PAPER ACLCC USK | November 2021

Page 1

2021

Urgensi Penguatan Hak-Hak Perempuan di Masa Pandemi ALSA Care and Legal Coaching Clinic

Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Syiah Kuala


Urgensi Penguatan Hak-Hak Perempuan di Masa Pandemi ALSA Care and Legal Coaching Clinic

Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Syiah Kuala

Urgensi Penguatan Hak-Hak Perempuan di Masa Pandemi Jenny Khalila Firmansyah ALSA Care and Legal Coaching Clinic Local Chapter Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Indonesia

Abstrak Pandemi Covid-19 menghasilkan dampak luas terhadap pekerja dan para pelaku usaha kecil di berbagai sektor, terutama di Indonesia. Bagi para perempuan pekerja dan pelaku usaha kecil, keadaan ini dapat menciptakan pemiskinan karena kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Perempuan menghadapi situasi yang lebih sulit untuk mendapatkan pekerjaan baru dengan upah yang layak karena masih adanya ketimpangan gender dalam bidang ketenagakerjaan. Data CATAHU menemukan adanya lonjakan tajam pengaduan yang terpengaruh oleh situasi pandemi, yaitu kekerasan berbasis gender siber (KBGS) dengan kenaikan sebanyak 348%, yaitu 409 perkara pada tahun 2019 menjadi 1.425 perkara di tahun 2020. Keywords: Perempuan, pemiskinan, ekonomi, kesetaraan gender. Abstract The covid-19 pandemic give many impacts on workers and small business workers in various sectors, particularly in Indonesia. For the female workers and small business actors, this situation can create an inquiry because of loss of employment and income. Women find it more difficult to find new jobs with adequate wages because gender inequality still exists in employment.The CATAHU data has found an extreme complaint increase affected by the pandemic situation, the KBGS increase 348%, with the 409 system in 2019 to 1,425 in 2020 Keywords: Women, poverty, economy, gender equality.

Jl. Putroe Phang No. 1, Kopelma Darussalam Kec. Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh 23111

Contact Person Athaya Rumaisha (0822 6036 0510) email : usk.alsa@gmail.com


Urgensi Penguatan Hak-Hak Perempuan di Masa Pandemi ALSA Care and Legal Coaching Clinic

1.1 Latar Belakang

Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Syiah Kuala

BAB I : PENDAHULUAN

Pembahasan perihal perempuan menggunakan analisis gender tak jarang menerima perlawanan (resistance) baik dari kaum laki-laki maupun kaum perempuan, bahkan acapkali ditolak oleh mereka yang melakukan kritik terhadap sistem sosial mayoritas seperti kapitalis. Timbulnya perlawanan tadi disebabkan; pertama, mempertanyakan status perempuan yang intinya adalah mempersoalkan sistem serta struktur yang sudah mapan, bahkan mempertanyakan posisi perempuan, yg bisa menggoncang struktur serta sistem status quo ketidakadilan dalam masyarakat. Kedua, banyak terjadi kesalahpahaman perihal mengapa persoalan perempuan harus dipertanyakan. Kesulitan lain dalam mendiskusikan soal gender, pada dasarnya, berarti membahas hubungan kekuasaan yang sifatnya sangat pribadi, yakni menyangkut dan melibatkan masing-masing individu serta menggugat privelege yang kita miliki serta sedang kita rasakan selama ini. Untuk mengenal lebih jauh perbedaan keduanya, perlu dipahami bahwa seks atau jenis kelamin adalah pembagian manusia secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu, contohnya laki-laki mempunyai penis, testis, jakun serta memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki vagina, rahim, indung, telur, payudara, serta air susu sehingga mampu haid, hamil dan menyusui, yg disebut dengan fungsi reproduksi. Alat-alat tadi merupakan atribut yang melekat di setiap insan yang tidak bisa dipertukarkan. Sedangkan gender adalah suatu konsep yang dipergunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki serta perempuan ditinjau dari segi pengaruh sosial budaya. Gender disebut sebagai perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan yang dibangun oleh masyarakat atau kelompok masyarakat dengan latar belakang budaya dan struktur sosial yang berbeda-beda disetiap daerah, suku, negara, dan kepercayaan. Oleh sebab itu, perbedaan peran, sikap serta sifat laki-laki dan perempuan yang berlaku disuatu daerah/budaya belum tentu sama atau berlaku ditempat yang berbeda. Diskriminasi terhadap perempuan yang terus terjadi di banyak sekali belahan dunia masih menunjukkan bahwa pemahaman serta perjuangan-perjuangan buat mewujudkan kesetaraan gender masih banyak menemukan hambatan. Masih kuatnya budaya patriarki masih memposisikan perempuan pada stereotype, peran serta posisi yang termarginalkan. Padahal relasi yang seimbang antara laki-laki dan perempuan pada segala aspek kehidupan bisa mendorong percepatan proses pembangunan yg dilandasi nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi tanpa adanya superioritas satu jenis kelamin.

