HelloTeen 07 (Edisi April 2018)

Page 1

Edisi April 2018

#7 edisi tujuh

Hellomotion’s monthly bulletin

Cerna

DILAN (DA) FEVER

Meet the Master Dokumenter sebagai Seni Penggerak Sosial

Kupas

BELAJAR ISTILAH

! n o Acti


EDITORIAL

Oleh: Bagus Sulasmono

“Jangan rindu, berat, kamu tak akan kuat. Biar aku saja”

Dilan 1990 merupakan film yang bercerita tentang masa remaja berseragam putih abu-abu (SMA) serta kebersamaan di sekolah. Dengan setting waktu di era tahun ’90 an, ternyata mampu membius Saat ini, quotes “gombalan Dilan” generasi millennials yang tentunya di atas menjadi viral dan banyak dipakai berbeda dengan kenyataan mereka saat sebagai bahan meme, candaan atau bahkan ini. Malah bagi emak-emak generasi ‘90an, iklan. Sepenggal kata-kata yang ada dalam ini kemudian menjadi flash back memory jaman mereka dilanda asmara novel dan juga Film di kala SMA. Sekarya Pidi Baiq yang benarnya di setiberjudul, “Dilan, Dia ap generasi selalu adalah dilanku tahun muncul tokoh-tokoh 1990”, itu kini menjange-hits pujaan kaum di muncul di banyak hawa. Di era ’80an versi. Seakan-akan ada “si Boy” di catatan masyarakat Indosi Boy, di era 2000’an nesia, baik yang ada “Rangga”, di film muda maupun Ada Apa Dengan Cinta, tua, menjadi latah dan era millenials mundengan kata-kata cul sosok Dilan inilah. “Rindu itu berat”. Kembali kepada Ada yang menlatah masal tentang gadaptasinya ke gombalan si Dilan, efek dalam kata-kata kata-kata yang terus candaan ataupun sumber : ayahpid didengungkan dan diviyang serius. ibaiq.blo gspot.co ralkan menjadikan ka.id ta-kata ini sederhana tapi Sebagai contoh, tweet dari Kemenkes RI : “Rindu itu berat, langsung menempel di otak. Bukan untuk tapi sakit lebih berat”. Dari seorang dipermasalahkan hal yang sebenarnya keIbu : “Selain rindu, yang berat itu gen- cil akan hal ini. Namun perlu waspada dan dong anak yang maunya tidur di pe- antisipasi sebagai orang tua dan pendidik lukan sambil berayun-ayun, tapi tidak tentang gaya hidup remaja seperti “Dilan” tidur-tidur selama 1 jam. Dilan belum atau tokoh-tokoh sinetron yang lebih banyak mengekspose romantisme percintaan, ngerasain sih”, dan masih banyak lagi.


glamourisme, dan sejumlah fantasi yang hanya ada di dunia sinetron, yang bisa jadi diadopsi oleh anak-anak kita. Pada masa pubertas, yaitu usia 11 sampai 20 tahun, rasa suka atau tertarik dengan lawan jenis sudah mulai muncul. Hal ini terjadi karena hormon seksual atau reproduksi meningkat. Sehingga tak heran jika seorang anak atau remaja sudah menyukai orang lain. Dengan kondisi yang masih belum terlalu matang secara mental, namun dorongan rasa ingin tahu yang tinggi, membuat anak terjebak dalam situasi yang salah. Gempuran media maupun social media yang ada menuntut mereka untuk memiliki status ber-

pasangan (pacaran), namun belum mampu membatasi diri sejauh mana aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Tidak ada anjuran/ patokan seseorang harus berpacaran sebelum melangsungkan pernikahan, begitupun tidak ada larangan tegas secara norma yang berlaku di masyarakat pada umumnya. Intinya dalam menjalin hubungan, perkembangan psikologis, kematangan mental, dan kedewasaan justru yang jadi kunci untuk membangun hubungan

romantis dengan orang lain secara sehat dan bertanggung jawab. Menurut dokter anak dari Denver Health Medical Center di Amerika Serikat (AS), dr. Ron Eagar, biasanya perkembangan psikologis dan kedewasaan seseorang sudah cukup baik pada usia 16 tahun. Sebagai pendidik, tentunya kita perlu untuk memperhatikan ini. Jangan sampai terlampau lepas dengan hal yang berkaitan dengan hubungan dengan lawan jenis, tanpa anak merasa terbatasi. Ajak anak berdiskusi bersama tentang segala hal tentang ketertarikan dia dengan lawan jenisnya dan arahkan ke pertemanan yang sehat.



VLOG EXPERIENCE by Nayla Nafisha Asraf

foto by : Oktorio T.

For the longest time i’ve loved watching vlogs, I’ve created a few uploads online but I’ve never really thought about participating in a competition like we did. I was asked to join the team by our photography teacher one day, so I thought why not try something new? I rarely join these things anyway. It was a Wednesday, our team went to the shooting site first thing in the morning. We bought about three tripods and cameras as well. Our first shoot was located in Kaila’s house, the vlogger in this video. I was really pleased by the natural lighting that came through the window that day, for we were able to get super cool shots. The second site was at Padepokan Tapak Saka, where they teach Betawi’s tra-

ditional martial-art “Pencak Silat” which is the star of the show. Whilst shooting they were all very kind, and happily listened to our directions. To be truthful, I’m glad that It didn’t end up looking like a documentary. I think it’s kind of tricky because at times you could want your vlogs to be high quality, but not too high quality that it looks like the other. They are two different types of content. Hence vlogs gets way more personal to the audience and are actually based on opinion and personal views. The arm that holds the camera and kind of peaks through the frame? for me, makes it more intimate. As well as how they get shots taken from their own bed or near their window pane, towards their desk. It kind of gives off this effect that you are there with them. Meanwhile documentaries are formal, and mostly based over facts. The shots that are used in documentaries aren’t very variative and almost too bold (for my liking). The shoot went longer than I thought it would be. We also found ourselves walking in the rain, b-rolls were taken and bakso(s) were bought. But i’m not complaining, I had fun and I got a lot more insight on how filming works, how you get different options of angles to choose from, how you announce which take you’re on. It’s totally a small peak of how many effort film-makers put into their work. Not to mention how cool it was to see the Pencak Silat prodigies (one of them was still in Junior high omg) in person and to know more about Betawi’s beautiful culture. After this experience, I will definitely appreciate our culture as well as film-makers more than I already have. I was very happy when I heard our vlog won first place and fan favorite! This was all because of our team-work and effort. That is all.


DANIEL RUDI

HARYANTO


Dokumenter sebagai Seni Penggerak Sosial: Meet the Master pertemuan ke7 bersama Daniel Rudi Haryanto “In documentary we deal with the actual, and in one sense with the real.” --John Grierson Film dokumenter memiliki misi untuk mengangkat tema-tema aktual dan non-fiksi. Menurut Jo Fox, ‘dokumenter’ tidak akan pernah menjadi istilah yang oleh John Grierson, sang pencetusnya, benar-benar terasa nyaman. Menggambarkannya sebagai sebuah ‘ungkapan ceroboh, ‘kata yang dibesar-besarkan untuk sebuah hal yang sederhana’, Grierson menyadari bahwa definisi-definisi itu merupakan konsep yang disengajakan untuk terus berkembang, konsep yang ‘tidak benar-benar pas untuk ditempatkan di dalam museum’, sebuah konsep yang memiliki lebih banyak kesamaan dengan ‘apa yang orang kerjakan kini, atau yang akan dilakukan di masa depan’. Bagi Grierson, dokumenter adalah ‘seni menafsirkan material alam ke dalam bentuk babakan film’. Ini bukan merupakan reproduksi yang sederhana, tetapi interpretasi: kemampuan untuk memberikan ‘bentuk-bentuk kreatif ’ dalam mendefinisikan realitas; bukan cerminan, tetapi semacam ‘palu’ untuk menempa kontur-kontur baru dalam memandang dunia di sekitar kita. Singkatnya, film dokumenter memiliki tujuan dan misi tertentu dalam mengangkat isu-isu kehidupan yang nyata. Pada pertemuan Meet the Master (MtM) bulan Maret lalu, kita mendapat kesempatan untuk menggali ilmu dan pengalaman dari tamu serta narasumber kita: Daniel Rudi Haryanto. Mas Rudi, sapaan akrabnya, adalah seorang sutradara film dokumenter lulusan Institut Kesenian Jakarta pada jurusan Film. Film dokumenter panjang pertamanya, Prison and

Paradise, mendapat kesempatan untuk ditayangkan secara world premiere di Dubai International Film Festival pada tahun 2010. Film ini kemudian melanglang buana ke sejumlah festival bergengsi dunia, seperti Yamagata International Documentary Film Festival pada tahun 2011; Cinema Digital CINDI International Film Festival 2011 di Korea Selatan; Montreal International Documentary Film Festival (RIDM) di Kanada pada tahun 2011; Vibgyor International Film Festival di Thrissur Kerala, India, pada tahun 2011; Tokyo Documentary Dream Show 2012; Asiatica Mediale di Roma, Italia, pada tahun 2012, dan masih banyak lagi. Film yang mengangkat tema tentang dampak terorisme terhadap keluarga pelaku dan keluarga korbannya ini mendapatkan penghargaan Director Guild of Japan Award pada tahun 2011 di Jepang dan Special Jury Mention dari CinemAsia Amsterdam, Belanda. Di Indonesia, film ini mendapatkan penghargaan film terbaik di Festival Film Dokumenter Yogyakarta pada tahun 2010. Selain segudang prestasinya pada bidang film dokumenter, Mas Rudi juga merupakan seorang seni rupawan. Ketika baru memasuki ruang kelas HelloMotion High School (HHS), ia langsung menggambar seorang karakter kartun ciptaannya: Liklik. Tokoh ini kerap hadir di serial komik strip yang Mas Rudi buat dan terkadang dibuat juga animasi filmograph yang diunggah di kanal YouTube miliknya, Sarang Berang-berang Studio. Gambar di papan tulis kelas ini


menjadi sapaan khas untuk perkenalan dirinya kepada siswa-siswi HHS. Ia kemudian mengangkat seperangkat koper klasiknya di hadapan kelas dan meletakkannya di atas sebuah meja belajar kelas. Habsya, salah seorang siswi, dipanggilnya untuk mengambil sesuatu dari dalam kopernya. Habsya kemudian terkagum-kagum melihat sebuah buku jurnal Mas Rudi yang berisi gambar-gambar storyboard dari film Mas Rudi yang akan diproduksi, yaitu Tan Malaka. Habsya yang memang ahli menggambar mengakui kehebatan Mas Rudi dalam menoreh sketsa yang sedemikian detail. Mas Rudi kemudian memanggil siswi lainnya yang juga ahli menggambar, Audi, untuk mengambil barang lainnya dari dalam koper. Tak jauh berbeda dengan reaksi Habsya, Audi mengagumi karya yang dipegangnya, yaitu batu-batu kecil segenggaman tangan bergambarkan tokoh-tokoh terkenal seperti Soekarno, Hatta, B.J. Habibie, dan masih banyak lagi.


Sebuah gulungan kertas yang biasanya dipakai untuk struk pembayaran, kini dikeluarkan Mas Rudi. Ia lalu meminta dua orang siswa, Lee dan Rasyaad, untuk secara perlahan membentangkan kertas ini sampai terpampang lebar, hingga membutuhkan beberapa orang siswa lagi untuk dapat memegangnya supaya tidak jatuh. Di luar kebiasaan, kertas ini berisikan gambar sebuah rentetan sejarah mengenai sinema Indonesia menurut interpretasi Mas Rudi. Sesi berikutnya, Mas Rudi menayangkan sebuah film dokumenter yang tengah diproduksinya, akan tetapi belum selesai sepenuhnya dalam tahap pasca produksi. Film yang berjudul ‘Maha Guru Tan Malaka’ ini merupakan film pendek berdurasi 33 menit. Film ini menceritakan tentang petualangan sang presenter Marko, nama panggilan dari Rolando Octavio Purba. Marko yang merupakan seorang alumnus sebuah kampus di Paris, menziarahi napak tilas Tan Malaka, seorang tokoh nasional yang ketika itu masih menjadi pelajar Indonesia di Haarlem, Belanda, pada kurun waktu 1913-1919. Dalam perjalanannya, Marko “memasuki” lorong waktu masa lalu. Ia menemui Harry A. Poeze, seorang sejarawan Belanda yang menceritakan kisah Tan Malaka sambil menunjukkan arsip-arsip sang tokoh yang berada di Haarlem dan Leiden. Film ini menggabungkan pula teknik animasi ketika menceritakan kejadian-kejadian yang perlu untuk “direkonstruksi” unsur visualnya. Alhasil, film dokumenter ini sangat menarik untuk ditonton dan mendapatkan banyak pujian serta kritik yang membangun dari para siswa HHS. Kardus-kardus yang tidak terpakai saat itu menjadi objek kreasi dari para siswa sesuai dengan arahan Mas Rudi. Mereka membuat kamera tiruan dengan membolongi salah satu sisi kardus yang kemu-


