3 minute read

Transisi Energi Mendesak Bagi Indonesia

Selama 50 tahun terakhir Indonesia mengalami banyak perubahan dalam sektor kelistrikan. Sejak krisis minyak 1970 hingga 2020, Indonesia telah mengurangi pasokan minyak untuk listrik dari 56% ke 3% hingga tahun 2020. Berkebalikan dengan sektor minyak bumi, terjadi peningkatan pasokan batubara untuk sektor listrik dari tahun 1971 hingga 2020 sebesar 64%. Hal inilah yang menjadikan PLTU batubara sebagai sumber utama listrik Indonesia.

Advertisement

Sejalan dengan penggunaan bahan bakar fosil sebanyak 50% di dunia, telah terjadi peningkatan gas rumah kaca yang merupakan rekor tertinggi melebihi rata-rata peningkatan selama periode 2011-2020 berdasarkan data World Meterological Organization (WMO) tahun 2020. Hal ini didukung dengan data konsentrasi rata-rata global untuk CO2 yang mecapai level tertinggi pada 413,2 ppm. Jika hal ini tidak segera ditangani dan diantisipasi, maka akan berdampak besar pada perubahan iklim.

Dengan komitmennya untuk ikut serta dalam penurunan emisi, maka Pemerintah Indonesia menetapkan target Bauran Energi Terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada 2050 untuk EBT. Indonesia juga telah berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29% pada tahun 2030. Sementara itu, berdasarkan pertemuan COP 26 di Glasgow, Indonesia berkomitmen kuat dalam pengurangan emisi karbon melalui komitmen Nationally Determined Contribution (NDC).

Sudah semestinya pengembangan EBT untuk mendorong transisi energi dalam skala besar dan cepat untuk menghindari krisis perubahan iklim menjadi prioritas bagi pemerintah Indonesia. Mengingat presentase EBT dalam bauran energi yang masih di angka 8.04% targetnya 23% di tahun 2025 memungkinkan Indonesia tidak mencapai target bauran energi.

Diperkirakan emisi gas rumah kaca dari PLTU batubara akan mencapai 300 juta ton pada tahun 2028 berdasarkan hasil pemodelan Institute for Essential Services Reform (IESR) terhadap RUPTL 2019-2028. Hal ini semakin diperparah dengan hasil proyeksi yang menunjukkan bahwa Indonesia akan melampaui jalur emisi gas rumah kaca sebesar 2 derajat. Tentunya ini sangat berlawanan dengan komitmen Indonesia dari Nationally Determined Contribution (NDC) yang telah diserahkan ke UNFCCC yang menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca Indonesia 29% tanpa syarat dan 41% bersyarat (dengan dukungan internasional yang memadai) pada tahun 2030.

Faktor penting lain yang mendorong transisi energi harus disegerakan adalah iklim Indonesia yang telah memasuki kategori “highly insufficient” atau sangat tidak memadai dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Dengan penggunaan energi fosil yang mencapai 82% pada tahun 2020 telah membuat sektor energi menjadi penyumbang tertinggi untuk emisi gas rumah kaca di Indonesia sebesar 45,7% (selain emisi dari hutan dan penggunaan lahan). Lebih lanjut apabila suhu bumi semakin naik menurut ahli Epidemologis, hal ini akan berdampak pada kesehatan penduduk yang diperkirakan di tahun 2030-2050 akan menyebabkan kenaikan angka kematian sebanyak 250.000 orang per tahun akibat malnutrisi, malaria, dan stress akibat gelombang panas.

Dalam proses transisi energi ini sudah seharusnya bagi pemerintah Indonesia melakukan secara bijak dan adil. Selain itu, kesuksesan transisi energi ini bukan hanya peran pemerintah saja, karenanya perlu dukungan dari segala pihak untuk menyukseskannya.

Di sisi lain sebenarnya transisi energi dan pengembangan energi bersih telah berlangsung di seluruh dunia dan memiliki prospek yang menjanjikan untuk kedepannya. Dengan kemajuan teknologi dan implementasi skala luas akan memberikan kemungkinan penurunan biaya investasi untuk pengembangan EBT ini. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya penurunan harga panel surya dan turbin angin yang mengalami penurunan selama 2010 hingga 2019 dari 89% menjadi 59%. Selain itu, di bidang teknologi penyimpanan baterai mengalami penurunan sebanyak 89% pada baterai Li-ion pada periode yang sama. Ke depannya, di tahun 2030 biaya untuk membangun pembangkit listrik baru dari EBT akan lebih murah dibandingkan mengoperasikan pembangkit listrik bertenga fosil. Bahkan di beberapa negara telah mengalami kondisi ini.

This article is from: