewasa, berkuliah dan mengambil studi psikologi. Dengan tujuan untuk memahami penyakit mental Max, Mary menulis mengenai penyakit mental Asperger yang diderita Max sebagai studi kasusnya. Titik balik dimulai ketika Max geram begitu mengetahui bahwa kisahnya dipublikasi sebagai hasil penelitian. Mary yang sedih, mengacuhkan orang-orang terdekatnya, hingga menemukan pelarian di dalam alkohol. Secara tidak langsung, adegan-adegan ini hendak mendiskusikan alkoholisme, serta pengaruh pengasuhan keluarga terhadap anak. Sebagai sebuah ďŹ lm, bahasa visual Mary and Max mampu memberikan sebuah kesan yang inklusif. Penggambaran karakter dengan teknik stop-motion, nuansa warna monokrom, dengan bentuk clay yang tidak teratur, mengaburkan batas yang normal dan yang terkena penyakit mental. Penggambaran karakter yang aneh, tak lantas ditonjolkan kepada tokoh Mary dan Max semata, karakter ibu Mary, pejalan kaki di kota New York, hingga psikiater Max juga turut digambarkan melalui detil dan ekspresi yang sama-sama absurdnya. Berbeda dengan ďŹ lm-ďŹ lm dengan tema serupa seperti Rain Man (1988) dan In The Tall Grass (2015) yang menempatkan penderita gangguan mental sebagai pihak yang merepotkan, mengerikan dan perlu dihindari. Mary and Max mampu memberikan perspektif baru kepada penonton mengenai gangguan mental. Film ini mendiskusikan bahwa gangguan mental tak lepas dari pengaruh lingkungan sosial terdekat, ia tumbuh akibat pola pengasuhan keluarga, dan terakumulasi dari pergaulan teman-teman sebaya yang gagap dalam menerima perbedaan. Melalui ekspresi-ekspresi emosional yang terjalin antara keduanya, ďŹ lm ini berhasil memberikan sisi kemanusiaan dari penderita gangguan mental yang sosoknya sering dipandang sebelah mata.
Resensi Film
16
Mental Health Cara Deteksi Dini Kondisi Kesehatan Mental Narasumber:
Dina Wahida Staff Psikolog CDC Fisipol UGM
1715 Deteksi Dini Kondisi Mental
Kaum Muda “Di Antara Agensi dan Survivor dalam Wacana Jogja Kota Inklusi� Oleh: Aditya Rizki
Pada tahun 2013, UNESCO bersama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX menandatangani nota kesepakatan untuk menyelenggerakan program Promoting Social Inclusion of Persons Living With Disabilities in Indonesia. Turunan dari program itu adalah penyelenggaraan sekolah inklusi dan perbaikan aksesibilitas infrastruktur. Bappeda Kota Yogyakarta bahkan menyusun kategori warga yang menjadi sasaran prioritas program kota inklusi, antara lain 1) penduduk miskin 2) perempuan 3) anak 4) lansia dan 5) difabel. Kota inklusi berusaha meminimalisasi marginalisasi atau eksklusi dengan berusaha meningkatkan interaksi antar penduduk. Sebagai kota inklusif, sebuah kota harus memenuhi indikator menurut World Bank. Pertama spatial inclusion yaitu kemudahan akses terhadap layanan dan infrastruktur publik yang penting, terutama untuk menjangkau kelompok yang kurang beruntung. Aspek pertama ini berpengaruh pada ketersediaan ruang yang aksesibel (place). Kedua, social inclusion yaitu jaminan bahwa semua orang mendapatkan hak dan partisipasi yang sama (people). Morrison (2011) menjelaskan dua hal penting dalam inklusi sosial, yaitu menyangkut hak-hak kelompok tersebut untuk diakui sebagai bagian dari masyarakat
“Di Antara Agensi dan Survivor dalam Wacana Jogja Kota Inklusi�
18
(inter-subjective recognition) dan warga negara (institutional recognition). World Bank menekankan pada hak politik mereka untuk menyuarakan pendapat dankepentingannya, serta terlibat dalam pengambilan keputusan. Ketiga, economic inclusion, yaitu ketersediaan lapangan pekerjaan serta kesempatan yang sama bagi setiap penduduk kota untuk merasakan dampak dari perkembangan ekonomi yang ada sehingga tercapai kesejahteraan (wellbeing). Prioritas kelompok yang diberdayakan belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat yang termarginalisasi. Data penelitian yang diorganisasi oleh jaringan Arus Pelangi (2013) di Jakarta, Makassar, dan Yogyakarta memperlihatkan bahwa sebagian besar kaum LGBT pernah mengalami kekerasan dalam berbagai bentuk dan terus meningkat akhir-akhir ini. Sementara, kaum difabel