dian berfungsi sebagai viewfinder (jendela bidik) seperti halnya terdapat pada kamera. Dengan demikian, Mas Rudi memberi pesan bahwa siswa perlu terlatih untuk melihat melalui frame ketika memandang dunia sekitar. Melalui perspektif itu, kita dapat menafsirkan secara kreatif atas kejadian di sekitar kita yang layak untuk diangkat menjadi cerita fiksi/ non-fiksi. Pertemuan diakhiri dengan pembuatan skenario film pendek. Kelas dibagi menjadi tiga kelompok dan masing-masing kelompok membuat suatu cerita yang akan diarahkan pembuatan skenarionya oleh Mas Rudi. Memang sejak ia berkuliah di Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta, Mas Rudi sering mengajar dan turut aktif mengembangkan komunitas film di Indonesia. Cinema Society merupakan komunitas film yang pernah ia bentuk bersama kawan-kawannya. Ia kerap meluangkan waktunya untuk mengajar pada beberapa lokakarya untuk komunitas film di berbagai daerah di Indonesia, seperti komunitas Layar di Lampung, Minikino di Denpasar, serta Palindo Palu, Sulawesi Tengah. Mas Rudi juga mengajar untuk Eagle Award 2015 dan menjadi penyelia untuk film dokumenter peserta yang berjudul “Suara Tembok Kota”. Pada tahun 2016, ia menjadi mentor dan penyelia dalam film ‘Mama Amamapare’. Film dokumenter ini merupakan film dokumenter pertama dari Papua yang mendapatkan penghargaan film terbaik dalam ajang Festival Film Indonesia 2016. Membuat film, baik itu dalam genre non-fiksi maupun fiksi, membutuhkan kemampuan para pembuatnya dalam memahami berbagai hal dan bidang. Sebagai seorang filmmaker, Daniel Rudi Haryanto telah membuktikan dirinya di mata dunia bahwa kesenian dan kreativitas dapat melintasi ru-

ang dan waktu, secara kultural, sosial dan universal. Terima kasih atas ilmu dan pengalaman Mas Rudi yang telah dibagi kepada para siswa HelloMotion High School. Terima kasih pula telah turut mengharumkan nama bangsa di mata internasional. Sampai jumpa pada ulasan Meet the Master selanjutnya… Artikel oleh: Ary Aristo Pengajar Fotografi & Digital Filmmaking


Belajar Istilah Galat Om dan Tante mungkin pernah berada dalam situasi genting atau situasi yang agak rumit. Kemudian dalam situasi tersebut, Om dan Tante sangat membutuhkan perangkat elektronik sebagai alat bantu, misalnya telepon genggam. Saat dalam situasi rumit dan sangat membutuhkan telepon genggam untuk menghubungi teman atau kerabat, akan sangat kesal rasanya jika telepon genggam milik kita tidak berfungsi dengan semestinya. “Ya ampun, hapeku error.� Tahukah Om dan Tante apa padanan kata error dalam bahasa Indonesia? Dalam dunia teknologi informasi dan komunikasi, hampir semua orang menggunakan error untuk alat-alat yang mengalami gangguan atau kerusakan. Padanan error dalam bahasa Indonesia adalah galat. Dalam KBBI edisi V, galat berarti kekeliruan, kesalahan, cacat. Jadi, Om dan Tante sekarang bisa menggunakan galat ketimbang error untuk lebih membiasakan menggunakan bahasa Indonesia. “Papah, hape Mamah sudah sering galat. Belikan yang baru, ya!�

Masa Kencana Dalam waktu senggang, misalnya saat jam istirahat kerja atau istirahat di rumah, kita sering menggunakannya untuk sekadar melihat-lihat media sosial Instragram. Melihat gambar-gambar yang diunggah oleh kerabat kita. Om dan Tante mungkin pernah mendapati unggahan berisi foto atau video berisi anak balita. Yang kita tahu bahwa seorang manusia pasti mengalami masa keemasan, yakni masa tumbuh kembang saat masih usia balita, atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah golden age. Om dan Tante juga pasti sudah tahu jika istilah golden age sering digunakan juga dalam bahasa Indonesia, yakni masa emas. Tapi, tahukah Om dan Tante bahwa padanan istilah golden age dalam bahasa Indonesia? Selain masa emas atau masa keemasan, ada istilah yang lebih baku, yakni masa kencana. Masa emas atau masa kencana memiliki makna yang sama. Dalam KBBI edisi V, kencana berarti emas. Namun, lazimnya kita lebih sering menggunakan masa emas ketimbang masa kencana. Hal itu tidak akan mengubah makna, hanya pada saat situasi tertentu kebutuhan pemilihan kata akan berpengaruh. Jika Om dan Tante tengah dalam kondisi sedang menulis sebuah karya tulis ilmiah, tentu harus menggunakan istilah yang lebih baku, yakni masa kencana. Ya, Om dan Tante ‌


Membuat Ma oleh: Dea Daniella

Campurkan 2 sendok teh Charchoal Powder dengan 1 sendok teh gelatin, aduk menggunakan spatula Tuangkan air panas secukupnya

Tempel menggun

Oleskan dengan merata ke bagian wajah menggunakan kuas

Aduk sampai tercampur rata


asker Wajah Diamkan sampai kering kurang lebih 30 menit

Alat dan Bahan Mangkuk Spatula Sendok takar Gelatin Bubuk Arang/ Charcoal Powder Kuas Wajah

Sekarang wajahmu kembali bersinar

nakan tissue wajah

Bersihkan masker dengan air bersih


Cerna

Menjadi Guru Sejarah di Era Milenials Mengajar kelas X SMA pada awalnya adalah persoalan yang cukup sulit. Sebab materi yang diajarkan merupakan hal-hal mendasar dari filsafat sejarah dan Sejarah Manusia Purba. Pada materi filsafat sejarah terdiri dari Pengertian sejarah, macam, jenis, metodologi hingga historigrafi. Pada materi Sejarah Kuno mencakup Sejarah manusia Purba Dunia, Manusia Purba Indonesia, Sejarah Hindu-Budha hingga Peradaban-per adaban Kuno dunia. Kesemua materi itu diajarkan pada siswa kelas sepuluh atau SMA kelas 1 dalam satu tahun atau dua semester. Mampukah Kids zaman now memahaminya? Pertanyaan tersebut bisa dibalik; mampukah kita para guru mengajarkannya? Perubahan zaman sudah semakin cepat. Informasi sejarah tidak lagi hanya dari buku, namun internet dan perpustakaan digital. Infomasi sejarah tidak hanya didapatkan dari sejarawan akademik. Kini telah dikenal sejarawan publik. Mereka memiliki kemampuan komunikatif lebih baik dan lebih sering berhadapan dengan masyarakat atau siswa di ruang-ruang publik. Seorang siswa SMA yang menfollow History In Pic bisa mengetahui foto-foto sejarah lebih banyak daripada gurunya yang tidak memiliki instagram. Mereka bisa dengan cepat mendapatkan foto sejarah, dokumen sejarah, kutipan buku dan lain-nya di sosial media. Namun, apakah me-reka bisa membedakan antara informasi sejarah yang ‘benar’ dengan informasi sejarah yang ‘keliru’? Pada tahap ini, guru sejarah tidak cukup hanya menghafal buku ajar dari Kemdikbud. Pertama, ia harus seku-

rang-kurangnya memiliki pengetahuan sejarah yang lebih daripada yang didapatkan siswa diruang publik digital. kedua, guru sejarah dituntut mengetahui informasi sejarah yang menarik bagi siswa. Seperti Tan Malaka yang Jomblo, Soekarno yang sering menyanyi ketika mandi, Hitler seorang vegetarian, Colombus tidak pernah menginjakan kakinya ke Benua Amerika (hanya sampai Kep. Karibia), Cengkeh pernah lebih mahal daripada emas, dan lainnya. Ketiga, guru sejarah harus memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang metodologi sejarah agar bisa memilah suatu informasi sejarah. Menghadapi kenyataan tersebut, daya baca guru sejarah era milenials tentu harus lebih mumpuni atau bahkan lebih baik dari guru sejarah pada masa pra-internet. sebab kemampuan mengakses guru dan siswa terhadap informasi sejarah hampir setara. Selain itu, derasnya informasi digital membuat siswa terlalu cepat menerima informasi sehingga ia tidak memiliki waktu untuk menganalisa setiap informasi sejarah yang didapatkannya. Padahal pada tahap ini, siswa memerlukan kemampuan verifikasi yang cukup ketat atas informasi sejarah yang dimilikinya. Oleh sebab itu, pada materi metodologi sejarah, siswa dituntut untuk memahami dengan sangat operatif dalam berhadapan dengan informasi sejarah. Sedangkan, jam ajar pada materi tersebut terbatas hanya dua sampai tiga pertemuan. Padahal materi ini akan sangat berguna bagi pembelajaran sejarah secara berkelanjutan dan berguna bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Metodologi seja-


