11 minute read

Pemanfaatan Pekarangan Rumah sebagai Lahan Budidaya Tanaman Buah dalam Pot (Tambulampot

PEMANFAATAN PEKARANGAN RUMAH SEBAGAI LAHAN BUDIDAYA TANAMAN BUAH DALAM POT (TAMBULAMPOT)

Moh. Bintang Saputra

Advertisement

Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel: mohbintang86@gmail.com

ABSTRAK: Artikel ini bertujuan untuk menjabarkan pengaplikasian budidaya tanaman buah dengan metode tambulampot di pekarangan rumah yang dikonversi menjadi lahan produktif. Aktivitas ini dilakukan dalam rangka pengoptimalisasi lahan pekarangan, sehingga tidak hanya digunakan sebagai tempat menjemur baju, pekarangan juga dapat menjadi lahan produktif yang bernilai ekonomi. Selain itu, keberadaan tambulampot tentu akan menjadikan pekarangan semakin indah dipandang serta menjadi sarana rekreasi bagi si tuan rumah ketika penat bekerja. Maka dari itu, diharapkan masyarakat mampu dan mau mengonversi pekarangan belakang atau depan rumahnya sebagai bentuk sedekah terhadap diri sendiri, orang di sekitar, serta lingkungan.

Kata-kata kunci: budidaya, lahan, pekarangan rumah, pemanfaatan, tambulampot, tanaman buah

Sebagai negara tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati, Indonesia merupakan rumah bagi beragam spesies tanaman, termasuk tanaman buah. Ibaratnya sebuah lirik lagu yang dipopulerkan oleh Koes Plus: “tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman.” Indonesia

memanglah seperti itu. Dengan curah hujan tinggi dan sinar matahari yang datang tiap harinya, sudah dipastikan tanaman akan tumbuh subur di dalamnya meski tanpa perawatan intensif sekalipun (pemberian pupuk, pestisida, insektisida, dll). Tanaman dalam hal ini merupakan salah satu sumber kebutuhan dasar manusia yaitu bahan

pangan.

203

Salah satu komoditas yang tak boleh terlewat ialah buahbuahan. Output perkebunan ini merupakan satu diantara sekian banyak komoditas yang dicari-cari masyarakat lokal maupun internasional. Hal ini dikarenakan kandungan nutrisi serta gizinya yang mampu memenuhi kebutuhan manusia, di samping makanan pokok. Di pasaran, tentu komoditas yang satu ini laris manis diserbu pembeli. Sebagian besar tanaman buah memiliki waktu yang cukup lama agar mampu menghasilkan buah, berbeda dengan sayuran. Selain itu, tanaman buah memiliki kebutuhan hara yang lebih banyak ketimbang tanaman sayuran. Hal itu dikarenakan buah dapat panen kembali setelah berbuah untuk pertama kali, berbeda dengan sayuran yang umumnya hanya sekali panen.

Berbicara mengenai tanaman, tentu tidak lepas dari lahan yang digunakan sebagai media umum dalam bercocok tanam. Sebenarnya tanaman dapat tumbuh dilahan mana saja asal dirawat dengan tepat. Salah satunya ialah di pekarangan rumah. Pekarangan umumnya hanya digunakan sebagai tempat membuang sampah, membakar sampah, menjemur pakaian, atau tempat parkir. Hanya sedikit yang tersadar akan potensi tersembunyi dari tanah kosong tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis memutuskan untuk mengangkat judul, “Pemanfaatan Pekarangan sebagai Lahan

Budidaya Tanaman Buah dalam Pot (Tambulampot).” Mengapa

pekarangan? Agar masyarakat dapat memiliki pemasukan tambahan selain dari pekerjaan utama mereka. Selain itu, menanam tanaman juga mampu menetralisir udara jahat yang berkeliaran di sekitar rumah, sehingga membuat kualitas udara menjadi lebih baik. Mengapa tambulampot? Hal ini dikarenakan saat ini urban farming

204

kembali hidup dengan salah satu produk unggulannya yaitu tambulampot (Sasono & Riawan, 2014:3). Dengan meningkatnya peminat akan tambulampot, tentu pemasaran terhadap produk tersebut akan mudah dilakukan, baik itu penjualan hasil pembudidayaan maupun penjualan bibit tanaman.

PEMANFAATAN PEKARANGAN SEBAGAI LAHAN

PRODUKTIF

Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu (Alhikmatu, 2013:1).

Pekarangan rumah dapat diartikan sebagai sebuah lahan kosong di dekat rumah. Pekarangan memiliki fungsi sebagai sebuah sarana untuk menunjang aktivitas manusia di rumah tersebut, termasuk di dalamnya menjemur baju, bermain, tempat memasak, atau hanya sekadar sebagai tempat melepas penat saja. Namun, selain itu ternyata pekarangan mampu ikut andil dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan lingkungan manusia di sekitarnya. Pekarangan bukan hanya untuk menciptakan keindahan dan kesejukan saja, tetapi lebih daripada itu adalah guna meningkatkan

205

perekonomian keluarga masing-masing dengan menerapkan rumah pangan. Rumah pangan merupakan salah satu konsep pemanfaatan lahan pekarangan baik di pedesaan maupun diperkotaan untuk mendukung ketahanan pangan nasional dengan memberdayakan potensi pangan lokal (Dwiratna, dkk, 2016:20).

Penggunaan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya, bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan secara lestari dan berkesinambungan. Pada peta tanah atau peta sumber daya lahan, hal tersebut dinyatakan dalam satuan peta yang dibedakan berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya terdiri atas: iklim, landform (termasuk litologi, topografi/relief), tanah dan/atau hidrologi. Pemisahan satuan lahan/tanah sangat penting untuk keperluan analisis dan interpretasi potensi atau kesesuaian lahan bagi suatu tipe penggunaan lahan (Land Utilization Types = LUTs). Beberapa karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan) (Alhikmatu, 2013:3).

Penggunaan Lahan untuk pertanian secara umum dibedakan atas penggunaan lahan semusim, tahunan, dan permanen. Penggunaan lahan tanaman semusim diutamakan untuk tanaman musiman yang dalam polanya dapat dengan rotas atau tumpang sari dan panen dilakukan setiap musim dengan periode kurang dari setahun. Penggunaan lahan tanaman tahunan merupakan penggunaan tanaman

206

jangka panjang yang pergilirannya dilakukan setelah hasil tanaman tersebut secara ekonomi tidak produktif lagi, seperti pada tanaman perkebunan. Penggunaan lahan permanen diarahkan pada lahan yang tidak diusahakan untuk pertanian, seperti hutan, daerah konservasi, perkotaan, desa dan sarananya, lapangan terbang dan pelabuhan. (Alhikmatu, 2013: 4).

Setiap jenis penggunaan lahan dirinci ke dalam tipe-tipe penggunaan lahan. Tipe penggunaan lahan bukan merupakan tingkat kategori dari klasifikasi penggunaan lahan, tetapi mengacu kepada penggunaan lahan tertentu yang tingkatannya dibawah kategori penggunaan lahan secara umum karena berkaitan dengan aspek masukan, teknologi dan keluarannya sifat-sifat pengunaan lahan mencakup data atau asumsi yang berkaitan dengan aspek hasil, orientasi pasar, intensitas modal, buruh, sumber tenaga, pengetahuan teknologi penggunaan lahan, kebutuhan infrastruktur, ukuran dan bentuk penguasaan lahan, pemilikan lahan dan tingkat pendapatan per unit produksi atau unit areal. Tipe penggunaan lahan menurut sistem dan modelnya dibedakan atas dua macam yaitu multiple dan compound. (Alhikmatu, 2013: 4).

Multiple merupakan tipe penggunaan lahan yang tergolong multiple terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan secara serentak pada suatu arel yang sama dari sebidang lahan. Setiap penggunaan memerlukan masukan dan kebutuhan, serta memberikan hasil tersendiri. Sebagai contoh kelapa ditanam secara bersamaan dengan kakao atau kopi di areal yang sama pada sebidang lahan. Demikian juga yang umum dilakukan secara diversifikasi antara tanaman cengkih dengan vanili atau pisang. Compound

207

merupakan tipe penggunaan lahan yang tergolong compound terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan pada areal-areal dari sebidang lahan yang untuk tujuan evaluasi diberlakukan sebagai unit tunggal. Perbedaan jenis penggunaan bisa terjadi pada suatu sekuen atau urutan waktu, dalam hal ini ditanam secara rotasi atau secara serentak, tetapi pada areal yang berbeda pada sebidang lahan yang dikelola dalam unit organisasi yang sama. Sebagai contoh suatu perkebunan besar sebagaian areal secara terpisah (satu blok/petak) digunakan untuk tanaman karet dan blok/peak lainnya untuk kelapa sawit. Kedua komoditas ini dikelola oleh suatu perusahaan yang sama. (Alhikmatu, 2013:5).

Masyarakat, terutama kelompok ibu-ibu yang tergabung dalam organisasi PKK sebelumnya pernah mengetahui tentang konsep pemanfaatan lahan pekarangan, namun dalam prakteknya masih memiliki beberapa kendala. Permasalahan yang umum dijumpai dalam pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya tanaman dalam pot adalah masalah media tanam dan pemupukan. Kendala yang dihadapi adalah pada budidaya tanaman dalam pot lama-kelamaan media yang digunakan akan mengeras sehingga pertumbuhan tanaman tidak optimal, hal ini dikarenakan masyarakat hanya menggunakan tanah humus saja sebagai media tanam. Selain itu pada budidaya tanaman dalam pot kebanyakan menggunakan pot plastik yang tersedia di pasaran dan menggunakan polibag hitam, hal ini tentunya memerlukan biaya ekstra. Permasalahan lainnya yang dihadapi penyediaan pupuk untuk tanaman (Dwiratna, dkk, 2016:21).

Oleh sebab itu, pelaksanaan budidaya tambulampot harus digalakkan kembali di lingkungan pekarangan masyarakat. Hal ini

208

dilakukan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi yang ada guna segala potensi serta pemikiran tersebut tidak terbuang percuma. Kemudian daripada itu, tabulampot sendiri memiliki beberapa keunggulan ketika diupayakan di pekarangan rumah. Menurut Sasono & Riawan (2014:4) menyatakan bahwa berikut merupakan keunggulan dari tabulampot antara lain: 1. Sistem drainase lebih mudah diterapkan sehingga jarang terjadi kelebihan air.

2. Keindahan tabulampot mudah untuk dinikmati kaarena tajuknya lebih kompak dan buahnya lebih mudah terlihat. 3. Diversifikasi jenis tanaman buah untuk mencegah punahnya suatu varietas tanaman yang semakin sulit diperoleh. 4. Pengaturan masa berbunga dan berbuah lebih mudah dilakukan di dalam pot dibandingkan dengan ditanam langsung di lahan. 5. Kualitas buah yang dihasilkan lebih terjaga, khususnya apabila ingin menghasilkan buah organik yang bebas kandungan bahan kimia.

BUDIDAYA TANAMAN BUAH DALAM POT

(TAMBULAMPOT)

Tabulampot (tanaman buah dalam pot) adalah salah satu metode budidaya tanaman yang memanfaatkan pot sebagai tempat media tanamnya. Tabulampot sering dimanfaatkan bagi mereka yang tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk menanam tumbuhan yang diinginkan. Pada dasarnya hampir semua jenis tanaman buah bisa tumbuh apabila dibudidayakan dalam bentuk tabulampot. Akan tetapi, tidak semua tabulampot bisa menghasilkan buah. Karena meskipun

209

bisa tumbuh subur, jenis-jenis tanaman tertentu belum bisa berbuah dalam lingkungan tabulampot (Butarbutar, 2016: 38). Media tanam adalah salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan penanaman tanaman buah dalam pot. Hal ini disebabkan media tanam tabulampot jumlahnya dibatasi oleh volume pot, sehingga komposisi yang tepat akan membuat perakaran tanaman dapat berkembang dengan baik untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dimana ciri utama media tanam yang baik adalah tidak gampang memadat meski telah digunakan dalam kurun waktu cukup lama. Adapun media tanam yang sering digunakan para pehobi tabulampot antara lain campuran tanah, kompos, dan arang sekam dengan komposisi 1:1:1. Jumlah pupuk organik yang dipakai untuk kebun buah-buahan umumnya banyak (Prihmantoro, 2007:17) Bisa juga campuran tanah, pupuk kambing, dan sekam padi dengan komposisi 1:1:1. Setelah menyiapkan media tanam, langkah selanjutnya adalah menyiapkan pot sebagai wadah. Jenis pot dapat terbuat dari tanah liat (gerabah), keramik, semen, plastik, logam (drum). Wadah tabulampot yang baik harus memiliki aerasi yang baik, dan memiliki kaki atau alas yang memisahkan dasar pot dengan tanah. Hal ini penting untuk aliran drainase dan memudahkan pengawasan agar akar tanaman tidak menembus tanah (Butarbutar, 2016:37). Dalam proses pembibitan, bibit tanaman merupakan hal yang sangat menentukan tingkat keberhasilan tabulampot. Dimana ada dua jenis bibit tanaman, yaitu bibit hasil perbanyakan generatif (dari biji) dan bibit hasil perbanyakan vegetatif (cangkok, okulasi, stek, merunduk, menyambung/grafting) yang dapat digunakan untuk

210

tabulampot. Akan tetapi, perlu dipertimbangkan bahwa prinsip utama pembudidayaan tabulampot adalah sisi artistik tanaman yang bersangkutan dalam hal ini berarti tabulampot tumbuh dengan subur dan menghasilkan buah. Oleh karena itu, menurut Alamntani dalam Butarbutar (2016:40) menyatakan bahwa ada baiknya untuk budidaya tabulampot menggunakan bibit hasil perbanyakan vegetatif. Karena bibit hasil vegetatif memiliki sifat tanaman yang bisa dipastikan sama dengan sifat induknya, sehingga keberhasilannya lebih mudah diprediksi serta lebih cepat berbuah. Pembudidayaan tanaman buah dalam pot atau tabulampot tumbuh, berkembang, dan menghasilkan buah tidak semudah tanaman buah yang dibudidayakan di alam bebas. Oleh karena itu, diperlukan beberapa perlakuan khusus agar pertumbuhan tabulampot mendekati normal. Menurut Turang dalam Butarbutar, (2016:38) menyatakan bahwa ada beberapa syarat budidaya tabulampot yang perlu diperhatikan, antara lain : 1. Sesuaikan iklim dengan jenis tanaman buah yang akan ditanam.

Contoh: tanaman yang cocok untuk dataran tinggi, seperti lengkeng dan strawberry tidak akan berhasil apabila ditanam di dataran rendah yang panas. Selain itu, perbedaan lokasi penanaman juga akan menyebabkan terjadinya perbedaan warna buah yang dibudidayakan dalam pot. Misalnya, jambu air varietas

Madu Deli Hijau (MDH) yang ditanam di daerah dengan ketinggian 200 m dpl berwarna hijau, sedangkan jambu MDH yang ditanam di daerah dengan ketinggian 600 m dpl berwarna krem bersemburat kemerahan.

211

2. Pilihlah bibit yang baik, kuat, dan cukup umur, sehingga tidak terlalu lama untuk menghasilkan buah. Selain itu, belilah bibit tanaman buah di tempat penangkar yang terpercaya. 3. Media tanam yang tepat dan ukuran pot yang digunakan harus proporsional dengan jenis tanaman buahnya. Biasanya media tanam terdiri dari tanah yang subur, pupuk kandang sebagai tambahan nutrisi, dan sekam atau pasir sebagai bahan untuk memperlancar drainase. 4. Pemupukan yang efektif. Karena keterbatasan akar untuk mencari nutrisi dengan adanya batasan ukuran pot, maka perlu diberikan pupuk organik yang mengandung unsur hara makro (N, P, dan K) serta unsur hara mikro, seperti Ca dan Mg. 5. Pengendalian hama, penyakit, dan gulma. Dimana secara berkala perlu dilakukan pengamatan kondisi tanaman. Apabila terdapat gejala tidak sehat pada tanaman buah, maka perlu dilakukan pengendalian segera baik secara hayati maupun kimiawi.

PENUTUP Simpulan

Pekarangan mampu disulap menjadi lahan produktif yang mampu memberikan manfaat kepada manusia di area sekitar tersebut dengan membudidayakan tanaman buah dengan metode tambulampot. Pekarangan tidak hanya digunakan sekadar untuk aktivitas mengistirhatkan diri, namun mampu dijadikan sarana untuk memperkuat ketahanan pangan keluarga. Pada dasarnya, tanaman dapat tumbuh dimana saja, akan tetapi apabila tanaman tersebut dirawat dengan metode yang sederhana namun kompleks, maka akan

212

menghasilkan suatu hal yang kemungkinan besar menguntungkan untuk seluruh pihak, sebab salah satu tujuan dari membudidayakan tanaman ialah mensejahterakan petani termasuk dengan keluarga serta masyarakat di sekitarnya

Saran

Diharapkan tulisan ini dapat memberikan gambaran serta alternatif kepada para masyarakat agar mampu mengonversi pekarangan menjadi lahan yang produktif dengan cara yang sederhana dan tidak memakan ruang dan waktu terlalu banyak. Penulis berharap tulisan yang hanya sekadar pemikiran serta pengamatan kehidupan sehari-hari mampu diaktualisasi sebagai bahan uji coba apabila waktu serta sarana tercukupi. Tentu, masyarakat harus beradaptasi sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan masing-masing daerah, sehingga memungkinkan dilakukan perbaikan untuk kesempurnaan hasil di kemudian hari.

DAFTAR RUJUKAN

Alhikmatu. (n.d.). penggunaan lahan sempit. 2013. (https://alhikmatu.blogspot.com/2013/10/penggunaan-lahansempit.html, diakses pada 28 Januari 2021)

Butarbutar, YLKD. 2016. Tambulampot: Solusi Pertanian di

Perkotaan. METHODARGO, 2 (2): 37-43.

Dwiratna, N.P. S., dkk. 2016. Pemanfaatan Lahan Pekarangan

Dengan Menerapkan Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari.

Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat, 5 (1): 19-22.

213

Muktiani. 2012. TAMBULAMPOT Limpahan Rejeki dari Lahan

Sempit. Bantul: Pustaka Baru Press.

Prihmantoro, H. 2007 Memupuk Tanaman Buah. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Sasono H., Riawan N. 2014. Mudah Membuahkan 38 Jenis

Tambulampot Paling Populer. Jakarta Selatan: Agromedia

Pustaka.

214

This article is from: