TABLOID KABAR FILM EDISI 38

Page 1


TAKE 2

DARI REDAKSI

EDISI 38 / TH IV / OKTOBER 2012

P TRET Perbaikan Gizi Film TERHITUNG sejak 15 November Jakarta berganti gubernur. Joko Widodo dan wakilnya, Basuki Cahaya Purnama resmi dilantik menjadi ‘orang no 1’ dan ‘no 2’ di lingkungan birokrasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Harapan kaum urban Jakarta pada pasangan yang low profile itu cukup tinggi, salah satunya bisa menjamin tidak banjir, tidak macet lalulintas, dan ketidaknyamanan lainnya. Namun, prioritas jangka pendek Jokowi adalah memberi kartu jaminan kesehatan masyarakat miskin. Ketika masyarakat miskin masih dalam proses mendapat fasilitas kenyamanan dan kemudahan, produser film mendapat ‘hadiah’ berupa Pergub DKI no 115 Tahun 2012 yang berlaku efektif sejak 12 September. Pergub ini dimaksudkan untuk mengurangi ‘beban’ produser dalam hal pajak. Dalam birokrasi lain, perfilman nasional mendapat anggaran berupa APBN Perubahan. Anggaran itu ‘dititipkan’ di dua kementerian yang – berdasarkan UU Perfilman No 33 Tahun 2009 — mengurusi perfilman; yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif. Ir Wiendu Nuryanti, M Arch, Ph D selaku Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Kebudayaan menyebutkan, anggaran film di tempatnya sebesar 10 kali lipat dari anggaran di kementerian lain yang juga mengurus film. Secara asumtif besar anggaran tersebut bisa dilihat dari kegiatan Film Indonesia (FFI) yang dikerjakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berbiaya Rp16,2 Miliar. Sementara Apresiasi Film Indonesia (AFI) 2012 yang digelar Kemendikbud menelan biaya Rp6 Miliar. Beberapa kegiatan di Kemendikbud adalah Lomba Penulisan Skenario (Rp2 Miliar), Bioskop Rakyat (Rp2 Miliar), dan Jambore Film Pendek (belum dapat konfirmasi). Membesarnya anggaran tersebut tentu saja akan menopang upaya memajukan perfilman. Namun kita berharap penggunaan anggaran mengedepankan transparansi sebagai pertanggungjawaban. Sebab, sejak 2004-2011 performa FFI selalu bermasalah akibat anggaran selalu dibawah Rp5 Miliar. Toh, banyak pihak memanfaatkan FFI sebagai proyek pribadi. Pertanggungjawaban penggunaan anggaran kegiatan FFI selama ini pun tidak pernah jelas. ** Tweeter: @teguhimamsurya

FILM ‘LEWAT TENGAH MALAM’

(foto: Buku Poster Film Indonesia/KF)

DIPRODUKSI pada Tahun 1971 oleh PT Alied Film of Indonesia. Cerita, skenario, dan sutradara digarap Sjuman Djaja. Dan film ini juga merupakan film cerita panjang pertama Sjuman setefilm lah kembali dari Moskow. Ketegasan tema pertamanya ini juga bisa dilihat pada film-film Sjuman selanjutnya. Sebelumnya menulis skenarioa untuk sutradarasutradara lain.

Rizal Siregar

Garap dokumenter tokoh teater Medan WARTAWAN dari Harian Poskota, Rizal Siregar baru saja menyelesaikan produksi film dokumenter. Pekan lalu dia mampir ke kantor redaksi Tabloid Kabar Film dan berbincang intens tentang karyanya, yang merekam jejak tokoh teater kota Medan, D Rifai Harahap. Rizal yang merupakan aktivis sekaligus pendiri Lembaga Peduli Kebudayaaan juga berencana mendokumenterkan sejumlah seniman. “Dibuat bersama beberapa teman, dengan modal dengkul. Beruntung mendapat support dimana mereka tidak terima honor dari produksi ini,” kata Rizal. Dia minta tolong Ahmad Sungkawa, rekannya di media yang sama untuk mengisi suara narasi. Menurut Rizal, pengambilan gambar untuk film dokumentasi D Rifai Harahap dilakukan Senin, (7/11) selama tiga hari syuting dengan lokasi Medan dan sekitarnya. Syuting melibatkan para senieas Medan seperti Yondik Tanto (Co. Sutradara), Jali Kendi (Juru Kemera), Ayub Badrin ( Unit Manager), Iskandar Zulkarnaen (Pimpinan Produksi) dan anak-anak Teater Imago Medan . Tujuan syuting film dokumenter ini salah satu upaya mendokumentasikan para seniman kota Medan yang pernah berkaya dalam bidang masing-masing.

Rizal Siregar (foto: Dudut)

Sebab, tak banyak data dan dokumentasi yang bisa diperoleh baik di arsip daerah maupun di kantong-kantong seni yang ada di kota Medan. “Diera multi media sekarang ini, sudah saatnya dokumentasi para seniman Medan dibikin lewat media sinema. Saya terpanggil untuk mendokumentasikan para seniman Medan karena ketika para seniman Medan meninggal, seperti Burhan Piliang, Buoy Hardjo, Raswin Hasibuan, NA.

Infotemen Hadian, Z. Pangaduan Lubis dan Ben M Pasaribu dan banyak lainnya tidak ada datanya dalam bentuk visual,” kata Rizal yang juga pegiat film. D Rifai Harahap menurut penuturan Rizal, sangat apresiasi terhadap gagasan mendokumentasikan para pelaku seniman Kota Medan. Baginya, dokumentasi itu sangat penting. Sebab terangnya, tidak banyak masyarakat yang peduli dengan nasib seniman, apa lagi mendokumentasikannya. Rizal Siregar sebelum ke Jakarta pernah aktif di Teater Imago dan Teater Nasional Medan. Sikap pedulinya ini perlu diapresiasikan oleh para pekerja seni dan lembaga terkait seperti Pemda Daerah maupun Pemerintah Pusat serta swsata. Beruntung, secara moril Kepala Anjungan Sumatra Utara Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Tatan Daniel telah memberikkan dukungan. Meski anggaran swadaya, film dokumenter dibikin profesional. Dokumenter D Rifai Harahap akan diberikan kepada Pemda Sumatera Utara , Pemkot Medan, Pemda 30 Kabupaten/Kota yang ada di Sumut, Taman Budaya Sumatera Utara, Sinematek Indonesia dan Anjungan Sumut TMII dan kantong-katong kesenian lainnya. “Semoga masyarakat Sumatra Utara lebih peduli kepada karya-karya seniman lokal,” kata Rizal Siregar. (kf1)

Diterbitkan pertamakali di Jakarta tanggal 12 Mei 2009 oleh Komunitas Pekerja Perfilman Jakarta Kode ISSN 2086-0358 Pendiri/ Penanggungjawab Teguh Imam Suryadi Redaktur Pelaksana Didang Pradjasasmita Redaksi Bobby Batara Jufry Bulian Ababil (Medan), Desain: Rizwana Rachman Distribusi: Dede, Jamilan Penasihat Hukum Drs H Kamsul Hasan SH MH Penasihat Ahli Herman Wijaya Alamat Redaksi/ Iklan/ Sirkulasi Sekretariat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya Seksi Film dan Kebudayaan, Lantai IV Gedung Pusat Perfilman H Usmar Ismail, Jalan HR Rasuna Said Kavling No C-22 Kuningan, Jakarta Selatan. Tlp: 021-97924704 - 0818404013. Rekening BANK BCA No Rekening: 5730257874 a/n Teguh Imam Suryadi Email kabar.film@yahoo.com Facebook Kabar Film Grup Website www.kabarfilm2.blogspot.com

ISTILAH KATA VISUAL EFFECT : Serangkaian proses pembuatan gambar yang menyertakan proses manipulasi tertentu di luar adegan pengambilan gambar yang asli. Efek visual merupakjan perpaduan dari gambar syuting asli dengan obyek rekayasa computer, serta obyek lainnya untuk menciptakan adegan yang realistis sesuai dengan tuntutan scenario. Hal ini dilakukan misalnya karena adegan tersebut berbahaya untuk dilakukan oleh para pemeran, atau berbiaya tinggi atau bahkan mustahil untuk dilakukan secara nyata. Efek visual pada film era modern dapat ditemukan pada film King Kong (Merian C Cooper dan Ernest B Schoedsack, 1933). Kera besar itu sebenarnya hanya berukuran 18 inci dengan tungkai dan lengan yang dapat digerakkan.

DATA PENONTON FILM INDONESIA BULAN OKTOBER 2012 Fallin' in Love Bangkitnya Suster Gepeng Cita-citaku Setinggi Langit Perahu Kertas 2 Rumah Kentang Kutukan Arwah Santet

46.000 40.099 13.648 274.215 244.931 111.170

* dari berbagai sumber


DIA KEGIATAN festival film Independen di luar negeri mulai sepi. Sementara di Indonesia, komunitas penggiat film indie semakin tumbuh. Pengamat Tino Saroengallo menilai, pembuat film indie adalah pembuat film serius yang biasanya sudah jenuh dengan film-film yang dibuat dan dibiayai oleh studio, film-film main stream. “Itu penyebab sepinya festival film independen di luar negeri,” kata Tino ditemui di kantornya, kawasan Jeruk Purut, Jakarta baru-baru ini. Menurut Tino, pembuat film indie sangat serius untuk sebuah scenario. Mereka benar-benar menumpahkan seluruh keahlian (dan kadang uang mereka) untuk mewujudkan idealisme dalam bentuk karya. Peserta festival film indie tentu saja dihormati karena pesertanya adalah para pembuat film idealis. “Apakah di Indonesia ada film yang bukan film indie? Kalau dilihat dari definisi film indie, bahkan produksi MD, MVP, Starvision atau Rapi Film itu masuk kategori indie. Bisa dinilai sendiri kan produk mereka,” kata Tino, yang ikut berperan di film Rayya, Cahaya Diatas Cahaya. Mengenai pertanyaan, apakah benar di Indonesia festival film indie tidak maju? Tino justru bertanya kembali, apakah film kita sudah cukup bermutu? Film yang ikut serta tentu menjadi penentu kualitas dari festival itu sendiri. Kalau filmfilmnya dilirik oleh peserta internasional yang merasa terhormat kalau bisa ikut festival itu, otomatis festival menjadi bergengsi. Dengan pengelolaan yang benar, festival bergengsi bisa me-

ngundang banyak sponsor. “Tapi jangan diartikan bahwa festival film ‘indie’ di luar negeri tidak berkutat untuk memperoleh dana penyelenggaraan. Mereka pun berjuang menghubungi (calon) sponsor selama satu tahun untuk satu kali penyelenggaraan festival,” kata Tino. Ia menambahkan, masih banyak kekurangan film indie di Indonesia. Salah satunya kurang cerita atau skenario yang baik. Ada keterbatasan cerita karena banyaknya sanksi tak tertulis dari berbagai pihak. Mulai dari pihak keamanan sampai ke kaum agama. Penulis cerita harus selalu berangkat dari self censorship. “Kalaupun ada cerita yang katakanlah, bagus, produksi seringkali terhambat pada dana. Cerita yang bagus kadang dipertahankan mati-matian oleh sang sutradara tanpa mau menyadari realita keterbatasan anggaran yang didapat dari investor. Sutradara kadang tidak mau tahu, dan

memaksakan, sedangkan produser tidak bisa mengendalikan sutradara. Alhasil, kompromi terjadi di lapangan pada saat produksi,” tutur pria bercambang dan jenggot ini. Kalau dari awal skenario diubah (secara kreatif tanpa mengurangi bobot cerita), meskipun dengan keterbatasan dana, seharusnya tetap menghasilkan sebuah film dengan production value yang tinggi. “Banyak upaya yang sudah dilakukan oleh para sineas indie di Indonesia untuk memajukan festivalnya. Namun yang selama ini terjadi tidak pernah ada adalah upaya nyata pemerintah membantu pekerja film nasional kecuali dalam bentuk restu,” bebernya. Sampai dengan kedatangan Syamsul Lussa sebagai Direktur di Direktorat Pembinaan Perfilman, mereka cuma omong (kosong) kutip UU Perfilman busuk itu. UU yang dibuat prematur,

TAKE 3 EDISI 38 / TH IV / OKTOBER 2012

karena terlalu dipaksakan sebagai prestasi dari Menbudpar pada waktu itu, Jero Wacik. Selama UU itu masih berlaku, program apapun yang dilakukan terkait perfilman maka program itu harus dilihat sebagai bagian dari proyek kementerian bersangkutan. “Baru setelah Syamsul Lussa mulai ada penyegaran sedikit. Beliau mencoba mencari tahu kebutuhan rekan-rekan perfilman tapi keberhasilannya belum bisa diukur karena memang belum lama menjadi Direktur di Direktorat Pembinaan Industri Perfilman,” tegasnya. Kalaupun ada yang diajak mengikuti festival ke mancanegara, kalau ditelusuri lebih lanjut, pasti akibat upaya keras kepala dari beberapa rekan pekerja film yang memaksa lembaga pemerintah terkait itu untuk mengajak mereka. Dan harus diakui keberangkatan film ‘indie’ baru terjadi setelah Syamsul Lussa men-

jadi Direktur. “Dari segi perjuangan temanteman perfilman, sejak Mira Lesmana dan kawan-kawan mencanangkan Gerakan I-Sinema yang menghasilkan film Kuldesak (1999), pekerja film muda nasional ketika itu bisa dibilang bangkit sendiri. Mereka membangunkan kembali kegairahan pembuatan film yang saat itu sudah mati suri karena berbagai peraturan yang menelikung kreativitas, baik langsung oleh Departemen Penerangan (ketika itu) maupun oleh organisasi bentukan pemerintah seperti KFT,” jelasnya. “Sejak kebangkitan I-Sinema itu pekerja film muda bergerak sendiri. Mengajukan sendiri pengiriman film mereka ke festivalfestival internasional. Jadi kalau ada menteri yang meng-claim berjasa membangkitkan kembali perfilman nasional, maka menteri itu melakukan pembohongan publik,” tegas Tino. (nasty)


TELEVISI & PH Hello Goodbye ke Festival Film Busan KABAR gembira berhembus awal Oktober dari kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Film Indonesia, bertajuk Hello Goodbye berhasil masuk Official Selection Busan International Film Festival (BIFF) 2012. Pasangan pelakon Atiqah Hasiholan dan Rio Dewanto mendapat kesempatan berjalan di atas karpet merah festival ini pada tanggal 4 Oktober 2012. Mereka bakal bersanding bersama banyak pelakon dari benua Asia lainnya. Film ini sendiri juga bakal diputar sebanyak tiga kali di festival ini, yakni pada tanggal 6, 9 dan 12 Oktober 2012. Menariknya, film ini merupakan karya perdana dari sutradara Titien Wattimena. Selama ini, nama Titien Wattimena lebih dikenal orang sebagai seorang penulis skenario. Dimu- Titien Watimena (Foto: Dudut Suhendra Putra) lai dari film Mengejar Film ini memang kental berMatahari, Titien terus produktif menulis dan terlibat dalam ba- bau Korea. Selain bersetting di kota Busan, juga menampilkan nyak produksi film. “Sejak film ini dibuat, kita biduan papan atas asal negeri ginsudah incar. Ini kan festival ter- seng, yakni Jo Sung-Hyun alias besar di Asia,” ujar Titien saat Eru. Belum lagi jika mengingat ditemui di kantor Falcon Pictures, sekitar 300 warga Korea juga Rabu (3/10). Dia tampak gembira terlibat sebagai pemain. “Ide cerita dan sinopsis dibikin lantaran festival Busan merupakan gerbang masuk ke festival lain jauh sebelum ada demam K-Pop kok,” bantah penulis skenario yang sekelas.

Mengejar Matahari ini. Dia menyebut tepatnya sekitar tahun 2008-2009. Sempat berkali-kali ditawarkan ke sana-sini, namun baru bos Falcon yang mau terima. “Pilihan lokasi di Korea pun karena berbagai pertimbangan. Pokoknya ada pelabuhan di luar Indonesia, dan Busan memang kota pelabuhan,” sergah Titien lagi. Hello Goodbye selain dibintangi oleh pasangan Rio-Atiqah, juga ada aktor lain macam Sapto Soetarjo, Kenes Andari, Verdi Solaiman serta Khiva Iskak. Intinya tentang pertemuan laki-laki dan perempuan orang Indonesia di sebuah tempat yang jauh dari tanah airnya. Pertemuan itu berujung kepada perceraian. Kelak akan dikisahkan bagaimana cara mereka mengisi hari menuju perpisahan tersebut dengan cara yang indah. Bagaimana komentar Atiqah sendiri perihal keterlibatannya dalam proyek ini? “Ya senanglah. Apalagi ini karya perdana sutradara Titien Wattimena. Karyanya sebagai penulis sudah banyak dikenal orang dan film-filmnya selalu berhasil,” tandasnya dengan sumringah. Di tanah air, film ini akan diputar di bioskop mulai tanggal 29 November 2012. (bob)

IDDF Masuki Tahun Kedua

Aung San Suu Kyi (Foto: Ist)

INTERNATIONAL Documentary Film Festival (IDDF) kembali digelar. Tahun ini, ajang yang merupakan kerja bareng School for Broadcast Media dan Erasmus Huis memasuki tahun kedua. Tepatnya mulai tanggal 25-29 September 2012 acara ini berlangsung di lokasi yang sama. “IDFF telah berhasil dalam menciptakan kesadaran berbagai

pihak dalam mendukung dan mendorong kerjasama di kalangan publik melalui karya video/film,” ungkap Jeroen Gankema, chair of the board IDFF. Sebanyak 37 judul film diputar selama festival. Sedangkan 17 di antaranya adalah dokumenter mancanegara yang sudah melanglangbuana di berbagai festival film. Judul yang patut direkomendasikan adalah Marley, biografi musisi reggae Bob Marley. Film karya Kevin MacDonald menjadi film penutup pada tanggal 29 September 2012. Kemudian ada pula Undefeated, karya Daniel Lindsay dan TJ Martin dari negeri paman Sam. Film ini merupakan film dokumenter terbaik di ajang Oscar tahun 2011. Film Aung San Suu Kyi-Lady of No Fear karya sineas

Denmark, Anne Gyrithe Bonne juga sayang untuk dilewatkan. Sementara itu hadir pula 20 judul dokumenter lokal. Masing-masing dibagi dalam kategori Umum dan Pelajar. Film kategori Umum, yang diunggulkan untuk SBM Golden Lens Award adalah Jakartarck (Ari Rusyadi), Donor Asi (Ani Ema Susanti), Jakarta Ketuk Pintu! (Ucu Agustin), Payung Hitam (Chairun Nissa), dan Permata di Tengah Danau (Andi Hutagalung). Selain ajang pemutaran film, turut pula digelar program pelatihan dokumenter yang bertajuk Getting out of the Box. Sebanyak 20 sineas lokal yang karyanya lolos seleksi IDFF hadir sebagai peserta. Pelatihan ini digelar antara 17-29 September. Hasil pelatihan ini akan diputar di malam penutupan festival tanggal 29 September. (bb)

Matematika Durasi Ala Skenario Perahu Kertas FILM Perahu Kertas akhirnya berlabuh juga di bioskop tanah air. Namun film ini masih menyisakan pertanyaan. Mengapa skenario yang dibuat penulisnya Dee alias Dewi Lestari hanya 98 halaman, dengan asumsi filmnya berdurasi 98 menit. Ternyata hasil akhirnya malah 4,5 jam (atau 270 menit). “Memang durasinya seharusnya 100-an menit,” demikian pengakuan sutradara Hanung Bramantyo saat jumpa pers Perahu Kertas 2 di Epicentrum,

Kuningan, Senin 1 Oktober 2012. Kemudian Hanung menguraikan penyebabnya. Semua berawal dari skenario buatan Dee yang terlalu singkat dalam menguraikan deskripsi. “Banyak detail yang tidak terdeskripsikan di dalam skrip,” ucapnya mencoba meyakinkan. Dia menjelaskan bahwa dalam skenario itu hanya memuat dialog-dialog. “Jadi tidak mungkin saya bikin film hanya berdasarkan skenario,” papar Hanung lagi. Dia

khawatir banyak hal akan terlewatkan jika hanya berpatokan pada skenario. Sebagai solusinya, sutradara film laris Get Married ini membawa novel Perahu Kertas ke lokasi syuting. Dia juga bersyukur bahwa penulis novel dan skripnya orang yang sama, sehingga kecil kemungkinan akan muncul keberatan. “Walhasil, yang 100 menit itu skrip. Sisanya novel,” tegas Hanung. (Bobby)

TAKE 4 EDISI 38 / TH IV / OKTOBER 2012

Miles Film Tiupkan Pesan Dari Samudra DI BALIK keindahan panoramanya, ternyata Indonesia adalah negara yang memiliki banyak kawasan rawan bencana, seperti gempa bumi dan tsunami. Untuk itu, diperlukan berbagai kiat pembelajaran kepada publik untuk menyelamatkan diri ketika malapetaka datang. Salah satunya adalah melalui media audiovisual, seperti yang dilakukan oleh Palang Merah Indonesia yang bekerjasama dengan Australian Red Cross (ARC). Riri Riza (Foto: Bobby) Dengan sokongan dana dari Australia-Indonesia Facility for Disaster Reduction (AIFDR), mereka membuat film yang berjudul Pesan dari Samudera. Proyek ini digarap oleh rumah produksi Miles Films dan disutradarai oleh Riri Riza. “Ini merupakan film televisi sepanjang 86 menit. Rencananya film tersebut akan ditayangkan secara nasional di Metro TV pada 26 Desember mendatang, untuk memperingati delapan tahun peristiwa tsunami Aceh,” ucap produser Mira Lesmana dalam jumpa pers di Galeri Cemara 6, Menteng, Jumat 28 September 2012. Proyek film cerita ini melibatkan bintang Lukman Sardi Lukman Sardi (berperan sebagai Sakti), Putri Ayudya (Nara), dan Bintang Panglima (Samudra). Kisahnya tentang pertemuan anggota keluarga yang terpisah Jakarta dan Sikka (NTT) lantaran dilanda bencana tsunami. Judul Pesan dari Samudra sendiri mengandung dualisme makna. Pertama, sebagai pesan dari samudra atau lautan. Kedua, pesan dari Samudra, nama sang karakter perempuan. Sutradara Riri Riza sendiri sebenarnya sudah tidak asing lagi dengan daerah Nusa Tenggara Timur. Sebelumnya dia menggarap film layar lebar Atambua 39 Derajat. Film ini rencananya bakal diputar di bioskop tanah air mulai bulan November 2012. “Kini kita syuting di daerah Ranatua, Flores Timur. Daerah yang rawan gempa dan berpotensi tsunami,” ucapnya kalem. (bb)

Kelas Bintang siapkan dua film layar lebar

Produser (duduk - kedua dari kiri dan para peserta Kelas Bintang (Foto: Romy)

LEMBAGA penyelenggara kursus akting Kelas Bintang, Sabtu (1/9) mengadakan syukuran di Bumi Harum Manis, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Kelas Bintang bersiap menanti penayangan FTV terbaru berjudul Misteri 3 Hati 1 Kata di Spacetoon pada 8 Oktober 2012. Selain itu, Kelas Bintang yang diproduseri Irwansyah berencana memproduksi film layar lebar Autis dan Kissing Before Sunrise. Tempat privat acting school ini lebih didominasi para pemula. Pelatihan yang diberikan berupa pendalaman karakter dan watak, disampaikan oleh produser. Program lainnya adalah produksi film, video klip, sinetron, FTV, grup band dan iklan. “Semua produksi yang kita buat di wajibkan memakai siswa (talent) yang dimiliki Kelas Bintang, terutama kelas privat. Artinya bagi pemula yang baru belajar akting tidak perlu khawatir, karena kita prioritaskan main di setiap produksi yang kita buat,” kata Irwansyah, produser Kelas Bintang. Saat ini ada empat bidang usaha Kelas Bintang meliputi production house, studio recording, studio editing dan studio kelas privat acting school. “Tim pengajarnya langsung memberikan latihan syuting yang terdiri dari produser, sutradara, penulis, astrada, kostum, make-up dan kameramen. Jadi pihak murid merasakan latihan syuting secara langsung,” terangnya. Irwansyah berharap semua jebolan Kelas Bintang bisa menjadi bintang. Bukan hanya menjadi artis terkenal, namun bisa menjadi produser maupun sutradara handal. “Alhamdulillah lulusan Kelas Bintang sudah sesuai yang diharapkan, mereka tersebar di berbagai rumah produksi dan lain-lain,” tuturnya. (kf)


ZOOM

TAKE 5 EDISI 38 / TH IV / OKTOBER 2012

Film Atambua 39 Derajat Celcius

Tayang perdana di Tokyo FILM terbaru garapan Mira Lesmana (Miles) dan Riri Riza, “Atambua 39 Derajat Celsius”, bakal tayang perdana dalam skala dunia (world premiere) di Tokyo International Film Festival (TIFF) pada Oktober 2012. “Rencananya world premiere-nya di Tokyo International Film Festival bulan depan (Oktober 2012). Saya harap temanteman yang ada di Tokyo dapat hadir karena saya juga rencananya akan hadir,” kata Mira Lesmana di Jakarta. Mira mengatakan, penggarapan film yang bercerita tentang pengungsi-pengungsi Timor Timur pascareferendum pada 1999 tersebut memakan waktu kurang lebih setahun. Tokyo International Film Festival sendiri rencananya akan digelar pada 20 hingga 28 Oktober 2012. Mira juga mengatakan, “Atambua 39 Derajat Celsius” juga akan diputar di Rotterdam International Film Festival, Holland, pada akhir Januari 2013. Di Indonesia, menurut istri sineas Mathias Muchus tersebut, film yang diperankan oleh Gudino Soares, Petrus Beyleto, dan Putri Moruk tersebut mulai tayang pada 8 November 2012. “Di Indonesia hanya akan tayang di 20 bioskop saja,” ujar Mira. Pada Januari atau Februari 2012 Miles dan awaknya akan berkeliling Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk memutar film tersebut menggunakan media layar tancap. Sinopsis Tempat peristiwa: Atambua masa kini. Ronaldo Bautista, 47 th, mulai bekerja sejak sebelum fajar. Ia sopir bus antarkota. Joao, anaknya yang berusia belasan tahun, terpisah dari ibunya sejak referendum Timor Timur 10 tahun lalu. Joao yang tidak dekat dengan ayahnya, senang berada di luar rumah. Sampai suatu hari Nikia Dos Santos, gadis Kupang, datang ke Atambua karena kakeknya meninggal. Joao tertarik pada Nikia, tapi tidak tahu cara untuk mengungkapkan perasaannya. Karena mabuk saat sedang kerja, Ronaldo dipecat dan kemudian masuk penjara karena pertengkaran di sebuah rumah bilyar. Pada saat yang sama, Nikia pulang kembali ke Kupang, setelah Joao berusaha mengungkapkan cintanya secara kasar dan berlebihan. Joao sangat terpukul. Ia berusaha mendapat uang untuk membebaskan ayahnya dan mencari Nikia di Kupang. Ronaldo pulang ke rumah yang kosong. Di kamar anaknya ia menemukan kaset-kaset berisikan suara ibunya yang sering didengar oleh Joao. Mendengar kaset itu, Ronaldo menyadari bahwa ia merasakan kehilangan yang sama dengan anaknya. Sementara di Kupang, Joao menemukan kenyataan hidup Nikia yang tragis. Ronaldo, Joao, dan Nikia bergulat dengan kepedihan luka-luka lamanya. Salah satu dari mereka harus bisa menyelematkan yang lain. (kf2)

Sang Martir, konflik antarpreman FILM Sang Martir karya sutradara Helfi Kardit berkisah tentang kekerasan dan premanisme, yang kerap terjadi di dunia nyata. Kali ini rumah produksi Kharisma Starvision mendaulat Adipati Dolken sebagai pemeran Rangga, mahasiswa usia 20 tahun tinggal sejak kecil di panti asuhan bersama adiknya Sarah (Ghina Salsabila). Dikisahkan, Panti asuhan yang Islami ini milik Haji Rachman (Jamal Mirdad) dan istrinya Hajjah Rosna (Henidar Amroe) yang tidak punya keturunan, dan menjadi orang tua bagi anak-anak Panti. Suatu hari terjadi peristiwa mengenaskan pada anak panti bernama Lili (Widy Vierra). Gadis usia 17 tahun itu diperkosa oleh Jerink (Edo Borne) seorang preman wilayah Panti yang dikuasai oleh Rambo (Tio Pakusadewo), kakak Jerink. Rangga yang sejak awal benci premanisme meminta pertanggung jawaban Jerink. Rangga dan Jerink terlibat duel, hingga Jerink mati terbunuh oleh pisaunya sendiri. Rangga dipenjara selama 3 tahun. Rambo mengirim orang untuk menghabisi Rangga di penjara, tapi tidak berhasil untuk membalaskan dendam atas kematian adiknya. Rangga satu sel dengan Pendeta Josep yang melindungi. Pendeta Josep dijebloskan ke penjara karena kasus Ambon, dan Pendeta yang bijak ini sangat sadar peristiwa Ambon adalah bagian dari konspirasi pengalihan isu. Walau berbeda keyakinan, Rangga dan Pendeta Josep saling menghargai. Situasi panti setelah Rangga di penjara berubah tragis, Haji Rachman mati oleh Rambo . Anak-anak panti dijadikan pengemis. Saat Rangga keluar penjara, Rambo siap menghabisinya. (kf1)


PROFILM

Alex Kumara (Foto: Dudut Suhendra)

MENJADI jagoan di bisnis televisi tak membuat Alex Kumara (62) ditakuti, setidaknya oleh mantan ‘anak buahnya’. Di beberapa kesempatan, pria berpenampilan rapi ini tetap dianggap bos, sehingga ‘layak’ dipalak. “Padahal saya nggak yakin pernah ketemu, tapi mereka bilang ‘kita pernah sekantor, lho pak’ nah, saya agak sulit deh mengelak,” kata Alex Kumara, konsultan di Kompas tv dalam obrolan ringan di Senayan City, Jumat (5/10) siang. Bada Jumatan itu, Alex Kumara punya jadwal beberapa meeting, termasuk dengan tim perancang buku sejarah musik Indonesia. “Lucu dan aneh menemui kejadian itu, tapi mungkin ini risiko saya pernah kerja di banyak tempat,” lanjut Alex . Ongkos yang dikeluarkan Alex untuk ‘perkenalan’ tadi biasanya tidak terlalu membebani. Namun, ada juga orang serius yang datang membawa buku tetang dirinya. “Orang

PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 115 Tahun 2012 Tentang Pembebasan Sebagian Pajak Hiburan Untuk Produksi Film Nasional. Pergub yang diterbitkan tanggal 12 September 2012 tersebut, dimaksudkan untuk meningkatkan produksi film nasional. “Peraturan gubernur ini dikhususkan bagi film nasional,” kata Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Pajak Daerah, Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta, Arif Susilo SH MSi kepada Kabar FILM di ruang kerjanya, Selasa (25/9/2012). Menurut Arif, Pergub DKI Jakarta No 115 Tahun 2012 baru diterbitkan pertanggal 12 September 2012, namun efektifitas pelaksanaannya berlaku sejak 17 Agustus 2012. Hal tersebut dimaksudkan sebagai ‘starting point’ bahwa perfilman nasional sudah layak dicintai masyarakat Indonesia dengan semangat proklamasi. Berdasarkan Pergub ini nantinya, kalangan produser akan mendapatkan pengembalian pajak sebesar 75% dari setiap karcis yang dibeli penonton. “Namun, mekanismenya diserahkan kepada pengusaha bioskop dan produser film untuk berembug,” ujar Arif menambahkan. Alasan Pemda DKI menerbitkan Pergub tersebut, antaranya karena selama ini pajak film nasional sama dengan pajak film impor. “Diharapkan, melalui Pergub ini, film

TAKE 6 EDISI 38 / TH IV / OKTOBER 2012

Alex memberi ilustrasi cukup dramatis, membandingkan industri film Indonesia dengan Hollywood dan Bollywood. Di India dan Amerika film ditempatkan sebagai produk industri dan itu membuatnya maju. Dalam pertemuan dengan tim pembuat buku “Apakah nantinya film sejarah musik, Alex Kumara diapit dari kiri akan mengangkat nilaiGideon Momongan, Teguh Imam Suryadi, Nini nilai kebudayaan atau pure Sunny, dan Henky Benyamin. hiburan, sangat tergantung (foto: dudut suhendra) pada para pembuatnya,” itu mencegat saya di tempat lanjut Alex, yang dalam waktu parkir, ‘Ini buku tentang bapak, dekat akan menerima tamu tolong bantu biaya 150 juta saja’. pengusaha film dari Bollywood ke Saya langsung tolak,” ungkap Alex Indonesia. Sempat bergiat di industri mengenang. Ibarat televisi kehidupan Alex rekaman musik, sebagai sound penuh warna dan banyak kanal. enginer panggung musik, dan Dia telah memiliki ‘remote’ untuk bekerja di radio FM, kelahiran 21 menentukan kanal profesinya. September 1950 silam ini mengSelain mengakrabi dunia televisi, awali karir di televisi sebagai DiAlex juga sangat peduli dengan rektur Teknik Rajawali Citra bidang musik, dan familiar di Televisi (RCTI). Lalu, di bawah kendalinya RCTI berubah dari kalangan perfilman nasional. Berbicara soal film yang saat sistem, dari pay-tv (televisi berini berada di bawah kementerian bayar) dengan dekorder, menjdi (Kementerian Pariwisata dan televisi teresterial. Atas kesukEkonomi Kreatif dan Kementerian sesannya itu, Direktur Utama RCTI Pendidikan dan Kebudayaan), saat itu, Andy Rally Siregar, meAlex mengaku masygul. Menu- ngangkat Alex menjadi Wakil rutnya, film seharusnya tidak Direktur Utama. Ketika Trans TV siap mengdilihat sebagai produk budaya. “Undang-Undang Perfilman udara, pemilik TransCorp Chairul menyebut, film ada di bawah Tanjung ‘membajak’ Alex yang kementerian yang mengurusi saat itu Direktur Operasional di kebudayaan, menurut saya tidak- RCTI. Ia diminta membantu Trans lah tepat karena film adalah TV. Bersama Ishadi Sk sebagai produk industri,” kata salah se- Direktur Utama Trans TV, Riza Primadi (Direktur Pemberitaan), orang Dewan Juri FFI 2009 ini.

nasioal menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Karena film nasional belum mampu secara maksimal memenuhi standar produksi, yang banyak diisi film-film impor. Sehingga plusminusnya akan mempengaruhi dalam pola etika budaya, dan sebagainya. Oleh karena itu Pemda DKI Jakarta memberikan daya dukung (supporting) untuk meningkatkan produksi film nasional melalui pembebasan sebagian pajak tontonan film, khusus produksi film nasional,” jelasnya. Pergub ini juga dalam rangka mengupayakan film nasional bisa dicintai masyarakat. Karena selain kesulitan biaya produksi, film nasional terkendala pajak yang dikenakan. Selama ini, dari sisi pembiayaan produksi film nasional jauh lebih kecil dari biaya produksi film impor, tapi pajaknya sama. Mungkin film impor menghabiskan ratusan miliar, tapi film nasional berapa ratus juta atau miliar tapi pajaknya sama. “Kami memberikan semacam insentif berupa pengurangan atau pengambalian pajak sebesar 75% dari tarif pajak yang berlaku. Sehingga pengenaannya adalah 25%. Bagaimana dengan yang 75%? Inilah yang akan dikembalikan ke produser,” jelasnya. Menurut Arif mekanisme kerjasama pengusaha bioskop dengan produser film selama ini, pemasukan Pemda DKI misalnya 10%. Untuk produser film mendapat 45% sedangkan pengusaha bioskop 55%. Dengan adanya

dan Ratna Mahadi (Direktur Programing), Alex membawa Trans TV menjadi stasiun televisi terhebat dari yang sudah lebih dulu muncul: TPI, Indosiar, ANTV, RCTI, dan SCTV Langkah Alex di media broadcast berlanjut, tahun 2005, Alex resign sebagai Direktur Operasional Trans TV dan bergabung dengan SCTV sebagai Direktur Operasional. Kemudian ia diminta kembali masuk ke jabatan struktural untuk menggantikan Enny Hardjanto sebagai Direktur Program di TVRI. Setelah keluar dari TVRI, Alex bergabung dengan stasiun Lativi yang dibeli oleh group Bakrie pada 2008, dan merubah nama menjadi tvOne. Kali ini ia tidak duduk dalam jabatan struktur, tetapi lebih kepada technical advisor. Sebetulnya, tawaran dari group Bakrie ini bukan baru pertama kali. Sebab, ketika ANTV masih dikuasai oleh Star TV Hongkong, Alex sempat bergabung di ANTV. Setelah sekitar dua tahun lebih bergabung di tvOne, Alex meloncat ke Metropolitan Televisindo untuk menjabat Direktur Teknik di B Channel pada 2009. Dan tidak sampau setahun, sekarang Alex bergabung di Kompas TV. Itu belum termasuk di TV Banten. Ia hapal benar bagaimana sulitnya mengelola bisnis televisi local. “Sekarang tv local bergantung pada program kesehatan. (kf1)

Pergub DKI Jakarta No 115 Tahun 2012, maka kemungkinan minimal 50-50. “Jadi insentif ini untuk produser film, bukan kepada pengusaha bioskop,” tegas Arif. Tentang pola pembagian dari Pergub ini, Arif mengandaikan persatu HTM (harga tanda masuk). Misalnya per HTM Rp15.000, maka bayar pajak ke Pemda hanya 2,5% dari 15.000. Yang 75% mereka (bioskop dan produser) berbagi. “Inilah upaya Pemda DKI agar produser film dikembalikan uangnya sesuai dengan jumlah pertiketnya. ,” ujarnya lagi. Seluruh produser film baik yang tergabung di dalam asosiasi produser, maupun bukan anggota asosiasi mendapatkan hak yang sama. Kebijakan pemda DKI tersebut menurut Arif merupakan tembusan surat yang disampaikan kalangan produser film ke Gubernur DKI Jakarta 2-3 tahun terakhir. “Banyak perda yang kami buat dan baru sekarang ini kami bisa menindaklanjuti surat dari kalangan produser dan stakeholder perfilman tadi,” kata Arif Susilo menutup pembicaraan. (kf1) Arif Susilo SH MSi (Foto: Dudut Suhendra)


TAKE 7

CASTING

AKTRIS Jenny Cortez berharap bisa melepas imejnya sebagai pemain spesialis film-film sensual. “Aku mau sih merubah citra, tapi sulit di Indonesia, karena sutradara film melihatku dari sisi yang itu terus,” katanya, dalam obrolan dengan Kabar Film, Kamis (11/10) di Mal Kota Kasablanka, Jakarta Selatan. Kedatangan Jenny ke mal itu untuk menghadiri press screening film produksi K2K Production, Bangkitnya Suster Gepeng. “Di film ini aku main sekilas, ga terlalu penting,” lanjut Jenny, yang mengaku baru pulang dari Malaysia, untuk urusan syuting.