mengalami diskriminasi ketika harus bersinggungan dengan fasilitas atau layanan publik. Diskriminasi, pertentangan dan kesenjangan akses baik bagi kaum LGBT maupun difabel di Yogyakarta semakin memperpanjang jarak antara harapan menjadi kota inklusif dengan kenyataan. Dua kelompok tersebut yang paling kerap dibicarakan dan memiliki basis kaum muda sebagai aktor dominan yang berdiri di antara dua sisi. Pertama, sebagai agen yang mempromosikan kesetaraan akses di segala bidang menuju kota inklusif. Di posisi ini, kaum muda yang bergerak di kedua isu tersebut melakukan advokasi secara struktural (kebijakan) maupun kultural (kehidupan personal). Kedua, sebagai survivor yang bertahan dari gempuran wacana eksklusi yang semakin memojokkan posisi sosial dan politik mereka. Penelitian yang dilaksanakan tim Youth Studies Centre, Fisipol UGM tahun 2016 lalu berusaha untuk menguak ambivalensi yang dihadapi kaum muda LGBT dan difabel dalam wacana besar kota inklusif. Pendekatan yang diharapkan dalam proses investigasi tersebut berpijak pada prinsip-prinsip etnografi dengan proses pelibatan aktif bersama dengan subjek penelitian. Pendekatan ini memungkinkan bagi peneliti untuk mengidentifikasi motif-motif kultural dalam upaya kaum muda mewujudkan Yogyakarta kota inklusif. Hasil pembicaan yang dilakukan memperlihatkan bahwa perjuangan membangun Yogyakarta kota inklusif mengalami hambatan. Kaum muda difabel dan LGBT kemudian menyiasati tersebut dengan membangun jejaring kerjasama dengan kelompok dari wacana lain sehingga suarasuaradimunculkan atas nama entitas kolektif perkotaan. Namun, strategi tersebut menuai tantangan ketika proses yang dilakukan kaum muda berada dalam skema kewargaan. Skema tersebut menganggap kaum muda sebagai warga negara yang belum siap atau citizen-in-the-making (Kennelly, 2011). Konsekuensi dari pandangan ini adalah label yang disematkan pada kaum muda sebagai warga negara yang tidak didengar karena secara struktural belum memiliki power untuk melakukan advokasi kebijakan. Proses ini bermuara pada konstruksi masyarakat atas warga negara muda yang berada di antara good activism dan bad activism. Kedua posisi “di antara” tersebut tersusun bergantung dari arena yang dialami kaum muda dalam membangun kota inklusif. Kaum Muda LGBT cenderung disemati dengan label bad activism karena asosiasi wacana yang dimunculkan kerap bersinggungan dengan nilai-nilai minor. Sebaliknya, kaum muda difabel diasosiasikan dengan kegiatan mulia sehingga dilabeli good activism.
19
“Di Antara Agensi dan Survivor dalam Wacana Jogja Kota Inklusi”
SOPREMA 2017
“Mempersiapkan Wirausahawan Sosial Muda Untuk Membangun Indonesia”
Oleh: Yanti Nurhasanah
S
OPREMA 2017 kembali hadir untuk memberi kesempatan kepada anak muda yang memiliki jiwa berwirausaha sosial. Setelah YouSure mempersiapkan agenda besar ini sejak bulan Februari 2017, akhirnya SOPREMA 2017 telah terselenggara secara sukses. Kegiatan SOPREMA 2017 ini juga terselenggara berkat dukungan oleh Kemenpora dan BRI. SOPREMA 2017 terdiri atas 2 agenda besar yaitu kompetisi dan ekspo. Agenda ini mengambil tagline “Express Your Creative Passions”. Berlangsung selama tiga hari berturut-turut mulai tanggal 10-12 Oktober 2017. Rangkaian acaranya yaitu kompetisi, workshop, coaching clinic, seminar, win the challenge, dan cultural & awarding night. Setiap acara yang dilakukan memiliki tujuan yang berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dari setiap peserta dari peserta tiap acara. Narasumbernarasumber yang hadir antara lain Mustofa Romdloni (Tangan Di Atas), Budiono Darsono (Kumparan.com), Agus Rachmadi (Senior Vice Presiden BRI), Agung Setio Wibowo dari Jendra Jewelry, dan Amir Panzuri (Direktur APIKRI). Kompetisi SOPREMA 2017 memiliki dua kategori dan masing-masing kategori memiliki dua tema. Kategori pertama adalah Kick Off (usia usaha 0-1 tahun) dan kedua adalah Start Up (usia usaha 1-3 tahun). Untuk tema yang diusung adalah Industri Kreatif dan Ketahanan Pangan. Peserta yang hadir dalam kegiatan SOPREMA 2017 sebanyak 90 tim yang berasal dari 29 provinsi di Indonesia.