Jl. Putroe Phang No. 1, Kopelma Darussalam Kec. Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh 23111

Contact Person Athaya Rumaisha (0822 6036 0510) email : usk.alsa@gmail.com


Urgensi Penguatan Hak-Hak Perempuan di Masa Pandemi ALSA Care and Legal Coaching Clinic

Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Syiah Kuala

Dengan demikian, suatu paradigma baru sangat dibutuhkan untuk memberikan kerangka serta menjelaskan hubungan antara perempuan dan laki-laki di banyak sekali lapisan masyarakat, lembaga formal maupun lembaga informal, termasukinstitusi keluarga. Strategi-seni manajemen untuk perubahan dibutuhkan yaitu tentang bagaimana melakukan perubahan hubungan antara perempuan serta laki-laki yang responsif gender sehingga terwujud kesetaraan dan keadilan gender. Salah satu ketimpangan gender yang masih terjadi yaitu perbedaa upah antara perempuan dan laki-laki dengan jenis pekerjaan yang sama. Kondisi akan semakin parah bagi perempuan sebagai kepala keluarga yang tetap harus mencari sumber pendapatan untuk bisa makan dan menghidupi keluarganya. Jika keadaan ini terus berlanjut, kondisi kehidupan perempuan akan semakin memburuk dan menghasilkan berbagai dampak lainnya. 1.2 Rumusan Masalah 1. Mengidentifikasi apa itu pemiskinan perempuan dan/atau feminisasi kemiskinan. 2. Mengidentifikasi fakta kasus pemiskinan perempuan selama pandemi.

Jl. Putroe Phang No. 1, Kopelma Darussalam Kec. Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh 23111

Contact Person Athaya Rumaisha (0822 6036 0510) email : usk.alsa@gmail.com


Urgensi Penguatan Hak-Hak Perempuan di Masa Pandemi ALSA Care and Legal Coaching Clinic

Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Syiah Kuala

BAB II : PEMBAHASAN 2.1 Pemiskinan Perempuan dan/atau Feminisasi Kemiskinan Disadari ataupun tidak, pandemi Covid-19 ini mempunyai akibat yang besar terhadap kaum perempuan. Adanya ketidaksetaraan serta banyak sekali bentuk diskriminasi yang dihadapi perempuan sangatlah memprihatinkan. Pandemi ini sudah menjadi ancaman yang cukup nyata terhadap pekerjaan serta mata pencaharian perempuan, terutama pada sektor informal serta non-esensial. Belum lagi, eskalasi angka kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan dan anak yang terjadi selama masa pandemi meningkat signifikan. Terdapat 22 indikator kemiskinan berwajah perempuan yang teridentifikasi oleh masyarakat. Indikator feminisasi kemiskinan ini bisa dipilah dari beberapa aspek yakni publik dan privat, kelas sosial ekonomi, pelayanan dasar pendidikan, kesehatan serta hak-hak wanita. Data-data yang dimunculkan diantaranya, terutama masalah perempuan korban KDRT, berpendapatan rendah, perempuan putus sekolah, perempuan buta aksara, perempuan miskin tanpa jamkesmas, penyakit reproduksi perempuan, pernikahan usia anak, perempuan tidak memiliki dokumen kependudukan sehingga wajib mendapatkan perhatian khusus buat mengatasinya. Informasi-informasi yang terpapar dari hasil Audit Gender Berbasis Komunitas ini sejenis dengan hasil-hasil penelitian yang mejeneralisasikan bahwa kemiskinan lebih banyak diderita oleh perempuan (Todaro 2000:170) yang menyatakan bahwa di dunia ketiga terungkap fakta bahwa kaum perempuan bersama anak-anaknya paling menderita kekuarangan gizi, paling sedikit mendapatkan pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi serta banyak sekali bentuk pelayanan sosial lainnya. Juga banyak perempuan yang menjadi kepala rumah tangga, rendahnya kapasitas mereka mencetak pendapatan sendiri serta terbatasnya kontrol terhadap pendapatan, perempuan juga mempunyai keterbatasan akses dalam memperoleh pendidikan, pekerjaan yang layak pada sektor formal, tunjangan-tunjangan sosial serta acara-acara penciptaan lapangan pekerjaan yang diciptakan pemerintah.