Ia bertutur soal film berjudul Paku garapan rumah produksi milik orang Indonesia. Di film itu, dia berperan sebagai Mirna, sosok gadis muslimah berprofesi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Malaysia yang selamat dari peristiwa reruntuhan Gedung Highlite. “Aku juga menyesalkan kenapa sutradara di sini, selalu mencitrakan aku seksi, sedangkan di Malaysia mereka bisa anggap aku sebagai sosok lain,” ujar Jenny seraya menambahkan, efek citra tersebut membuatnya berjarak dengan karakter lain yang diinginkan. “Setelah dapat peran sebagai wanita muslimah ini,

EDISI 38 / TH IV / OKTOBER 2012

aku merasa bersyukur banget,” tambahnya. Jenny mengaku tidak terpengaruh dengan anggapan orang tentang perubahan perannya di film tersebut. “Aku disini kan sebagai pekerja seni, jadi aku ingin mengeksplore akting aku lewat semua peran. Nggak takut imej jadi drop,” pungkas Jenny. Syuting film di Malaysia Jenny mengalami kesulitan bahasa, sebab ada yang beberapa kata yang mirip, namun salah diartikan. Film Paku dijadwalkan rilis di Malaysia pada bulan Januari 2013 dan belum ada rencana untuk tayang di Indonesia meskipun produsernya adalah seorang pribumi. “Yang menarik, syuting di Malaysia lebih tertib dan jadwalnya ketat, gak seperti di Indonesia. Mungkin, dalam hal manajemen waktu, kita perlu belajar dari Malaysia,” kata Jenny. Dia berharap Malaysia akan menjadi pembuka jalan karirnya. “Mudah-mudahan, bisa syuting ke wilayah di Asia lainnya,” katanya. (kf1)

NINA TAMAM

GERAI TEKNO IPAD MINI SIAP HADIR IPAD Mini kembali ramai dibahas di dunia maya. Portal teknologi AllThingsD menyebutkan, tablet mungil besutan Apple ini akan dirilis pada tanggal 23 Oktober 2012. Apple sebelumnya dikabarkan secara diam-diam telah mulai menyebarkan undangan untuk sebuah ajang khusus. Kini berkembang kabar bahwa undangan tersebut dipakai untuk sebuah event yang diadakan pada tanggal 23 Oktober 2012. Keputusan untuk menyebarkan secara diam-diam tersebut jelas membuat banyak orang penasaran apakah mereka batal mengumumkan iPad Mini akhir bulan ini, mengingat sebelumnya beredar laporan bahwa proses produksi untuk tablet berukuran mini tersebut sempat tertunda, dan kemungkinan menggeser acara pengumumannya menjadi akhir tahun 2012. Namun kekhawatiran tersebut bisa segera ditampikan karena para informan AllThingsD dapat mengkonfirmasikan bahwa acara tanggal 23 Oktober tersebut memang disiapkan untuk pengumuman iPad Mini. Namun, yang sedikit agak janggal adalah tanggal tersebut bertepatan dengan hari Selasa, bukan hari Rabu seperti yang biasanya digunakan Apple untuk mengumumkan setiap produk terbaru mereka. Dan tanggal tersebut juga hanya berselisih tiga hari dari perilisan tablet Surface milik Microsoft. Sebelumnya Apple telah menggunakan tempat tersebut untuk mengumumkan sejumlah produk penting mereka seperti OS X Lion, generasi terbaru dari MacBook Air, dan juga iPhone 4S. iPad Mini merupakan tablet yang mempunyai ukuran layar seluas 7,85 inch yang dilengkapi dengan konektor Lightning, sama seperti yang disematkan pada iPhone 5. Tablet ini dikabarkan akan memiliki beraneka ragam pilihan warna. Rumor terakhir tentang iPad Mini menyebut bahwa perangkat ini hanya tersedia dalam versi WiFi dan tidak mempunyai konektifitas 3G. (bob)

GALAXY NOTE II HADIR DI INDONESIA SETELAH diluncurkan di Berlin, Jerman, beberapa waktu lalu, Samsung Elektronics Indonesia mulai memasarkan seri Galaxy Note II terbaru untuk pertama kalinya di Indonesia. “Samsung Galaxy Note II ini akan menjadi perangkat yang ideal yang memungkinkan pengguna untuk menjalani kehidupan yang luar biasa,” kata President Managing Samsung Electronics Indonesia Yoo Young Kim dalam rangkaian acara Samsung Galaxy Note World Tour 2012 di Jakarta, Rabu. Selain di Indonesia, Kim menjelaskan Samsung Galaxy Note II akan dipasarkan disejumlah negara seperti Afrika Selatan, Jepang, China dan Amerika Serikat. “Seluruhnya tersebar di 128 negara di Dunia, dan sekarang ini giliran Indonesia,” ujarnya Vice President Mobile Business Samsung Indonesia Andre Moritz Rompis mengatakan, berbeda dengan Galaxy Note pertama dengan layar 5,3 inchi, Galaxy Note II menampilkan layar 5,5 inchi dengan HD Super AMOLED. “Galaxy Note II akan memberikan pengalaman menikmati penampilan di layar secara sempurna karena menampilkan detail jernih yang cocok untuk dibuat nonton,” ujarnya. Selain itu, pena S dibuat lebih canggih dari pena sebelumnya dengan desain lebih panjang, tipis dan ekonomis untuk kenyamanan menggenggam. Harga sekitar Rp7.499.000. (kf2)

Senang Akting Zonder Betalen BAGAIMANA rasanya bermain film namun zonder betalen alias tidak dibayar? Tanyakan saja kepada Nina Warna. Rupanya di film Cita-citaku Setinggi Tanah dia mengalami kasus semacam itu. “Ini memang film pertamaku, tapi aku ikhlas berakting tak dibayar,” ungkap personil kelompok vocal Warna ini saat jumpa pers film arahan sutradara Eugene Panji tersebut di Jakarta Teater, Selasa 2 Oktober 2012. Nina mengaku jika film ini sendiri memiliki tujuan kemanusiaan dan bukan komersial semata. Hasil keuntungan yang diperoleh kelak akan disumbangkan untuk Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI). “Ya, tidak apa-apa. Kan hanya 10 hari syuting di Muntilan, Tak tega minta bayarannya,” ujarnya lagi. Cewek kelahiran Surabaya, 29 Maret 1975 ini mengaku senang bisa ikutan proyek film ini kendati banyak kendala menghadang. “Ya, seru banget sih pas diajak mas Panji. Aku malah sempat sakit. Terus gunung Merapi meletus,” lanjut Nina. Lantas, apa yang didapat sepulangnya dari Muntilan? “Ada. Pulang dari situ aku bawa anjing dua ekor. Asli Muntilaners,” selorohnya sambil tertawa. (bob)

LEONY VITRIA

Putar ‘Cendol’ Untuk Jambore Cibubur MANTAN penyanyi cilik dari grup Trio KwekKwek, Leony Vitria Hartanti semakin Leon y Vitria mengakrabi dunia akting, dan produksi film. Sebuah film pendek berdurasi 17 menit sudah dibuat. “Judulnya Cendol, dan akan diputar saat pembukaan acara Jambore Film Pendek, 21 November nanti,” kata Leony, di Gedung A Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jumat (12/10). Film Cendol Leony nantinya akan disejajarkan dengan film-film besutan Aria Kusumadewa dan Ine Febriyanti dalam ajang Jambore Film Pendek yang digelar Kemdikbud. “Saya dan beberapa teman ikut jadi panitia Jambore,” kata Ony, sapaan akrabnya. Ony pun menyebutkan sejumlah nama sineas yang terlibat dalam ajang ini. “Ada pak Deddy Mizwar, Aria Kusumadewa, dan lain-lain. Intinya, kita berharap sineas muda akan berkumpul dalam satu ajang, untuk silaturahmi dan saling mengapresiasi film orang lain,” ujarnya. Ada sekitar 50 judul film yang akan dimenangkan oleh panitia dalam penjurian di seluruh Indonesia, dan tim pemenang sebanyak 250 orang akan diundang ke acara Jambore di Cibubur. (kf1)


TAKE 8

KOMUNITAS

EDISI 38 / TH IV / OKTOBER 2012

JANJIKAN ACARA HEBOH

FFI 2012 telan biaya 16,2 M DIBANDING tahun-tahun sebelumnya, ajang penghargaan Festival Film Indonesia (FFI) tahun 2012 mendapat limpahan biaya berlipat-lipat, dengan total Rp16,2 Miliar. “Ini bukti keseriusan pemerintah,” kata Drs Syamsul Lussa MA, Direktur Pengembangan Industri Perfilman (PIP) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sabtu (13/ 10) malam di Metropole Theater, Jakarta. Ajang bergengsi bagi insan perfilman nasional ini memasuki penyelenggaraan ke-31 yang Malam Puncaknya direncanakan akan dilaksanakan di Yogyakarta, 8 Desember 2012. Sementara itu, Duto Sulistiadi selaku Ketua Panitia Pelaksana FFI 2012 mengatakan, “Ada sekitar 60 judul film bioskop, 50 judul film televisi (FTV), dan 50 judul film pendek yang akan dinilai dalam penyelenggaraan FFI tahun ini,” katanya, saat berpidato. Duto menambahkan FFI tahun ini akan mengusung tema “Film Kita, Wajah Kita”. Sedangkan malam pengumuman nominasi FFI dilangsungkan pada 24 November 2012. Dan puncaknya, akan berlangsung di halaman Benteng Vrederburg, Yogyakarta, 8 Desember. Sekjen Ekonomi Kreatif berbasis Seni dan Budaya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Drs Ukus Kuswara MM yang juga hadir mewakili pihak pemerintah, juga menekankan pentingnya ajang tahunan ini. Para pemenang FFI diharapkan mampu bersaing dengan film peserta festival film mancanegara. “Kami memutuskan untuk mengikutkan pemenang FFI

Didampingi Duto Sulistiadi selaku Ketua Panitia Pelaksana FFI 2012, dan Drs Syamsul Lussa MA, Direktur Pengembangan Industri Perfilman (PIP) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sekjen Ekonomi Kreatif berbasis Seni dan Budaya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Drs Ukus Kuswara MM memukul gong tanda resminya FFI 2012. (Foto: Muller)

2011, Sang Penari di ajang Academy Award tahun 2013,” kata Ukus Kuswara. Perihal kucuran anggaran penyelenggaraan sebesar Rp162 M, Syamsul Lussa menyebutkan. “Ada dua tahap. Pertama kita keluarkan Rp 4 miliar. Kemudian kita keluarkan lagi Rp 12,2 miliar. Totalnya Rp 16,2 miliar,” jelas Syamsul. Katagori baru Seperti tahun lalu, FFI yang kali ini mengangkat tema “Film Kita Wajah Kita” melombakan empat jenis kompetisi: film bioskop, film pendek, film dokumenter, dan film televisi. Yang

terakhir itu hanya untuk film-film dengan durasi tayang minimal 70 menit atau lebih dikenal sebagai FTV. Duto menargetkan sekitar 60 judul bioskop dan 50 film televisi akan didaftarkan mengikuti kompetisi. Wakil Ketua Bidang Festival, Aditya Gumay, yang membawahi kompetisi dan penjurian, menjelaskan, pada kompetisi film bioskop awalnya akan digunakan sistem penjurian dengan Komite Nominasi seperti tahun lalu. “Saya pribadi menganggap sistem itu sudah ideal,” katanya. Namun kemudian dengan berbagai pertimbangan panitia memutuskan kembali mengguna-

kan sistem Komite Seleksi. Sebagaimana diketahui, Komite Seleksi mulai diterapkan ketika jumlah film peserta semakin banyak sehingga merepotkan juri. Komite yang sering disebut juri awal tersebut menilai seluruh film peserta dan memilih film-film yang secara utuh (in toto) dianggap baik untuk dinilai oleh Dewan Juri. Sistem ini beberapa kali menimbulkan kontroversi. Penyebabnya, sejumlah film yang memiliki unsur-unsur menonjol tidak dipilih oleh komite yang memang hanya ditugaskan menilai film, bukan unsur-unsurnya. Untuk menghindari tumpang-tindih penilaian itulah pada FFI 2011 diperkenalkan sistem baru penjurian. Komite Seleksi diganti dengan Komite Nominasi yang fokus melakukan penilaian kualitas teknis untuk menetapkan nominasi unsur-unsur terbaik. Komite beranggotakan 21 pekerja film dalam tujuh bidang (pemeranan, penyutradaraan, cerita dan skenario, sinematografi, artistik, penyuntingan, suara dan musik). Dewan Juri, yang terdiri dari tiga anggota komite dan empat juri baru, tinggal memilih pemenang Piala Citra. Meskipun kembali menggunakan komite seleksi, tahun ini terdapat perubahan dalam jumlah dan komposisi juri. Komite Seleksi beranggotakan sembilan juri — terdiri dari lima pekerja film serta empat seniman, budayawan, dan pengamat atau kritikus film — akan memilih 1015 film pilihan. Untuk menjaga kesinambungan penjurian, semua anggota komite kemudian menjadi anggota Dewan Juri ditambah enam juri baru. “Jadi to-

tal ada 15 juri yang akan menetapkan nominasi dan memilih pemenang,” kata Aditya. Unsur-unsur yang akan dinilai menurut Adit sama seperti tahun lalu, dengan tambahan satu kategori baru, yaitu Penata Efek Visual Terbaik. Tidak berubah Penjurian film pendek, dokumenter, dan televisi tidak mengalami perubahan. Tujuh juri (film televisi) dan masingmasing lima juri (film pendek dan dokumenter) menilai seluruh film peserta untuk menetapkan nominasi dan pemenang. “Tapi ada sedikit perbedaan dalam persyaratan peserta film pendek, yaitu durasi maksimalnya kini 20 menit. Bukan 30 menit seperti tahun lalu,” jelas Akhlis Suryapati, koordinator penjurian film pendek dan dokumenter. Akhlis juga mengatakan anggota juri pada keempat kompetisi sudah tersusun tapi masih akan difinalisasi dalam rapat pleno panitia untuk disahkan. “Jadi sebaiknya jangan diumumkan dulu,” ucapnya. Pendaftaran film peserta FFI 2012 mulai dibuka sejak peluncuran akhir minggu lalu dan ditutup 31 Oktober. Informasi dan pendaftaran bisa dilakukan ke Sekretariat Panitia Pelaksana FFI 2012, Gedung Film Lantai 1, Jalan MT Haryono Kav 47-48 Jakarta 12770, atau melalui email sekretariatffi@gmail.com. Aditya mengingatkan, “Film bioskop yang bisa didaftarkan adalah film-film yang belum pernah mengikuti FFI sebelumnya dan/atau lolos sensor antara 1 Oktober 2012 sampai dengan 31 Oktober 2012.” (kf1/bob)

