7 minute read

Merebaknya PETI Akibat Pandemi

Muhammad Alif Ikhsan 12118018

Image source : www.effective-states.org

Advertisement

COVID-19 merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus corona terbaru yang diberi nama SARS-CoV-2. WHO pertama kali menemukan virus ini pada tanggal 31 Desember 2019, menyusul laporan munculnya sekelompok kasus pneumonia yang menyerang warga Wuhan, Republik Rakyat Tiongkok. Menurut data WHO, sebanyak kurang lebih 80% penderita dapat sembuh tanpa perawatan medis, sedangkan 15% terpapar parah dan membutuhkan alat bantu oksigen, dan 5% terpapar sangat parah dan membutuhkan perawatan intensif. Akibat penyebarannya yang sangat cepat, negara-negara di berbagai belahan dunia melakukan bermacam cara untuk menghentikan penyebaran virus ini, salah satunya adalah dengan melakukan karantina wilayah (lockdown).

Karantina wilayah merupakan sebuah metode yang dilakukan oleh suatu daerah untuk mengendalikan penduduk agar tetap tinggal di dalam rumah. Tujuannya adalah untuk menekan pergerakan dan aktivitas masyarakat termasuk bekerja, sekolah, dan sebagainya. Hal ini menyebabkan resesi ekonomi melanda hampir seluruh negara di dunia, hilangnya lapangan pekerjaan yang menyebabkan meningkatnya pengangguran, kelangkaan bahan pangan, hingga peningkatan tindak kriminal. Salah satu tindak kriminal yang muncul dan merebak selama pandemi COVID-19 adalah penambangan tanpa izin (PETI).

Penambangan tanpa izin adalah aktivitas pertambangan yang dilakukan tanpa melalui jalur legal seperti pengurusan status hak atas tanah, lisensi pertambangan, dan izin lainnya. Akibat kurangnya keahlian dan penguasaan dalam teknik pertambangan, menyebabkan timbulnya dampak negatif dari penambangan ilegal ini, seperti kontaminasi air dan tanah akibat penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3), kerusakan ekologis akibat deforestasi, kerugian ekonomi bagi negara akibat hilangnya sumber pajak dan royalti, serta ketidakpastian / tidak adanya perlakuan pascatambang dan reklamasi pada lahan yang telah ditambang. Maraknya penambangan ilegal ini terjadi di beberapa negara berikut:

Zimbabwe

Pegunungan Chimanimani di bagian timur Zimbabwe merupakan sebuah tempat yang banyak didatangi turis. Tanahnya yang subur, dengan dataran berumput hijau, dan air terjun indah di balik hutan yang lebat. Namun, Covid-19 yang muncul sejak akhir tahun 2019 lalu mengubah total tempat ini. Larangan bepergian yang diterapkan banyak negara, termasuk Zimbabwe, untuk menghentikan penyebaran virus ini menyebabkan turis berhenti datang ke lokasi ini.

Namun, akibat berkurangnya turis yang datang, ratusan penambang emas ilegal mengambil alih tempat ini. Lonjakan jumlah penambang ilegal ini meninggalkan kerusakan pada alam di Pegunungan Chimanimani.

Endapan emas yang terdapat pada area Chimanimani National Park terdapat pada rangkaian perbukitan yang didominasi batu pasir dan kuarsit. Aliran sungai menyebabkan batuan lapuk dan meninggalkan endapan emas aluvial di sepanjang alirannya.

Kerusakan yang dihasilkan berupa pencemaran air akibat penggunaan logam air raksa dalam pencucian emas, keanekaragaman hayati berkurang akibat kerusakan habitat dari tumbuhan, burung, dan hewan endemik, serta pembuatan camp di area penambangan yang menyebabkan penumpukan sampah rumah tangga di area taman nasional.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penambangan ilegal bermunculan pada area ini, yaitu: 1. Telah mengalami krisis ekonomi selama satu dekade terakhir, diperparah dengan hiperinflasi (mencapai 175% pada pertengahan tahun 2019). 2. Kekeringan parah yang melanda berbagai belahan negeri. Menurut UN World Food Programme (WFP), Zimbabwe akan mengalami kelangkaan pangan pada akhir Februari 2020, menyebabkan munculnya ancaman kelaparan bagi 7,7 juta jiwa warga. 3. Pandemi COVID-19 yang merebak di Zimbabwe memperburuk krisis yang telah terjadi. Selain itu, berkurangnya wisatawan yang berkunjung pada Taman Nasional Chimanimani ini dimanfaatkan oleh penduduk untuk mengeksploitasi endapan emasnya. 4. Adanya indikasi campur tangan penjaga hutan (rangers) yang ditugaskan oleh Zimbabwe Parks and Wildlife Management Authority dalam mengoordinasi aksi penambangan ilegal di lokasi Taman Nasional Chimanimani. Penambang diwajibkan untuk mengumpulkan emas sebanyak 40 gram per hari yang dihargai dengan US Dollar oleh penjaga hutan.

Pemerintah Zimbabwe turut mengambil beberapa langkah dalam menanggulangi maraknya penambangan ilegal ini, yaitu mendaftarkan beberapa penambang emas ilegal agar mendapatkan izin untuk menambang. Pemerintah juga melakukan inspeksi pada lokasi penambangan disertai dengan penangkapan puluhan penambang ilegal. Namun, hal ini memicu masalah baru berupa penyelewengan Hak Asasi Manusia yang berupa adanya penembakan pada penambang dan

http://www.timetoclimb.com/bouldering/climbing-zimbabwe-chimanimani-national-park/

Chimanimani National Park, Zimbabwe

https://www.newzimbabwe.com/rangers-accused-of-illegal-gold-mining-in-chimanimani-national-park/

Indonesia

Coronavirus tidak luput melanda negara kita, Indonesia. Dengan kasus pertama yang tercatat pada bulan Maret 2020, pemerintah secara bertahap menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka menekan laju kenaikan pasien positif COVID-19. Hal ini berdampak pada ekonomi masyarakat Indonesia akibat pembatasan berbagai kegiatan termasuk peliburan tempat kerja dan pembatasan kegiatan di tempat umum.

Dampak ekonomi ini juga dirasakan oleh masyarakat global. Ketakutan masyarakat dunia pada kemungkinan terjadinya kehancuran ekonomi global menyebabkan investor dan spekulan di seluruh dunia membeli emas (komoditas yang dipandang sebagai pelindung ketidakstabilan ekonomi). Meningkatnya permintaan emas ini mengakibatkan lonjakan harga emas yang mencapai Rp.1.056.000 per gramnya (Antam). Hal ini dimanfaatkan oleh masyarakat di daerah pedalaman Indonesia untuk melakukan penambangan emas secara ilegal pada daerah-daerah yang dianggap mempunyai kandungan emas tinggi.

Aliran sungai di sekitar site Grasberg yang berada di bawah naungan PT Freeport Indonesia menjadi salah satu tujuan penambang ilegal ini. Emas yang berada pada aliran sungai masih bercampur dengan lumpur, dipisahkan menggunakan saringan sederhana yang terbuat dari kain. Dalam satu hari, mereka dapat mengumpulkan sekitar 1 gram emas yang dihargai sebesar Rp 800.000, yang tentu sangat menggiurkan bagi masyarakat di sekitar daerah tersebut.

Bahaya yang mengancam penambang ilegal bukan hanya datang dari kemungkinan terpapar virus di tengah pandemi, namun juga bahaya terpapar berbagai penyakit lainnya, terutama penyakit kulit karena bekerja pada aliran sungai yang mengandung limbah tambang dari PT Freeport Indonesia. Selain itu, adanya ancaman keamanan dari pemberontak (OPM) yang bergerilya di dalam hutan dan kemungkinan tertangkap oleh otoritas keamanan setempat.