Jl. Putroe Phang No. 1, Kopelma Darussalam Kec. Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh 23111

Contact Person Athaya Rumaisha (0822 6036 0510) email : usk.alsa@gmail.com


Urgensi Penguatan Hak-Hak Perempuan di Masa Pandemi ALSA Care and Legal Coaching Clinic

Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Syiah Kuala

Mungkin tidak terbayangkan, bagaimana nasib para medis perempuan yang wajib bekerja full di rumah sakit karena menjadi garda terdepan dalam menangani pasien Covid-19. Terlebih bagi perempuan yang sedang dalam kondisi hamil. Mereka wajib menggunakan alat pelindung diri (APD) selama 8 jam. Asupan nutrisi para tenaga medis ibu hamil bisa jadi tak terpenuhi. Sebagai akibatnya, tak sedikit pula yang mengalami keguguran selepas bertugas. Pada situasi tersebut, perempuan menjadi kelompok rentan tertular virus korona baru sebab ia lebih seringkali keluar rumah dibandingkan anggota keluarga lainnya untuk memenuhi kebutuhan makanan keluarga. Di sisi lain, struktur sosial masyarakat yang masih patriarki juga mengharuskan perempuan berperan menjadi pengasuh, pendidik, memastikan kesehatan keluarga, menyiapkan makanan. Selain itu, pelecehan seksual secara daring, ancaman penyebaran konten intim menggunakan motif eksploitasi seksual hingga pemerasan semakin marak terjadi. Selama masa pandemi ini, proses penanganan perkara kekerasan untuk korban kerap mengalami hambatan, karena perempuan lebih sulit keluar rumah untuk melaporkan kasusnya. sementara, penerapan bekerja dari rumah membuat pelaku bisa selalu memantau kegiatan korban. Pandemi ini ternyata semakin memperdalam ketidaksetaraan yang telah ada sebelumnya, mengekspos kerentanan sosial, politik serta sistem ekonomi yg pada gilirannya memperburuk dampak pandemi (Gutteres, 2020). Hal ini dikuatkan lagi dalam Policy Brief on The Impact of Covid-19 on Women pada 9 April 2020 yang menyatakan bahwa pandemi Covid-19 memperdalam tekanan ekonomi serta sosial ditambah dengan pembatasan pergerakan dan isolasi sosial, kekerasan berbasis gender semakin tinggi secara eksponensial. Banyak perempuan terpaksa ‘terisolasi’ di rumah dengan pelaku kekerasan dan di saat yang sama, layanan buat mendukung para penyintas, terganggu atau tidak bisa diakses.

Jl. Putroe Phang No. 1, Kopelma Darussalam Kec. Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh 23111

Contact Person Athaya Rumaisha (0822 6036 0510) email : usk.alsa@gmail.com


Urgensi Penguatan Hak-Hak Perempuan di Masa Pandemi ALSA Care and Legal Coaching Clinic

Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Syiah Kuala

2.2 Fakta Kasus Pemiskinan Perempuan Selama Pandemi Data dari Dinas energi Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat mengatakan terdapat 43.461 orang pekerja dari 400 perusahaan yang merumahkan dan diputus hubungan kerjanya. Disnakertras DKI mencatat 30.137 orang pekerja sudah di-PHK dan 132.279 orang pekerja dirumahkan sebagai dampak dari endemi virus corona. Para pekerja tersebut berasal asal 18.045 perusahaan yang terimbas COVID-19, beberapa diantaranya tidak menerima upah dari perusahaan. Beberapa industri yang paling terdampak dari pandemik COVID-19 contohnya tekstil, manufaktur, pariwisata, restoran, dan UMKM. Sebagian besar pekerja di industri tadi merupakan perempuan, sehingga mereka berisiko lebih tinggi kehilangan pekerjaan. Kehilangan pekerjaan berarti kehilangan penghasilan sehingga kebutuhan perempuan serta keluarganya tidak terpenuhi. Pada sektor UMKM, para pelaku usaha kecil yang sebagian besar merupakan perempuan juga terdampak cukup parah. Banyak UMKM baik desa juga di kota yang terpaksa gulung tikar sebab daya beli masyarakat menurun. Pada sektor informal, pandemi COVID-19 juga berdampak pada pedagang kecil, seperti pedagang di pasar tradisional, penjual jamu, pedagang kaki lima, pedagang keliling, tukang pijat, dan lain-lain, mereka terpaksa mengambil risiko dengan tetap bekerja di luar rumah. Selain itu, pekerja rumah tangga terdampak dirumahkan khususnya mereka yang bekerja pulang-pergi. Lembaga bantuan hukum Asosiasi perempuan Indonesia untuk Keadilan merilis, selama satu bulan terhitung dari tanggal 16 Maret sampai 19 April 2020 pada masa pandemi sudah mendapatkan 97 pengaduan melalui telepon serta surat elektronik. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan pengaduan eksklusif yang hanya 60 pengaduan pada sebulan. Dari 97 kasus yahg dilaporkan, pasalnya yang paling tinggi merupakan kasus kekerasan pada rumah tangga (KDRT) sebesar 33 kasus, menyusul ialah Kekerasan Gender Berbasis Online (KBGO) sebesar 30 kasus, pemerkosaan 8 kasus, kekerasandalam pacaran 7 kasus, kasus pidana umum 6 kasus, perkosaan 3 kasus, sisanya ialah kasus di luar kekerasan berbasis gender, perdata keluarga, dan lain-lain. Kekerasan yang dialami perempuan bukan hanya kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan psikis, seksual bahkan penelantaran ekonomi.

Jl. Putroe Phang No. 1, Kopelma Darussalam Kec. Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh 23111

Contact Person Athaya Rumaisha (0822 6036 0510) email : usk.alsa@gmail.com


Urgensi Penguatan Hak-Hak Perempuan di Masa Pandemi ALSA Care and Legal Coaching Clinic

Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Syiah Kuala

Fakta Ini sebagai bukti yang kuat bahwa ternyata tempat tinggal belum tentu sebagai tempat aman bagi perempuan di tengah kebijakan pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), beban ganda yang harus dipikul oleh kaum perempuan amatlah berat. Tidak hanya mempunyai beban ketika berada di rumah saja, tetapi sekaligus berada dalam posisi rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Work from home (WFH) serta study from home (SFH) yang terpusat di rumah membuat beban domestik bagi perempuan berlipat, mulai dari mengurus tempat tinggal hingga memastikan anak-anak mengakses pendidikan dari rumah. Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap perempuan (Komnas perempuan) mencatat kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima oleh berbagai lembaga masyarakat maupun institusi pemerintah yang beredar di hampir seluruh Provinsi di Indonesia, serta pengaduan langsung yang diterima oleh Komnas perempuan melalui Unit Pengaduan rujukan (UPR) maupun melalui surel (email) resmi Komnas perempuan, dalam kurun waktu satu tahun ke belakang. Tahun 2020 Komnas perempuan mengirimkan 757 lembar formulir kepada lembaga-lembaga mitranya (Komnas perempuan) di seluruh Indonesia dengan tingkat respon pengembalian 16%, yaitu 120 formulir yang ini sangat berdampak pada data kasus yang dikompilasi. Tingkat respon pengembalian informasi lapangan tahun ini turun sekitar 50% dikarenakan kondisi pandemik COVID-19 yang memaksa penyesuaian pada sistem kerja layanan serta memerlukan waktu untuk beradaptasi. Selain itu, Komnas perempuan melakukan inovasi antara lain, penambahan pertanyaan tentang proses hukum, kondisi serta keberlangsungan lembaga layanan, dan pengumpulan data dalam format online (bukan lagi manual), semua itu memerlukan waktu untuk penyesuaian. Dampaknya ialah turunnya jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2020 sebanyak 31%. namun demikian, turunnya jumlah kasus tidak dapat dikatakan sebagai berkurangnya kasus kekerasan terhadap perempuan. Sejalan dengan hasil survei Komnas perempuan mengenai dinamika KtP di masa pandemi, penurunan jumlah kasus dikarenakan korban tak berani melapor sebab dekat dengan pelaku selama masa pandemik (PSBB); korban cenderung mengadu pada keluarga atau diam; masalah literasi teknologi; serta model layanan pengaduan yang belum siap dengan kondisi pandemi (belum beradaptasi merubah pengaduan menjadi online). sebagai contoh pada masa pandemik, pengadilan agama membatasi layanannya, dan membatasi proses persidangan.