index rah yang terdiri dari pengumpulan data (heuristik), verifikasi, Interpretasi hingga historiografi bisa digunakan siswa dalam menganalisa informasi digital yang didapatkannya. Tahap Heuristik dan verifikasi sangat berguna ketika siswa berhadapan dengan infromasi sejarah maupun informasi non-sejarah. Hal ini bisa membuat siswa menangkal informasi hoax yang beredar di masyarakat. Pengenalan metodologi sejarah seharusnya membuat siswa mampu mengenali ‘informasi sejarah’ yang benar. Sedangkan disisi lain, terdapat suatu kebijakan dalam sekolah agar siswa tidak membawa smartphone, bahkan tidak menggunakan HP selama pembelajaran. Pada tahap ini, sekolah bersikap konservatif atas perkembangan teknologi. Padahal HP yang dimiliki siswa bisa menjadi alat bantu dalam pembelajaran. Saya pernah mencobanya. Saat itu saya mempraktekan kepada siswa tentang cara menggunakan metodologi sejarah. Pertama-tama, siswa diperbolehkan melakukan penelitian sejarah dengan cara yang mudah dengan tema yang diinginkannya. Setelah itu siswa diinstruksikan agar melakukan heuristik melalui mesin pencari dengan smartphone masing-masing. Pada kaidah heuristik, sebagai guru sejarah kita bisa memberikan batasan seperti melarang menggunakan sumber sejarah seperti ‘wikipedia dan blogspot’. Lalu guru sejarah merekomendasikan kantor berita online, website sejarah yang bertanggung jawab (seperti Historia.com, Museum KITLV, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia PNRI dan lainnya) sebagai sumber yang ‘cukup layak’ dijadikan sumber sejarah. Lalu mencatat nama, tahun, tanggal terbit dan keterangan lainnya. Kemudian melakukan kritik atau verifikasi atas informasi yang dikumpulkan, lalu menjelaskan ulang mengenai ‘in-

Diterbitkan Oleh : HelloMotion High School Pembina Bagus Sulasmono Penyusun Trada Lardiatama Ary Aristo Agnisa Wisesa Bagus Sulasmono Suhfi Albab Iman Zanatul Haeri Nayla Nafisha A. Daffa Risandi Pendukung Ricca Rahmat Mediana Putri Lulu Luthfiah Dea Daniella Hari Kusbianto Sahru Ramadhan

formasi sejarah’ tersebut. Pada tahap demikian, guru sejarah memberikan gambaran tentang proses penelitian sejarah namun dalam kaidah yang lebih longgar. Pembelajaran semacam itu akan membuat siswa lebih terlatih dalam menggali informasi sejarah. Disisi lain, siswa akan terlatih juga dalam berhadapan dengan informasi sosial media diluar sejarah. Mereka akan terbiasa melakukan verifikasi data. Dengan begitu, guru sejarah berhasil mengajarkan metodologi sejarah secara sederhana, mengajarkan siswa tentang cara menghadapi informasi yang deras dan tentu saja tanpa menolak rahmat perkembangan teknologi yang semakin maju. Iman Zanatul Haeri, S.Pd Guru Sejarah Hellomotion High School (2017-). Aktif sebagai Pustawakan Kandangbuku Rawamangun (2015-) dan Tim Riset LBH Rakyat Banten (2016-). Suka menulis, membaca dan membuat mural.


HelloMotion High School : +62 21 227 46 400 / +62 812 12304 100 highschool@hellomotion.ac - @smahellomotion hellomotion.sch.id


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.