REGOL KABAR UTAMA
10
Mei 2013
Singkong pun Naik Kelas Teks: Della Yuanita; Foto: Budi Prast
S
iapa tak mengenal singkong? Makanan tradisional ini dapat dibilang sangat populer di Indonesia. Singkong mungkin bisa dikatakan menjadi legenda yang mampu menghidupi jutaan rakyat Indonesia dari rasa lapar yang melanda di zaman penjajahan. Dilihat dari sejarahnya, singkong merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ubi kayu. Singkong atau cassava (manihot utilissima) pertama kali dikenal di Amerika Selatan yang dikembangkan di Brazil dan Paraguay pada masa prasejarah. Potensi singkong menjadikannya sebagai bahan makanan pokok penduduk asli Amerika Selatan bagian utara, Selatan Mesoamerika, dan Karibia, sebelum Columbus datang ke Benua Amerika. Ketika bangsa Spanyol menaklukkan daerah-daerah itu, budidaya tanaman singkong pun dilanjutkan oleh kolonial Portugis dan Spanyol. Di Indonesia, singkong dari Brazil diperkenalkan oleh orang Portugis pada abad ke-16. Selanjutnya, singkong ditanam secara komersial di wilayah Indonesia
sekitar tahun 1810-an. Kini, saat sejarah tersebut terabaikan, singkong menjadi bahan makanan yang merakyat dan tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Singkong bahkan tak lagi menjadi panganan kampung dan ndeso. Singkong kini telah berhasil berevolusi menjadi beragam bahan pangan yang nikmat dan diburu banyak orang dan menjadi sangat populer. Bahkan, singkong pun memiliki sebutan yang cukup keren yakni roti sumbu. Bila orang barat memiliki roti gandum maka orang Indonesia juga memiliki roti rakyat yakni roti sumbu. Inilah sinonim dari ketela pohon atau singkong. Disebut roti sumbu karena potongan singkong yang telah matang memiliki batang tipis di tengahnya dan batang tipis itu disebut “sumbu�. Bersamaan dengan hadirnya tren sarapan sehat, baru-baru ini singkong juga diklaim sebagai salah satu menu sarapan terpopuler di Indonesia. Kini, singkong mulai beranjak menempatkan dirinya ke level yang lebih tinggi. Dia telah bersiap naik kelas, karena kini beraneka ragam usaha makanan yang
berbahan dasar singkong mulai tersebar dan menjamur. Berbagai inovasi produk berbahan singkong pun diproduksi. Mulai dari beragam kudapan lezat hingga aneka tepung yang berasal dari singkong dan sudah dipasarkan hingga menembus pasar dunia. Seperti yang kita ketahui bahwa di dunia ada tren peralihan orang dari konsumsi tepung terigu ke tepung singkong. Di beberapa negara, seperti Jepang, Korea dan Amerika, popularitas tepung singkong ini melebihi tepung terigu. Di Jepang, misalnya, harga tepung singkong empat kali lebih mahal dari tepung terigu karena dinilai lebih bergizi dan mengandung betakarotin yang berguna bagi pencernaan. Sebagai negara yang termasuk lima besar negara penghasil singkong terbesar di dunia dengan produksi 2 juta ton per tahun, potensi dan peluang singkong untuk semakin naik kelas jelas terbuka lebar. Tentunya, selain dibutuhkan kemauan yang tinggi, kita juga harus menggali ide kreatif untuk terus berinovasi dalam mengolah produk berbahan singkong.+ Mei 2013
11
REGOL KABAR UTAMA
Rumpun Singkong di Tanah
Surga Teks: Agus Yuniarso; Foto: Budi Prast
M
asih ingat lagu “Singkong dan Keju�? Karya Ari Wibowo yang pernah begitu populer di tahun 1980-an ini dengan jenaka menggambarkan realitas perbedaan kelas sosial di Indonesia yang ada kala itu, yang boleh jadi tak banyak berubah di zaman ini. Singkong dan keju, dua jenis bahan makanan yang berbeda rupa dan citarasanya, dipergunakan sebagai analogi 12
Mei 2013
bagi dua kondisi yang berbeda. Keju diposisikan identik dengan budaya asing yang bergelimang gengsi dan kemewahan, sementara singkong diidentikkan dengan citra pribumi yang lekat dengan keterbatasan, keterbelakangan, bahkan kemelaratan, juga kampungan. Bagai tergambar di sekeping uang logam, tak hanya berbeda, keduanya bahkan bertolak belakang.
Jika ditanya, “manakah yang lebih Indonesiawi, singkong atau keju?� Sebagian orang boleh jadi akan menjawab dengan tepat tanpa berpikir seribu kali. Singkonglah jawabnya, karena memang demikianlah realitas pencitraannya. Padahal, dalam sudut pandang etnosentris, singkong dan keju memiliki realitas yang sama. Meski lebih membumi dan merakyat, singkong pun ternyata tak beda dengan keju, sama-
Singkong atau biasa dikenal juga dengan nama ketela (Manihot utilissima) merupakan tanaman tahunan tropika dan sub tropika yang bersal dari keluarga Euphorbiaceae
Gatot
sama bukan kultur asli Nusantara. Singkong atau biasa dikenal juga dengan nama ketela (Manihot utilissima) merupakan tanaman tahunan tropika dan sub tropika yang bersal dari keluarga Euphorbiaceae. Hasil utamanya berupa umbi dikenal luas sebagai salah satu makanan pokok penghasil karbohidrat di samping beras dan jagung yang merupakan makanan pokok khas masyarakat Indonesia. Mei 2013
13
REGOL KABAR UTAMA Di belahan dunia lain pun demikian, menjadi salah satu bahan makanan pokok yang dominan, terutama di berbagai negara berkembang yang beriklim tropis. Tanaman ini lazim tumbuh hingga bentang area 30 derajat di sisi utara dan selatan garis khatulistiwa, pada ketinggian hingga 2.000 meter di atas permukaan air laut, pada kisaran suhu antara 18 hingga 25 derajat Celcius, dengan curah hujan antara 50 hingga 5.000 milimeter per tahun. Kemampuannya untuk tumbuh dan bertahan hidup di lahan yang relatif kering membuatnya seringkali diandalkan sebagai bahan makanan cadangan, terutama di wilayah yang curah hujannya tidak dapat diandalkan. Singkong dikenal dan dijumpai pertama kali di bagian selatan dan tengah benua Amerika dan mulai dibudidayakan sejak masa prasejarah. Sejumlah bukti arkeologis menunjukkan bahwa tanaman ini sudah tumbuh di Peru sekitar 4.000 tahun yang lampau dan di Meksiko sekitar 2.000 tahun yang lampau, sementara bukti budidayanya di masa prasejarah dijumpai di seputar wilayah Brazil dan Paraguay. Dari benua Amerika, “nenek moyang� singkong pun kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia, tepatnya pasca kedatangan Christoper Columbus di benua itu di penghujung abad ke-15. Dalam beberapa abad kemudian, tanaman ini sudah mulai dikenal di pantai barat Afrika serta wilayah Zaire, berkembang ke wilayah Madagaskar dan Zanzibar di Afrika Timur hingga di sebagian wilayah India.
Tiwul
Singkong dikenal dan dijumpai pertama kali di bagian selatan dan tengah benua Amerika dan mulai dibudidayakan sejak masa prasejarah. Sejumlah bukti arkeologis menunjukkan bahwa tanaman ini sudah tumbuh di Peru sekitar 4.000 tahun yang lampau
14
Mei 2013
REGOL KABAR UTAMA Sekitar tahun 1850-an, singkong telah dijumpai tumbuh merata pada daerah tropis di luar benua Amerika, terbentang dari wilayah Afrika hingga Asia Tenggara. Dalam tinjauan etimologi, “ketela” sebagai nama lain singkong, konon berasal dari istilah “castilla”, nama sebuah kerajaan di abad pertengahan yang menjadi pendahulu Kerajaan Spanyol. Dahulu, istilah ini lazim dipergunakan sebagai penyebutan lain bangsa Spanyol yang bersama bangsa Portugis menyebarluaskan bibit tanaman ini ke penjuru dunia, termasuk ke seputar wilayah Nusantara. Meski sudah mulai diperkenalkan oleh kedua bangsa penjelajah ini sejak sekitar abad ke-16, singkong baru mulai dibudidayakan secara komersial di wilayah Indonesia sekitar tahun 1810-an, pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Saat ini, tanaman singkong umumnya mampu tumbuh dan beradaptasi sehingga dengan mudah dapat dijumpai di hampir seluruh pelosok Indonesia. Dalam perkembangannya, setiap daerah pun
16
Mei 2013
Perkembangan jenis tanaman ini juga tak lepas dari local genius yang penuh kreasi dalam menyiasati keterbatasan menjadi kesempatan yang lebih baik. Salah satu contohnya adalah jenis singkong legendaris yang dikenal dengan nama Singkong Mukibat memiliki istilah lokal yang khas dalam menyebut tanaman perdu ini. “Singkong” sendiri semula adalah istilah yang dipergunakan oleh orang Sunda, di samping istilah “sampeu” yang juga dipakai untuk menyebutkannya. Orang Melayu menyebutnya sebagai “ketela pohon” atau “ubi kayu” dan orang Jawa menamainya dengan istilah “telo” atau “pohung”. Dalam Bahasa Sangihe, ketela disebut dengan istilah “bungkahe”, sementara dalam Bahasa Tolitoli disebut dengan istilah “kasubi”. Domestikasi tanaman singkong di bumi Nusantara telah berlangsung selama berabad-abad hingga memengaruhi bentuk
atau penampilannya seperti yang bisa dilihat pada saat ini. Cikal bakal singkong yang pertama kali ditanam di Nusantara, boleh jadi tak dapat lagi ditemukan di alam bebas. Yang masih bisa dijumpai adalah berbagai jenis varietas lokal turunan yang bentuk dan tampilannya berbeda dengan nenek moyangnya. Perkembangan jenis tanaman ini juga tak lepas dari local genius yang penuh kreasi dalam menyiasati keterbatasan menjadi kesempatan yang lebih baik. Salah satu contohnya adalah jenis singkong legendaris yang dikenal dengan nama Singkong Mukibat. Jenis singkong ini diberi nama
dengan mengabadikan sosok yang berhasil membudidayakannya. Pak Mukibat (1903-1966) adalah seorang petani asal Desa Ngadiluwih di wilayah Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Berkat ketekunan dan kreativitasnya, ia berhasil “mengawinkan� dua jenis singkong yang berbeda, yaitu jenis singkong biasa (Manihot esculenta) dan jenis singkong karet atau gendruwo (Manihot glaziovii). Jika singkong biasa hanya tumbuh antara 1,5 hingga 3 meter, pohon singkong karet bisa mencapai tinggi hingga 10 meter dengan daunnya yang tumbuh lebar dan lebat. Sayangnya, jenis singkong karet ini tidak menghasilkan umbi. Pak Mukibat berupaya menyambung singkong biasa dengan singkong karet, bukan dengan perkawinan silang, namun menggunakan teknik penempelan mata tunas dari kedua batang yang berbeda jenis itu. Setelah berulang kali melakukan uji coba, upaya Pak Mukibat pun membuahkan hasil dengan lahirnya jenis pohon singkong baru yang menghasilkan umbi lebih banyak, lebih besar dan lebih berat. Namanya pun melekat abadi bersama jenis pohon singkong istimewa hasil temuannya ini. Kini, tak hanya nama dan jenis singkong yang kemudian berkembang beraneka rupa. Pemanfaatan berikut produk olahannya pun berkembang dalam banyak macam dan ragamnya. Di Indonesia, sebagaimana di berbagai negara di seputar wilayah khatulistiwa, umbi singkong menjadi bahan makanan pokok alternatif di samping beras dan jagung, baik dengan diolah langsung maupun sebagai bahan baku. Umbi singkong yang dapat
Gethuk
REGOL KABAR UTAMA
dimakan mentah dapat menjadi sumber akhirnya. Selain dapat dikonsumsi secara sebagai peuyeum gantung, sesuai dengan cara energi yang kaya akan karbohidrat. Bagian langsung, tape singkong ini dapat diolah menjajakannya yang digantung. Di Jawa dalam umbinya berwarna putih atau kembali menjadi berbagai makanan ringan Timur, tape singkong lebih dikenal dengan kekuning-kuningan dengan kandungan seperti rondho royal dan colenak, atau istilah tape pohung dengan pusat utama berupa pati dengan sedikit glukosa dicampur dengan makanan atau minuman penghasilnya berada di seputar Bondowoso sehingga rasanya sedikit manis. Selain lainnya, seperti kolak, es cendol, es campur dan sekitarnya. umbi, daunnya pun dapat Selain melalui proses dimanfaatkan sebagai sayuran fermentasi, hasil olahan yang menjadi sumber protein singkong pun terbilang sangat Selain menjadi bahan baku makanan, karena kandungan asam amino beragam. Di Jawa saja, terdapat perkembangan teknologi pengolahan metionina yang dimilikinya. begitu banyak jenis makanan tradisional yang memanfaatkan Pemanfaatan singkong tak telah memungkinkan singkong singkong sebagai bahan sebatas sebagai bahan makanan menjadi produk industri seperti dasarnya, baik yang berasal dari pokok. Dengan beragam cara pengolahan langsung, maupun pengolahannya, singkong dapat tepung tapioka, alkohol, glukosa, yang terbuat dari tepung tapioka dikonsumsi dalam berbagai cara aseton, dekstrin, etanol, gasohol, dan atau tepung kanji, tepung yang dan citarasa yang beragam. sebagainya terbuat dari umbi singkong. Setiap daerah pun memiliki ciri Sebut saja beragam jenis gethuk, dan sentuhan yang berbedasawut, gathot, thiwul, growol, beda hingga melahirkan folklore bengawan solo, cenil, oyol-oyol, horokmakanan tradisional yang atau es doger. Di Jawa Barat, tape singkong horok, dan sebagainya. beraneka rupa. Meski serupa, tapi tak selalu ini dikenal dalam Bahasa Sunda dengan Selain menjadi bahan baku makanan, sama. istilah peuyeum. Tape kering menjadi buah perkembangan teknologi pengolahan telah Fermentasi menjadi salah satu cara tangan khas yang populer di daerah memungkinkan singkong menjadi produk pengolahan singkong yang populer, di Purwakarta dan Subang yang dikenal industri seperti tepung tapioka, alkohol, mana tape singkong menjadi produk 18
Mei 2013
glukosa, aseton, dekstrin, etanol, gasohol, dan sebagainya. Singkong juga banyak diolah sebagai bahan baku beragam industri, dari obat-obatan dan kosmetika, menjadi bahan baku perekat, pasta, karamel, permen karet, hingga pakan ternak. Singkong, tampaknya memang tak bisa dipandang sebelah mata. Di tingkat dunia, hasil bumi ini telah menjadi komoditi perdagangan yang sangat potensial. Pada tahun 2002, produksi singkong dunia ditaksir mencapai angka 184 juta ton. Sebagian besar di antaranya dihasilkan di Afrika, Amerika Latin dan Kepulauan Karibia. Menarik untuk dicatat bahwa pada tahun 2008, Indonesia telah menduduki posisi ke-3 dari total produksi singkong dunia, di bawah Nigeria dan Brazil, dengan total produksi sebanyak 24.009.600 ton. “Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman ‌â€? Sepotong pujian kemakmuran yang didendang oleh Koes Plus dalam lagu “Kolam Susuâ€? di tahun 1970-an ini, semoga
Cenil
memupuk kembali kebanggaan kita akan anugerah Nusantara yang begitu subur dan menjanjikan limpahan kemakmuran ini. Bukan kebanggaan sebagai tempat di mana segala hal berasal, tetapi sebagai sebuah lokus yang menjadi titik temu dalam persilangan budaya, di mana ragam budaya dari penjuru dunia
berbaur harmonis dengan kearifan lokal dan melahirkan turunan khas yang terjaga lestari. Rumpun singkong yang tumbuh subur di tanah surga ini, hanya secuil contoh di mana sesuatu yang tampaknya sepele, ternyata tak dapat dipandang sebelah mata, tergantung bagaimana kita merawat dan menyikapinya. +
REGOL KABAR UTAMA
Singkong dan
Rupa-Rupa Olahannya Teks: FA Herru; Foto: Budi Prast, Albert
K
etela atau singkong memang sangat populer, namun sebagai makanan ia juga sering dipandang sebelah mata. Meski sudah banyak kudapan dari singkong, entah kenapa orang masih menomorduakannya bila bersanding dengan makanan-makanan khas barat atau yang lebih modern. Itulah mengapa, singkong dianggap “tradisional�. Tapi, label tradisional yang seringkali dilekatkan pada singkong itu, sepertinya lama kelamaan bakalan pudar. Belakangan, meski baru sebagian orang saja yang mulai mau mengonsumsi singkong, toh kesadaran untuk itu sudah mulai muncul lagi. Kalau dilihat dari segudang manfaatnya, sebenarnya label itu sangat tidak pantas dilekatkan padanya. Sebab singkong merupakan sumber karbohidrat terpenting ketiga setelah beras dan jagung, di samping beragam manfaatnya yang lain, serta merupakan komoditas unggul dalam rangka ketahanan pangan nasional. Memang tak dapat dipungkiri bahwa lidah orang Indonesia sudah sangat terbiasa dengan nasi atau beras. Setelah tahun 1970an, nasi menjadi budaya baru masyarakat. Bahkan ada semacam kredo yang mengatakan bahwa seorang yang dapat mengonsumsi
20
Mei 2013
nasi setiap hari menunjukkan dia orang berpunya. Nasi pun dicap sebagai makanan orang modern di kala itu. Dengan semakin bertumbuhnya kemampuan ekonomi masyarakat serta semakin membudayanya beras, kemudian lambat laun beras menjadi makanan pokok. Dia dijadikan asupan utama karbohidrat yang tidak lagi didominasi kaum berpunya. Konsumsi nasi yang kian membudaya ini, tentu saja menyebabkan tingkat kebutuhan beras menjadi sangat tinggi. Makanan sumber karbohidrat selain beras, lama-lama semakin ditinggalkan dan bahkan menjadi asing di lidah masyarakat sebagai makanan sehari-hari. Hingga pada suatu titik waktu, pemerintah Indonesia sampai harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras dalam negeri. Seperti yang kita tahu, suburnya tanah Indonesia sejatinya merupakan surga bagi berbagai macam jenis tanaman. Tanamantanaman sumber karbohidrat pun tak sulit ditemui dan dikembangbiakkan. Tetapi budaya makan yang berkembang, akhirnya membuat jagung, kentang, singkong atau umbi-umbian lain, yang sebetulnya bisa menjadi hidangan pokok setiap hari di meja makan, kemudian semata wayang tergantikan oleh beras.
Sekarang, kian meningginya kebutuhan masyarakat pada beras, menjadi suatu fenomena tersendiri pada yang namanya ketahanan pangan. Meskipun telah mampu mempertahankan ketahanan pangan dengan kebijakan mengimpor beras, namun negara kita masih jauh untuk dapat dikatakan swasembada pangan. Menurut catatan FAO, suatu negara dikatakan sudah swasembada pangan apabila bisa memenuhi kebutuhan pangannya sebesar 90% dari dalam negeri. Dengan kenyataan itu, bilamana singkong dan teman-temannya yang lain dibiasakan dijadikan hidangan sehari-hari masyarakat, dan tidak harus bergantung pada nasi, pastinya negara kita ini justru akan dapat menjadi salah satu pengekspor beras dunia. Karena itu, budaya makan singkong atau tanaman sumber karbohidrat lain selain beras, rasanya sudah saatnya harus dibudayakan lebih luas lagi kepada masyarakat, seperti halnya beras. Berkaitan dengan ketahanan pangan, pemerintah sendiri sebenarnya bukannya tak berpihak pada diversifikasi. Melalui kementeriannya dan dinas-dinas terkait, pemerintah justru sudah memberi imbauan agar masyarakat mengonsumsi singkong sebagai alternatif konsumsi tambahan. Badan atau dinas pemerintahan terkait juga sering melakukan bermacam kegiatan bersama bermacam institusi pendidikan, peneliti, maupun organisasi masyarakat yang intens