Jl. Putroe Phang No. 1, Kopelma Darussalam Kec. Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh 23111

Contact Person Athaya Rumaisha (0822 6036 0510) email : usk.alsa@gmail.com


Urgensi Penguatan Hak-Hak Perempuan di Masa Pandemi ALSA Care and Legal Coaching Clinic

Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Syiah Kuala

Jumlah kasus KTP sepanjang tahun 2020 sebanyak 299.911 kasus. Data ini dihimpun dari 3 sumber yakni; 1. dari PN/Pengadilan agama sejumlah 291.677 perkara. 2. dari lembaga layanan mitra Komnas perempuan sejumlah 8.234 perkara; 3. dari Unit Pelayanan dan rujukan (UPR), satu unit yang sengaja dibuat oleh Komnas perempuan, untuk mendapatkan pengaduan langsung korban, sebanyak 2.389 kasus, dengan catatan 2.134 kasus adalah kasus berbasis gender serta 255 kasus di antaranya adalah kasus tidak berbasis gender atau memberikan informasi. Lembaga layanan non pemerintah atau lembaga layanan dari masyarakat sipil di masa pandemi ini lebih banyak didatangi daripada lembaga layanan pemerintah. Hal ini disinyalir karena lembaga layanan non pemerintah selama masa pandemi lebih mampu beradaptasi menghadapi perubahan sistem layanan yang ada, serta mempunyai fleksibilitas waktu dalam pelayanan. Berdasarkan data-data yang terkumpul dari lembaga layanan/formulir pendataan Komnas perempuan sebesar 8.234 kasus tersebut, jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol ialah pada ranah pribadi atau privat, yaitu KDRT dan relasi Personal, yaitu sebanyak 79% (6.480 kasus). diantaranya terdapat kekerasan terhadap istri (KTI) menempati peringkat pertama 3.221 kasus (49%), disusul kekerasan dalam pacaran 1.309 kasus (20%) yang menempati posisi kedua. Posisi ketiga ialah kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 954 kasus (14%), sisanya merupakan kekerasan oleh mantan suami, mantan pacar, dan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Kekerasan di ranah pribadi ini mengalami pola yang sama mirip tahun-tahun sebelumnya. KtP berikutnya ialah pada ranah komunitas/publik sebesar 21% (1.731 kasus) dengan kasus paling menonjol merupakan kekerasan seksual sebesar 962 perkara (55%) yang terdiri dari dari pencabulan (166 kasus), perkosaan (229 kasus), pelecehan seksual (181 kasus), persetubuhan sebanyak 5 kasus, dan sisanya merupakan percobaan perkosaan dan kekerasan seksual lain. Istilah pencabulan masih dipergunakan oleh Kepolisian dan Pengadilan karena merupakan dasar hukum pasal-pasal dalam KUHP untuk menjerat pelaku.

Jl. Putroe Phang No. 1, Kopelma Darussalam Kec. Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh 23111

Contact Person Athaya Rumaisha (0822 6036 0510) email : usk.alsa@gmail.com


Urgensi Penguatan Hak-Hak Perempuan di Masa Pandemi ALSA Care and Legal Coaching Clinic

Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Syiah Kuala

Berikutnya ktp di ranah dengan pelaku negara, masalah-masalah yang dilaporkan sejumlah 23 perkara (0.1 %). Data berasal dari LSM sebesar 20 perkara, WCC 2 perkara serta 1 perkara dari UPPA (unit di Kepolisian). Kekerasan di ranah negara diantaranya ialah kasus perempuan berhadapan dengan hukum (6 kasus), kasus kekerasan terkait penggusuran 2 kasus, kasus kebijakan diskriminatif 2 kasus, kasus dalam konteks tahanan dan serupa tahanan 10 kasus serta 1 kasus dengan pelaku pejabat publik. CATAHU 2021 menggambarkan beragam spektrum kekerasan terhadap perempuan yang terjadi sepanjang tahun 2020 dan terdapat perkara-perkara tertinggi dalam pola baru yang relatif ekstrim, antara lain, meningkatnya angka dispensasi pernikahan (perkawinan anak) sebanyak tiga kali lipat yang tidak terpengaruh oleh situasi pandemi, yaitu dari 23.126 kasus di tahun 2019, naik sebanyak 64.211 kasus di tahun 2020. Demikian juga angka perkara kekerasan berbasis gender siber (ruang online/daring) atau disingkat KBGS yang dilaporkan langsung ke Komnas perempuan yiatu dari 241 perkara di tahun 2019 naik menjadi 940 perkara di tahun 2020. Hal yang sama berasal dari laporan lembaga Layanan, di tahun 2019 terdapat 126 perkara, di tahun 2020 naik menjadi 510 perkara. Meningkatnya angka kasus kekerasan berbasis gender di ruang online/daring (KBGO) sepatutnya menjadi perhatian serius seluruh pihak. Tetapi ada hal yang berbeda dengan kasus inses. Meskipun jauh menurun di tahun 2020 yaitu sebanyak 215 kasus, (tahun lalu 822 kasus), tetap perlu menjadi perhatian besar sebab secara berturut-turut ada dari tahun 2016 (sebelumnya tidak ada). Perhatian tersebut dibutuhkan melihat pelaku inses terbesar ialah ayah kandung sebanyak 165 orang. Kasus inses merupakan kekerasan seksual yang berat, di mana korban akan mengalami ketidakberdayaan karena harus berhadapan dengan ayah atau keluarga sendiri, kekhawatiran mengakibatkan perpecahan perkawinan/konflik, sehingga biasanya baru diketahui sesudah inses berlangsung lama atau terjadi kehamilan yang tak dikehendaki. Kerentanan perempuan menjadi korban inses, akan semakin berlapis ketika mereka berusia anak atau penyandang disabilitas yang mempunyai hambatan untuk mengkomunikasikan apa yang sudah terjadi terhadapnya.

Jl. Putroe Phang No. 1, Kopelma Darussalam Kec. Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh 23111

Contact Person Athaya Rumaisha (0822 6036 0510) email : usk.alsa@gmail.com


Urgensi Penguatan Hak-Hak Perempuan di Masa Pandemi ALSA Care and Legal Coaching Clinic

Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Syiah Kuala

Demikian juga dengan marital rape sebanyak 57 perkara yang menurun dibanding tahun lalu yang mencapai 100 perkara. Kondisi ini boleh jadi ditimbulkan oleh pandemi Covid-19, dimana korban dalam lingkungan keluarga sulit melaporkan dikarenakan kebijakan pembatasan sosial berskala besar yang menyebabkan korban serta pelaku sama-sama berada di rumah, serta kesulitan melakukan pengaduan dan mengakses layanan. Catatan lainnya berdasarkan inovasi penambahan pertanyaan survey, perkara-perkara dalam ranah pribadi maupun komunitas yang berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan masih banyak yang diselesaikan menggunakan jalur non hukum, termasuk oleh lembaga layanan pendampingan hukum. Dalam hal sistem rujukan yang diterapkan Komnas perempuan, permintaan terbanyak dari korban ialah pentingnya bantuan hukum, bantuan psikis, medis dan rumah aman. Sumber daya terendah pada lembaga layanan adalah psikolog, serta tenaga medis dan polisi wanita. Ketiganya menjadi hal yang sangat krusial bagi proses penanganan korban, yang ditemukan jumlahnya sangatlah kurang. Sementara dalam hal fasilitas, paling minim ialah ruang khusus pemeriksaan serta rumah aman. Keduanya sangat diperlukan korban yang membutuhkan privasi serta penyelamatan diri dalam proses penanganan korban. Tahun 2020 meskipun tercatat terjadi penurunan pengaduan korban ke berbagai lembaga Layanan di masa pandemik dengan sejumlah hambatan sistem serta pembatasan sosial, komnas perempuan justru mendapatkan kenaikan pengaduan langsung yaitu sebanyak 2.389 perkara dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 1.419 perkara. Sehingga dapat dikatakan terdapat peningkatan pengaduan 970 perkara pada tahun 2020. Hal ini menjadi catatan karena Komnas perempuan bukan lembaga yang mempunyai wewenang menangani perkara, tetapi menjadi ekspektasi masyarakat sebagai lembaga yang dipercaya untuk mengadukan kekerasan yang dialaminya. Padahal, format pengaduan di Komnas perempuan sudah diganti dalam bentuk aplikasi form online, yang justru disisi lain mempermudah korban yang melek teknologi langsung mengadu tanpa wajib datang ke kantor. Arus pengaduan melalui aplikasi form online ini menjadi pengalaman pertama Komnas perempuan di tahun 2020 pada masa pandemik.

Jl. Putroe Phang No. 1, Kopelma Darussalam Kec. Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh 23111

Contact Person Athaya Rumaisha (0822 6036 0510) email : usk.alsa@gmail.com


Urgensi Penguatan Hak-Hak Perempuan di Masa Pandemi ALSA Care and Legal Coaching Clinic

Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Syiah Kuala

BAB III : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 3.1 Kesimpulan Data-data yang ada menunjukkan bahwa potret feminisasi kemiskinan atau kemiskinan berwajah perempuan lebih dominan. Ketersisihan perempuan pada konteks sosial ditinjau sebagai sebuah potret feminisasi kemiskinan, yang di dalamnya tingkat kemiskinan mengkondisikan perempuan atau kepala rumah tangga perempuan tak mempunyai akses atas apapun untuk keluar dari situasi kemiskinan tersebut, seperti: akses untuk mendapatkan kembali pekerjaan, akses terhadap upah yang sama, bebas dari kekerasan dalam rumah tangga, akses terhadap partisipasi publik dan politik serta beban pekerjaan yang dialaminya. Jadi dalam hal ini semakin meningkatnya keterbelakangan perempuan bukan Karena mereka tak layak serta tidak mampu berpartisipasi dalam pembangunan, namun karena perlakuan yang tidak adil, kerja yang mereka lakukan tidak disebut sebagai kerja yang menghasilkan laba (Shiva 2005:83). Sedangkan Feminisasi Kemiskinan berdasarkan kamus wikipedia, didefinisikan sebagai suatu perubahan tingkat kemiskinan yang menyimpang menyerang perempuan atau kepala rumah tangga perempuan lebih spesifik lagi, hal itu ialah peningkatan dalam perbedaaan tingkat kemiskinan antara perempuan dan laki-laki serta pasangan kepala rumah tangga-rumah tangga. dapat berarti pula sebagai peningkatan ketidaksetaraan peran gender.

Jl. Putroe Phang No. 1, Kopelma Darussalam Kec. Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh 23111

Contact Person Athaya Rumaisha (0822 6036 0510) email : usk.alsa@gmail.com


Urgensi Penguatan Hak-Hak Perempuan di Masa Pandemi ALSA Care and Legal Coaching Clinic

Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Syiah Kuala

3.2 Rekomendasi Melihat begitu besar kesenjangan yang hadir antara hak perempuan terkhusus dalam pemenuhan ekonomi, sebagai generasi muda, harap kami setidaknya pemerintah bisa menyempurnakan rangkaian regulasi dalam rangka penguatan hak-hak perempuan. Beberapa poin harapan kami pada pemerintah, diantaranya: Mewujudkan kebebasan hak berorganisasi dan berserikat. Berupa jaminan kepastian kerja bagi buruh dan perlindungan terhadap pelaksanaan hak maternitas buruh terkhusus perempuan dalam lingkungan kerja. Menyempurnakan fasilitas layanan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi yang layak dan bebas diskriminasi pada korban kelompok marginal. Mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dengan tujuan menyempurnakan celah-celah kekosongan hukum. Agar tercipta sistem pencegahan, pemulihan, penanganan, rehabilitasi yang benar -benar dapat menghapuskan kekerasan seksual. Mengesahkan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga serta ratifikasi konvensi ILO 189. Karena pemerintah perlu memprioritaskan pembangunan ekonomi yang berpihak pada sektor pekerja domestik terutama nasib masyarakat yang mengalami dampak dari pembangunan yang timpang dan tidak memperhitungkan masyarakat kecil termasuk di dalamnya kesejahteraan pekerja rumah tangga. Meningkatkan alokasi dana APBN untuk layanan dan pemulihan korban seperti operasional lembaga layanan, konseling psikologis, visum, bantuan hukum, tindakan medis lanjutan, serta peningkatan kapasitas sumberdaya manusia berperspektif korban. Kementerian Pemberdayaan perempuan serta proteksi Anak (KPPPA) dalam rencana strategis yaitu meningkatkan kesejahteraan serta kualitas hidup keluarga, maka kegiatan Sistem Manajemen Basis Data (SMBD) Industri Rumahan ialah upaya untuk mewujudkan misi tadi. Adapun kualitas hidup keluarga melputi kecukupan pangan, kesinambungan pendapatan, kesehatan ibu dan anak, pendidikan formal serta informal dan rumah yang sehat dan bebas limbah. Mengatur struktur birokrasi serta prosedur Operasional baku di Deputi yang terkait, sehingga bisa membuahkan hasil nyata dan terukur dari gerakan penanggulangan kemiskinan pada wilayah tertinggal, terpencil, serta terluar. Membuka akses bagi para pelaku home industry dalam pemasaran produk baik tempat maupun edukasi pemasaran melalui media dan/atau teknologi sehingga produk para pelaku dapat bersaing secara global sekaligus menjadi salah satu aktor dalam pembangunan ekonomi.

Jl. Putroe Phang No. 1, Kopelma Darussalam Kec. Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh 23111

Contact Person Athaya Rumaisha (0822 6036 0510) email : usk.alsa@gmail.com


Urgensi Penguatan Hak-Hak Perempuan di Masa Pandemi ALSA Care and Legal Coaching Clinic

Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Syiah Kuala

DAFTAR PUSTAKA

Chairani, I. (2020). Jurnal Kependudukan Indonesia. Dampak Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Gender. Rahmawaty, A. (2015). Harmoni dalam Keluarga Perempuan Karir: Upaya Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Keluarga, 7-8. Khoiriyah, A. M. Ketenagakerjaan.

(2020).

Perlindungan dan Hak Pekerja Perempuan di Bidang

Nurjannah. (2003). Prinsip Anti Diskriminasi dan Perlindungan Hak-Hak Maternal Pekerja Perempuan dalam Perspektif Keadilan Gender. Alon, T. M., Doepke, M., Olmstead-Rumsey, J., & Tertilt, M. (2020). The Impact of COVID19 on Gender Equality. Komnas Perempuan. (2021). Perempuan dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, Perkawinan Anak dan Keterbatasan Penanganan di Tengah Covid-19. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (2016). Kajian Peran Perempuan dalam Penanggulangan Kemiskinan Melalui Kegiatan Industri Rumahan.

Jl. Putroe Phang No. 1, Kopelma Darussalam Kec. Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh 23111

Contact Person Athaya Rumaisha (0822 6036 0510) email : usk.alsa@gmail.com


Cause Women's Rights are Human Rights!

ALSA

Always be One!

alsalcusk.org


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.