TABLOID KABAR FILM EDISI 39

Page 1


TAKE 2

DARI REDAKSI

EDISI 39 / TH IV / NOVEMBER 2012

P TRET ARTIS DAN BIROKRAT BULAN madu dunia politik dan artis berlanjut. Bursa calon petinggi negeri ini dimeriahkan nama seperti Lucky Hakim, Rieke Dyah Pitaloka, Deddy Mizwar, Dede Yusuf, dan Rhoma Irama. Mereka akan berebut simpati sebagai walikota, gubernur, sampai presiden. Ada kepercayaan diri yang kuat dari kalangan seniman untuk bersaing dengan tokoh-tokoh politik. Semoga para seniman, yang peka rasa seni dan halus budinya itu mampu merubah keadaan Negara ini. Berbicara soal Negara, perfilman kita memiliki kegiatan kenegaraan berupa festival. Dan, seperti diperkirakan berbagai ajang festival kali ini justru menjadi lahan bagi para pencari proyek. Siapa pemenang tender proyek FFI, AFI dan bagaimana prosesnya? Semua seperti tertutup. Akses di internet pun tidak ada. Ada apakah gerangan? Publikasi tidak dimanfaatkan oleh pelaksana FFI. Sekadar tanda adanya kegiatan festival berupa spanduk dan baliho di media luar ruang pun tidak ditemui. Padahal, anggaran yang dikucurkan untuk FFI maupun AFI tidak sedikit. Namun pembiayaan itu sangat tidak signifikan dengan pelaksanaan di lapangan. Janggalnya FFI terlihat dari tidak masuknya film Rayya, Cahaya Di Atas Cahaya yang sebenarnya layak dinilai sebagai peserta. Berbagai festival film yang mendapat kucuran anggaran puluhan miliar dari negara, patut disikapi secara transparan, terbuka dan tidak semena-mena dalam menghaburkannya.. Kita berharap anggaran tersebut bukan rekayasa, seperti yang pekan ini dilontarkan Dahlan Iskan dan Dipo Alam. Keduanya mensinyalir ada kongkalikong anggaran APBN-P di sejumlah kementerian. Satu hal yang perlu dicatat dari AFI, seperti dikatakan Mira Lesmana, bahwa dia tidak pernah memutar filmnya Atambua 39 Derajat Celcius ke publik sebelum 5 November 2012. Namun panitia AFI memasukkan film yang disutradarai Riri Reza itu ke daftar 26 Film Unggulan AFI beberapa hari sebelumnya. Tidak ada izin ke Mira Lesmana sebagai produser. Apakah masyarakat menikmati manfaat kegiatan AFI dan FFI? Kita tunggu saja.. Teguh Imam Suryadi @teguhimamsurya di twitter

FILM ‘TETESAN AIR MATA IBU’

dak

(foto: Buku Poster Film Indonesia/KF)

DIPRODUKSI pada Tahun 1974 oleh PT Arta Cata Film. Film sutradara Iksan Lahardi berdasarkan cerita dan skenario Djuremi Wangsanata ini bercerita tentang seorang yatimpiatu miskin yang berhasil menjadi primadona sandiwara keliling. Seorang pemuda ningrat kemudian jatuh cinta kepada sang primadona walaupun ditentang oleh ibunya.

PWI Jaya Seksi FIlm dan Budaya Menggelar Workshop Perfilman

DALAM rangka peningkatan pemahaman wartawan terhadap perkembangan di sektor perfilman, kesenian dan budaya, pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Jakarta seksi Film dan Budaya akan menggelar kegiatan workshop pada 23-25 November 2012 di Hotel Puncak Raya, Jawa Barat. Teguh Imam Suryadi selaku Ketua Seksi Film dan Budaya PWI Jaya dalam siaran pers mengatakan, Workshop Wartawan Seni Budaya dan Film akan

diisi serangkaian diskusi, dengan menghadirkan sejumlah kalangan sebagai narasumber. “Kameraman profesional berprestasi Yudi Datau siap berbagi pengalaman dengan wartawan pada workshop nanti. Selain itu ada praktisi pertelevisian Alex Kumara, yang kini menjadi konsultan di Kompas Tv,” kata Teguh. Selain itu ada beberapa nama yang akan mengisi beberapa sessi diskusi yang mengangkat tema “Seni Rupa Dalam Film Era Digital’, antaranya H Berthy Ibrahim Lindia (penata artistik film senior, yang juga Ketua KFT dan Kepala Sinematek Indonesia), Anggota Komisi X Fraksi PDIP Dedi Gumelar, produser Ir Chand Parwez, H Djonny Syafruddin, SH (Ketua GPBSI) dan narasumber dari kalangan pemerintahan pada kementerian terkait bidang seni, budaya dan film. “Workshop bagi wartawan ini merupakan program pengurus PWI Jaya seksi Film dan Budaya, yang sebelumnya mengadakan beberapa ke-

Infotemen giatan Pameran Foto Jurnalistik dalam Rangka Hari Film Nasional pada Maret silam,” lanjut Teguh Imam S, yang juga pendiri Forum Penonton Film dan Pimpinan Redaksi Tabloid Kabar Film, Kamis (1/11/2012). Dikatakannya, dunia kesenian termasuk film telah berkembang pesat dengan berbagai bentuk dan medianya di era digital. “Banyak hal terkait dengan kebijakan dan teknis dan lain-lain yang perlu digali dan dipahami oleh wartawan melalui berbagai sumber yang berkompeten,” katanya. Salah satu materi pembahasan yang juga terkait adalah sosialiasi Pergub DKI Jakarta No 115 Tentang Pengembalian Pajak Perfilman Nasional, yang mulai diterapkan sejak September 2012. (kf2)

Diterbitkan pertamakali di Jakarta tanggal 12 Mei 2009 oleh Komunitas Pekerja Perfilman Jakarta Kode ISSN 2086-0358 Pendiri/ Penanggungjawab Teguh Imam Suryadi Redaktur Pelaksana Didang Pradjasasmita Redaksi Bobby Batara Jufry Bulian Ababil (Medan), Desain: Rizwana Rachman Distribusi: Dede, Jamilan Penasihat Hukum Drs H Kamsul Hasan SH MH Penasihat Ahli Herman Wijaya Alamat Redaksi/ Iklan/ Sirkulasi Sekretariat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya Seksi Film dan Kebudayaan, Lantai IV Gedung Pusat Perfilman H Usmar Ismail, Jalan HR Rasuna Said Kavling No C-22 Kuningan, Jakarta Selatan. Tlp: 021-97924704 - 0818404013. Rekening BANK BCA No Rekening: 5730257874 a/n Teguh Imam Suryadi Email kabar.film@yahoo.com Facebook Kabar Film Grup Website www.kabarfilm.com

ISTILAH KATA FILM EKSPERIMENTAL : Film yang dibuat dengan tanpa menggunakan kaidahkaidah pembuatan film pada umumnya. Tujuan pembuatan film eksperimental biasanya untuk mengadakan eksperimen dan mencari cara-cara pengungkapan baru melalui film. READING : Istilah penting dan mendasar dalam pengkajian film. "Membaca film" menunjukkan kedalaman dan intensitas yang lebih dibandingkan 'menonton film'. SCENE : Adegan tunggal yang terjadi di sebuah lokasi pada suatu waktu. Akhir scene biasanya ditandai dengan perubahan lokasi atau waktu. Sebuah scene terdiri atas satu atau lebih shot dan peristiwa. COMEDY: Genre film yang mengedepankan kelucuan atau humor dengan cara mengolok-olok ironi abadi eksistensi manusia. Terdapat beberapa sub genre komedi, antara lain: screwball, dark/black, farce, slapstick, dead-pan, pandy, dan romantic comedy.

DATA PENONTON FILM INDONESIA BULAN NOVEMBER 2012 Jakarta Hati Atambua 39 Derajat Dendam Dari Kuburan Loe Gue End Sang Martir I Love You Mas Bro

16.700 4.756 78.488 42.868 34.625 40.300 * dari berbagai sumber


DIA

MESKI belum memiliki Peraturan Pemerintah (pp) sebagai petunjuk pelaksana dari Undang Undang No 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, kegiatan perfilman berlangsung semarak dan simultan. Entah apa masalah intinya, sehingga pp itu belum juga diterbitkan, yang pasti policy pemerintah mengacu pada Pasal 1 ayat 12 Undang-undang nomor 33 tahun 2009 yang berbunyi: Departemen yang mengurus film adalah departemen kebudayaan. Maka ketika terjadi reshuffle kabinet setahun silam, perkara film yang selama ini diurusi oleh Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif (Kemenparekraf) terpecah menjadi dua tempat, yakni di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Dalam hal ini Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman. Seperti apa visi dan misi direktorat yang baru dan kerap menggarap program yang nyaris sama dengan saudara tuanya di direktorat sebelah? Berikut percakapan Tabloid Kabar Film akhir Oktober silam bersama Direktur Pembinaan Kesenian dan Perfilman, Kemdikbud Drs Sulistyo Tirtokusumo MM.

Apa saja yang menjadi concern dari direktorat yang Anda pimpin saat ini? Hal-hal yang menjadi concern Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman adalah lebih berkonsentrasi pada pengembangan perfilman pada bagian hulu, yaitu kegiatan perfilman sebelum masuk ke ranah bisnis. Diantaranya melalui program-program literasi dan apresiasi film kepada masyarakat, misalnya melalui: Workshop Peningkatan Kualitas Produksi

TAKE 3 EDISI 39 / TH IV / NOVEMBER 2012

Foto: Dudut Suhendra Putra

Film, Jambore Film Nasional, Apresiasi Film Indonesia‌ Apa wacana Anda tentang film dipandang dari sudut budaya dan pendidikan? Definisi film dipandang dari sudut budaya dan pendidikan adalah suatu media untuk mengembangkan kebudayaan dan sebagai sarana pendidikan yang mengarah pada pengembangan perfilman yang mengandung nilai budaya, kearifan lokal, dan pembangunan karakter bangsa.

Istilah pembinaan dalam lingkup departemen sendiri, konkretnya seperti apa? Pembinaan menyandang arti usaha tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efektif dan efisien untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Tiap bentuk usaha yang mendorong dan memfasilitasi agar kehidupan kesenian dan perfilman ke arah yang mampu menjadi sarana penguat jati diri dan pembangunan karakter bangsa dalam rangka mencapai tujuan visi kebudayaan. Bagaimana pola koordinasi dengan sesame direktorat dalam urusan perfilman? Pola koordinasi dengan direktorat yang menangani urusan perfilman, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman tugasnya menangani hulu sedangkan Direktorat Pengembangan Industri Perfilman lebih ke arah hilirnya. Apakah lembaga Anda ikut menentukan proses penyusunan PP dari Undang-undang No 33 tahun 2009 tentang Perfilman? Dalam hal proses penyusunan peraturan pemerintah tentang Undangundang No 33 tahun 2009 tentang Perfilman sudah jelas Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman ikut terlibat khususnya yang terkait dengan kegiatan perfilman pada bagian hulu, seperti rancangan peraturan pemerintah lembaga sensor film. Sejauhmana hal itu sudah dilakukan? Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan bersama dengan Badan Litbang dan Biro Hukum saat ini sedang memproses penyelesaian rancangan peraturan

pemerintah lembaga sensor film. Kegiatan perfilman dibawah direktorat bapak cukup marak di akhir tahun ini? Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman adalah Direktorat yang baru di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, seluruh kegiatan yang dilakukan berdasarkan APBNP tahun 2012. Kegiatan film kelihatan semarak karena memang saling terkait, misalnya kegiatan membeli film right, yang hasilnya nanti akan didistribusikan ke daerah-daerah terpinggir, tertinggal, dan terluar yang akan diputar melalui mobil sinema, demikian juga dengan Workshop Peningkatan Kualitas Produksi yang outputnya setiap workshop akan menghasilkan satu buah film pendek, dan ini diharapkan dapat kita ikutkan pada Jambore Film Nasional. Bagaimana rencana jangka pendek direktorat yang masih baru ini? Lebih fokus ke kesenian atau ke perfilman? Atau keduanya? Rencana jangka pendek adalah memfasilitasi para sineas agar dapat memproduksi filmfilm yang berkualitas kearifan lokal, pengembangan nilai budaya, dan pembangunan karakter bangsa, misalnya melalui kegiatan lomba penulisan skenario yang bertema anak-anak dan kepahlawanan. Lebih fokus ke kesenian atau ke perfilman? Atau keduanya? Kami fokus pada kedua-duanya, tidak dibedakan. Di luar kegiatan dinas, apa saja kegiatan Anda, apakah tetap berkesenian atau menonton film beberapa kali dalam sepekan? Menonton film dan kegiatan kesenian disamping berolahraga untuk menjaga stamina yang baik. (kf1/bob)


TAKE 4

TELEVISI & PH ‘Ranking1’ Trans TV Lecehkan Veteran

Adegan Ranking1 Senin (12/11/2012) pagi ( Foto: Istimewa)

TAYANGAN program Ranking1 di Trans TV edisi khusus Hari Pahlawan, yang disiarkaan Senin (12/ 11/2012) pagi dinilai tidak memberi pesan positif bagi penonton. Hal itu dikatakan oleh Ketua Forum Penonton Film, Teguh Imam Suryadi SH, dalam pernyataan tertulis yang baru saja disampaikan ke redaksi kabarfilm.com. “Pada tayangan Ranking1 hari Senin pagi tadi menghadirkan peserta dari kalangan veteran pejuang kemerdekaan. Sungguh tidak

elok, melihat mereka dijadikan bahan olok-olok dengan menempatkan posisi berdiri seperti orang distrap (kena sanksi hukum) di sekolah,” kata Teguh. Program yang menghadirkan dua host Sarah Sechan dan Ruben Onsu tersebut, juga tidak menjaga kehormatan para pejuang. “Mereka itu peserta, tapi kan pejuang kemerdekaan sekaligus orangtua yang harus dihormati. Sangat tidak pantas dan etis menempatkan mereka dengan posisi berdiri di

depan dua host muda yang duduk di meja kursi yang seolah-olah sangat pintar itu,” lanjut Teguh. Menurut Teguh, tayangan ini memang seringkali mengabaikan tatakrama dan sopan-santun terutama ketika menghadirkan peserta yang lebih tua dari pembawa acara. “Kalau pesertanya anakanak atau setara usia dengan mereka, masih bisalah seperti itu,” lanjutnya. Padahal program ini cukup baik karena mengajak peserta dan penonton untuk mendapatkan ilmu baru atau mengingat-ingat pelajaran. Mungkin, karena itulah penonton dan juga pesertanya adalah juga dari kalangan anak-anak. “Dengan tayangan seperti itu, bukan tidak mungkin, penonton dan anak-anak akan ‘menyepelekan’ penghargaan terhadap para pejuang kemerdekaan Indonesia,” katanya. (kf)