kepada produk pangan lokal, berkaitan dengan diversifikasi pangan dan pembudayaan singkong sebagai pangan alternatif. �Kenapa singkong yang dipakai untuk menunjang ketahanan pangan? Karena setelah diungkap dari sisi keilmuan, ubi kayu atau singkong punya berbagai macam manfaat dan khasiat yang bagus sekali untuk tubuh. Selain itu, hasil pertaniannya pun cukup besar,� ungkap staf ahli Pusat Kajian Makanan Tradisional (PMKT) Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Murdijati Gardjito. Bagi kesehatan, singkong memang memberikan banyak manfaat. Singkong memiliki khasiat antioksidan, antikanker,
Singkong Penyet
Mei 2013
21
REGOL KABAR UTAMA antitumor, dan dapat meningkatkan nafsu makan. Dalam per 100 gram singkong itu meliputi kalori 121 kal, air 62.50 gram, fosfor 40.00 gram, karbohidrat 34.00 gram, kalsium 33.00 miligram, vitamin C 30.00 miligram, protein 1.20 gram, besi 0.70 miligram, lemak 0.30 gram, dan vitamin B1 0.01 miligram. Tanaman singkong sendiri sangat mudah tumbuh. Di lahan tanah yang tak subur pun, dia mampu tumbuh. Potensi ketersediaan singkong cukup melimpah di bumi nusantara ini. Dengan 8 daerah sentra produksi; Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, NTT, Sulawesi Selatan, berjuta-juta ton singkong dapat dihasilkan dan diperkirakan akan mampu mencukupi kebutuhan pangan pokok penduduk Indonesia. Bahkan di
tahun 2014, ada angka yang ingin dicapai dalam produksi singkong nasional, yaitu minimal 20 juta ton per tahun. Itulah setidaknya mengapa singkong dijadikan bahan pangan alternatif. Selebihnya dari itu, kini tinggal bagaimana memasyarakatkan kembali atau membudayakan konsumsi singkong pada masyarakat luas. Sejak dulu singkong sebenarnya sudah akrab pada ragam kulineri kita. Bermacam kudapan dibuat atau berbahan dasar singkong sudah ada sejak dulu. Thiwul misalnya, merupakan kudapan berbahan singkong yang diolah menjadi kudapan padat yang dulu jadi makanan pokok masyarakat Gunungkidul. Kini thiwul telah menjadi panganan khas yang banyak dikemas menarik sebagai kudapan khas untuk oleh-oleh. Panganan tradisional lain, misalnya gethuk, sawut, gatot, lemet, lenthuk, cemplon, combro, misro, berdopo, iwel-iwel, mendud, cireng atau cilok. Semua berbahan dasar singkong yang masing-masing punya citarasa berbeda. Seperti halnya thiwul, jika saja panganan-panganan ini dikemas lebih baik dan menarik, besar kemungkinannya mereka bisa sejajar dengan kudapan-kudapan modern. Pengemasan memang menjadi salah satu cara untuk mengangkat kembali panganan tradisional agar tetap eksis dan mampu bersaing dengan panganan lain. Hal ini juga merupakan upaya agar yang tradisional jauh dari kesan kuno dan kampungan. Selain diolah menjadi makanan-makanan semacam itu, singkong juga dapat diolah menjadi bebeapa jenis tepung. Tepung mokaf, misalnya. Tepung-tepung itu
ng (Dok. PKMT UGM) Bakpia berbahan singko
Sup cream ketela
22
Mei 2013
Mie lethek goreng
Gethuk gondok
dapat menjadi bahan dasar membuat panganan lain. Tepung mokaf bahkan bisa dijadikan pengganti tepung terigu yang biasa jadi bahan dasar membuat bermacam kue, cake, tart atau roti. Pengolahan tepung yang dijadikan bermacam ragam kudapan seringkali menjadi konsentrasi para penggerak PKK, serta organisasi pengembangan pangan lokal (Slowfood Indonesia, misalnya), untuk memperkenalkan dan upaya membudayakan pengembangan hasil-hasil bumi nusantara kepada masayarakat umum. Menurut Amaliah, salah satu staf PMKT UGM yang juga aktivis gerakan Slowfood Indonesia di Yogyakarta, ada sebuah penelitian yang mengatakan bahwa pangan lokal adalah pangan