Selain di kedalaman hutan Papua, penambangan ilegal juga menjangkiti masyarakat di Kalimantan Barat. Akibat kesulitan ekonomi yang melanda, masyarakat beralih profesi menjadi penambang emas pada sungai-sungai di daerah tersebut. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penambangan ilegal ini adalah berupa pencemaran air sungai akibat penggunaan logam air raksa dalam pemurnian emas yang telah dilarang di Indonesia sejak tahun 2017 lalu. Sungai ini juga merupakan sumber air bagi penduduk yang tinggal pada daerah yang dialirinya, sehingga akan menimbulkan bahaya penyakit jika terpapar pada penduduk. Pada

https://www.thejakartapost.com/news/2020/09/23/pandemic-panners-indonesians-hunt-for-gold-in-desperate-times.html

Penambangan Emas Ilegal di Papua

https://news.detik.com/berita/d-5156762/400-penambang-emasilegal-di-cagar-alam-mandor-kalbar-diamankan

Dalam satu hari, mereka dapat mengumpulkan sekitar 1 gram emas yang dihargai sebesar Rp 800.000, yang tentu sangat menggiurkan bagi masyarakat di sekitar daerah tersebut “

Penambangan Emas Ilegal di Tengah Hutan Amazon

Image Source : https://static01.nyt.com/images/2016/07/24/world/americas/25-PERU-WEB-slide-BJGO/25-PERU-WEB-slide-BJGO-superJumbo.jpg

bulan September lalu, pihak kepolisian berhasil menangkap sekitar 400 penambang emas ilegal yang beroperasi di Kalimantan, dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun.

Peru

Tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Indonesia, masyarakat Peru yang masih dibayangbayangi krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 memilih untuk beralih profesi menjadi penambang emas ilegal. Ekonomi Peru mengalami kontraksi sebesar 40% pada bulan April lalu, dibandingkan dengan pada tahun 2019, serta lonjakan harga emas memicu alih profesi ini.

Penambangan emas ilegal ini berpusat di Madre de Dios, yang berada di kedalaman hutan hujan tropis Amazon. Menurut laporan El Comercio, operasi penambangan emas ilegal telah mencakup Tambopata National Reserve, yang merupakan daerah hutan hujan tropis yang dilindungi di bagian tenggara Madre de Dios. Penambangan emas ilegal ini dilakukan pada area hutan konservasi yang harus dijaga keaslian ekosistemnya. Akibatnya, deforestasi tidak dapat dihindarkan, karena proses penambangan dilakukan secara terbuka dan tentu harus melalui tahap land clearing.

Pada Februari 2019, pemerintah Peru menurunkan sebanyak 1800 anggota kepolisian dan militer di Madre de Dios yang berhasil mengusir ribuan penambang ilegal, dan menghancurkan salah satu bisnis penambangan ilegal di La Pampa, yang ternyata juga menjalankan aksi kriminal lainnya seperti perdagangan manusia dan prostitusi. Namun, pada awal masa karantina yang diterapkan oleh pemerintah Peru, masyarakat kembali berdatangan ke area tersebut. Salah satu pemicunya adalah karena berkurangnya kontrol dari pemerintah dan kepolisian dalam mengantisipasi kembalinya penambang ilegal di daerah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Socio-economic Impact of COVID-19. UNDP. Diakses dari https://www.undp.org/content/undp/en/home/coronavirus/socio-economic-impact-of-covid-19.html

World Health Organization. (2020). Coronavirus Disease (COVID-19). Diakses pada 23 Desember 2020, dari https:// www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/question-and-answers-hub/q-a-detail/coronavirus-disease-covid-19

Greentumble. (2017). The Dangerous Effects of Illegal Mining. Diakses pada 23 Desember 2020, dari https://greentumble.com/the-dangerous-effects-of-illegal-mining/ Marima, T. (2019). In Zimbabwe, An Economic Crisis With 175% Inflation Drives Discontent. Diakses dari National Public Radio, https://www.npr.org/2019/08/19/752329758/in-zimbabwe-an-economic-crisis-with-175-inflation-drives-discontent

Chingono, N. (2019). Empty stomachs and unpaid salaries, Zimbabweans face a bleak 2020 as economic crisis deepens. Diakses dari Cable News Network, https://edition.cnn.com/2019/12/31/africa/zimbabwe-economic-crisis-intl/index.html

Photo by : Xavier DH 12117067

This article is from: