56 minute read

Gambar 33. 5 Pola Prakarsa Kemitraan Kebergantungan Penerima Manfaat

yang timbul pun akan ditanggung bersama-sama. Sebuah kemitraan yang kuat akan melibatkan tiga elemen utama, yaitu: (i) Prakarsa dilahirkan dari ide yang diciptakan bersama; (ii) Semua pihak yang terlibat dalam prakarsa tersebut memberikan kontribusi atau peran yang berimbang; dan (iii) Jika terjadi hambatan atau tantangan dalam pelaksanaan, semua pihak yang terlibat akan turut bersama-sama menanggung kerugian, baik moril maupun material. Hal yang harus diantisipasi oleh para pihak yang bergabung dalam suatu kemitraan meliputi: ● Reputasi lembaga/perusahaan yang tergabung dalam kemitraan dapat tercemar bila kemitraan yang direncanakan gagal. ● Kehilangan otonomi lembaga karena bekerja sama dengan pihak lain dalam kemitraan. ● Konflik kepentingan yang dapat menimbulkan ketegangan pada saat gagal mencapai kompromi. ● Kekurangan sumber daya, khususnya bagi mitra yang menjadi garda terdepan dalam kemitraan dan bergantung pada asupan dana. ● Kebergantungan penerima manfaat yang gagal menciptakan kemandirian.

Dalam buku panduan kemitraan yang ditulis oleh Ros Tennyson, 5 prakarsa kemitraan dianggap berhasil jika mengikuti pola seperti berikut:

Advertisement

Gambar 33. 5 Pola Prakarsa Kemitraan Kebergantungan Penerima Manfaat

● Kemitraan organisasi internasional, Dunia Usaha, Hibah

Gambar 34. Kontribusi Cash/In Kind

5.1.3 Prosedur Khusus – Kontrak Sosial ● Kasus-kasus penelantaran anak memiliki motif yang sangat beragam, kasus yang dominan adalah kasus anak jalanan, pembuangan dan penelantaran bayi serta anak terlantar karena orang tua bekerja. ● Kasus perceraian tidak lepas dari rendahnya kualitas perkawinan, maraknya perkawinan siri, kawin kontrak, perkawinan campuran dan perkawinan di usia dini menjadi sumber masalah perceraian, pada hal semestinya perkawinan adalah sebuah perjanjian luhur antara dua insan yang salah satu fungsinya merupakan lembaga reproduksi untuk mempertahankan dan melanjutkan keberlangsungan kehidupan yakni lahirnya keturunan (anak). ● Perwalian dan Pengangkatan Anak, Praktek perwalian dan pengangkatan anak mayoritas dilakukan secara adat, sehingga proses pengangkatan anak tidak diputuskan melalui putusan pengadilan dan mayoritas tidak tercatat di dinas sosial, sehingga berakibat pada kaburnya silsilah keluarga anak dan juga berpengaruh terhadap hak kewarisan anak. ● Kualitas panti asuhan masih sangat rendah, rasio perbandingan pengasuh dengan anak yang di asuh tidak seimbang, kualitas pengasuh panti tidak sesuai standar, bahkan kasus kekerasan anak dengan dalil penegakan disiplin dan agama juga ditemui dalam sistem pengasuhan berbasis panti.

5.1.4 Arah Subsidi

Gambar 35. Metodologi Analisis Arah Subsidi

Perlindungan sosial dapat didefinisikan sebagai segala bentuk kebijakan dan intervensi publik yang dilakukan untuk merespon beragam risiko dan kerentanan baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial terutama yang dialami oleh mereka yang hidup dalam kemiskinan.

Tujuan utama yang diharapkan dengan terlaksananya perlindungan sosial adalah mencegah risiko yang dialami penduduk sehingga terhindar dari kesengsaraan yang berkepanjangan; meningkatkan kemampuan kelompok miskin dan rentan dalam menghadapi dan keluar dari kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi; serta, memungkinkan kelompok miskin dan rentan untuk memiliki standar hidup yang bermartabat sehingga kemiskinan tidak diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya.

Penyaluran bantuan pangan secara non tunai lewat BPNT mengacu pada 4 (empat) prinsip umum, yaitu: (1) Mudah dijangkau dan digunakan oleh KPM, (2) Memberikan lebih banyak pilihan dan kendali kepada KPM dalam memanfaatkan bantuan, kapan dan berapa banyak bahan pangan yang dibutuhkan. Juga termasuk kebebasan memilih jenis dan kualitas bahan pangan berdasarkan preferensi yang telah ditetapkan dalam program ini (3) Mendorong usaha eceran rakyat untuk memperoleh pelanggan dan peningkatan penghasilan dengan melayani KPM (4) Memberikan akses jasa keuangan kepada usaha eceran rakyat dan KPM, Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari BPNT, yaitu (1) Meningkatnya ketahanan pangan di tingkat keluarga penerima manfaat, sekaligus sebagai mekanisme perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan, (2) Meningkatnya transaksi non tunai sesuai dengan program

Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang digagas oleh Bank Indonesia, (3) Meningkatnya akses masyarakat terhadap layanan keuangan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan ekonomi yang sejalan dengan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), (4) Meningkatnya efisiensi penyaluran bantuan sosial, (5) Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah, terutama usaha mikro dan kecil di bidang perdagangan.

Berbagai kebijakan di bidang pendidikan dan kesehatan akan dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar siap berkompetisi dan beradaptasi dengan kemajuan industri dan teknologi. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, belanja negara merupakan kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

Jika menurut fungsinya, belanja pemerintah pusat digunakan untuk menjalankan 1) fungsi pelayanan umum; 2) fungsi pertahanan, 3) fungsi ketertiban, dan keamanan; 4) fungsi ekonomi; 5) fungsi perlindungan lingkungan hidup; 6) fungsi perumahan dan fasilitas umum; 7) fungsi kesehatan; 8) fungsi pariwisata; 9) fungsi agama; 10) fungsi pendidikan; dan 11) fungsi perlindungan sosial.

Sedangkan pengeluaran pemerintah untuk fungsi perlindungan sosial meliputi 1) Jumlah dana yang dikeluarkan pemerintah untuk perlindungan kesehatan melalui jaminan sosial (PBI) yang berasal dari APBN dan 2) Jumlah dana yang dikeluarkan pemerintah untuk bantuan sosial (KIP, KPS, PKH, Rastra/Raskin) yang berasal dari APBN.

Sebuah kemitraan yang kuat akan melibatkan tiga elemen utama, yaitu: (i) Prakarsa dilahirkan dari ide yang diciptakan bersama; (ii) Semua pihak yang terlibat dalam prakarsa tersebut memberikan kontribusi atau peran yang berimbang; dan (iii) Jika terjadi hambatan atau tantangan dalam pelaksanaan, semua pihak yang terlibat akan turut bersama-sama menanggung kerugian, baik moril maupun material.

5.2 Cara Mendanai Layanan Terpadu dan Menggabungkan Intervensi Pengasuhan Sosial dengan Intervensi Pendidikan dan Kesehatan

Bagaimana mendanai layanan terpadu, menggabungkan intervensi pengasuhan sosial dan intervensi yang terkait dengan pendidikan dan kesehatan / layanan contoh menggabungkan intervensi sosial dan rehabilitasi medis

Gambar 36. Realisasi Perlinsos 2020 dan Cakupannya dalam Studi

6. Registrasi SOS dan Kerangka Operasi

6.1 Jenis Pendaftaran SOS di Indonesia

Jenis pendaftaran SOS di negara tersebut (sebutkan batasan, beban administrasi, dll. untuk mendaftar atau mengoperasikan CSOs di negara tersebut); ● Pendaftaran LKSA ● Pendaftaran organisasi ● Pendaftaran lokasi kegiatan ● Pendaftaran kegiatan yang dilakukan ● Perpanjangan LKSA setiap lokasi ● Perpanjangan izin organisasi ● Perpanjangan izin kegiatan

6.2 Penyelarasan Kegiatan SOS dengan Prioritas Negara [Harap spesifik menggunakan informasi dari pertanyaan 1.2 yang menghubungkan mereka ke grup target kami]; a. Melakukan Pengumpulan informasi baik Primer dan sekunder sesuai dengan kebutuhan Kajian. b. Melakukan deep interview dengan para pihak yang terkait sesuai dengan instrumen yang telah disetujui. ● Instrumen Google Drive Koordinasi Pusat dan Daerah ● Instrumen Google Drive Lokasi SOS CV Indonesia ● Instrumen Google Drive CSO

c. Melakukan Diskusi Terpumpun secara online (Focus Group Discussion) sesuai dengan mekanisme pelaksanaan kajian yang telah disetujui. ● FGD Agenda Pusat dan Daerah ● FGD untuk Lokasi SOS CV Indonesia ● FGD untuk CSO d. Melakukan Analisa mendalam sesuai dengan TOR yang telah diberikan dari pihak SOS Children‟s Villages Indonesia

Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak hanya bisa beroperasi jika telah memiliki izin operasional secara tertulis dari Dinas Sosial Kabupaten/Kota yang harus diperbarui setiap lima tahun sekali berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh Dinas Sosial.

Pengasuhan tersebut, kecuali pengangkatan anak, bersifat sementara, dan apabila setelah melalui asesmen, orang tua atau keluarga besar atau kerabat anak dianggap sudah mampu untuk mengasuh anak, maka anak akan dikembalikan kepada asuhan dan tanggung jawab mereka.

Tujuan dari pengasuhan alternatif, termasuk yang dilakukan melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus diprioritaskan untuk menyediakan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan kasih sayang anak, kelekatan (attachment), dan permanensi melalui keluarga pengganti.

Anak yang membutuhkan pengasuhan alternatif adalah anak yang berada pada situasi sebagai berikut: (a)Keluarga anak tidak memberikan pengasuhan yang memadai sekalipun dengan dukungan yang sesuai, mengabaikan, atau melepaskan tanggung jawab terhadap anaknya (b)Anak yang tidak memiliki keluarga atau keberadaan keluarga atau kerabat tidak diketahui, (c)Anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, Standar Nasional Pengasuhan Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak atau eksploitasi sehingga demi keselamatan dan kesejahteran diri mereka, pengasuhan dalam keluarga justru bertentangan dengan kepentingan terbaik anak, (d)Anak yang terpisah dari keluarga karena bencana, baik konflik sosial maupun bencana alam.

Pada Standar Pengasuhan Nasional Pengasuhan Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, pada Bab V, Standar Kelembagaan, berisi A. Visi, Misi, Dan Tujuan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, sehingga; (1)Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memiliki visi, misi dan tujuan yang mendasari sistem pengasuhan yang disediakan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, dengan memperhatikan kepentingan terbaik untuk anak (2) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus mengimplementasikan visi,misi dan tujuan pelayanan pengasuhan dan pencapaiannya direview secara periodik dengan melibatkan orang tua/wali asuh, anak-anak dan semua pelaksana pelayanan.

Sedangkan Bab V, Standar Kelembagaan B. Pendirian, Perizinan, Dan Akreditasi LKSA, (1)Pendirian Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Setiap organisasi sosial/Lembaga Kesejahteraan Sosial yang akan mendirikan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus secara formal memberitahukan kepada dan meminta kewenangan dari Dinas Sosial untuk memperoleh persetujuan dari komunitas lokal dimana lembaga akan dibangun.

Keberlanjutan kebutuhan dan ketepatan pelayanan yang disediakan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus direview secara reguler oleh Dinas Sosial sebagai bagian dari monitoring dan tanggung jawabnya untuk memberikan dan memperbarui izin pemberian pelayanan.

Praktek, (1)Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dapat mengajukan akreditasi kepada Badan Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial untuk menentukan tingkat kelayakan dan standar penyelenggaraan pelayanan yang diselenggarakannya (2)Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus mempelajari tata cara akreditasi,mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Badan Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial.

Peraturan Menteri Sosial Nomor 107/HUK/2009 tentang Akreditasi Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial (Bab III pasal 4 dan 5), Pasal 4 Akreditasi dilakukan oleh Badan Akreditasi terhadap lembaga di bidang kesejahteraan sosial milik Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Pasal 5, (1) Akreditasi terhadap lembaga di bidang kesejahteraan sosial milik masyarakat dilakukan dengan ketentuan lembaga di bidang kesejahteraan sosial tersebut : (a)berbadan hukum; (b)terdaftar di kementerian atau instansi sosial; dan (c)melakukan pelayanan sosial langsung kepada masyarakat.

Pasal 6, (2) Standar pelayanan minimal untuk kelengkapan kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), meliputi:(a)status lembaga;(b) visi dan misi lembaga;(c)program dan strategi;(d)manajemen lembaga; (e)ketersediaan pekerja sosial profesional dan/atau tenaga kesejahteraan sosial yang memiliki sertifikat kompetensi; (f)kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan; dan (g)ketersediaan dana, sistem pengelolaan, dan pertanggung jawaban. (3) Standar pelayanan minimal untuk proses pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi: (a) tahapan pelayanan; dan (b) metode dan teknik pelayanan, (4) Standar pelayanan minimal untuk hasil pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi: (a) ketepatan sasaran penerima pelayanan; (b) jumlah penerima pelayanan; (c) kualitas pelayanan; dan (d) pencapaian tujuan pelayanan.

Kompetensi yang harus dimiliki untuk masing-masing staf adalah sebagai berikut :(1) Pengasuh: memiliki pengetahuan tentang perkembangan anak dan berpengalaman bekerja dengan anak minimal satu tahun, (2) Pekerja sosial: lulusan dari sekolah pekerjaan sosial dan memiliki pengalaman bekerja pada setting pelayanan anak (3) Petugas keamanan : memiliki komitmen dan kemampuan untuk melakukan pengamanan di lingkungan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dan memahami tentang perlindungan anak, (4) Petugas kebersihan: memiliki komitmen untuk membantu Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak membersihkan lingkungan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

Kemitraan Jaringan Kerja (a) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus terlibat dengan dan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk koordinasi dan kerja sama dalam mencapai tujuan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

Praktek, (1) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak memberikan informasi tentang layanan pengasuhan baik yang dilakukan oleh keluarga, keluarga besar, kerabat, maupun pengasuhan yang dilakukan keluarga pengganti termasuk oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, (2) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak mengidentifikasi dan membangun kontak dengan berbagai stakeholders yang potensial untuk berkoordinasi dan bekerjasama dalam melaksanakan pengasuhan, (3) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak melibatkan stakeholders dalam pelaksanaan pelayanan khususnya yang berkaitan dengan pelayanan personal untuk anak, misalnya pelayanan kesehatan, pendidikan dan rujukan, (4) Stakeholders berkontribusi sesuai dengan kapasitas dan sumber-sumber yang dimilikinya.

Analisis APBN (state budget in the country) dalam bidang sosial: Perlindungan Sosial Melalui Bantuan Sosial dan Subsidi Perlindungan sosial merupakan sebuah aspek yang tidak terpisahkan dalam proses pembangunan serta pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan dalam sebuah negara.

Pasal 34 UUD 1945 juga mengamanatkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara dan negara wajib mengembangkan sistem perlindungan dan jaminan sosial yang bersifat nasional.

6.3 Analisis Tumbuh Kembang Anak

Kesenjangan hukum, masalah dengan kebijakan dalam cara atau praktik teoretis, program yang hilang, kapasitas yang hilang yang relevan untuk SOS untuk memberikan layanan dalam sistem penitipan anak; [Misalnya tidak ada kebijakan atau undang-undang yang dapat kami lobi atau advokasi, program baru yang dapat kami tawarkan, pelatihan, dll].

Keterangan: Pada matriks analisis tumbuh kembang anak

Target (Kelompok Usia)

Anak Usia 0-2 tahun (0-23 bulan) Bidang Tujuan

Bayi usia 0-11 bulan mendapat imunisasi dasar lengkap

Kesehatan dan Gizi Bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI eksklusif

Balita dipantau pertumbuhan dan perkembangan nya

Indikator Outcome 2020 - 2024

Persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap

Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI eksklusif

Persentase balita yang dipantau pertumbuhan dan perkembangann ya Matriks Analisis Tumbuh Kembang Anak

Dokumen/Platfo rm Verifikasi (MoV - dapat multiple)

Baseline Report, Evaluation Report, Outcome Monitoring Sumber Data

Susenas Kor 2020

Susenas Kor 2020 Penanggungjawab Sektor/Unit Metodologi Pengumpulan Data

Frekuensi Pengumpulan Data Remark

BPS Survey Tahunan Beririsan dengan IPHA & IPA Klaster 3: Kesehatan dan Kesejahteraan; No 8: "Persentase anak berusia 12-23 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap" --> berbeda target usia dengan RAN PAUD HI, perlu disepakati BPS Survey Tahunan Beririsan dengan IPHA & IPA Klaster 3: Kesehatan dan Kesejahteraan; No 3 Persentase anak berusia 0-5 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif"

EPPGBM, RPJM KIA KPSP SDIDTK Kemenkes: Dept …. Observasi, Interview Bulanan Beririsan dengan indikator Kemenkes. Kemenkes perlu pastikan koleksi data dapat diakses di nasional oleh K/L lain dan dapat dianalisa oleh sektor internal yg ditunjuk