REGOL KABAR UTAMA
Bera ketela goreng Ketela goreng sayur
yang cocok untuk untuk masyarakat setempat. Jadi pangan lokal harus dibuat, didampingi, menjadi satu produk yang berkualitas dan kemudian dapat dihasilkan sendiri oleh masyarakat. Ia mencontohkan pula bahwa PMKT UGM telah melakukan bermacam kerjasama, yang salah satunya dengan penggerak PKK di Sleman, Yogyakarta, melakukan kegiatan memperkenalkan tepung mocaf untuk dijadikan aneka olahan. �Seperti kegiatan lomba yang diikuti 1.200 desa, membuat berbagai olahan dari mocaf. Kita mau mengenalkan, terutama kepada generasi muda, bahwa singkong sebagai bahan baku mocaf, Burger (Dok. PMKT UGM) tepungnya bisa diolah menjadi aneka ragam makanan. Makanan lokal tetapi disajikan dengan tampilan global,� dapat ujarnya. dikonsumsi sehari-hari. Menurutnya, sebenarnya singkong dapat Membudayakan singkong kepada masyarakat memang bisa diolah menjadi bermacam hidangan lezat dengan bumbu-bumbu dilakukan melalui bermacam hal. Tak sedikit memang upaya-upaya tradisional yang mudah ditemukan di pasar. yang dilakukan pihak-pihak terkait untuk itu. Singkong kini Soup cream dari singkong, telo penyet, ketela goreng sayur, mie memang telah melintas zaman dan diupayakan untuk dapat lethek goreng, beras ketela goreng, adalah beberapa contoh ditampilkan dengan citarasa global dalam rupa-rupa makanan dari masakan berbahan singkong inovasinya. Sudah sejak tahun 2011 olahan tepungnya. Namun begitu, sebenarnya singkong juga bisa pria asal Sleman kelahiran Papua ini berkonsentrasi mengolah diolah menjadi menu-menu masakan yang dapat dikonsumsi setiap singkong. Waktu itu, Boni memang sedang baru-barunya hari. menjalankan bisnis rumah makannya yang menyajikan menu-menu Seperti halnya yang telah dilakukan pria yang satu ini. berbahan dasar singkong. Bonivasius Esdharyanto, konseptor dan konsultan restoran, Sampai sekarang, ia telah dapat menginovasi singkong menjadi mengolah singkong menjadi bemacam varian menu menarik yang 78 masakan. Bagi Anda yang hendak mencobanya, Anda cukup 24
Mei 2013
Bak Pao
berkunjung ke Kampung Labasan Resto yang berada di daerah Pakem, Sleman, Yogyakarta. Karena inovasinya ini, Boni kemudian mendapat banyak respon positif dari Badan Ketahanan Pangan baik provinsi maupun pusat, dari kementerian, mahasiswa, juga dari orang-orang yang berkecimpung di dunia yang berkaitan dengan singkong, serta mereka yang memang gemar menyantap singkong. Pria satu ini pun seringkali diundang dalam berbagai kegiatan untuk turut serta membagikan hasil-hasil inovasinya, serta upaya membudayakan singkong pada masyarakat. Selain Boni, sebenarnya ada juga beberapa pengusaha makanan yang berupaya mengolah singkong atau tepungnya, menjadi kudapankudapan inovatif yang sebetulnya bisa dilakukan juga oleh masyarakat pada umunya. Zaman modern ini memang menuntut kreativitas dan inovasi. Untuk mengangkat singkong sederajad dengan kudapankudapan modern, serta keberhasilan diversifikasi pangan, diperlukan upaya pembudayaan dan inovasi. Singkong, yang dianggap sebagai makanan biasa-biasa saja, nyatanya bisa diubah menjadi luar biasa. Kini tinggal kita sendiri. Sebagai masyarakat Indonesia, sudah seharusnya kita juga turut peduli dengan kemaslahatan ini. Anjuran pemerintah untuk menjadikan singkong sebagai alternatif makanan pokok, mustinya kita tanggapi secara positif dengan turut serta membudayakan diri kita sendiri untuk menyantap singkong. +