Tahap-tahap pertama adalah semifinal, sedangkan tahap kedua adalah final. Peserta melakukan presentasi pada tahap semifinal dan jika lolos akan masuk tahap final. Tahap semifinal dan final menghadirkan secara berturut-turut 16 dan 6 juri yang terdiri dari berbagai profesi yakni akademisi, praktisi, dan media. Setelah melalui tahap yang cukup panjang, juara pertama dalam kategori Kick Off berasal dari Jawa Barat bernama Kangpuj Farm sedangkan pemenang di Kategori Start Up berasal dari Bali yaitu tim Nusa Berdaya. Lewat kompetisi ini, para pemenang serta peserta kompetisi lainnya diharapkan dapat ikut berpartisipasi membangun negeri dan memberikan dampak positif kepada Indonesia.
Liputan Soprema 2017
20
About Yousure (Youth Studies Centre FISIPOL UGM) Pusat Kajian Kepemudaan atau Youth Studies Centre (YouSure), FISIPOL, UGM didirikan pada tanggal 21 Mei 2011 dengan visi untuk menjadi lembaga penelitian dan pengabdian pada masyarakat di bidang kepemudaan yang terpandang dan berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan untuk kemajuan bangsa. Untuk mewujudkan visi tersebut, YouSure memiliki misi sebagai berikut: 1. Melakukan penelitian, kajian, dan publikasi akademik yang berkualitas di bidang kepemudaan. 2. Melakukan advokasi kebijakan kepemudaan dan pemberdayaan pemuda berbasis penelitian dan kajian. 3. Mendiseminasi gagasan dan wacana alternatif kepemudaan kepada publik. 4. Memfasilitasi terbangunnya jaringan sosial antar pemuda di Indonesia lintas daerah, agama, dan lintas aďŹ liasi politik untuk pembelajaran horizontal antar pemuda serta peningkatan solidaritas dan kesatuan bangsa.
21
About Yousure
Struktur Organisasi Direktur Direktur Eksekutif Riset dan Publikasi Media Advokasi Internal Affair
: : : : : :
M.Najib Azca Ph.D Oki Rahadianto S, Ph.D Dr. Novi Kurnia dan Hakimul Ihwan Ph.D Derajad Widhyharto M.Si dan Gilang Desti Parahita, MA Dr. Hempri Suyatna dan Lisa Lindawati, MA Dewi Cahyani Puspitasari, MA dan Ekalusi Zuni A, MA
Divisi Riset: Novi Kurnia, Ph.D (Koordinator) Ario Wicaksono, M.A Dr. Suharko, M.Si Divisi Advokasi dan Jaringan Kepemudaan: Dr. Hempri Suyatna, M.Si (Koordinator) Peneliti: Dr. Arie Sujito, M.Si Dr. Subando Agus Margono Dr. Hakimul Ikhwan Budi Irawanto, Ph.D Arie Setyaningrum, Ph.D Oki Rahadianto Sutopo, Ph.D Bevaola Kusumasari, Ph.D Wenty Marina Minza, Ph.D Dr. Krisdyatmiko Erlin Heriana, M.A Lambang Triyono, M.A Dian Arymami, M.Hum
Dewi Cahyani Puspitasari, M.A Suci Lestari Yuana, M.A Divisi Publikasi, Event, dan Database: Budi Irawanto, Ph.D (Koordinator) Eka Zuni Lusi Astuti, M.A Dana Hasibuan, M.A
Nurul Aini, MA Muhammad Nyarwi, M.Si Desintha Dwi Asriani, M.A Erlin Herliana, M.A Wisnu Martha, M.Si Milda Longgeita Pinem, M.A Meredian Alam, M.A., M.Phil Frans Vicky Djalong, M.A Nanang Indra Kurniawan, M.A Longgina Novadona Bayo, M.A Ariefa EďŹ aningrum, M.A Ayu Diasti, M.A
Peneliti Ahli: Ben White, M.A., Ph.D (Professor Emeritus, Institute of Social Studies, Den Haag) Merlyna Lim, M.A., Ph.D (Assistant professor, Arizona State Uiversity) Noorhaidi Hasan, M.A., Ph.D (Associate professor, UIN Sunan Kalijaga) Pamela Nilan, M.A., Ph.D (Associate professor, The University of Newcastle) Pujo Semedi, M.A., Ph.D (Associate professor, Universitas Gadjah mada) Project OfďŹ cer dan Asisten Peneliti Staf Administrasi Staf Magang
: Aditya Rizki Pratama, S.Ant Yanti Nurhasanah, S.Sos : Imalis Wahyuningrum, A.md : Farras Muhammad Farid Ali Syahbana Irma Pudyastuti Tesalonica Viana Arianti
About Yousure
22
Mudain Aja #5