Dewi Perssik jadi Hantu Lumpur Lapindo AKTRIS sensasional Dewi Perssik kembali terlibat di proyek film horor terbaru yang berjudul Hantu Lumpur Lapindo. Di film produksi Sentra Films tersebut, Dewi berperan sebagai Shakira. Dewi sempat berperan sebagai hantu di berbagai proyek film horor antara lain Tiren: Mati Kemaren (2008), Paku Kuntilanak (2009) dan Arwah Kuntilanak Duyung (2011). Demi film Hantu Lumpur Lapindo, Dewi rela melakukan proses syuting di lokasi sebenarnya yaitu di kawasan bencana semburan lumpur PT Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur. Meskipun proses syuting film tersebut mengundang perhatian warga sekitar, namun Dewi merasa tidak terganggu dan ingin memberikan semangat baru bagi para korban yang masih menuntut ganti rugi. “Saya syuting di daerah ini sebenarnya juga ingin memberi semangat warga yang selama ini

sudah patah arang. Semoga mereka tidak terus terpuruk menerima bencana. Saya yakin kok, sudah ada yang mengatur cobaan ini,” ucap perempuan bernama Dewi Muria Agung ini. Film Hantu Lumpur Lapindo menceritakan tentang sosok Shakira yang menjadi korban pembunuhan dan mayatnya dibuang di kawasan area bencana lumpur Lapindo. Sebelum dibuang, jantung Shakira diambil dan dijual oleh seseorang yang membutuhkan. Sejak saat itulah hantu Shakira mulai bergentayangan untuk mencari pembunuhnya. “Gentayanganlah Shakira mencari pembunuhnya. Dan lokasi bencana atau kawasan lumpur menjadi tempat Shakira melampiaskan dendamnya. Jadi, Dewi Perssik-lah sekarang penguasa di kawasan lumpur ini,” gurau mantan istri Saipul Jamil tersebut. Film Hantu Lumpur Lapindo yang turut dibintangi oleh Robby

EDISI 39 / TH IV / NOVEMBER 2012

Hanung Bramantyo Sodorkan Isu Hubungan Beda Agama SINEAS Hanung Bramantyo seolah tak henti menyodorkan isu kontroversial. Setelah mengangkat isu pembom bunuh diri dalam film ?, kini dia hadirkan isu yang tak kalah mencengangkan. Demikian yang diungkapkannya dalam karya teranyarnya Cinta Tapi Beda. Isu apakah itu? “Saya mencoba memotret fenomena kisah cinta mereka yang berbeda agama,” tutur pembuat film Ayat-ayat Cinta ini dalam press junket di kawasan Sudirman, Senin 12 Hanung Bramantyo (Foto: Doc) November lalu. Hanung mengaku kendati idenya sederhana, ternyata persoalannya menyentuh banyak orang. “Banyak yang mengalaminya termasuk ko-sutradara saya, Hesstu Saputra. Dia Kristiani, pacarnya Islam,” selorohnya. Berbeda dengan banyak filmnya yang diadaptasi dari novel. Proyek Hanung kali ini berasal dari blog yang ditulis oleh Dwitasari. Blog ini sendiri sudah banyak dibaca orang, yaitu 2 juta pengunjung. Pun dengan akun twitternya yang sudah mencapai 145 ribu follower. Tak pelak, Hanung antusias menyambut fenomena tersebut. “Semoga bisa diterima. Meskipun saya sendiri kaget, mungkin juga takut karena ini persoalan yang sangat privat, namun selalu terkendala oleh hukum yang dibuat manusia.” Film ini awalnya sempat memakai judul Empat Sisi. Direncanakan akan beredar di bioskop tanah air pada akhir Desember 2012. (bob)

Sun Life Financial Luncurkan Film Pendek Suncatchers

Dewi Perssik (Foto: Istimewa)

Shine, Rizal Idrus dan Rayhan Febrian ini rencananya akan mulai tayang pada akhir tahun 2012. (kf)

SUN LIFE Financial di Indonesia (Sun Life) melakukan terobosan terbaru di dunia komunikasi digital. Kali ini dengan meluncurkan film pendek pertamanya, berjudul Suncatchers. Film besutan sineas muda berbakat Indonesia, Joko Anwar ini akan diputar di Blitz Mega plex, Grand Indonesia, Jakarta. Sun Life mengklaim menjadi perusahaan jasa finansial pertama di Indonesia yang meluncurkan film pendek yang dapat diakses melalui jaringan sosial media, facebook, twitter dan You Tube. Berdurasi 12 menit, film pendek ini dibintangi Andro Trinanda Lukito dan Debby Shinta yang mengisahkan tentang sepasang kakakadik yang berusaha untuk memberikan semangat bagi tetanggatetangga di sekitar tempat tinggalnya melalui cahaya matahari. Film yang sarat pesan positif mengenai mimpi, kasih sayang dan keluarga ini merupakan bentuk penyampaian komitmen Sun Life dalam memberikan layanan terbaik bagi nasabah dan masyarakat yang tercermin melalui tagline perusahaan “Life is Brighter under The Sun”. Akan hadir dalam pemutaran perdana film pendek Suncatchers ini antara lain Bert Paterson selaku Country Manager Sun Life Financial di Indonesia, sineas muda berbakat Indonesia, Joko Anwar, serta kedua pemainnya yakni Andro Trinanda Lukito dan Debby Shinta. (kf)

Pendaftaran XXI Short Film Festival Dibuka Sampai 10 Desember PEMBUAT film pendek di Indonesia mendapatkan berkah baru. Pasalnya pemilik jaringan bioskop terbesar, Cineplex 21 dan XXI akan menggelar ‘XXI Short Film Festival’. Ajang penilaian karya film pendek Terbaik ini mulai menerima peserta dari seluruh Indonesia (selengkapnya bisa klik www.21shortfilm.com) “Acaranya sendiri baru digelar pada Maret 2013 selama tiga hari,” ujar Catherine Keng, selaku Festival Direcetor ‘XXI Short Film Festival’ kepada Tabloid Kabar Film, Selasa (23/10) pagi. Selama tiga hari (Jumat-SabtuMinggu / 22-24 November) festival diadakan berbagai kegiatan seperti pemutaran film-film dari kompetisi, non-kompetisi, serta retrospektif dan diskusi sutradarasutradara Indonesia. Pada hari pertama (malam pembukaan) festival diputar karya film pendek internasional dan film

pendek terpilih. Hari kedua, pada diputar film-film finalis kompetisi, film pendek internasional, retrospektif dan diskusi, dan pada hari Ketiga diputar film-film finalis kompetisi, retrospektif, dan diskusi. “Malam terakhir festival juga merupakan malam pemberian penghargaan,” lanjut Catherine Keng. Menurut dia, ajang ‘XXI Short Film Festival’ merupakan tempat bagi para pembuat film pendek Indonesia untuk berkarya, sekaligus meluncurkan dan mempertunjukkan karya-karya mereka. Selain itu, juga menjadi tolak ukur kualitas perkembangan film pendek di tanah air. “Diharapkan, kegiatan ini menjadi ajang pembelajaran untuk bakat-bakat baru di bidang film pendek Indonesia,” sambung Catherine. Film-film peserta yang terpilih akan dikompetisi menjadi finalis kompetisi yang dinilai oleh juri

dari kalangan perfilman nasional. Adapun jenis atau katagori penghargaan film yang dikompetisikan adalah Film Pendek Fiksi Terbaik, Film Pendek Dokumenter Terbaik, Film Pendek Animasi Terbaik, Film Pendek Fiksi Pilihan Media, Film Pendek Dokumenter Pilihan Media, dan Film Pendek Animasi Pilihan Media. Panitia ‘XXI Short Film Festival’ terdiri dari Festival Advisors (Harris Lasmana, Shanty Harmayn, dan Eric Sasono), Festival Director (Catherine Keng), Program Director (Nauval Yazid), Programming Team (Damar Ardi, Adrian Jonathan Pasaribu, Varadila), Program Assistant (Andhika Annas Satria), Web Administrator (Muhammad Omar Azis), Administration Manager (Lenny Sumitra). Ditambahkan oleh Catherine, ‘XXI Short Film Festival’ mempunyai target penonton dari kala-

ngan mahasiswa, penonton film, dan pembuat film. “Karena ketiga komponen inilah yang utama dalam mengembangkan apresiasi film Indonesia, dan festival ini bertujuan untuk lebih meningkatkan peran serta mereka dalam kemajuan kualitas film Indonesia,” jelasnya. Selama festival, para penonton diharapkan aktif berpartisipasi dalam seluruh kegiatan rangkaian acara festival. Di luar festival, situs XXI Short Film Festival akan terus aktif dan terbuka bagi para pembuat film untuk bertukar ide dan informasi mengenai pembuatan dan kegiatan pemutaran film pendek. Situs ini juga akan berfungsi untuk memutar film pendek, sekaligus memberikan materi pembelajaran seputar pembuatan film pendek. Penghargaan

Panitia akan memberikan tiga penghargaan utama berupa uang tunai Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk masing-masing pemenang dan sertifikat dari Cinema 21. Tiga penghargaan pilihan media masing-masing akan mendapat hadiah uang tunai Rp. 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah) dan sertifikat dari Cinema 21. “Film pemenang akan diputar dalam pemutaran reguler secara khusus di Cinema 21 seusai festival,” jelas Catherine, seraya menyebutkan batas waktu pendaftaran adalah 10 Desember 2012. Panitia akan melakukan seleksi dan memilih maksimum 10 (sepuluh) finalis di setiap kategori film pendek yang dilombakan. Penilaian masing-masing kategori kompetisi akan dilakukan oleh juri yang dipilih oleh panitia festival. Nama-nama juri akan diberitahukan kemudian. (kf1)


TAKE 5

ZOOM

KECELAKAAN pesawat terbang di Indonesia kerap diwarnai kisah-kisah mistis. Salah satunya, kecelakaan pesawat Adam Air Penerbangan KI-574. Sebuah penerbangan domestik Adam Air jurusan Surabaya-Manado, yang pada 1 Januari 2007 jatuh di perairan Selat Sulawesi dan menewaskan seluruh penumpang. Kasus kecelakaan pesawat ini menginspirasi produser KK Dheeraj dari K2K Production dengan membuat film bergenre thriller yang berjudul Tragedi Penerbangan 574. Kemudian, sebagaimana produksi film K2K biasanya, film Tragedi Penerbangan 574 dibumbui dengan cerita horor. “Meski diilhami kisah nyata, namun film ini sudah difiksikan sehingga menjadi tontonan yang berbeda,” ujar KK Dheeraj saat menggelar jumpa pers di The

Platter, Setiabudi One, Jakarta Selatan, Jumat (9/11) yang lalu. Untuk filmnya yang kali ini dikatakan digarap serius dengan ketelitian tingkat tinggi, KK Dheeraj mengadakan riset yang panjang. Tak tanggung-tanggung, special effect-nya digarap di Hongkong Lab untuk menggambarkan adegan pesawat jatuh dan tenggelam ke laut. Di filmnya yang ke-25 ini ia sengaja memilih Gundul Pringis sebagai kisah hantunya. “Kalau pocong atau kuntilanak kan sudah biasa, jadi saya ingin membuat horor yang berbeda,” lanjutnya. Dengan memadukan unsur thriller dengan horor dan special effect, KK Dheraj menjanjikan film ini akan membuat penonton duduk tercekam selama 90 menit di kursi bioskop. Film ini berkisah tentang em-

pat orang remaja yang berlibur di Surabaya harus menghadapi kenyataan, salah satu teman mereka menjadi korban hantu kepala gelinding atau disebut Gundul Pringis. Hantu berwujud kepala manusia yang menyeringai itu membantai Tania di perkebunan kelapa milik nenek Dini, sementara Dini, Gustav dan Siwa selamat. Mereka bermaksud menerbangkan jasad Tania pulang ke Manado, tempat orang tuanya. Mereka mencarter sebuah pesawat komersial atas tanggungan orang tua Tania. Kisah lainnya tentang Johan, seorang pengusaha yang membantai istrinya, karena kepergok selingkuh dengan Miranti, sekretarisnya, kebetulan ikut dalam penerbangan itu. Penerbangan Surabaya - Manado itu tidak berjalan wajar, te-

EDISI 39 / TH IV / NOVEMBER 2012

ror demi teror terjadi dalam pesawat. Selain arwah istri Johan menuntut balas, ternyata Gundul Pringis ikut pula terbawa dalam pesawat. Satu persatu korban berjatuhan, Hingga pesawat berisi teror itu pun jatuh tenggelam di lautan. ATC (Air Traffic Control) sulit melacak tenggelamnya pesawat 574 itu dan sulit dipastikan ada yang selamat, namun tatka-

“Bidadari Bidadari Surga” adaptasi novel best seller

la kapal nelayan menemukan puing-puing reruntuhan, mereka seperti tak sadar, bahwa teror itu ternyata belum selesai. Kecelakaan pesawat yang tak sekedar kecelakaan pesawat biasanya karena ada hantu melancarkan dendam kesumat. Film dibintangi Kiki Amelia, Jenny Cortez, Baby Margaretha, Andreano Philip, dan Tata Liem. (kf)

Chand Parwez

Keluhkan Menurunnya Pendapatan

Cuplikan adegan film “Bidadari Bidadari Surga” (Foto: PT. Kharisma Stravision)

KEHIDUPAN Laisa dan keluarganya di Lembah Lahambay tidaklah mudah. Sebagai anak tertua dari lima bersaudara, Laisa harus merawat ibu dan adik-adiknya, Dalimunte, Ikanuri, Wibisana, dan Yashinta. Mereka semua bekerja keras, mulai dari menyadap karet di hutan, mengambil kayu, menganyam topi pesanan dan masih banyak lagi. Bagi Laisa adik-adiknya adalah segalanya, ‘suatu hari kalian akan melihat berjuta kerlip cahaya lampu yang jauh lebih indah di luar lembah kita ...’ itu yang selalu dikatakan Laisa pada adik-adiknya. Dia memberikan seluruh hidupnya pada mereka. Laisa bekerja di ladang tiap hari, Laisa membantu Dalimunte meloloskan proyek kincir airnya pada warga kampung, bahkan ketika Ikanuri dan Wibisana tersesat di hutan tempat para harimau Gunung Kendeng, Laisa tanpa takut menyusul ke hutan dan menyelamatkan adiknya tepat waktu dengan menawarkan dirinya sebagai pengganti. Perjuangan Laisa berakibat retak pergelangan kakinya saat mencarikan dokter ke kota untuk Yashinta yang sakit panas. Dengan keadaan seadanya dan fisik yang tak terlalu sempurna, Laisa membawa perubahan bagi keluarganya dan warga kampungnya. Laisa

merubah ladang mereka menjadi perkebunan strawberry yang berkembang pesat. Sementara satu persatu gadis seusia Laisa di kampung menikah dan berkeluarga. Laisa sadar sedikit sekali pria yang mau meminang gadis seperti dirinya. Laisapun sibuk di perkebunan strawberry-nya mengubur hasratnya untuk berkeluarga. Ketika Dalimunte harus menikah melangkahi Laisa, Dalimunte merasa sangat bersalah. Dalimunte dan semua orang sibuk menjodohkan Laisa tanpa memikirkan perasaan Laisa yang sakit setiap kali perjodohan itu gagal. Gadis mana yang tak sakit hati melihat semua pria yang diajak adiknya ke rumah, satu persatu mundur begitu melihat Laisa. Tapi Laisa tak ingin menyakiti adiknya yang sudah bersusah payah, dan berpura-pura menerima hal itu dengan enteng.

Tapi Dharma berbeda, salah satu teman Dalimunte yang membuat perasaan Laisa tak karuan. Awalnya Laisa tak begitu perduli pada Dharma. Dharma penuh perhatian pada Laisa, membuat Laisa mulai memperhatikan Dharma. ‘Bagiku kau secantik apa yang telah kau lakukan untuk perkebunan ini...’ itulah ucapan Dharma pada Laisa yang membuat Laisa jatuh cinta pada Dharma, tapi kenyataannya Dharma masih beristri. Istri Dharma yang tidak bisa memberikan keturunan merelakan Dharma untuk menikah lagi. Kabar itu bagaikan petir di siang bolong bagi Laisa. Pantas istri Dharma setuju Dharma menikahi Laisa. Tak ada satupun wanita yang mau suaminya menikah lagi, tapi pastinya Laisa bukan saingan bagi istri Dharma yang memang cantik. **

Pemain: Nirina Zubir, Nino Fernandez, Nadine Chandrawinata, Henidar Amroe, Rizky Hanggono, Chantiq Schagerl, Mike Lewis, Eriska Rein, Adam Zidni, Frans Nicholas, Astri Nurdin, Gary Iskak, Billy Boedjanger, Rizky Julio, Piet Pagau, Joe P Project, Michael Adam, Saddam Basalamah, Produser: Chand Parwez Servia, Fiaz Servia Sutradara: Sony Gaokasak Produser Eksekutif: Riza, Reza Servia, Mithu Nisar Adaptasi Novel Karya: Tere Liye Penulis Skenario: Gaokasak

PENDAPATAN produser film dua tahun belakangan menurun drastis. Indikatornya terlihat bukan hanya dari menurunnya penonton bioskop, melainkan juga pendapatan dari penerimaan hak video (video rights). Hal ini dikemukakan oleh produser film Chand Parwez Servia beberapa wak- Chand Parwez (Foto: Dudut Suhendra Putra) tu lalu. “Sekarang ini tidak seperti dulu. Kita pernah menjual hak video sampai Rp 750 juta untuk film Heart. Sekarang, untuk mencapai angka Rp 75 juta pun kita harus perang urat syaraf,” keluhnya dalam diskusi “Film Sebagai Konten Utama di Era Kemajuan Teknologi” di Hotel Akmani, Selasa 13/11 silam. Situasi saat ini, lanjut Parwez, sudah berbeda ketimbang dahulu. “Di pasaran, vcd/dvd yang resmi kurang dari 10 persen. Sisanya, 90 persen bajakan,” demikian ucap pemilik rumah produksi Starvision ini. Mau tak mau, situasi ini juga berimbas pada window time atau selisih waktu antara peredaran di bioskop dengan peredaran dalam versi video. Misalnya yang terjadi dalam kasus film Testpack, beredar di bioskop bulan September, namun rilis dvd bulan November. “Kini kita terpaksa edarkan lebih cepat. Dulu empat bulan window time-nya, kini malah hanya dua bulan,” lanjut Parwez sedih. Langkah ini terpaksa dilakukan agar pengedar video yang resmi bisa tetap hidup. “Kalau terlalu lama akan kalah dari para pembajak,” tuturnya lagi. Di luar pendapatan bioskop, hak video, dan hak pemutaran ditelevisi, tambah Parwez, masih ada pendapatan dari sektor lain memang ada. Diesebutkannya antara lain pembelian oleh televisi kabel, content video on demand, atau maskapai penerbangan. “Tapi jumlahnya kecil kok. Hanya sekadar eksistensi aja…,” seloroh Parwez. (bob)


TAKE 6

PROFILM Mira Lesmana heran, Atambua masuk daftar AFI MASIH ingat lepasnya propinsi Timor Timur dari wilayah RI? Peristiwa yang terjadi 13 tahun silam ini menyisakan kisah pilu bagi yang mengalaminya. Kisah inilah yang coba diangkat sineas Riri Riza dalam film terbarunya yang bertajuk Atambua 39 Derajat Celcius. “Latar belakang visual film ini adalah lingkungan rumah pengungsi Atambua yang berdinding gewang dan beratap seng, kota Atambua yang penuh tabrakan tradisi dan modernitas, kemajuan dan kemiskinan, serta savanna yang panas,” demikian ungkap Riri saat ditemui di PPHUI Kuningan, Senin 5 November 2012. Atambua menjadi film Riri yang kesembilan. Dia menggarap dengan konsep realis dan menampilkan aktor lokal antara lain Gudino Soares, Petrus Beyleto, dan Putri Moruk. Sebagai sebuah film realis, ini menjadi kali ketiga setelah menggarap Eliana, Eliana dan 3 Hari Untuk Selamanya. Sebelumnya, Atambua menjalani World Premiere di Tokyo International Film Festival bulan Oktober silam. Film ini siap beredar di jaringan bioskop tanah air sebanyak 20 copy format digital dan 1 copy 35 mm mulai tanggal 8 November. Perihal berpartisipasi di ajang festival film lokal, produser Mira Lesmana mengaku tidak mempersiapkannya. Bagaimana dengan Apresiasi Film Indonesia? Mira mengaku heran lantaran pemutaran untuk wartawan Senin siang menjadi kali pertama diputar di tanah air. “Memangnya mereka sudah nonton,” tanya Mira balik. (bob)

Sunil Samtani berharap dukungan pemerintah DI SAAT penonton film nasional sedang lesu, PT Rapi Film justru bersemangat memproduksi film kolosal berjudul Sang Kyai. Secara hitungan di atas kertas, langkah rumah produksi ini cukup berani. Namun, produser Sunil Samtani yakin film yang mengisahkan sejarah KH Hasyim Asyari itu akan mendapat sambutan penonton. “Saya optimis film ini mendapat apresiasi yang luas dari penonton tidak hanya di Indonesia, tapi di luar negeri,” kata Sunil Samtani, Minggu (11/11/2012) di lokasi syuting film Sang Kyai, Kediri, Jawa Timur. Menurut dia, film besutan Rako Prijanto ini sangat berbeda dari film yang selama ini diproduksi. Dari segi pemain, pengerahan kru dan biaya terbilang sangat besar. “Ini film kolosal pertama dari Rapi Film, yang persiapannya dilakukan sejak dua tahun lalu,” ujar Sunil. Disebutkan ada sekitar 140 kri dan 130-an pemain selain para bintang. Namun, dia belum mau menyebutkan angka yang dikeluarkan untuk produksinya tersebut. “Sangat besar.. dan saya belum tahu berapa, karena di lapangan masih akan berkembang angkanya,” lanjutnya. Yang pasti, sekadar ilustrasi, film ini akan mengerahkan dua panser dalam adegan perang. Hitungan secara komersial, film yang diperankan Christine Hakim, Ikranegara, Agus Kuncoro dan lainlainnya ini akan mendapat apresiasi dari kalangan nahdliyin. “Saya percaya ketokohan KH Hasyim Asyari akan menarik banyak penonton. Apalagi kami dapat garansi dari pemerintah, yang akan mewajibkan pelajar untuk menonton film ini nanti,” jelasnya. (tis)

Sunil Samtani (Foto: dok.pribadi)

EDISI 39 / TH IV / NOVEMBER 2012

Lola Amaria

belajar jadi juri festival film

Lola Amaria (Foto: Dudut Suhendra Putra)

APA kabar Lola Amaria? Artis dan sutradara film yang sedang menyiapkan film terbaru setelah Minggu Pagi Di Victoria Park itu, kini masuk ke dalam jajaran anggota Dewan Juri awal Festival Film Indonesia 2012. Lola berdampingan dengan

sejumlah tokoh kawakan seperti Nano Riantiarno. Ditemui usai makan siang para juri di Planet Hollywood Jakarta, Selasa (30/10) siang, Lola menjelaskan dirinya diminta oleh panitia untuk menjadi anggota Dewan Juri. Tan-

pa pikir panjang Lola yang ketika itu sedang mengikuti Festival Raja Ampat di Papua, langsung menyetujui. “Ini pertama kali saya di FFI, karena diminta ya saya senang aja soalnya bisa belajar juga,” ujar kelahiran Jakarta, 30 Juli 1977 ini, yang diminta menjadi juri FFI 2012 karena latar belakangnya sebagai sutradara. Menurutnya, menjadi juri untuk mencari pengalaman sekaligus ajang belajar baginya, karena dalam komposisi Dewan Juri FFI 2012 ini terdapat insan film kawakan di mana ia bisa banyak menimba ilmu dari mereka. Selain Lola, Bustal, Nano Riantiarno dan Hartanto, lima anggota Dewan Juri lainnya adalah Agni Aryatama, Sam Sarupaet, Alies Jusria, Fauzan Rizal dan Allan Sebastian. Artis yang antara lain pernah membintangi film Ca Bau Kan (2002) dan menyutradarai film Minggu Pagi di Victoria Park (2010) ini sebenarnya tengah mempersiapkan sebuah film. Judulnya, Kisah Tiga Titik. Di film itu Lola menjadi produser, untuk penyutradaraan diserahkan kepada Bobby Prabowo. “Tapi karena harus berkonsentrasi jadi juri FFI dan nonton tiga sampai empat film per hari, terpaksa kegiatan lain saya kesampingkan,” kata sutradara film Betina (2006) ini. Rencananya Lola bersama anggota Dewan Juri yang lain akan menilai sekitar 60 judul film bioskop. (tis)

Riri Riza sambut baik XXI Short Film Festival AJANG kompetisi dan pemberian penghargaan karya film pendek XXI Short F ilm Festival 2013 mendapat sambutan dari sutradara Riri Riza. Sutradara yang baru saja membuat film Atambua 39 Derajat Celcius ini mengungkap kesan-kesannya. “Saya sangat gembira mendengar 21 short film festival akan digelar, ada sebuah inisiatif yang diadakan oleh jaringan bioskop 21 untuk menyelenggarakan sebuah lomba festival film pendek,” jelas Riri saat berbicara dengan Cinema 21 di Cilandak Town Square beberapa waktu lalu. “Tentu saja ini adalah sebuah kesempatan bagi pembuat film muda atau siapapun yang memiliki minat, antusiasme, passion untuk membuat film dan meramaikan dunia film Indonesia dengan karya yang bermutu,” tambah Riri. Menurut Riri, film pendek adalah sebuah medium yang tepat bagi para sineas muda untuk memulai karyanya sebelum terjun ke dunia film profesioanal. Selain itu dengan film pendek para si-

Riri Riza (Foto: Dudut Suhendra Putra)

neas muda bisa berekspresi bebas tanpa terpasung oleh pakem-pakem komersial dan durasi. “Film pendek bisa menjadi ajang latihan untuk mempersiapkan pembuat film untuk masuk kedunia film yang lebih profesional dan kesempatan mendapat hadiah dan juga didistribuiskan melalui jaringan bioskop, tentu saja tidak sering terjadi dan 21 short film festival adalah tempatnya,” lanjut Riri. Dengan mengikuti XXI Short Film Festival 2013, para sineas dipastikan akan mendapatkan

kesempatan yang luas untuk memperkenalkan karyanya ke masyarakat. Hal ini dianggap penting bagi Riri agar pembuat film pendek bisa memiliki kesempatan untuk terus berkembang. “Bioskop adalah salah satu outlet dimana film itu dibudayakan dimasyarakat. Jadi kalau ada tempat untuk memperkenalkan karya kita yang paling baik atau yang paling relevan adalah melalui jaringan bioskop 21. Dan tentu saja dengan mengikuti sebuah festival kita bisa punya kesempatan lebih baik lagi,” pungkas sutradara yang baru saja memutar film terbarunya Atambua 39 Derajat Celcius di Tokyo Internasional Film Festival 2012. Bagi Kamu yang tertarik untuk mengikuti ajang XXI Short Film Festival 2013, bisa ikutkan karya film pendek kamu sebelum 10 Desember 2012. Dan untuk info lebih lengkap bisa lihat disini. Selain Riri Riza ajang ini juga turut di dukung oleh Hanung Bramantyo, Joko Anwar, Ifa Isfansyah, Wulan Guritno, Lola Amaria dan Olga Lydia. (Cineplex 21.com)


TAKE 7

CASTING

LOLOS casting dan bisa main film bersama aktris senior dan pemain yang sudah punya nama, merupakan pengalaman yang luar biasa bagi Meryza Batubara (22). Menurut pemain film Mama Cake ini, disandingkan dengan aktris sekelas Christine Hakim, pengalaman yang tak akan terulang baginya. Gadis berdarah Batak kelahiran Bandung 16 Februari 1989 ini sedang syuting film Sang Kyai, produksi Rapi Film yang kisahnya berlatar sejarah KH Hasyim Asy’ri, pendiri Nahdlatul Ulama dan Pesantren Tebu Ireng. “Bermain dengan orang-orang hebat, pengalaman berharga dan sulit terulang buat saya. Apalagi di film ini saya ada dua sceine (adegan dialog) dengan Mbak Christine Hakim,”kata Meryza ditemui dilokasi syuting film terbarunya itu di Pesantren Kapurejo, Dusun Kapurejo Kecamatan Desa Pagu, Kediri, Jawa Timur, Senin (12/11) siang. Selama dilokasi syuting bersama Chris-

tine Hakim, kata Meryza, ia mendapatkan ilmu dari aktris yang kemampuan aktingnya sudah tidak diragukan itu. Apa yang didapat? “Banyak sih, diantaranya Mbak Christine kasih nasehat kalau berada di lokasi syuting harus pandaipandai menjaga emosi dan menguncinya. Karena dalam sebuah produksi film kan sebuah kerja tim,”katanya. “Pokoknya saya dapat ilmu dan pengalaman dalam menjalani profesi di dunia entertaiment,” kata Meryza lagi. Peran Meryza di film besutan sutradara Rako Prijanto itu sebagai Sari, istri dari Harun - diperankan Adipati Dolken merupakan salah satu santri Pondok Pesantren Tebu Ireng pimpinan KH Hasyim Asy’ari. “Di film ini aku hamil dan ditinggal suamiku berjuang dan akhirnya suamiku meninggal dalam pertempuran,” kata Meryza. Kisah asmaranya dengan Harun ini menjadi bumbu kisah romantic di balik film berlatar belakang sejarah ini.

EDISI 39 / TH IV / NOVEMBER 2012

Selama syuting, Mirzya yang sudah dua minggu berada di Kediri yang belakangan ini cuacanya panas terik membuatnya harus berjemur di terik matahari. “Sudah nggak peduli lagi soal panas dan kulit gosong, pokoknya do the best untuk karakter ini,” katanya. Mirzya mengatakan dia kebagian syuting di Kediri dan Semarang. “Jadi setelah syuting di sini aku dapat libur dua minggu dan mau pulang ke Jakarta, sekalian mau bersihkan badan. Di sini aku cuek jadi tambah item demi peranku ini dan aku enjoy saja,”katanya. Setelah itu dia akan kembali melanjutkan syuting ke Semarang. “Kalau di Semarang nanti ceritanya aku pertama kali bertemu dengan Harun biasanya seperti anak muda yangh tengah jatuh cinta, saling liriklirikan,”tandasnya. (tis)

Meryza Batubara (Foto: Imam)

GERAI TEKNO Blackberry 10 Android diperkenalkan 30 Januari 2013 “CEPAT ganti Blackberry-mu, karena sudah usang. Pakai yang model seperti ini saja,” ungkap seorang kawan jurnalis, seminggu lalu, sebelum muncul berita bahwa Research In Motion (RIM) akan memperkenalkan sejarah baru tampilan Blackberry pada Selasa (13/11/ 2012). Kawan tadi memperlihatkan model tablet android di tangannya merek tertentu. “BB sudah lewat jamannya..,” katanya lagi. Diam-diam saya ‘naksir’ alat komunikasi berlayar lebar itu. Suatu saat akan mengganti BB ini. Pucuk dicinta ulampun tiba kata pepatah. Rencana saya untuk mengganti BB dengan android akan jadi kenyataan. Pasalnya akan muncul ‘Blackberry Android’. Jadi, tetap saja pada BB. Seperti diberitakan, RIM akan mengadakan event peluncuran platform Blackberry terbaru itu. Dalam event tersebut, produsen asal Kanada ini berencana memperkenalkan dua smartphone baru yang telah mengadopsi OS BlackBerry 10. Sayang, tak ada keterangan smartphone seperti apa yang akan dipamerkan dan kapan RIM berniat melepasnya ke pasaran. Yang pasti, event BB10 ini tak hanya dilangsungkan di satu tempat saja, melainkan di beberapa negara di dunia. Namun, ada ‘bocoran’ seperti apa kira-kira cara operasional BB10. Dalam fitur anyar BB10 ada BlackBerry Hub dan keyboard ‘pintar’ dengan desain baru. Hadirnya OS BlackBerry 10 tersebut adalah untuk bersaing dengan platform Android dan iOS yang kini merajai pasaran. Sesuai dengan perkembangan teknologi smartphone saat ini, dalam OS terbarunya itu RIM juga menggunakan konsep full touch screen. Sehingga BlackBerry yang selama ini identik dengan keyboard QWERTY akan digantikan dengan tampilan baru dari OS BlackBerry 10. Untuk mendukung peluncuran OS terbarunya, sebelumnya RIM telah memperkenalkannya secara resmi dalam acara BlackBerry

Ilustrasi

World 2012 di hadapan para developer dan membagikan secara gratis perangkat prototipe yang disebut dengan BlackBerry 10 Dev Alpha. Perangkat prototipe tersebut disediakan untuk pada developer agar mereka bisa mengembangkan aplikasi yang berbasis BlackBerry 10. RIM sendiri memang berharap banyak peran serta dari para developer untuk menyediakan aplikasi berbasis BlackBerry 10 sebelum peluncuran resminya. Beberapa “bocoran” foto dari CrackBerry menunjukkan beberapa gambar tentang penggunaan OS BlackBerry 10. Dalam foto-foto tersebut terlihat desain tampilan homescreen dan juga daftar aplikasi yang terdapat di dalamnya. Selain itu keyboard terbaru juga diperkenalkan dengan fiturnya yaitu smart swipe yang bisa memprediksi kata yang akan diketikkan oleh penggunanya. Dari foto yang baru beredar itu juga didapati bahwa ada perubahan dari tampilan sebelumnya yang ditunjukkan saat demo perangkat dalam ajang BlackBerry World 2012. Diantaranya adalah ikon aplikasi pada systray yang sebelumnya tidak ada. Dengan berbagai kemampuannya, OS BlackBerry 10 akan menjadi harapan baru bagi RIM untuk kembali bangkit dari usahanya yang belakangan ini semakin merosot. (kf)

DUNIA panggung hiburan selalu melahirkan karakter-karakter baru, dari yang sensasional sampai gombal. Banyak jalan untuk menjadi terkenal. Tata Liem salah satu pengisi dunia hiburan, yang mulai naik pamornya. Sejak main di empat film produksi K2K Production dia mulai ‘dikenali’. “Tidak penting Piala Citra buat aku, yang penting film ada akunya dan banyak penonton, dan mereka terhibur,” ungkap Tata Liem, dalam obrolan dengan kabarfilm.com, Jumat (9/11/2012) di Platers Cafe, Setiabudi, Jakarta Selatan. Peran-peran Tata Liem, yang memiliki gaya khas gay di beberapa film memang tak menonjol. “Biar tidak nonjol tapi kan bikin penonton puas, bo!,” jawab pemilik nama asli Tata Lim Nasution dan selalu up to date dengan penampilannya. Di acara selamatan film Tragedi Penerbangan 574 ia bergaya ala ‘Marilyn Monroe’ “Mengubah penampilan itu harus dan penting di dunia entertainment. Supaya yang lihat tidak bosan,” lanjut pemilik usaha jasa manajemen artis Tata Liem itu. Sebagai pengelola bisnis jasa talent artis, Tata Liem mengaku jika kehadirannya di dunia akting sekadar ikut-ikutan. Iseng. “Main film buat cuma sengiseng saja, karena saya lebih fokus ke bisnis,” jelas Tata. Jadi tidak akan serius main film? “Yaa, tetap serius kalau sudah diajak main. Tapi saya tidak akan kesampingkan bisnis yang sudah jalan,” katanya mengakhiri obrolan. (kf)


TAKE 8

KOMUNITAS

EDISI 39 / TH IV / NOVEMBER 2012

Sri Sultan HB X: FFI harus hibur rakyat Yogya

GUBERNUR Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X mengharapkan Acara Puncak FestivaL Film Indonesia tanggal 8 Desember 2012 mendatang, dapat menghibur masyarakat luas di Yogyakarta. Sultan mengusulkan agar jalur kirab FFI atau Pawai Artis diperluas. Jika sebelumnya pawai artis hanya dari Keraton Yogya langsung ke Benteng Vredeburg melalui alun-alun Utara dan Jalan Malioboro, Sultan mengusulkan bisa memutar sedikit melewati jalanjalan Brigjen Katamso, Jalan Mataram, baru berbalik menelusuri Jalan Malioboro menuju Benteng Vredeburg. Hal itu disampaikan Sultan Hamengkubuwono X ketika menerima Panpel FFI 2012 bersama Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis

Seni Budaya (EKBSB) Kementrian Parekraf Ukus Kuswara, di Kantor Gubernur, Senin (4/11) siang. “Kalau bisa rakyat juga ikut menyaksikan secara langsung. Bisa dekat dengan artis-artis. Walau pun sebentar tetapi mereka bisa terhibur,” kata Sultan. Sebelumnya Ketua Panpel FFI2012 Duto Sulistiadi memaparkan rencana acara Malam Puncak FFI 2012 yang akan berlangsung di Benteng Vredeburg Jalan Malioboro Yogyakarta. Dalam pemaparannya, Duto menjelaskan seluruh artis dan pengisi acara rencananya akan bergerak dari Keraton Yogya, usai makan malam, ke lokasi acara. Rombongan akan bergerak ke Utara menempuh jarak sekitar 500 meter dari keraton melewati alun-alun, Gedung BNI lama dan

langsung berbelok ke Benteng Vredeburg. Artis-artis para nominator FFI 2012 dan pengisi acara lainnya akan naik andong berhias. Acara itu bisa disaksikan langsung oleh masyarakat Yogya melalui layar-layar yang disediakan, atau lewat siaran televisi. Selain mengusulkan perluasan rute pawak Sultan juga mengusulkan agar dinding Gedung BNI lama berita poster-poster artis yang terkait dengan FFI, jauh sebelum acara puncak berlangsung. Hal itu untuk mengingatkan masyarakat bahwa FFI 2012 akan berlangsung di Yogyakarta “Saya kira masyarakat akan senang, artisnya juga senang. Tapi minta ijin sama BNI. Dan untuk rute pawai, jangan lupa koordinasi dengan Walikota dan kepolisian, karena jalur yang digunakan itu lalulintasnya padat,” pinta Sultan, yang berjanji akan meminjamkan andong milik Kraton Yogya untuk pawai artis. Acara puncak FFI 2012 akan disiarkan langsung oleh sebuah televisi swasta. Selain pemberian Piala Citra kepada para pemenang, Acara Puncak FFI ini juga akan dimeriahkan oleh artis-artis terkenal seperti Dewi Yull, dan Penata Musik Djaduk Ferianto. Yogyakarta terakhir menjadi tuan rumah FFI tahun 1984. (rel/kf)

Panitia FFI teledor

Film Rayya se SETELAH sempat tidak terdaftar sebagai peserta Festival Film Indonesia (FFI) 2012, film berjudul Rayya Cahaya Di Atas Cahaya besutan sutradara Viva Westy akhirnya masuk dalam dafter 15 Judul Film Pilihan Komite Seleksi FFI. Dalam rilis yang diterima Kabar Film, Sabtu (17/11/2012) dari Humas FFI, disebutkan setelah bekerja selama hampir setengah bulan, juri awal atau Komite Seleksi FFI 2012 akhirnya menentukan 15 (lima belas ) judul film. Kelimabelas judul film itu akan dinilai lagi oleh Dewan Juri FFI 2012 untuk menghasilkan film-film Nominasi dan para peraih Piala Citra FFI 2012. Kelima belas film tersebut adalah Cahaya di Atas Cahaya (PT MAM Production & PT PicK Lock Films), Cita Citaku Setinggi Langit (PT Humpus Production), Demi Ucok (Kepompok Gendut), Dilema (PT Wulan Guritno Ent.) dan Garuda Didadaku 2 (PT. ISBO

Film). Film-film lainnya Hello Goodbye (PT Falcon Pictures), Lovely Man (PT Karuna Pictures), Mata Tertutup (PT Karya SET Film, Maarif Production), Modus Anomali (PT Life Like Pictures) dan Perahu Kertas 1 (PT Kharisma Starvision Plus, Bentang Pictures, Dapur Film). Sedangkan kelima film lainnya adalah Rumah Di Seribu Ombak (PT Tabia Film & Winsmark P), Soegija (PT Alam Media / Puskat), Tanah Surga..Katanya (PT Demigisela Citra Sinema), Test Pack (PT. Kharisma Starvision Plus) dan Ummi Aminah (PT Tripar Multivision Plus). Sebelumnya Komite Seleksi yang terdiri dari Agni Ariatama (Ketua), Aline Jusria (Sekretaris), Alan Sebastian, Faozan Rizal, Lola Amaria, Bustal Nawawi, Hartanto, N. Riantiarno dan Sam Sarumpaet menilai 45 judul film peserta FFI 2012. Dan melalui rapat pleno yang berlangsung tanggal

10 Film Pendek Indonesia di Festival Sinema Prancis

FESTIVAL Sinema Prancis (FSP) merupakan festival film asing pertama di Indonesia dimulai tahun 1996. Tahun ini, FSP diadakan di Jakarta (Cineplex 21 Plaza Indonesia) 8-10 Desember dan Bali (Cineplex 21 Kuta Beach Walk) 11-12 Desember. Festival kemudian keliling ke Balikpapan, Bandung, Lampung, Makasar, Malang, Medan, Semarang, Solo, Surabaya, dan Yogyakarta, sepanjang bulan Januari 2013. Sepanjang perjalanannya, FSP telah mengalami sejumlah transformasi. Institut Français Indonesia (IFI) sebagai pihak penyeleng-

gara berharap perkembangan ini dapat mendekatkan festival dengan publiknya. Tahun ini, FSP untuk pertama kalinya mengadakan kompetisi film pendek nasional. Sebelumnya, IFI terlibat dalam perkembangan film pendek nasional lewat A court d’écran, program pemutaran film pendek bulanan, guna menemukan bakatbakat baru. Kompetisi film pendek ini diselenggarakan bersama program FSP lainnya. Beberapa di antaranya adalah pemutaran film Prancis kontemporer, retrospeksi karya-karya Olivier Assayas, pre-

sentasi studi sinema di Prancis, serta presentasi program bantuan sinema. Pendaftaran dibuka dari bulan September hingga November. Tercatat panitia menerima 69 film pendek dari berbagai daerah di Indonesia. 10 film lolos sebagai finalis. Ada tiga poin yang ditetapkan tim seleksi IFI sebagai ketentuan pemilihan finalis. Film haruslah mengutamakan kesederhanaan dalam bercerita, mampu memotret realitas keseharian, dan kompeten dalam menyajikan cerita, baik dari segi teknis maupun artistik. Sutradara

film terbaik pilihan juri akan mendapat kesempatan menghadiri sebuah festival film pendek di Prancis pada tahun 2013, guna memperluas jaringan serta pengalamannya sebagai sineas. Berikut adalah sepuluh film pendek yang akan berkompetisi di FSP 2012: Halo! (Athpal Paturusi, mutumata Creative Boutique, 2012) Jatisari First Blood Reloaded (Sirojuddin, Jatisariku, 2012) Jumprit Singit (Mahesa Desaga, Sembilan Production, 2012)

Keripik Sukun Mbok Darmi (Heri Kurniawan, School of Design Binus University, 2012) Palak (Jaka Triadi, Sinematografi UNAIR, 2012) Parkir (Jason Iskandar, Antelope Film, 2012) Penghulu (Desri Tsurayya, Forum Film Pelajar Bandung, 2012) Tanya Jawab (Jason Iskandar, Antelope Film, 2011) Waktu Kunjung Pacar (Nizar, Sinematografi UI, 2012) Wrong Day (Yusuf Radjamuda, Kafe Ujung, 2011). (kf)

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

1. Babibutafilm, perkici XII/EB4-20 Bintaro Jaya sektor 5 Kabupaten Tangerang 2. Bengkel Sinema Jl.Sindoro No.22 Panggung Kota Tegal 3. CINEMA TALAS (CT9) UNISMUH Jl. St. Alauddin 259, Kampus Unismuh Makassar Kota Makassar 4. Cinematography Club FIKOM UNPAD (CC), Student Center Lt.2 Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Jln Raya Jatinangor Km.21 Ja Kabupaten Sumedang 5. Consisten studio Jl telogo suryo no 1o Malang 6. Deja vu production ruko mall fantasi blok AA VI balik-papan baru Kota Balikpapan 7. FCS (FORUM CAVING SURAKARTA) Sekber, Kmp Giri bahama F Geo UMS Jl A yani Kartasura Banjarnega-ra 8. Filmalternatif Jl. Gintung Dalam no.55 RT 11/02 Tanjung Barat. Kota Jakarta Selatan 9. Forum Film MMTC Jalan Magelang Km 6 Kabu-paten Sleman 10. Forum Filmmaker Pelajar Bandung (F2PB) Jl. Ganeca No. 7 Bandung 40132 Kota Bandung 11. FORUM FILMMAKER PELAJAR JAKARTA KOTA (FFPJ KOTA) kebayoran baru, Jaksel Kota Jakarta Selatan 12. Fourcolours films Jl Nagan Lor No 2 Jogjakarta 13. Free Movie Makassar Production jl.kedamaian selatan 17 blok f no 411 BTP.Makassar Kota Makassar 14. Galeri Video Foundation Jl P Wirosobo No. 24, Wirosaban Kota Yogyakarta 15. IMPORTAL Jl. Singosari 2 No.12 Semarang Kota Semarang 16. Jaringan Kerja Film Banyumas Jl. Pereng 78 Kabupaten Banyumas 17. Kineruku Jl. Hegarmanah 52 Kabupaten Bandung 18. Komunitas Cangkir Kopi Garuda Park Pare Kediri Kabupaten Kediri 19. Kotak Kritik Jl Ir Juanda no 248 Bandung 20. KRONIK FILMEDIA Jl. Singosari 2 No. 12 Semarang Kota Semarang 21. Lentera Sinema Mandiri Malang Kota Jl. Manggar 23 Lowokwaru,65141 Kota Malang 22. Liga Film Mahasiswa - UNHAS Jl Perintis Kemerde-kaan Gedung PKM 1 lantai 2 Universitas Hasanuddin Tamalanrea Kota Makassar 23. Lunch Vids Explore Jl. Laksda Adisucipto No.12 Ambarukmo Yogyakarta Kabupaten Sleman 24. Mainstream Motion Picture Production Jl. Kerto 20 Yogyakarta Kota Yogyakarta

Daftar dan alamat komunitas film alternatif 25. Makmoer sedjahtera community jl. Margo basuki no. 33 Dau Malang Kabupaten Malang 26. Matakaca Jl. Kahuripan Timur V No 3 Sumber Banjarsari Kota Surakarta 27. MILIKITA VIDEO LEARNING Jl. Menur 259B Jeruk Legi Banguntapan Bantul Kabupaten Bantul 28. Monochronic_vision Tanjung Putra Yudha IV - 60 Kota Madiun 29. Movie Maker Community (MMC)Kendari, Jln Malik 2 no 18a. Kendari-Sulawesi-Tenggara 30. Movieglad Pictures JL. Cihampelas No. 105 (Gedung D’Cios - Lt.4), Bandung 31. PIDIO Jl. Rawa Bendungan Kabupaten Cilacap 32. Plus production Jl Lembu No.1A Sengkang Kab. Wajo Sulawesi Selatan Kabupaten Bantaeng 33. Psychocinema Festival 3 Unika Atma Jaya Jkt 34. Regard indonesia Jl Nologaten JOGJA TOWN HOUSE 1B-1b jogja Kabupaten Sleman 35. RuangFilm Media Panduan Film Wisma Hijau Jl. H. Syahrin No. 10 A, Gandaria Utara - Jakarta Selatan 36. Sangkanparan Jl.Nusantara 20 A Karangtalun Kabupaten Cilacap 37. SindikatFilmKartiniPop Gg Mujur 98 Sidowayah 59218 Kabupaten Rembang 38. Sinema Adikara Perumahan Medang Lestari, Blok CVII Nomor C25, Medang, Pagedangan Kabupaten Tan Kabupaten Tangerang 39. Soi File documentary Jl. Aman I No. 20 Kota Medan 40. Studiogambargerak Kasongan Asri kav A1 Banyon, Pendowoharjo, sewon, bantul Kabupaten Bantul 41. Surabaya cine Kota Surabaya 42. The Kebayoran Consulting Golden Plaza blok H2, JL.RS Fatmawati no.15 Jakarta Selatan 43. The-restart Jl. Jakarta Timur Dalam No.1 Kota Bekasi 44. threesign Yogya Sapen, Gondokusuman I / 521 YG 45. Yayasan Konfiden Jl. Cilandak Bawah V No.55 Kota Jakarta Selatan. 46. Jaringan Lensa Pena, Jl Ampera Raya Kompleks Polri Kavling B4/29 Jakarta Selatan, 12550. 47. Komunitas Film Anak dan Remaja – FFA, Jl Abdul Hakim, 5A, pasar I, Tanjusari, Medan, 20238 Tlp: 061- 8201113 festivalfilmanak@yahoo.co.id 48. Komunitas FILA Langkat, Jl Pangkalan Berandan, Serapuh Asli, Gedung Alpha, Tg Pura, Langkat, Sumut.


KOMUNITAS

TAKE 9 EDISI 39 / TH IV / NOVEMBER 2012

empat ditolak kemudian diterima

Foto: PT MAM Production & PT PicK Lock Films

16 November 2012, diputuskan ke-15 film tersebut yang lolos untuk dinilai oleh Dewan Juri

akhir FFI. Nama-nama pemenang FFI 2012 rencananya akan diumum-

kan dalam acara puncak yang akan berlangsung di Benteng Vredeburg Yogyakarta, 10 November

Komunitas Opique Pictures Medan produksi film “Marjinal”

Komunitas Opique Pictures Medan (Foto: Deni)

KOMUNITAS Opique Pictures SABTU (3/11) malam, pembuat film indie dari Opique Pictures mengadakan pemutaran film Marjinal di Pitu Café Jalan Pinang Baris no. 29 Medan. Berbagai kalangan berpartisipasi meramainkan pemutaran film panjang pertama yang di produksi oleh komunitas ini. Coconuthead sebagai pengisi original soundtrack film turut memeriahkan acara tersebut. Sebelum pemutaran film, band reggae pertama di Medan ini menunjukan kebolehannya didepan ratusan pasang mata yang menghadiri premier tersebut. Melaui film ini, opique pictures berusaha menunjukan realitas kaum Marjinal di kota Medan. Bahkan banyak terselip

kritikan sosial yang sedang melanda khususnya Medan. Film ini menceritakan sekelompok anak remaja yang hidup di garis kemiskinan. Dikisahkan, proses bertahan hidup sebagai pengamen di kota besar. bermodalkan mimpi terusmenerus guna menggapai mimpi membuat mereka melakukan kebersamaan susah dan senang. hanya saja himpitan ekonomi kulog yang menyebabkan gelap mata. Kulog yang tinggal bersama adik kandungnya menjadi tanggung jawabnya pula tuk menyelesaikan pendidikannya. Hanya saja jalan yang ditempuh itu salah. Teman seperjuangannya pun dikorbankan. Jaya teman seperjuangan masuk dalam tipu daya muslihatnya.

Hanya saja jehadiran sosok Sofy menjadi jalan keluar. Cinta yang dimilikinya dapat menyembuhkan segalanya. Dengan usaha keras hingga akhirnya mimpi-mimpi mereka menjadi nyata. Sejak bulan juni 2011 komunitas ini telah memulai praproduksi film Marjinal ini. Riedho selaku ketua komunitas menjadi pengagas ide cerita. Menurutnya film tersebut menambahkan keberadaan film ini dilatarbelakangi semakin sedikitnya karya film indie dari Kota Medan beberapa tahun belakangan. Komunitas Opique PicturesSelain itu, banyak film indie Medan yang masih jauh dari yang diharapkan dari segi tema maupun kualitas. “Untuk itu kita coba terus berkarya dan berkreativitas,” katanya. Produksi Film Marjinal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas para pecinta film indie di Medan, baik itu pemain dan semua elemen yang ada. Ia berharap kehadiran film ini dapat memberikan pengaruh positif kepada komunitas film lainnya. Melalui proses panjang hingga memakan satu setengah tahun teralisasilah film ini. Coconuthead selain mengisi original soundtrack, band ini juga tampil dalam film tersebut. Premier film tersebut ditutup dengan penampilan coconuthead yang membuat seluruh penonton tuk bergoyang. (tis/kf/rel)

mendatang. Acara itu akan disiarkan langsung oleh sebuah stasiun televisi swasta. Soal masuknya film Rayya, Cahaya Di Atas Cahaya dalam daftar 15 Film Pilihan Komite Seleksi FFI yang sebelumnya menolak karena habis masa waktu pendaftaran, menimbulkan dugaan adanya ‘kerancuan’ dalam sistem awal seleksi. Hingga berita ini diturunkan, tidak satupun pihak panitia yang dapat memberikan penjelasan. Namun, menurut produser film Rayya, Dewi Umaya Rachman, dia sempat mendaftarkan filmnya itu namun ditolak karena sudah terlambat. “Sudah seminggu lebih terlambatnya. Masalahnya, Saya tidak dikirimi surat pemberitahuan oleh panitia sebelumnya. Biasanya, kan setiap film yang lolos sensor otomatis diundang ikut FFI,” kata Dewi, yang sebelumnya memproduksi film Minggu Pagi Di Victoria Park. Meski senang filmnya akhir-

nya ikut FFI, namun dia sempat pasrah. “Sudah tidak berharap, karena sudah terlambat lebih seminggu,” katanya. Festival Tertutup Dari sisi kegiatan FFI tahun ini seperti ingin lebih ekslusif dan tertutup. Bahkan, untuk kegiatan yang seharusnya mendapat apresiasi masyarakat luas, seperti roadshow ke sejumlah daerah dilaksanakan tanpa publikasi. Menurut Adisoerya Abdi, mantan Ketua Panitia Pelaksana FFI 2004 penggunaan anggaran besar dalam kegiatan FFI seharusnya memberikan efek ‘perayaan’ yang bisa dinikmati dan diapresiasi oleh masyarakat. “Saya melihat FFI tahun ini hanya besar dari segi anggaran, sementara dari kontennya tidak menunjukkan siginifikansi. Lihat saja, tidak ada tanda-tanda FFI sedang dilaksanakan. Buat apa saja anggaran yang katanya belasan miliar itu?” ujar Adisoerya kepada Kabar Film. (kf)

26 Film Unggulan Apresiasi Film Indonesia 2012 KENDATI minim publikasi hingga terkesan tidak ada kegiatan, ajang pemberian penghargaan kepada insan film nasional bertajuk Apresiasi Film Indonesia atau AFI — program Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2012 — telah menyeleksi beberapa film lulus sensor. Ada 26 judul film yang diunggulkan. Dari 26 judul film disaring dari 90 daftar lulus sensor periode November 2011 hingga Oktober 2012. Dari judul-judul itu, nantinya akan ditentukan sebanyak 10 atau 15 film yang kemudian diseleksi sampai berjumlah 5 unggulan. Tim seleksi film ajang AFI terdiri dari Amoroso Katamsi, Datu Anggraini, Mudji Sutrisno, Djati Kusumo, Teguh Esha, Nunus Supardi dan George Kamarullah. Tema kegiatan AFI tahun ini ialah “Nilai Budaya, Kearifan Lokal dan Pembangunan Karakter Bangsa.” Sementara, lambang dan logo AFI adalah burung elang berwajah mirip ‘angry bird’ berwajah masam. Pengumuman penetapan ke-26 film dilaksanakan di Hotel Sultan, Jakarta pada Kamis (1/11/2012) dengan dihadiri Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryanti. Di bawah ini 26 judul film yang berhasil lolos untuk kemudian disaring kembali. Di mana nominasi film unggulan untuk semua kategori akan diumumkan pada 23 November 2012. Sedangkan puncak acaranya digelar 2 Desember 2012. 1. Ayah Mengapa Aku Berbeda 2. Garuda Di Dadaku 2 3. Ummi Aminah 4. Hafalan Shalat Delisa 5. My Last Love 6. Malaikat Tanpa Sayap 7. Republik Twitter 8. Negeri 5 Menara 9. Seandainya 10. Keumala 11. Sampai Ujung Dunia 12. Mata Tertutup 13. Soegija 14. Ambilkan Bulan 15. Di Timur Matahari 16. Jenderal Kancil The Movie 17. Rumah Di Seribu Ombak 18. Brandal-brandal Ciliwung 19. Perahu Kertas 1 20. Tanah Surga, Katanya 21. Cinta Suci Zahrana 22. Perahu Kertas 2 23. Cita-citaku Setinggi Tanah 24. Pasukan Kapiten



BEHIND THE SCENE

Dibalik Pembuatan Film “5 CM” SATU lagi film berlatar belakang mengenai tempat indah di Indonesia. Film 5CM - produksi Soraya Intercine Films — menceritakan mengenai kehidupan alam gunung tertinggi di pulau Jawa, Semeru. Film ini sendiri diadaptasi dari sebuah novel best seller karya Donny Dhirgantoro, yang bercerita sama. 5 CM berfokus pada 6 karakter yakni Genta (Fedi Nuril), Zafran (Junot) , Riani (Raline Shah), Ian (Igor), Arial (Denny Sumargo) dan Dinda (Pevita Pearce). Di mana dalam kehidupan inter personal mereka, kita akan diperkenalkan dengan cerita tentang lagu, film, Einstein, Gunung Semeru dan nasionalisme. Film garapan sutradara Rizal Manthovani yang akan beredar pada tanggal 12 Desember 2012, meninggalkan tawa, canda, suka dan duka bagi produser, sutradara, penulis novel/skenario dan para bintang pendukungnya. Inilah cerita menarik dari mereka :

Herjunot Ali (Junot) Tak Mandi Sampai 3 Minggu Syuting di pegunungan Semeru menjadi pengalaman tersendiri bagi aktor ganteng Herjunot Ali. Salah satunya adalah ketika Junot sulit untuk bertemu dengan air. Alhasil, dirinya pun selama 3 minggu tidak mandi. “Air kan cuma ada di Ranu Kumbolo. Saya males gitu kalo ambil di sana. Jadi saya rekor ngak mandi 3 minggu. Tapi jamin, badannya ngak bau. Soalnya, pakai bajunya berlapis-lapis. He..he..” celoteh Junot . Kekasih Agni Pratistha itu memang melakoni perannya di film 5CM sebagai Zafran. Zafran adalah seorang pemuda yang sangat mencintai seni dan percaya kepada mimpi yang berjuang untuk sesuatu dan suka membuktikan apa yang diucapkannya. “Film 5CM itu ada mimpi, jadi setiap kita punya mimpi, jadi percaya aja, mimpi itu bisa digapai. Sebenernya mimpi itu ngikutin kita,” kata Junot. Lalu, adakah kesulitan yang dialami saat syuting di atas gunung? “Di gunung kelihatan tipe orang kayak gimana, yang paling parah di gunung, logistik, cuaca, harus konsen sama akting juga, rasa sulit, so far so good, mudahmudahan bisa ditonton,” ujar Junot. Pevita Pearce Buang Air Kecil Berjarak 1 Kilo Artis cantik Pevita Pear-

ce merasakan pengalaman yang mengesankan. Saat syuting di atas gunung tertinggi di pulau Jawa itu, kekasih Banyu Biru itu harus memakai toilet yang letaknya 1 kilometer jauhnya. “Aku tadi pikirnya, ‘oh namanya syuting, mungkin kita akan diprovide’. Nggak nyangka ada kejadian yang nggak ada kamar mandi, nggak ada air, kamar mandi 1 km. Airnya juga harus nunggu penuh. Di situ baru merasakan nikmatnya air bersih. Repotnya, waktu kepingin keramas. Karena air susah, jadi keramasnya sembunyi-sembunyi. Karena kalau kita keramas, pasti ada air bagian orang lain yang kita “curi”. He..he.. papar Pevita. Dalam film ini, Pevita berperan sebagai Dinda yang memiliki sifat polos dan berkarakter santai. Pevita mengakui kalau dirinya menerima peran tersebut karena jalan cerita dan juga latar belakang pegunungan sebagai lokasi syuting. Lalu, seperti apa persiapan yang sudah dilakukan Pevita saat harus syuting di atas gunung? “Persiapan fisik dan mental. Kalo mental drop, fisik juga pasti drop. Supaya menjaga fisik stabil, jaga ego. Kalau diajak naik gunung lagi, belum tau deh. Aku sih lebih suka pantai,” pungkasnya. Meski persiapan sudah mantap, toh selesai syuting Pevita masuk rumah sakit. “ Sakit pernapasan. Soalnya di sana debu, ya bener-bener real debu bukan make up. Kedua, ngedrop karena kecapekan. Sampe harus rutin suntik vitaman 2 minggu sekali,” ujar Pevita lagi.*

Raline Shah Nggak mau kalah Di film pertamanya ini, Raline Shah berperan sebagai Riani. Makanya, dia merasa tertantang dengan perannya itu. Ketika ditantang apakah dia sanggup mendaki gunung Semeru, Raline langsung menerimanya. “Masa cuma pria aja yang bisa. Perempuan juga bisa. Buktinya, saya bisa. Cuma yang saya nggak

TAKE 11 EDISI 39 / TH IV / NOVEMBER 2012

keduanya, setelah Hatrick.*

bisa lupakan, saat saya akan BAB (buang air besar), waduh di situ problemnya. Selain tidak ada wc, terpaksa gali lobang bila ingin BAB, soal lainnya adalah air. Di gunung, air ‘kan sangat terbatas dan susah ngedapetinnya. Bisa ngebayangin ‘kan. Ha…ha..,” cerita Raline.* Igor Saykoji Turun 10 Kilo Perjuangan penyanyi Igor Saykoji untuk mendaki puncak gunung Semeru bukan mainmain. Dengan tubuh gemuk, Igor berjuang keras membulatkan tekadnya mendaki gunung berpasir. Beratnya medan membuat berat badan Igor langsung turun drastis. “Ini film pertama yang bikin bobot turun. Berat badan jelas langsung turun. Pemain yang biasa saja rata-rata turun 4-5 kilo. Saya lebih banyak lagi turunnya,” ujarnya penuh tawa. Lantas berapa kilo turunnya?,

10 kg? “Ya kira-kiralah. Tapi begitu sampai Jakarta ya balik lagi. Saya makan seperti biasa. Ini dah normal lagi,” paparnya. Dalam film yang disutradarai oleh Rizal Mantovani ini, Igor berperan sebagai Ian, “Karakter Ian ini nggak jauh beda dari aku. Dia anak kuliahan yang nggak luluslulus. Karakternya mirip sama diri sendiri,” urainya. Bertubuh tambun bukan halangan bagi Igor Saykoji saat menjalani kerasnya syuting film 5CM. Apalagi, lokasi yang ditentukan bukan studio biasa, melainkan di puncak Gunung Semeru, Mahameru. “Ya, awalnya sempat mau ditarik pakai tali ternyata nggak bisa naik. Jadi harus naik sendiri dengan pegangan tali. Untunglah sama Soraya boleh ngajak istri. Saya ingin menikmati pemandangan di atas gunung dengan istri, itu motivasi kuat saya,” paparnya. Demi impian romantis di atas gunung itulah yang membuat semangat Igor kian berkobar. Ia pun mengatur strategi bersama Tessy untuk bisa sampai ke puncak. “Aku pesan sama istriku, kalau sudah naik duluan, istriku kuminta kasih lampu tiga kali. Kalau lagi down, lihat ke atas ada kilatan lampu itu, jadi semangat, istriku sudah di atas. Karena ingin menikmati suasana bareng istri, jadi jalan terus,” ujar Igor yang merasa terharu ketika sampai di puncak Mahameru. * FEDI NURIL Nahan lapar Demi mendapatkan sebuah film bagus, aktris atau aktor harus rela berkorban. Selama syuting di Gunung Semeru, Jawa Timur, Fedi Nuril dua minggu harus rela menahan lapar karena keterbatasan bahan makanan yang bisa

dibawa ke lokasi. Hal itu belum pernah dialami di syuting-syuting sebelumnya. “Harus belajar nahan laper sih. Ya karena lu harus belajar hemat, kalau kehabisan makanan bisa makan batu,” ujar gitaris Garasi Band ini Namun begitu, Fedi mengaku tidak kapok menjalani syuting di gunung. Dia justru ketagihan dan ingin naik lagi. “Seru sih di gunung. Ini pertama kali syuting di gunung dan nggak kapok. Justru gue ketagihan mau naik lagi,” tandasnya. Diakui oleh Fedi Nuril, dia sudah membaca dan menyukai novel 5 Cm ini sejak tahun 2010. “Jadi ketika ditawari main, aku langsung oke. Tapi dengan syarat, syutingnya harus benar-benar di Gunung Semeru, nggak pakai trick green screen atau blue screen. Makanya, kalau nanti setelah film ini rilis ada yang bilang ah..itu ‘kan pakai trick, gua bener-bener kutuk orang itu. Sebab kita benarbenar syuting di gunung paling tinggi di Pulau Jawa, nggak pakai trick,” tukas Fedi.* Denny Sumargo Sempat pingsan Berperan sebagai Arial – walau berat — pebasket nasional Denny Sumargo mengaku sangat menikmati perannya itu. Meski dia seorang olahragawan, tapi untuk urusan naik gunung, hampir tak pernah dilakukannya. “Untuk itu, aku sampai jatuh cinta sama seorang kru. Tapi aku

dikhianatinya. Waktu dia tidur aku nungguin. Eh…giliran aku tidur, dia ninggalin. Akibatnya aku kesasar dan jatuh. Bahkan sempat jatuh pingsan. Sampai-sampai Bung Rizal kerepotan nyari air untuk ngasih minum aku, supaya segera siuman. Benar-benar mengesankan,” tutur Denny, yang pernah diketawain teman-teman artis lainnya, saat dia “sok-sokan” nggak pakai pakaian lengkap. Hanya pakai kaos dan celana pendek. Padahal di puncak itu ‘kan dinginnya bukan main. “Meski ngomongnya udah gemeteran, tapi dia masih sok nggak apa-apa,” cerita Fedi. “Besoknya, baru aku pakai pakaian lengkap. Bahkan sampai berlapislapis. He..he.., pengalaman,” tambah Denny, yang meski menyenang, tapi dia tetap memilih olahraga sebagai jalan hidupnya. Film “5Cm” ini merupakan film

Rizal Mantovani Film terberat ! Rizal Mantovani mengaku film terbarunya berjudul 5CM adalah film penuh tantangan saat membuatnya. Demi syuting di atas puncak Mahameru, Rizal mendaki gunung Semeru empat kali dalam setahun. “Ini film terberat selama karir saya sebagai sutradara. Tak hanya dari segi medan tapi juga ini adalah film adaptasi novel pertama bagi saya. Naik Semeru empat kali dalam setahun untuk syuting ini. Pertama untuk survey kecil, kemudian survey dengan tim lebih besar, syuting, dan nambah stok

gambar matahari,” ujarnya ditemui di syukuran usai syuting film 5CM di kantor Soraya Intercine Film. Sesuai keinginannya, syuting film yang diangkat dari salah satu novel best seller Indonesia karya Donny Dirgantoro ini benar-benar syuting di atas gunung tertinggi di pulau Jawa tersebut. Film ini akan dirilis pada tanggal cantik, 12-12-12. “Ini film Pertama syuting di Semeru. 300 orang ikut naik ke Semeru. 90 kru film sisanya potter yang membawakan logistik dan peralatan,” kenangnya. Meski begitu Rizal mengaku salut pada 6 pemain utamanya yang diakui sangat solid dan kuat dalam segi fisik dan mental yakni Fedi Nuril, Herjunot Ali, (Junot). Denny Sumargo, Igor Saykoji, Pevita Pearce, serta Raline Shah, “Di atas (Semeru) mereka semua luar biasa solid, saya salut. Mereka profesional,” ujar Rizal. * Donny Dhirgantoro Gebrak-gebrakan meja! “Ini novel pertama dan skenario pertama. Sulit untuk milih adegan. Sempat gebrak-gebrakan meja sama Sunil untuk nentuin mana yang ikut dan yang nggak,” ujar Donny. Donny memang tak sembarangan memilih PH yang menggarap cerita dalam novelnya. Dirinya bahkan mengajukan beberapa syarat dalam pembuatan filmnya. Soraya dipilih karena memenuhi syarat. “Syaratnya harus syuting di Mahameru. Karena sebelumnya ada PH yang mau, tapi lokasinya diganti bukit. Saya nggak mau. Sama Soraya ini baru mau klop,” katanya.**


HOT ISSUE

Oleh: Drs. Ukus Kuswara, MM

IBARAT suasana di sebuah kedai, teknologi terjaja di setiap gelaran dan gantungannya. Pembeli dan penyuka tinggal memilih, membawa pulang, dan menggunakannya. Tak perlu berbilang hari, dalam sekejap “jajanan” teknologi yang kosong di kedai itu akan segera tergantikan. Tergelar dengan jajanan teknologi yang sama atau dengan jajanan teknologi baru, atau setidaknya jajanan teknologi yang lebih baru, atau yang disajikan dengan kemasan baru. Mestinya, tak perlu ada kecemasan dengan hilir mudik jajanan teknologi ini.Dinamika dan perkembangan teknologi dapat menafikkan resistensi, mengacuhkan kekonvensionalan, serta “memaksa” manusia untuk memerhatikan dan memanfaatkannya. Jamak diterima kemudian, mereka yang waspada teknologi cenderung dapat lebih menyatu dengan arus dan semangat jaman. Begitupun dengan kehadiran teknologi DCP dalam jagad perfilman.Himpunan filefile digital untuk menyimpan dan menyampaikan arus data, suara, dan gambar ini kian terasa menjadi sebuah keniscayaan. Pilihan atas kemudahan pengelolaan, efisiensi dan efektifitas kerja, serta kecepatan dan keakurasian seperti mengantar untuk menjadikannya sebuah pilihan teknologi tunggal dalam perfilman, termasuk dunia perfilman di Indonesia. Persoalannya, muncul dampak langsung dan tidak langsung dari kehadiran teknologi DCP ini di dalam usaha dan kegiatan perfilman nasional. Hal

yang paling terasa, penyederhanaan proses pembuatan film harus berhadapan vis a vis dengan berbagai industri jasa yang selama ini setia melayani dan mengawal perkembangan film di negeri kita. Dengan kata lain, kecekatan dan ketrampilan personal dengan DCP meluluhlantakkan bangunan industri jasa perfilman yang dulu mungkin harus dibangun secara bertahap. Berkaca pada kultur teknologi yang selama ini terbangun, kehidupan manusia tak pernah imun dari sentuhan serta tekanan teknologi. Dikotomi pilihan tinggal menyediakan “paksaan” untuk menggunakan atau “lirikan tak mengerti” jika tidak menggunakannya. Terlepas dari yang dipilih kemudian, teknologi akan terus melaju dan mensahkan dirinya sebagai kultur modernitas teknologi baru yang juga akan semakin baru. Film digital dalam sejumlah aspeknya, mulai dari produksi, promosi, distribusi, eksibisi, dan apresiasinya, kian menjadi bangunan perfilman yang menggejala. Kenyamanan teknologi perfilman berjalan paralel dengan tuntutan kenikmatan indra penonton yang harus diakui semakin akrab dengan terma digital, nafas digital, dan bahkan atmosfir digital. Ringkas kata, digitalisasi terjadi tak hanya pada ranah teknologi namun telah merambah pada ranah psikis dan fisik penonton film. Buah dari semuanya bermuara pada merebaknya film digital dan tempat pemutaran film digital. Tanpa program literasi film digital pun, para penggemar film, termasuk penonton film di Indonesia, akan terbawa pada arus baru tontonan film digital dengan menggeser kebiasaan mereka yang selama ini termanjakan oleh film seluloid. Tak hanya terjadi di Indonesia, gejala ini bahkan terlebih dahulu telah meriuhkan industri perfilman di negara lainnya. Industri film seluloid, pada galibnya, perlu menata kembali rantai industrinya.Para poduser, dengan modalnya, dituntut

untuk menajamkan mata guna mendapatkan pasar film dan peluang bisnis film yang sesuai. Ceruk pasar tertentu inilah yang bisa digarap dengan mengembangkan pola kemitraan lain bersama para pelaku usaha perfilman yang selama ini telah mereka bangun. Bertahan dan maju secara kreatif di tengah gempuran teknologi perfilman menjadi suatu jalan yang bisa dipilih untuk tetap menghidupkan industri film seluloid. Dalam kaca mata Pemerintah, film seluloid dan film digital menempati dan mendapatkan perhatian yang sama. Tumbuh dan berkembangnya industri film seluloid dan digital tetap dipandang sebagai dua unsur yang menopang perkembangan dan kemajuan film nasional. Dengan dasar ini, arah kebijakan Pemerintah pun akan berbasis pada upaya pengembangan perfilman secara nasional yang mampu menyejahterakan masyarakat, berorientasi ke masa depan, dan dengan tetap memperhatikan potensi kontribusinya. Jika di negara lain, sebut saja Korea, produksi film seluloid lebih ditujukan untuk menghasilkan film-film tertentu yang sesuai dengan kriteria kepentingan nasionalnya, sedikit modifikasi kebijakan dapat diterapkan di Indonesia. Dasar dari hal ini adalah kemajemukan masyarakat Indonesia yang tentu berimbas pada kemajemukan pilihan dan kesukaan masyarakat terhadap suatu jenis film. Fasilitasi Pemerintah tetap akan mengarah pada kemajuan perfilman nasional dengan menyediakan akses dan alternatif tontonan yang lebih banyak kepada masyarakat. Kemajuan teknologi perfilman tak harus meniadakan jenis industri film yang sudah ada.Kemajuan teknologi perfilman selayaknya disikapi sebagai cara untuk memperbanyak pilihan.Tentunya, tinggal cara kita menyikapi teknologi ini secara bijak.* *) Penulis adalah Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif berbasis Seni dan Budaya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

TAKE 12 EDISI 39 / TH IV / NOVEMBER 2012


AGENDA

TAKE 13 EDISI 39 / TH IV / NOVEMBER 2012

“Sang Pialang” kisah drama pasar modal

Para pemain film ‘Sang Pialang’

DENGAN latar belakang cerita para pekerja pasar modal, Garuda Nusantara Sinema dan MP Entertainment menghadirkan film Sang Pialang sebagai film pertama yang memberi edukasi mengenai kegiatan investasi di pasar modal dan mengangkat profesi di industrinya. Tidak hanya membahas seluk beluk jualbeli saham, sutradara Asad Amar — line producer “Pocong 3” (2007), “Otomatis Romantis” (2008), dan “Cinta 2 Hati” (2010) — juga mengemas kehidupan penuh tantangan para pekerja saham dengan bumbu drama persahabatan dan kisah cinta romantisnya.

Menceritakan lima sahabat berprofesi pialang, dengan masingmasing memiliki problem.. Mahesa (Abimana Aryasatya) adalah pialang yang sangat ‘lurus’ mengikuti aturan main di bursa, sementara salah satu sahabatnya Kevin (Christian Sugiono) lebih senang ‘menabrak’ pakem yang ada dalam peraturan kesehariannya. Kehadiran Analea (Kamidia Radisti) yang cantik membuat persahabatan mereka lebih berwarna, sekaligus menjadi penyebab timbulnya cinta segitigan. Masalah utama muncul saat Kevin terbukti curang yang menyebabkan persahabatan mereka terseret dalam masalah dengan banyak investor

pemilik modal yang jumlahnya sangat besar. Ditambah lagi konflik cinta segitiga antara Mahesa, Kevin, dan Analea. Sejumlah pemain dilibatkan antaranya Christian Sugiono, Abimana Aryasatya, Kamidia Radisti, Lukman Sardi, Slamet Rahardjo, Ferry Salim, Tio Pakusadewo, Mario Irwinsyah, Piere Gruno, dan Alblen Filindo. “Untuk memerankan tokohtokoh dalam Sang Pialang saya memiliki intuisi tinggi, dan aktor tersebut dituntut bukan sekedar cantik atau ganteng tapi juga cerdas. Untuk itu selama proses reading dan workshop, para pemainnya melakukan observasi dan bergaul dengan para pialang sungguhan,” jelas sutradara yang juga merangkap produser dari film ini. Memakan waktu kurang lebih 21 hari untuk proses syutingnya, lokasi yang dipilih sengaja memakai kantor bursa saham sesungguhnya untuk lebih menyempurnakan atmosfer ketegangan dunia para Sang Pialang. “Hadirnya film ini diharapkan bisa memberikan pandan-

Christine Hakim

Improvisasi dalam keterbatasan

Christine Hakim (Foto: Istimewa)

AKTRIS senior Christine Hakim (55) merasa perannya sebagai Nyai Kapu (istri KH Hasyim Asy’ari) adalah jihad. Di film Sang Kyai arahan sutradara Rako Prijanto yang kini memasuki masa syuting hari ke-10, Christine juga merasa dipermudah dengan minimnya referensi sosok dari istri pendiri Nahdlatul Ulama dan Pesantren Tebu Ireng itu. “Berbeda ketika saya jadi Cut Nyak Dien, tidak banyak orang terutama keluarganya yang bisa memberi referensi secara detil sehingga saya berpaku pada skenario. Di film Sang Kyai, saya mencari referensi juga, terutama dari keluarga yang masih memiliki kaitan langsung dengan Nyai Kapu. Berdasarkan itulah, saya lebih mudah mengeklorasi untuk improvisasi,” kata Christine Hakim saat ditemui

sebelum take syuting scene ke-83, di Pondok Pesantren Kapurejo, Dusun Kapurejo Kecamatan Desa Pagu, Kediri, Jawa Timur, Minggu (11/11/2012). Kendati demikian, tidak berarti dia asa berimprovisasi. Untuk memerankan tokoh tersebut sempat melakukan riset pribadi, di antaranya selama empat hari menyambangi Dusun Kapurejo yang merupakan daerah asal Nyai Kapu yang bernama asli Mashuroh. “Saya sempat bertemu dengan keluarga dan warga sekitar yang mengetahui informasi sosok Nyai Kapu, walaupun terbatas tapi bisa membantu saya juga, misalnya, Nyai Kapu punya kebiasaan kalau jalan sembari memegang kain jarit-nya biar tidak tersingkap,” kata Christine. “Dari riset yang saya dapat dan berdasarkan kebutuhan skrip saya diberi kebebasan untuk memeran-

kan tokoh Nyai Kapu,” katanya lagi. Sosok Nyai Kapu yang diperankan Christine itu bersetting tahun 1942 - 1947, saat itu sosok Hasyim Asy’ari pernah ditawan Jepang, dan sudah sakitsakitan. “Memang lebih pada peran keibuan, merawatnya (Hasyim Asy’ri) yang sudah sakit-sakitan, tapi juga memberikan kontribusi dalam menjaga kelangsungan dengan membantu Pesantren Tebung Ireng,”tutur aktris bernama asli Herlina Christine Natalia Hakim. Dalam kesempatan itu, Christine salut kepada Rapi Film mau memproduksi film yang bertema sejarah semacam ini yang secara bisnis memerlukan anggaran yang tidak sedikit. “Kalau secara hitungan bisnis, biaya film ini bisa berlipatlipat dari film komersil biasa. Saya menghargai produser film ini apalagi saya pernah tanya sama Sunil (produser film Sang Kyai) kenapa mau bikin film ini, jawabannya sekarang bikin film tema hantu juga nggak laku, lebih baik saya buat film yang punya nilai yang bermanfaat bagi banyak orang. Makanya saya salut, “kata Christine. Film Sang Kyai rencananya digarap selama 36 hari dan mulai syuting sejak 1 November lalu. Selain Christine Hakim, Ikrangera juga melibatkan pemain lainnya, seperti agus Kuncoro, Adipati Dolken, Dimas aditya, dan Meryza Batubara. (tis)

gan untuk mengedukasi masyarakat awam tentang bagaimana dunia saham, dan menginspirasi kalangan pelaku pasar modal. Tapi tenang karena film ini tetap nikmat dengan bumbu drama persahabatan, penuh dengan intrik persaingan untuk menjadi yang terbaik dan problem cinta segitiga. Selain itu film ini juga diisi oleh aktor dan aktris yang aktingnya sangat mumpuni, sehingga menjadi alternatif hiburan bagi para penikmat film nasional yang ingin mencoba pengalaman menonton dengan ketegangan yang baru. “ ujar sang sutradara. Satu minggu sebelum Premierenya di Jakarta, film Sang

Pialang rencananya akan melakukan Premiere Screening di Washington DC, Amerika Serikat. Acara yang mendapat dukungan besar dari Kedutaan Besar RI di Washington DC ini akan dihadiri oleh Duta Besar RI di Washington DC juga para masyarakat Indonesia di Amerika, dan rencananya juga akan mengundang para pialang Wall Street di Amerika. Film yang digagas langsung oleh orang yang terjun dalam dunia saham dan mendapat dukungan penuh dari Bursa Efek Indonesia dan Otoritas Pasar Modal Indonesia ini akan hadir di seluruh bioskop tanah air pada tanggal 17 Januari 2013. (kf)

Adegan film ‘Sang Pialang’

Kemdikbud Gelar Workshop Peningkatan Kualitas Produksi Film KEBERPIHAKAN pemerintah terhadap film Indonesia kini kian nyata. Hal ini ditunjukkan oleh kinerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Melalui Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman, tahun anggaran 2012 mereka menggelar Workshop Peningkatan Produksi Film. Program ini berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) di bidang perfilman dengan mengusung tema “Filmku Bangsaku” (My Film My Nation). “Workshop ini dibuat atas latar belakang keprihatinan kami mengenai film Indonesia yang secara teknis memang sudah baik, namun secara materi belum memadai. Untuk itu, dari acara ini kami berharap ke depannya akan menghasilkan sutradara berbakat dan handal untuk memajukan perfilman Indonesia, demikian papar Direktur Pembinaan Kesenian dan Perfilman, Sulistyo Tirtokusumo dalam sambutannya saat pembukaan workshop di Jakarta, Senin malam 22 Oktober 2012. Ditambahkan Sulistyo, sumber daya perfilman lokal memang tumbuh dan banyak di daerah, terutama di kota besar. Sebuah fenomena yang patut disyukuri. Sayangnya, tumbuhnya kuantitas tidak diikuti oleh kualitas. Pemicunya ada tiga hal, pertama: kurangnya pengetahuan sinematografi sehingga menimbulkan kegagapan terhadap kemajuan teknologi informasi global. Kedua: tayangan film dan sinetron dirasa kurang mencerdaskan dan kurang mengaktualisasikan jati diri bangsa sehingga mendorong dublikasi di berbagai daerah. Ketiga: banyak SMK maupun perguruan tinggi broadcasting yang kurang kompeten mengajar produksi film, sehingga para pengajar itu harus dibekali pengetahuan yang cukup. Maka kementerian menangkap fenomena ini sebagai hulu industri perfilman nasional yang harus ditingkatkan kualitasnya melalui asas pendidikan yang berkelanjutan. Agenda workshop akan menghadirkan narasumber professional di tingkat nasional maupun mancanegara, seperti Michael Sheridan, Koji Imaizumi, Garin Nugroho, Gotot Prakosa, Rudy Sujarwo, Enison Sinaro, Didi Petet, Hadi Artomo hingga Harry Dagoe Suharyadi. Peserta workshop di tiap kota maksimal 50 orang, terdiri dari pembuat film, guru SMK broadcasting dan dosen, komunitas film, dan dunia industri televisi dan film. Acara diawali di Jakarta, mulai 22-25 Oktober. Kemudian dilanjutkan di kota-kota besar macam Bandung, Denpasar, Semarang, Surabaya, Makassar, Yogyakarta, dan kembali ke Jakarta pada 27-30 November. “Mudah-mudahan, lima tahun lagi kita bisa lihat bakat-bakat baru yang luar biasa,” demikian seloroh Wamendikbud Wiendu Nuryanti yang juga hadir dalam konferensi pers acara tersebut. (bob)


TAKE 14

ON LOCATION

EDISI 39 / TH IV / NOVEMBER 2012

Foto: Reza

Foto: Agus

CUACA cenderung panas di kota Kediri pada Minggu, 11 November lalu. Matahari galak melumerkan peluh kru film Sang Kyai yang hari itu akan mengambil scene ke-81 dan seterusnya. Sebuah monitor tv ditempatkan pada salah satu sudut property garapan tim artistik yang dipimpin Frans Paat. Dari sudut itulah, sutradara Rako Prijanto siap memimpin syuting film yang menghadirkan artis kawakan Christine Hakim, Ikranegara, dan pemain muda berbakat Adipati Dolken dan Meryrza Batubara. Lokasi syuting berada persis di lingkungan Pesantren Kapurejo di Desa Kapurejo, berjarak tempuh sekitar 40 menit dari stasiun KA Kediri menggunakan mobil. Di tengah cuaca hot ini tidak terlihat mana artis dan mana masyarakat asli. Semua kru dan pemain berjumlah sekitar 200-an orang tenggelam dalam settingtahun 40-an. Mulai dari pakaian, sandal sepatu, sampai bangunan ‘disulap’ mundur ke belakang di saat KH Wahid Hasyim dan Nyai Kapu, sang istri mengelola pesantren Tebu Ireng. Lokasi ini dianggap paling mendekati kemir-

Foto: Imam

Foto: Imam

itu. Dalam kesempatan yang sama, M Firdaus selaku DOP mengatakan sangat terbiasa bekerja di bawah cuaca panas

Foto: Imam

Foto: Imam

ipannya dengan Pesantren Tebu Ireng di Jombang. Secara artistik, setting tahun

Foto: Imam

masa-masa pergolakan itu tampak jelas secara visual. Siang hingga petang hari itu, Adipati Dolken (sebagai Harun) dan Meryza (istri Harun) keduanya adalah santri ponpes, yang di film ini menjadi ‘pengantar’ cerita. Beberapa kali dalam fokus kamera DOP M Firdaus, tertangkap mata Rako betapa busana Adipati dianggap terlalu ‘licin’ seperti habis distrika. Maka, tim wardrobe pun sigap mempermak baju model koko yang dikenakan Adipati sampai terlihat ‘natural’. “Rako memang sangat detil,” puji Ikranegara saat break. “Kisah romantika mereka menjadi bagian drama film ini,” kata Rako Prijanto, usai membungkus sejumlah adegan siang

berdebu. Bukan kebetulan jika hari-hari syuting film ini menjadi pengalaman menarik bagi Firdaus, lantaran mendapat kesempatan mengoperasikan kamera Alexa yang terbilang mutakhir pada saat ini dan jarang yang memakai. “Kelebihan kamera Alexa, karenamemiliki latituide. Kamera ini punya range yang lebar. Kita sudah lakukan saat test camera dan melihat hasilnya di sini. Ini sangat menarik,” ujar DOP jebolan IKJ ini. Salah satu yang menjadi kendala tentu saja faktor alam. Karena udara dan tanah berpasir di kawasan ini membuat kulit mudah berkeringat dan berdebu. “Skedul aman, cuma soal alam jadi kendala. Jam 5 pagi

matahari sudah muncul, juga hilangnya cepat,” ungkap Tutut Kolopaking, line produser. Ia juga mengatakan, beberapa masukan dari banser di luar pemain yang dikerahkan, juga dari masyarakat dan keluarga Gus Sholah. “Misalnya baju dan tongkat KH Hasyim, mereka memberikan contohnya,” kata Tutut. Film yang mengetengahkan karakter tokoh non fiksi ini digarap penuh hati-hati oleh Rako dan timnya. “Karena film ini ada karakternya, bukan fiksi. Bahkan sampai cara melafalkan Alquran dan tindak tanduk KH Hasyim, meski pun dia juga manusia, kita pakai orang yang jago di bidangnya,” jelas Rako. Ketika matahari condong ke Barat, kru mulai berbenah merapikan setting baru. “Kita lanjutkan lagi nanti malam,” kata Rako. Break. (tis)

Foto: Imam


REHAT

Bupati Raja Ampat, Marcus Wanma (Foto: Istimewa)

BUPATI Raja Ampat, Marcus Wanma, ikut mempromosikan daerahnya di pameran pariwisata, World Tourism Market (WTM) 2012 di gedung Excel, London tanggal 5 hingga 8 November. “Saat ini kami sedang giat-giatnya mempromosi-

kan potensi Raja Ampat yang dimiliki,” ujar Marcus Wanma di anjungan Indonesia, Rabu (7/11/ 2012). Menurutnya, Raja Ampat dengan lansekap pulau-pulau kecil yang sangat indah seperti di Ke-

pulauan Wayag, Kabui, dan Misool, wisata burung Cenderawasih, dunia bawah laut yang tiada tandingannya, seni dan budaya, kuliner khas Raja Ampat sudah mulai dikenal dunia karena selalu diporomosikan di berbagai

TAKE 15 EDISI 39 / TH IV / NOVEMBER 2012

kegiatan pameran pariwisata dunia seperti di ITB Berlin, DEMA di Amerika, Jepang, Australia dan juga berbagai negara lainnya. “Burung Cenderawasih Merah dan Cenderawasih Wilsson merupakan spesies endemis Raja Ampat yang hanya dijumpai di sini,” katanya. “Raja Ampat, selain wisata selam yang sudah dikenal hingga ke mancanegara masih menyimpan sederet destinasi menarik lainnya yang tak ada duanya di Indonesia,” sambung Marcus Wanma. Menurut Marcus, untuk sekadar menikmati asyiknya diving, berkano, snorkeling, atau berwisata kuliner mencicipi aneka makanan khas daerah ini, Raja Ampat siap memanjakan para wisatawan yang datang. Alam Papua, lanjut Marcus, memiliki karakteristik tersendiri. Kabupaten Raja Ampat yang terletak di Papua Barat dan beribu kota di Waisai ini, menawarkan panorama alam yang langka, kecantikan alami yang masih terpelihara. Sejak tahun 2010 digelar Fes-

tival Bahari Raja Ampat. Acara yang diselenggarakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun Kabupaten Raja Ampat dimaksudkan sebagai ajang promosi pariwisata Kabupaten Raja Ampat. “Festival Bahari ini akan menjadi agenda tahunan kami. Dan kami berharap acara ini akan masuk pula dalam kalender nasional Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,” ujar Marcus. Keikutsertaan Raja Ampat di WTM London adalah lebih memperkenalkan potensi wisata Kabupaten Raja Ampat ke seluruh dunia. Mengenai sarana dan prasarana yang ada di Raja Ampat, Bupati Marcus mengatakan berbagai sarana dan prasarana disiapkan dan terus akan dibangun dalam upaya mengantisipasi kehadiran para wisatawan. Untuk itu Pemkab Raja Ampat selalu mengharapkan dukungan penuh dan keseriusan dari Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Pusat dalam mendorong Raja Ampat sebagai destinasi utama wisata Indonesia. (kf/ant)

Sineas ASEAN gelar festival dokumenter di Bali PARA sineas yang terdiri dari para pembuat film dan foto dokumenter dari lima negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) menggelar festival dokumenter bertajuk “Festival Layar di Bawah Angin” di Campuhan, Ubud, Gianyar, Bali, sebagai ajang pertukaran budaya di kawasan regional. “Festival ini kali pertama di gelar dan menjadi sarana mempertemukan rekan yang selama ini saling mempengaruhi yakni pembuat film dan foto dokumenter, publik, pelaku media dan bisnis,” kata Penggagas dan Direktur `Festival Layar di Bawah Angin`, Iwan Setiawan, di Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, Jumat. Kelima negara ASEAN itu di antaranya Indonesia, Thailand, Vietnam, Singapura, dan Malaysia. Masing-masing negara menurut Iwan membawa karya film dokumenter dua hingga empat film yang telah dipilih dari masing-masing komunitas film dokumenter.

KOLABORASI FILM: Dirut PT Kinema Systrans (Infinite Studios) Mike Wiluan (kanan), menjelaskan fasilitas studionya kepada Menparkeraf Mari Elka Pangestu (tengah) dan Menteri Pembangunan Wilayah dan Pemerintahan Lokal Australia Simon Crean (kiri), di Batam, Kepulauan Riau, Sabtu (10/11). Studio yang kini menggarap film serial televisi drama Singapura bersuasana 1960-an “Serangoon Road” itu merupakan kerja sama Infinite Studios, HBO Asia serta HBO Australia. FOTO ANTARA/Jo Seng Bie

Melalui festival ini, kami ingin berbagi pengalaman dengan pembuat film seASEAN “Kalau Indonesia mengirimkan 20-30 judul film tetapi tetap kita pilih tiga film dokumenter,” kata Iwan. Festival yang diselenggarakan hingga Mingu 18 November itu menghadirkan berbagai program yang menjawab kebutuhan dokumentarian atau penggiat film dokumenter seperti lokakarya, pemutaran film dokumenter, foto esai, dan sarasehan dokumenter ASEAN. Ia mengatakan festival tersebut diharapkan mendorong adanya jaringan bagi semua pelaku dokumenter baik di Tanah Air maupun di kawasan ASEAN untuk meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya karya film dokumenter dan

menciptakan pasar yang komprehensif baik untuk kalangan lokal maupun internasional. Tema-tema yang diangkat dalam festival yang digelar pertama kalinya itu mengenai keragaman dan kekayaan budaya negara-negara di kawasan ASEAN, yang nantinya diharapkan menyadarkan kepada masyarakat akan kekayaan dokumenter dari kawasan tersebut. Salah seorang peserta dari Vietnam, Ngo Thi Thanh menyatakan bahwa dirinya tertarik mengikuti festival itu karena misi yang diangkat cukup relevan yakni keragaman budaya ASEAN. Ia menyatakan bahwa perkembangan film dokumenter di negaranya kini berkembang cukup pesat jika dibandingkan beberapa tahun lalu. “Melalui festival ini, kami ingin berbagi pengalaman dengan pembuat film se-ASEAN. Sebagai pembuat film dokumenter muda, kami tidak ingin membuat film yang konvensional tetapi telah melalui eksperiem sebelumnya. (kf/ant)

FILM JAKARTA HATI – Penulis yang juga sutradara Salman Aristo (tengah) bersama pendukung film Jakarta Hati saat menghadiri jumpa pers film omnibus Jakarta Hati di FX Sudirman, Jakarta, Kamis (1/11/2012). Film yang mengangkat problematika masyarakat Jakarta, dikemas dengan 6 cerita film omnibus yang dibintangi pemain film seperti Slamet Rahardjo, Roy Marten, Jajang C Noer, Didit Petet, Adi Sasono, Adhika Pratama, Asmirandah, Shanaz Haque dan Surya Saputra. FOTO : DUDUT SUHENDRA PUTRA.

ALBUM TERBAIK KOTAK- Kelompok Band Rock musik ‘KOTAK’ yang digawangi Chua Bass (kiri), Tantri Vokal (tengah) dan Cella Gitar (kanan) dalam jumpa pers Album Terbaik di KFC Kemang Jakarta, Senin (12/11/2012). Album yang dirilis melalui kerjasama KFC, Swara Sangkar Emas dan Warner Music Indonesia merangkum sukses ‘KOTAK’ selama delapan tahun perjalanan musikalnya di ranah musik indonesia. Album Terbaik yang dirilis menjelang penghujung tahun 2012 ini berisi 3 lagu baru, 9 lagu hits KOTAK dari empat album terdahulu dan satu bonus track I Love You dan Kecuali Kamu. yang menjadi kejutan adalah track Hijaukan Bumi yang menceritakan keperdulian KOTAK terhadap pelestarian Bumi. FOTO : DUDUT SUHENDRA PUTRA



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.