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

1. Babibutafilm, perkici XII/EB4-20 Bintaro Jaya sektor 5 Kabupaten Tangerang 2. Bengkel Sinema Jl.Sindoro No.22 Panggung Kota Tegal 3. CINEMA TALAS (CT9) UNISMUH Jl. St. Alauddin 259, Kampus Unismuh Makassar Kota Makassar 4. Cinematography Club FIKOM UNPAD (CC), Student Center Lt.2 Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Jln Raya Jatinangor Km.21 Ja Kabupaten Sumedang 5. Consisten studio Jl telogo suryo no 1o Malang 6. Deja vu production ruko mall fantasi blok AA VI balik-papan baru Kota Balikpapan 7. FCS (FORUM CAVING SURAKARTA) Sekber, Kmp Giri bahama F Geo UMS Jl A yani Kartasura Banjarnega-ra 8. Filmalternatif Jl. Gintung Dalam no.55 RT 11/02 Tanjung Barat. Kota Jakarta Selatan 9. Forum Film MMTC Jalan Magelang Km 6 Kabu-paten Sleman 10. Forum Filmmaker Pelajar Bandung (F2PB) Jl. Ganeca No. 7 Bandung 40132 Kota Bandung 11. FORUM FILMMAKER PELAJAR JAKARTA KOTA (FFPJ KOTA) kebayoran baru, Jaksel Kota Jakarta Selatan 12. Fourcolours films Jl Nagan Lor No 2 Jogjakarta 13. Free Movie Makassar Production jl.kedamaian selatan 17 blok f no 411 BTP.Makassar Kota Makassar 14. Galeri Video Foundation Jl P Wirosobo No. 24, Wirosaban Kota Yogyakarta 15. IMPORTAL Jl. Singosari 2 No.12 Semarang Kota Semarang 16. Jaringan Kerja Film Banyumas Jl. Pereng 78 Kabupaten Banyumas 17. Kineruku Jl. Hegarmanah 52 Kabupaten Bandung 18. Komunitas Cangkir Kopi Garuda Park Pare Kediri Kabupaten Kediri 19. Kotak Kritik Jl Ir Juanda no 248 Bandung 20. KRONIK FILMEDIA Jl. Singosari 2 No. 12 Semarang Kota Semarang 21. Lentera Sinema Mandiri Malang Kota Jl. Manggar 23 Lowokwaru,65141 Kota Malang 22. Liga Film Mahasiswa - UNHAS Jl Perintis Kemerde-kaan Gedung PKM 1 lantai 2 Universitas Hasanuddin Tamalanrea Kota Makassar 23. Lunch Vids Explore Jl. Laksda Adisucipto No.12 Ambarukmo Yogyakarta Kabupaten Sleman 24. Mainstream Motion Picture Production Jl. Kerto 20 Yogyakarta Kota Yogyakarta

Daftar dan alamat komunitas film alternatif 25. Makmoer sedjahtera community jl. Margo basuki no. 33 Dau Malang Kabupaten Malang 26. Matakaca Jl. Kahuripan Timur V No 3 Sumber Banjarsari Kota Surakarta 27. MILIKITA VIDEO LEARNING Jl. Menur 259B Jeruk Legi Banguntapan Bantul Kabupaten Bantul 28. Monochronic_vision Tanjung Putra Yudha IV - 60 Kota Madiun 29. Movie Maker Community (MMC)Kendari, Jln Malik 2 no 18a. Kendari-Sulawesi-Tenggara 30. Movieglad Pictures JL. Cihampelas No. 105 (Gedung D’Cios - Lt.4), Bandung 31. PIDIO Jl. Rawa Bendungan Kabupaten Cilacap 32. Plus production Jl Lembu No.1A Sengkang Kab. Wajo Sulawesi Selatan Kabupaten Bantaeng 33. Psychocinema Festival 3 Unika Atma Jaya Jkt 34. Regard indonesia Jl Nologaten JOGJA TOWN HOUSE 1B-1b jogja Kabupaten Sleman 35. RuangFilm Media Panduan Film Wisma Hijau Jl. H. Syahrin No. 10 A, Gandaria Utara - Jakarta Selatan 36. Sangkanparan Jl.Nusantara 20 A Karangtalun Kabupaten Cilacap 37. SindikatFilmKartiniPop Gg Mujur 98 Sidowayah 59218 Kabupaten Rembang 38. Sinema Adikara Perumahan Medang Lestari, Blok CVII Nomor C25, Medang, Pagedangan Kabupaten Tan Kabupaten Tangerang 39. Soi File documentary Jl. Aman I No. 20 Kota Medan 40. Studiogambargerak Kasongan Asri kav A1 Banyon, Pendowoharjo, sewon, bantul Kabupaten Bantul 41. Surabaya cine Kota Surabaya 42. The Kebayoran Consulting Golden Plaza blok H2, JL.RS Fatmawati no.15 Jakarta Selatan 43. The-restart Jl. Jakarta Timur Dalam No.1 Kota Bekasi 44. threesign Yogya Sapen, Gondokusuman I / 521 YG 45. Yayasan Konfiden Jl. Cilandak Bawah V No.55 Kota Jakarta Selatan. 46. Jaringan Lensa Pena, Jl Ampera Raya Kompleks Polri Kavling B4/29 Jakarta Selatan, 12550. 47. Komunitas Film Anak dan Remaja – FFA, Jl Abdul Hakim, 5A, pasar I, Tanjusari, Medan, 20238 Tlp: 061- 8201113 festivalfilmanak@yahoo.co.id 48. Komunitas FILA Langkat, Jl Pangkalan Berandan, Serapuh Asli, Gedung Alpha, Tg Pura, Langkat, Sumut.


KOMUNITAS

KERJASAMA bilateral antara Indonesia dengan Korea Selatan semakin kuat secara ekonomi dan politik sejak terjalinnya hubungan diplomatik keduanya pada tahun 1966. Saat ini, Indonesia merupakan lokasi investasi terbesar bagi Korea Selatan dan tercatat sekitar 35.000 warga Korea tinggal dan bekerja di Indonesia, dan merupakan komunitas ekspatriat terbesar di Indonesia. Dalam kunjungannya ke BIC, Menparekraf mempromosikan 16 destinasi pariwisata Indonesia yang menjadi prioritas pengembangan. Dalam kunjungan kerjanya ke Korea Selatan selama tiga hari Mari Pangestu bertemu dengan sejumlah lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang menangani pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif, diantaranya Korea Con-

tent Creative Agency (KOCCA), Korea Film Council (KOFIC), Cheil Jedang Entertaintment and Media (CJ E&M), perusahaan animasi Wonderworld Korea, Korean Polytech University, dan Leading Invesment yang merupakan perusahaan yang telah memberikan banyak dukungan pembiayaan kepada industri kreatif di Korea. Selain untuk mempromosikan Indonesia sebagai destinasi wisata terkemuka, Menparekraf mengunjungi Busan karena kota ini terkenal sebagai pusat film, media dan perkembangan konten digital, termasuk Festival Film Busan (BIFF). Festival ini merupakan festival film bergengsi di Asia yang menjadikan kota Busan sebagai pusat perkembangan film di Korea Selatan. Festival Film Busan pertama kali diselenggarakan pada tahun 1995 dengan 173 film dari 31 negara dan pada tahun 2011 pesertanya

berjumlah 307 film dari 70 negara. “Kita perlu mempelajari bagaimana kebijakan Korea Selatan menumbuhkan kreatifitas masyarakatnya untuk menghasilkan konten kreatif. Semakin banyak konten kreatif yang dapat dihasilkan akan meningkatkan peluang bagi konten kreatif Korea Selatan diterima oleh masyarakat lokal maupun dunia. Setelah berkunjung ke Korea Selatan selama tiga hari, kita yakin akan memperoleh hasil nyata karena potensi kreatifitas Indonesia tidak kalah dengan mereka,” papar Mari Pangestu. Konten Korea Selatan di Indonesia berawal dari drama sinetron yang terus berekspansi menjadi K-Pop dan permainan interaktif. Beberapa film drama mereka yang terkenal di Indonesia antara lain: Winter Sonata, Full House, Jewel in the Palace, My Lovely Sam – Soon, Sad Love Story, dan Boys

TAKE 9 EDISI 38 / TH IV / OKTOBER 2012

over Flowers; dan beberapa bintang K-Pop yang terkenal antara lain: Super Junior, Rain, Wonder Girls dan adanya program kolaborasi antara Korea dan Indonesia, Galaxy Superstar, serta permainan online Korea yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia antara lain: Lost Saga, S4 Leage, Point Blank, Chaos Online, Day in Ocean, Dragon Nest. Selain itu, Korea Selatan juga memiliki Pororo, sebuah film animasi yang diputar di salah satu stasiun TV Indonesia, yakni ANTV. Semua ini menunjukkan bahwa Indonesia saat ini sudah memiliki keterhubungan secara budaya dengan Korea Selatan. Rombongan juga mengunjungi Dongseo University (DSU) yang merupakan universitas terbaik di Busan dalam bidang kajian film dan perkembangan konten digital. Dr. Dong Soon Park, rektor DSU mengatakan bahwa Dongseo University telah menjalin kemitraan dengan Universitas Ciputra dan Petra di Surabaya. Busan juga merupakan sister city dengan Surabaya. Saat ini tercatat 8 mahasiswa Indonesia belajar di Dongseo University. Menparekraf menyatakan harapannya untuk meningkatkan kerjasama dengan mengirimkan lebih banyak siswa atau melalui program pertukaran SDM dalam bidang studi film dan perkembangan konten digital.

Menparekraf berharap Indonesia bisa belajar dari pengalaman tersebut, termasuk kemungkinan mengirimkan perwakilan Indonesia untuk mempelajari perencanaan dan penyelenggaraan festival film. Profesor Lee memuji Indonesia sebagai salah satu negara Asia yang mampu memproduksi film berkualitas. Sejumlah produser film muda berbakat Indonesia telah berpartisiapasi dalam BIFF dan berhasil memukau publik Korea Selatan. Sutradara film Postdcard From the Zoo, Edwin, pernah mengikuti Asian Film Academy (AFA) yang diselenggarakan oleh BIFF untuk menarik bakat muda. The Raid juga ditayangkan perdana di BIFF sebelum diedarkan di pasar Korea. “Kita bisa belajar banyak dari Busan dalam membangun pusat film dan konten digital. Pendekatan yang diterapkan di Korea Selatan sangat komprehensif, mulai dari pengembangan SDM dengan adanya sekolah film dan konten digital yang berkualitas, dengan BIFF yang bergengsi mendukung pemerintah daerah dan pusat. Semoga kita bisa belajar dari pengalaman mereka, dan bisa meningkatkan kerjasama untuk meningkatkan kualitas SDM dan festival film kita,” kata Menteri Marie Pangestu. (kf1)

Film ‘Jakarta Hati’ pembuka Balinale FILM omnibus besutan Salman Aristo, Jakarta Hati akan tayang perdana di dunia sekaligus menjadi film pembuka Balinale International Film Festival pada 22 Oktober 2012. Film yang dibintangi sejumlah pemeran seperti Slamet Rahardjo, Didi Petet, Jajang C Noer, Roy Marten, Andhika Pratama, Dwi Sasono, Agni Pratistha, Dion Wiyoko, Shahnaz Haque, Framly Nainggolan, dan Asmirandah akan dirilis 8 November. Jakarta Hati menjadi salah satu dari 34 film yang ditayangkan di festival internasional di Indonesia yang tahun ini diselenggarakan di Cinema XXI Beachwalk Kuta, Bali. Pendiri BALINALE, Deborah Gabinetti, memuji kualitas film yang lolos seleksi dari 350 film yang diterima komite seleksi.

“It is a very good film, the production quality is there, the acting is there, the story is there, I think it would be an interesting film as I said, not only Indonesian but for the foreigners and the expats,” (Itu adalah film yang sangat bagus, produksinya berkualitas, aktingnya bagus, ceritanya bagus. Saya kira itu akan jadi film yang menarik, seperti saya bilang, bukan cuma untuk orang Indonesia tapi juga untuk orang asing dan para ekspaktriat). Produser Jakarta Hati, Lavesh M Samtani, pun mengaku bangga filmnya bisa tampil di Balinale. Selama seminggu, puluhan film dari beragam genre akan ditampilkan. Selain Jakarta Hati, film Indonesia yang juga menjadi bagian Balinale adalah Lovely Man karya Teddy Soeriaatmadja. Film

yang dipilih menjadi Closing Night Special Screening itu akan ditayangkan pada 26 Oktober. Christine Hakim, co-founder Balinale, optimis bahwa festival ini bisa menjadi batu loncatan bagi para sineas lokal untuk berbagi ilmu dengan sineas terkemuka dari mancanegara ataupun memperkenalkan karyanya ke kancah internasional. Christine mengatakan, Balinale mengundang orangorang penting di dunia perfilman Hollywood, Asia, dan Eropa. Menurut dia, film Indonesia akan jadi prioritas tontonan bagi mereka. “Yang saya tahu mereka nggak akan melihat film asing karena mereka bisa melihat film itu di festival-festival lain. Pasti mereka akan memberikan prioritas untuk film lokal,” katanya di Jakarta, Jumat sore.

Christine Hakim (Foto: Ist)

Balinale memberikan hiburan untuk anak-anak dalam Free Children’s Film Programme. Langit Biru yang disutradarai Lasja F Susatyo menjadi salah satu pengisi program yang berlangsung pada 26-27

Oktober. Pada tahun ke-6 penyelenggaraan festival ini, Deborah menyebutkan bahwa jumlah film Indonesia yang ditayangkan memecahkan rekor dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu enam film. (kf1/ant)


SELAYANG PANDANG

PEMERINTAH menyatakan perang terhadap film-film ‘murahan’ yang membodohkan masyarakat. Ketegasan itu disampaikan oleh Wiendu Nuryanti, Wakil Menteri Pendidikan Bidang Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Ada tiga langkah untuk memerangi film murahan, salah satunya mereformasi Lembaga Sensor F ilm,” kata Wiendu Nuryanti kepada tabloid Kabar Film di Jakarta, Jumat (5/10). Yang dimaksud dengan filmfilm murahan, menurut Wiendu adalah “Film-film yang membodohkan masyarakat dan membuat bangsa ini dianggap bangsa primitif oleh bangsa lain karena tidak mampu membuat film dengan baik. Padahal begitu banyak ide-ide yang bisa digali tentang toleransi kearifan lokal, yang jujur dan benar akan memenangkan kehidupan,” ujarnya. Menurut Wiendu film merupakan bagian dari ekspresi budaya yang dapat membangun karakter bangsa. Dan film dapat menjadi media strategis untuk mentransformasikan inspirasi bagi generasi muda. Tidak berdampaknya LSF selama ini dirasakan banyak kalangan. Ketidakterbukaan kinerja LSF, salah satu hal buruk bagi manajemen organisasi seperti LSF. Sehingga LSF dianggap sebagai agen yang berperan dalam meloloskan film tertentu yang berindikasi cabul. “LSF sudah disalahfungsikan oleh anggotanya untuk bermain mata dengan produser tertentu, agar scene-scene yang ‘menjual’ tetap bisa lolos,” kata penggiat Forum Penonton Film, Bobby Batara. Wiendu yang didampingi wakil dari Lembaga Sensor Film Nunus G Supardi, sutradara kawakan Dedi Setiadi, budaya-

wan Tommy F Awuy, dan artis Clara Sinta meyakini film dapat menjadi media strategis untuk mentransformasikan inspirasi bagi generasi muda. Karena itu, untuk menekan lahirnya filmfilm murahan alias tidak berkualitas seperti film yang mengumbar sex, komedi berbau pornografi dan horor. Untuk mendorong munculnya film berkualitas, Kemdikbud juga akan menggelar lomba Apresiasi Film Indonesia (AFI) yang mengangkat tema “Nilai Budaya, kearifan Lokal dan pembangunan Kakarakter Bangsa”. “Kami ingin AFI menjadi ajang penyegaran dan pembelajaran sineas dan insan perfilman terhadap isi cerita untuk mengenalkan lebih dalam nilainilai toleransi, keberagaman, kearifan lokal dan Cinta Tanah Air sekaligus akan memperkuat peran Lembaga Sensor Film (LSF) di masa yang akan datang,” katanya. Ia mengatakan, lomba penulisan skenario film akan dibatasi untuk cerita anak, nasionalisme, dan kepahlawanan. Total hadiah penulisan skenario ini sejumlah Rp180 juta, di mana praktisi perfilman dan masyarakat umum pun dapat mengikuti. F ilm yang dapat menjadi peserta, ialah film yang diproduksi dalam kurun waktu dua tahun. Pendaftaran film dimulai pada 5 Oktober-27 Oktober, penjurian 29 Oktober—14 November, dan malam anugerah akan digelar pada 25 November mendatang. Pemerintah juga akan menyebar luaskan film-film berkualitas untuk ditayangkan di kawasan 3 T (Tertinggal, Terluar, Terpencil) dengan program Fasilitasi Biora dan membeli lisensi film seperti Negeri 5 Menara, Laskar Pelangi, Garuda

di Dadaku, Sang Pemimpi, dan atau Ayat-Ayat Cinta, dan memutarnya dengan 20 mobil sinema ke kawasan 3 T ini. Sementara itu, Wakil dari lembaga Sensor F ilm Nunus Supardi mengatakan film-film horor dan berbau kekerasan sebelum tahun 2010 dan jumlahnya mencapai lebih dari 100 film dengan berbagai judul “aneh-aneh”. “Kami memang termasuk bangsa yang memprihatinkan karena sedikit sekalia menghasilkan film-film yang mengangkat tema kearifan lokal, kebudayaan bangsa yang kaya dan beragam. Kami harus belajar ke negara lain seperti India dengan industri film Bollywood, tentu saja Amerika dengan Hollywood dan bahkan dunia perfilman Nigeria sekarang maju melalui Bollywood,” katanya. Film-film yang dihasilkan oleh tiga industri perfilman tersebut Hollywood, Bollywood dan Nollywood sebanyak 56 persen menggunakan bahasa lokal dan mengangkat tematema budaya lokal, katanya. Apa sebenarnya target kegiatan Apresiasi Film Indonesia? Pengembangan karakter bangsa merupakan area yang sangat strategis, dan salah satu instrumennya adalah film. Mengapa melalui film? Karena film dianggap dapat mentransfer inspirasi kepada hati nurani, dan itu sangat efektif sekali dan cepat. Mudah-mudahan dengan film-film berkualitas, pembangunan karakter bisa cepat sekali bergulung di masyarakat. Yang kita serang, dan kita tangani secara serius adalah mulai dimana film yang berkarakter itu lahirnya adalah dari penulisan scenario, script, storyline-nya dan sebagainya.

TAKE 10 EDISI 38 / TH IV / OKTOBER 2012

Setelah ini kita lombakan, kita ada bimbingan-bimbingan berupa workshop-workshop di berbagai kota di seluruh Indonesia. Nah, di kota-kota ini ditingkatkan dulu dengan trainingtraining, setelah itu dilombakan karyanya. Setelah mendapatkan yang terbaik, kita dampingi, kita subsidi, kita beri insentif untuk diproduksi. Jika siklus ini terus menerus kita lakukan akan memutus lingkaran setan filmfilm murahan itu, dan kita akan menjadi Negara yang betul-betul dapat memproduksi film-film berkualitas, selain juga untuk ekonomi dan kreatif pembangunan karakter ini sangat fundamental. Langkah-langkah apa saja untuk memerangi film murahan? Ada tiga hal. Pertama, peningkatan kapasitas dan juga reformasi dari Lembaga Sensor Film. Sebenarnya LSF kan benteng, yang harus membentengi terhadap film-film murahan. Jadi kapasitasnya kita tingkatkan, kemudian scoupe of worknya atau tugas-tugasnya kita lihat kembali. Kedua, kita tentu meningkatkan kualitas. Kalau sensornya diperketat tetapi film-film berkualitas tidak ada di lapangan, kan sama saja. Kemudian, adalah ditingkatkan aksesnya melalui misalnya ‘bioara’ atau bioskop rakyat, ada film keliling yang menjadi aksesibilitas masuknya filmfilm di daerah 3 T (tertinggal, terluar dan terdepan – yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) itu dapat tercapai. Jadi, yang tidak beruntung tidak mendapatkan film-film di bioskop, mereka bisa mendapatkannya dari film keliling dan bioskop rakyat. Arealnya tentu di tempattempat yang layak, dengan

memperbaiki kantor-kantor kecamatan atau gedung-gedung serbaguna di daerah yang bisa digunakan sebagai bioskop rakyat. Mengapa LSF harus direformasi? Ya harus. Seperti saya katakan tadi, karena kita kan sekarang punya Undang Undang (UU Perfilman No 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman) baru. Dalam Undang Undang baru itu anggotanya ada 17 orang, sedangkan yang lama masih 25 orang. Nah, sekarang tepat sekali momentumnya karena sudah harus ada LSF baru, dan tentu saja ini menjadi tantangan baru dimana LSF harus benar-benar menjadi benteng bagi film-film yang murahan tadi. Sekarang sedang dalam proses dan draftnya sudah jadi. Apakah siaran di televisi juga jadi perhatian? Televisi sebagai media yang sangat powerfull karena ditonton jutaan pemirsa. Di sini lembaga penyiaran memegang peran yang sangat penting sekali. Maka, dalam waktu dekat kami akan bekerjasama dengan lembaga penyiaran untuk bisa menjadi filter yang efektif. Sebenarnya, apa yang membedakan AFI dengan FFI? AFI lebih fokus kepada kualitas yang berbasiskan budaya dan kearifan local, kepada nilai-nilai keberagaman, kejujuran, tanggungjawab dan kreatifitas. Jadi tidak bisa keluar dari hal-hal ini. Jadi, kriterianya yang pertama film itu harus berkualitas dari sisi message, alur cerita, dan dari sisi film sebagai produksi sebuah entertainment. Ketiganya harus kena. Berapa anggaran untuk kegiatan AFI 2012? Sekitar 6 Miliar rupiah.


SELAYANG PANDANG

PEMERINTAH akan menyewa hak tayang film produksi nasional. Untuk itu, dari 9 Oktober hingga 24 November 2012 dilakukan seleksi terhadap film-film yang sudah diproduksi pada tahun 1980-2011. Sebanyak 20 judul film yang lolos berdasarkan kriteria yang telah ditentukan akan ditayangkan selama satu tahun ke seluruh pelosok tanah air melalui bioskop rakyat, mobil keliling dan sekolah. Demikian pernyataan dalam konperensi pers berjudul “Fasilitasi Pembelian Film Right” di ruang Graha 1, Lantai 2, gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Selasa 9 Oktober yang diberikan oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti dan Direktur Pembinaan Kesenian dan Perfilman Kemendikbud Sulistyo Tirtokusumo. Sewa hak tayang film ini bertujuan untuk mewujudkan pembangunan ekonomi perfilman maupun pengembangan karakter bangsa. Selain itu juga mendorong munculnya bentuk-bentuk baru akses pemutaran film seperti bioskop rakyat dan mobil keliling. Sewa hak tayang film ini ini akan memperluas kesempatan masyarakat mengakses pertunjukan film nasional. Bagi para sineas nasional, program ini pun merupakan bentuk apresiasi pemerintah terhadap film karya anak bangsa yang memiliki nilai pembangunan karakter bangsa. “Ini bentuk apresiasi dari pemerintah kepada para sineas. Program ini juga akan meningkatkan pemahaman dan apresiasi masyarakat terhadap film yang diproduksi sineas Indonesia” tutur Wiendu Nuryanti. “Film sebagai hasil dan cerminan budaya perlu difahami bukan hanya sebagai komoditi ekonomi tetapi harus dipahami pula fungsinya sebagai sarana penerangan, pendidikan dan hiburan,” tutur Wiendu lagi. Untuk menentukan film-film nasional yang akan ditayangkan ke seluruh pelosok tanah air, pemerintah terlebih dahulu akan melakukan seleksi terhadap film yang telah lulus Lembaga Sensor Film (LSF). Pemilihan judul film ini dilakukan oleh tim ahli yang berjumlah 13 orang. Mereka terdiri dari ahli perfilman, ahli kebudayaan, dan ahli pendidikan. Film-film tersebut diseleksi berdasarkan kriteria antara lain yang mengandung 18 nilainilai pendidikan karakter. Nilai-nilai tersebut adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab. “Semua kriteria itu ditentukan dalam rangka mencerdaskan bangsa serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia,”

Sulistyo Tirtokusumo (Foto: Dudut)

TAKE 11 EDISI 38 / TH IV / OKTOBER 2012

kata Sulistyo Tirtokusumo. Untuk tahun ini sudah ada 60 judul film yang dijaring oleh panitia. Filmfilm tersebut kemudian diseleksi berdasarkan kriteria dan kelak yang akan lolos hanya 30 judul film. Itu pun masih akan di saring lagi hingga tinggal 20 judul film. “Film yang sudah lolos saringan inilah yang akan disewa hak tayangnya dan akan ditayangkan melalui sinema keliling dan bioskop rakyat,” kata Sulistyo. Kegiatan ini merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan perfilman yang dilakukan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Secara beruntun dalam seminggu terakhir ini beberapa acara lain sedang dan siap dilaksanakan, antara lain: ajang Apresiasi Film Nasional, Jambore Film Pendek, dan lomba penulisan skenario, di samping rencana pembenahan Lembaga Sensor Film yang berupa pengetatan penyensoran dan pengurangan tenaga penyensor. Seperti diketahui, kegiatan perfilman sekarang dikelola oleh dua kementerian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengelola sisi pengarsipan dan apresiasi film, sementara Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengelola sisi industrinya. (kf1)


HOT ISSUE

SEJUMLAH proyek guna mendorong kemajuan perfilman Indonesia mulai dikerjakan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diantaranya fasilitasi pembuatan film pendek, lomba penulisan scenario, program bioskop rakyat (biora) dan Jam-

bore Film Pendek (JFP) 2012. Khusus acara Jambore, Wakil Menteri Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti mengatakan, akan digelar di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta, 21-25 November. Sebanyak 250 penggiat film independen dari berbagai komunitas di seluruh Indonesia akan bersosialisasi, bertukar pikiran, berbagi informasi, belajar bersama, dan berkolaborasi untuk meningkatkan kemampuan membuat film-film pendek berkualitas. Dikatakan oleh Wiendu, “Komunitas-komunitas film independen yang banyak membuat film

pendek merupakan penyokong perfilman nasional ke depannya.” Karena itulah Kemendikbud menyediakan forum pembelajaran berskala nasional. Jambore ini sekaligus menyediakan ruang presentasi dan apresiasi bagi sineassineas muda untuk melahirkan karya-karya berbasiskan nilai budaya, kearifan lokal, dan pembangunan karakter bangsa yang lebih baik. Dalam jumpa pers di Gedung Kemendikbud tersebut hadir penggagas kegiatan Deddy Mizwar, anggota panitia Reza Pahlevi, dan pembuat film pendek Leony VH. Sementara Aria Kusu-

TAKE 12 EDISI 38 / TH IV / OKTOBER 2012

madewa berhalangan hadir. Dari 250 peserta berbagai komunitas akan dipilih berdasarkan kualitas karyanya. Sejak 24 September panitia membuka pendaftaran film fiksi pendek berdurasi 5-21 menit. Tim Seleksi kemudian memilih 50 judul, yang baru akan diumumkan 25 Oktober mendatang, untuk mengikuti kompetisi. Sutradara ditambah empat anggota tim pembuat film yang masuk official selection itu diundang mengikuti JFP 2012. Sebanyak 50 film pendek peserta kompetisi diputar pada 22-24 Oktober, dan pemenangnya. diumumkan pada malam

penutupan. Tiga kategori yang dilombakan adalah film terbaik, cerita asli terbaik, dan poster terbaik. Guna meningkatkan keterampilan teknis peserta, diadakan pelatihan tata kamera dan cahaya oleh Arya Agni, tata suara (Satrio Budiono), dan penulisan skenario (BE Raisuli). Sementara untuk memperluas wawasan mengenai berbagai konteks makro perfilman akan digelar talkshow dan diskusi yang didahului pemutaran film. Pemutaran Lewat Djam Malam (Usmar Ismail, 1954) menjadi pengantar diskusi bertema “Matinya F ilm Indonesia”. Kemudian pemutaran Identitas (Aria Kusumadewa, 2009) dilanjutkan diskusi “Kebebasan Menembus Batas”. Di hari berikutnya diskusi “Peran Pemerintah dalam Kemajuan Perfilman” dibuka dengan pemutaran Impian Kemarau (Ravi Bharwani, 2004). (kf1)


AGENDA

Desa Pemuteran Menjual Ketenangan

Pantai Desa Pemuteran (Foto: Boby)

APA yang ada di benak orang saat ditanya nama tempat wisata pantai di Bali? Lagi-lagi mereka akan selalu menyebut Sanur, Kuta atau Nusa Dua. Padahal tempat wisata di pulau dewata bukan hanya berada di kawasan selatan pulau ini. Salah satu yang bisa menjadi alternatif bagi wisatawan adalah di desa Pemuteran. Dimanakah itu? Desa Pemuteran tepatnya berada di sebelah barat pulau ini, persisnya ada di kecamatan Gerokgak, kabupaten Buleleng. Lokasinya ada di perlintasan rute antara Gilimanuk-Singaraja. Dari kota Denpasar, tempat ini bisa ditempuh ke arah barat pulau dalam empat jam. Dari pulau Jawa, sudah dekat setelah menyeberang dari Banyuwangi. Di sini pantainya indah membiru, dengan ombak yang terbilang jarang, lantaran bukan berada di lingkar Samudera Hindia. Terumbu karangnya yang dangkal terpelihara dan dikonservasi

TAKE 13 EDISI 38 / TH IV / OKTOBER 2012

Glenn konser sendiri

Cottage Desa Pemuteran (Foto: Boby)

dengan baik. Rupanya masyarakat setempat memiliki kesadaran tinggi akan kekayaan alam desa mereka. Pantainya cocok untuk wisata snorkeling yang tak jauh dari bibir pantai. Pantai ini juga jauh dari hiruk-pikuk pedagang asongan. Atmosfernya masih macam di pedesaan yang damai. Tak ada bar, restoran atau diskotek, sungguh cocok bagi mereka yang ingin merasakan suasana spiritual. Mau bermeditasi misalnya, cukup tinggal di dalam cottagenya. Sunyi, namun tetap saja menyenangkan. “Dulu tempat ini tidak seperti sekarang,” demikian ungkap I Gusti Agung Prana, Ketua Yayasan Karang Lestari yang sekaligus pemilik resor Taman Sari. Dia mengaku saat tahun 1980-an datang ke desa Pemuteran tempatnya masih tandus. Terumbu karang rusak. Kondisi masyarakatnya pun masih terbilang minus. “Padahal saya melihat ada tiga teluk dan sebelas gunung di sekitar kawasan ini,” kenang Prana lagi. Ditambah lagi masyarakatnya dengan budaya yang unik, dia melihat potensi pariwisata desa yang amat menjanjikan di masa mendatang. Pelan-pelan, mulailah Prana memberikan pemahaman yang kini dikenal sebagai pariwisata berkelanjutan kepada penduduk setempat. Dia memberikan

motivasi bagaimana membuat lingkungan setempat agar selalu terjaga dengan baik. Prana menanamkan konsep bahwa pariwisata tak melulu sebagai bisnis semata. Menurutnya, lingkungan harus tetap dijaga sebagai modal hidup mereka. Awal 1990-an, ide yang ditawarkan Prana mulai berbuah. Kawasan Pemuteran mulai hijau. Terumbu karang yang tumbuh secara alami, tak pelak menarik perhatian wisatawan untuk datang ke Pemuteran. Mereka datang dengan berbagai minat khusus, umumnya wisata bahari macam diving atau snorkeling. Namun ada juga yang sekadar wisata spiritual. Sejak tahun 2000, Prana juga menggagas proyek rehabilitasi terumbu karang bersama warga setempat. Mereka membentuk Kelompok Karang Lestari. Kelompok ini melakukan rehabilitasi terumbu karang dengan teknik yang terbilang baru. Caranya adalah dengan mengalirkan listrik bertegangan rendah pada kerangka rumpon (bronjong) di bawah dasar laut. Selain itu, yayasan ini juga mengupayakan penangkaran penyu. Demikianlah model Prana berbisnis. Dimulai dengan memberdayakan penduduk setempat, hingga tingkat kesejahteraannya bisa meningkat. Lantas, dia dengan caranya yang unik juga tetap menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya dengan berbagai cara agar pariwisata tetap berkelanjutan. Dalam Konferensi Pariwisata Berkelanjutan, di Holiday Inn Hotel, Kuta, Bali medio September lalu, Prana bersama Yayasan Karang Lestarinya menerima penghargaan dari pemerintah atas upaya pelestarian terumbu karang dan penangkaran penyu. (bb)

Glenn Fredly (Foto: Ist)

Musik sebagai salah satu industri kreatif tentunya selalu menjadi perhatian bagi publik dimana musik merupakan sebuah identitas yang tidak hanya berlaku bagi setiap musisi yang menjalankannya tetapi sebuah kebutuhan yang diinginka setiap orang. Musik tidak hanya terdiri dari musisi dan lagu-nya tetapi musik juga selalu memiliki sejarah yang perlu dikenang dan salah satu lokasi sejarah musik yang patut diperhitungkan adalah Lokananta. Sebuah bangunan yang terdiri di dataran Solo Jawa Tengah ini mempunyai sejarah yang patut dikenang karena selain studio rekaman terbesar di Indonesia dengan seluruh alat berkelas International, Lokananta juga sebagai lokasi penempatan piringan hitam dengan lebih 20.000 judul lagu, pita master, peralatan recording dan lain-lainnya. Glenn Fredly adalah seorang musisi handal di tanah air. Tak ada habis-habisnya membuat karya, kali ini dia melakukan konser di Lokananta Solo. “ Dengan adanya album ‘Glenn Fredly &The Bakuucakar Live From Lokananta’ ini saya berharap industri musik di Indonesia semakin terus berkembang dan penikmat musiknya pun tidak hanya menikmati musik dari lagu yang musisi bawakan. Tetapi mengetahui juga bagaimana sejarah musik di Indonesia dan tentunya dapat bersama-sama melestarikan budaya bangsa,” kata Glenn saat ditemui di Epicentrum Kuningan, Selasa (2/10). Menurut Glenn albumnya kali ini bukan hanya masalah pembuktian diri saja. Tapi ini merupakan menghidupkan kembali musik Indonesia. “Jangan sampai sejarah musik ini hilang begitu saja. Siapa lagi yang perduli dengan sejarah kalau bukan pelakunya sendiri. Kalau saya seorang musisi pasti saya mencari sejarah musik itu dimana. Dan saya menemukannya, dan saya berusaha untuk mengangkat kembali Lokananta ini. Lokananta ini ground zeronya musik di Indonesia,” tambah Glenn. Masih menurut penyanyi asal Ambon ini, di Lokananta tidak hanya sekedar tempat rekaman, tapi juga banyak aset bangsa di dalamnya. Termasuk arsip rekaman Indonesia raya ada di Lokananta. “Aku sih pengennya Save Lokananta. Jadi semua aman, tanpa takut suatu saat Lokananta ini diambil oleh orang asing yang melihat Lokananta bisa dijadikan sumber uang yang banyak,” pungkas Glenn. (Nasty)

FLAN 2012 mencari pencipta lagu anak-anak APA judul lagu anak-anak yang saat ini sedang hits? Jangankan lagunya, penyanyinya pun sulit ditemukan. Tetapi, kalau lagu orang dewasa yang dinyanyikan oleh anak-anak, sangat banyak. Ironisnya sejak era penyanyi anak-anak Sherina Munaf dengan lagu-lagu yang bergizi, hingga saat ini tak ada lagu dan penyanyi anak yang menyeruak di belantara industri musik tanah air. Kepriharinan atas perkembangan lagu anak Indonesia ini, termasuk lagu yang jauh dari nilai-nilai edukasi ditanggapi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan menggelar Festival Lagu Anak Nusantara 2012. Wakil Menteri bidang Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Prof Ir Wiendu Nuryati MArch PhD mengatakan, setelah sekian lama menimbang bahwa perkembangan lagu anak

Menurut Bens Leo, pengamat musik yang juga Ketua Pelaksana Festival Lagu Anak Nusantara 2012, acara dalam festival ini meliputi lomba penyanyi anak, bazaar seni budaya dan mainan anak, panggung apresiasi seni anak, diskusi musik dan mainan anak, juga klinik pelatihan musik anak. mengalami kemandekan, akhirnya Kemdikbud menggagas acara itu. Wiendu menyadari kualitas vokal dan teknik penyanyi anakanak sangat banyak dan baik. “Sayangnya, hal itu tidak diimbangi oleh perkembangan lagu anak-anak yang edukatif dan menghibur dan sesuai dengan usia anak-anak,” kata dia di Jakarta, baru-baru ini. Yang ada saat ini, menurutnya, anak-anak menyanyikan lagu orang dewasa. Yang lebih

memprihatinkan, lanjutnya, dalam banyak lomba menyanyi di berbagai televisi swasta, anakanak dipilihkan lagu orang dewasa dengan cara menyanyi seperti orang dewasa, termasuk cara berdandannya. Berangkat dari keprihatinan itulah, panitia yang dipimpim Direktur Pembinaan Kesenian dan Perfilman Kemendikbud Drs Sulistyo Tirtokusumo bersama pemerhati musik Bens Leo akhirnya mematangkan Festival Lagu Anak Nusantara 2012.

Belajar Sportivitas Dalam ajang itu, lagu anak bisa berbahasa Indonesia bisa juga berbahasa daerah. Untuk itu, panitia menyediakan hadiah yang totalnya Rp 225 juta untuk pemenang 10 lagu terbaik. Hadiah tertinggi Rp 25 juta dan terendah Rp 5 juta. Trie Utami yang akan menjadi juri dalam grand final lomba cipta lagu anak dan lomba penyanyi anak mengatakan, ajang semacam ini sangat baik untuk membentuk kualitas dan profesionalitas anak dari dini.

“Karena anak-anak bisa belajar arti sportivitas sekaligus memupuk bakat dan bersosialisasi dengan kawan seumuran,” katanya. Selain Trie Utami, nama lain yang dilibatkan sebagai juri pada babak penyisihan hingga grand final adalah Erwin Prasetya, Naniel Yaqin, Bens Leo, Gideon Momongan, Dian HP, Elsa Segar, Purwa Caraka, dan Sinta Priwit. Adapun Dwiki Dharmawan, Chica Koeswoyo, Ucie Nurul, Kak Seto, dan Ati Ganda akan bertindak sebagai pemberi materi pada klinik musik. Grand final akan digelar Jumat (30/11) di Tennis Indoor Senayan Jakarta dengan melibatkan sejumlah penampil seperti Super 7 dan Perkusi Anak Gilang Ramadhan Music School. Untuk informasi lengkap, peminat bisa mengecek langsung di laman www.festivallagu anak nusantara.com. (kf1)


ON THE SPOT

TAKE 14 EDISI 38 / TH IV / OKTOBER 2012


TAKE 15

REHAT

EDISI 38 / TH IV / OKTOBER 2012

Hamsad Rangkuti dan Putu Wijaya sakit

butuh perhatian dan biaya operasi DUNIA sastra Indonesia murung. Dua seniman besar sastra Hamsad Rangkuti (69) penulis puluhan buku antaranya Bibir Dalam Pispot dan Putu Wijaya (68) seniman, dramawan pendiri Teater Mandiri hampir bersamaan terkulai sakit dan menjalani perawatan di rumah sakit. Keduanya dirawat di rumah sakit berbeda. Hamsar Rangkuti menjalani operasi darurat di Rumah Sakit Siloam Gleneagles, Lippo Karawaci, Tangerang, terkait penyakit prostat sejak dua tahun lalu. “Karena tak ada biaya, akhirnya kami pulang dari rumah sakit seraya mengharapkan mukjizat dari Allah SWT,” kata Nurwindasari, istri Hamsad, Minggu, (30/9). Menurut Nurwindasari, kondisi Hamsad sangat lemah, terutama setelah tangannya patah karena terjatuh di kamar mandi sebulan lalu. Hamsad seharusnya dioperasi pekan lalu, tapi tak bisa dilakukan

F hingga kini karena tiadanya biaya. Orang-orang yang ingin membantu Hamsad dapat mengirim ke rekening BNI cabang Margonda, Depok, nomor 0106423653 atas nama Hamsad Rangkuti. Seniman kelahiran Medan, Sumatera Utara, 7 Mei 1943, itu sempat dirawat di rumah sakit pada Januari lalu. Ia harus buang air kecil melalui perut dan makan memakai selang melalui hidung. Bendahara PAN, Jon Erizal berkesempatan menjenguk Hamsad Rangkuti dan menyerahkan langsung bantuan dari Menko Perekonomian Hatta Radjasa sebesar 5000 US Dollar. Sementara Putu Wijaya lebih sebulan terbaring di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada Rabu (3/10) dikunjungi sesama seniman sastra, Taufik Ismail yang hadir bersama istri. (sutrisno)

JEJAK LIPPO GRUP DI SINEMA INDONESIA Oleh Bobby Batara | Wartawan Penggiat Forum Penonton Film JARINGAN 21 seolah tak pernah berhenti berekspansi tahun ini. Sejumlah gedung bioskop anyar sudah mereka buka lagi di selatan Jakarta. Pada semester kedua tahun 2012 bioskop baru tersebut dibuka di Mal Kota Kasablanka dan Kuningan City, seiring dengan pembukaan mal baru di sana. Lantas, akhir September silam dibuka pula di Lippo Mall Kemang. Di Lippo Mal Kemang, nama bioskopnya adalah Kemang Village XXI. Seperti terlihat dari namanya, mal tersebut merupakan properti milik konglomerat kelompok Lippo. Kendati bernama Kemang letak jalan keluarnya berada di sisi jalan Pangeran Antasari. Outlet baru tersebut menandai kerjasama berikut dinasti Riady yang sudah lama terjalin dengan jaringan bioskop 21 di segala penjuru tanah air. Jika ditelusuri lagi, sebelumnya pada tahun 1995 sudah dibuka Lippo City 21 (Cikarang) dan Lippo Karawaci 21 (Tangerang). Tahun 2006, Detos 21 di Depok Town Square. Tahun 2007, Jatos 21 di Jatinangor Town Square. Tahun 2008, Matos 21 di Makassar Town Square. Dan terakhir tahun 2009, ada

Pejaten Village 21. Sejatinya, kiprah kelompok Lippo di sektor film bukan hanya sampai di sini. Sempat muncul kabar menarik pertengahan tahun ini. Menurut informasi di majalah Tempo, 16-22 Juli 2012, disebutkan bahwa Lippo sempat didekati oleh PT Layar Giat Prima. Seperti diketahui, perusahaan yang mengelola jaringan bioskop Blitz Megaplex ini sedang “berdarah-darah”. Blitz butuh suntikan modal yang tidak sedikit. Beberapa bioskop masih merugi. Menurut sumber Tempo angka yang diperlukan sekitar Rp 500 milyar. Proses pendekatan itu sudah lumayan jauh. Berkat bantuan Peter F Gontha, Komisaris Utama PT First Media Tbk (anak perusahaan Lippo), sudah sampai presentasi di depan petinggi Lippo segala. Awalnya, Lippo memang tertarik. Pasalnya, banyak properti miliknya yang bisa dipakai untuk ekspansi bioskop. Ternyata kemudian hasil pertemuan itu kandas di tengah jalan. Menurut sumber orang dalam diketahui penyebabnya, bahwa banyak gedung milik Lippo yang telah menjalin kerjasama dengan kelompok 21. Mustahil pula bagi mereka bermain di dua jaringan eksibitor yang saling berkompetisi. Jika dilihat ke belakang lagi,

bahkan salah satu putra mahkota Lippo sempat pula masuk ke sektor produksi film sebagai investor. Pada tahun 2009, putra James Riady, Henry coba-coba menyutradarai film Sepuluh. Film drama yang dibintangi Ari Wibowo dan Agus Melaz tersebut menelan biaya fantastis, Rp 12,7 milyar. Demikian seperti disebutkan dalam rilis yang diterima wartawan. Filmnya sendiri hanya bergaung sebentar saja dan kemudian nyaris tak terdengar. Kurang jelas juga dimana letak elemen yang bikin mahal biaya produksi film Sepuluh. Apakah memang orang filmnya yang nakal: hobinya akalakalan jika ada penanam modal yang buta sama sekali saat memasuki belantara film. Atau sang investor terlalu bermurah hati kepada tim produksi yang digandengnya? Atau, atau, atau.. Ah, entahlah. Pasca rilis film Sepuluh tak pernah terdengar lagi rencana produksi berikutnya dari klan Riady. Naluri bisnis mereka kurang cocok untuk bermain di ranah produksi film. Dan agaknya, bisnis bioskop ini yang sebaiknya diseriusi Lippo. Kan cuannya tinggal terima bersih dari penyewa alias eksibitor tuh. **

ESTIVAL Film Indonesia (FFI) setiap tahun digelar dengan tema dan tekad yang hampir serupa meski tak sama. Gelaran FFI tahun 2012 ini mengusung tema Film Kita Wajah kita. Perayaan ini seperti dikatakan Ukus Kuswara akan lebih meriah dan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Lebihnya di mana dibandingkan tahun lalu belum terukur. Tetapi kalau disimak dari anggaran Rp 16,5 miliar yang dikatakan Direktur Film Syamsul Lussa kepada wartawan, angka itu lebih dari separuh anggaran FFI 2011. Paling tidak dari aspek anggaran panitia FFI 2012 semestinya bisa mementaskan FFI 2012 lebih meriah dan lebih dekat dengan masyarakat. Seminggu sebelum diumumkannya dimulainya FFI, di Kemdikbud digelar acara yang sama, memperkenalkan Apresiasi Film Indonesia (AFI). Tekadnya sama untuk meningkatkan kualitas film Indonesia. Baik FFI maupun AFI sesungguhnya berniat meningkatkan kualitas dan kuantitas film Indonesia. Menjadi tamu manis di rumah sendiri dan menjadi tamu cantik di negeri orang. Tetapi apakah nawaitu itu dibarengin dengan tindakan. Tentu saja di sinilah persoalannya. Karena film bagus belum tentu disukai oleh penonton. Kalau film bagus tadi hanya mampu menggiring 50 ribuan penonton, produser mana yang tak berpaling muka untuk membuat film asal ada gambar dan suara tapi laku. Gelaran acara seperti FFI maupun AFI memang kudu ada tetapi pemerintah dan orang-orang film kudu duduk bareng bukan hanya untuk FFI dan AFI yang beraroma proyek, tetapi untuk kerja yang lebih besar dan jangka panjang lagi seperti bagaimana membina penonton dan memberi akses yang lebih dekat dan murah kepada penonton, dengan menyuguhkan filmfilm yang punya kwalitet dan sejurus dengan selera penonton.Dari tahun ke tahun hal ini menjadi hal yang diabaikan dan akhirnya menjadi masalah laten bagi orang-orang film. Mencari-cari di mana penonton menjadi ramai ketika film tak diacuhkan oleh masyarakat. Pertanyaan yang terlontar di setiap diskusi film adalah bagaimana rumusan membuat film bagus dan disukai penonton.”Saya berani bayar dua ratus miliar rupiah kalau ketemu rumusnya,”ujar Deddy Mizwar, saat bicara mengenai Jambore Film Pendek beberapa waktu lalu. “Saya selalu berusaha membuat film bagus, kalau laris itu bonus,”jelasnya. Saat ini bisa meraup 500 ribu penonton sebuah prestasi yang dinantikan oleh para produser film. Padahal, lima enam tahun lalu film seperti Air Terjun Pengantin dan Get Married bisa mencapai satu juta penonton. Maka, produser mencari celah untuk membuat film yang serba minimalis mulai dari pemain, set dan cerita. Budget minimal tentu saja takkan membuat film menjadi bagus. Mungkin yang penting balik modal saja sudah oke buat para produser. Tetapi sayangnya, pemerintah tekadnya hanya ketika di acara-acara seperti FFI dan AFI. Bagaimana bioskop yang berada di daerah, bukan pemodal raksasa dan punya jaringan. Datang teknologi digital, proyektor juga harus diganti digital dengan harga mendekati Rp 1 miliar.”Dengan penonton seperti sekarang ini siapa yang mau investasi di bioskop?”keluh seorang pengusaha bioskop tak berjaringan.Padahal, bioskop sebagai gerai film terdepan mestinya diperhatikan dan diberi insentif oleh pemerintah agar tetap eksis dan bisa merawat penonton film agar tetap suka dan cinta kepada film Indonesia. Film kini diurusi dan didanai oleh dua kementerian yang jumlahnya ratusan miliar rupiah. Orang-orang film diharapkan bisa lebih meningkatkan emerjinya bagi peningkatan kualitas produksi film-filmnya. Asalkan pemerintah juga bisa menyalurkan anggaran yang ada itu dialokasikan ke bidangbidang yang lebih urgensi. Kepada produser-produser yang memiliki reputasi membuat film yang bagus—afdolnya yang berisi pesan moral dan berkarakter budaya bangsa. Semoga saja insan perfilman Indonesia, khususnya produser sebagai motor penggerak jalannya perfilman Indonesia mempunyai visi yang jauh. Memproduksi film-film bagus sebagai investasi ‘budaya’ bangsa ke depan bagi tercipta masyarakat kita suka dan cinta film Indonesia. Tak sekadar mencari keuntungan sesaat. Kalau film kita wajah kita yang menjadi tema FFI. Semoga saja wajah itu bisa lebih cantik lagi. Tidak hanya di pentas FFI, tapi juga di seluruh aspek perfilman kita. Tapi,ketika menuliskan artikel ini , di hulunya juga belum beres. Apa kabarnya petunjuk pelaksana (PP) dari UU Perfilman? Menteri sudah diganti, film sudah masuk era digitalisasi, kok, PPnya belum selesai juga ya…



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.