96

Pendidikan N/A N/A

Perlindungan, Pengasuhan dan Kesejahteraan Anak usia 0-6 tahun mendapatkan akte kelahiran Persentase anak usia 0-6 tahun yang mendapatkan akte kelahiran IPHA Susenas Kor 2019 BPS, KPPPA

97

Beberapa indikator dalam IPHA & IPA klaser 3 namun tidak ada di RAN PAUD HI; data dapat disandingkan untuk analisa kesehatan anak usia 0-17 tahun: No 2: Persentase balita stunting (Integrasi Susenas Kor 2019 dan SSGBI 2019) No 4: Persentase anak berusia 0-17 tahun yang konsumsi kalorinya < 1400 kkal (Susenas KP 2019) No 5: Persentase anak berusia 0-17 Tahun yang memiliki akses terhadap layanan sanitasi layak (Susenas Kor 2019) No 6: Persentase Anak berusia 0-17 Tahun yang memiliki akses terhadap layanan sumber air minum layak (Susenas Kor 2019) Indikator Kemenkes yang tidak ada di RAN PAUD HI - Persentase balita mendapat standar pelayanan minimal (dokumen ada di SPM) Pendidikan dimaksud lebih tepat adalah stimulasi yang diberikan orangtua/pengasuh kepada baduta di rumah. Bisa dipelajari orangtua dalam buku KIA. Apakah akan dimasukkan indikator baru? Beririsan dengan IPHA & IPA Klaster 1: Hak Sipil dan Kebebasan; No 1 :" Persentase anak berusia 0-17 tahun yang memiliki akta lahir"

Balita mendapat pengasuhan yang layak Persentase balita dengan pengasuhan yang layak

Anak Usia 2-5 tahun (24-59 bulan) Kesehatan dan Gizi Balita terpenuhi kebutuhan dasarnya

Balita terlantar berkurang

Balita dipantau pertumbuhan dan perkembangan nya Balita mendapatkan vitamin A Persentase balita dengan pemenuhan kebutuhan dasar

Persentase balita terlantar

Persentase balita yang dipantau pertumbuhan dan perkembangann ya Persentase balita yang mendapatkan vitamin A

Pendidikan N/A N/A Analisa Perkembangan Anak Usia Dini Indonesia 2018 ECDI 2018 (Riskesdas 2018) ECDI 2030 (Susenas Kor 2021not fixed) BPS

98

Beririsan dengan IPHA & IPA Klaster 2: Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif; No 2 :" Persentase balita yang mendapatkan pengasuhan tidak layak" ---> penghitungan terbalik dengan Indikator RAN PAUD HI, perlu disepakati

Mungkin dapat ditambahkan dari IPHA & IPA Klaster 3: Kesehatan dan Kesejahteraan; No 2 :" Persentase balita stunting"

Indikator Pendidikan belum ada, dapat diambil dari ECDI: "Proporsi anak usia 24-59 bulan yang telah mencapai jumlah minimum pencapaian tahapan perkembangan yang diharapkan pada kelompok usianya."

Perlindungan, Pengasuhan dan Kesejahteraan Anak usia 0-6 tahun mendapatkan akte kelahiran

Balita mendapat pengasuhan yang layak Persentase anak usia 0-6 tahun yang mendapatkan akte kelahiran

Persentase balita dengan pengasuhan yang layak

Anak Usia 5-6 tahun (60-72 bulan) Balita terpenuhi kebutuhan dasarnya Balita terlantar berkurang Persentase balita dengan pemenuhan kebutuhan dasar

Persentase balita terlantar

Kesehatan dan Gizi N/A N/A

Pendidikan

Anak usia 5-6 tahun mengikuti PAUD Angka Partisipasi Kasar PAUD Persentase anak usia 5-6 tahun yang mengikuti PAUD Dapodik Kemendikbudr istek Direktorat PAUD

Susenas Kor 2020 BPS

IPHA Susenas MSBP 2018 dan Proyeksi BPS, KPPPA

99

Beririsan dengan Indeks Pemenuhan Anak dan Indeks Perlindungan Anak Klaster 2: Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif; No 2 :" Persentase balita yang mendapatkan pengasuhan tidak layak" ---> penghitungan terbalik dengan Indikator RAN PAUD HI, perlu disepakati

Anak usia 617 tahun Anak usia 5-6 tahun mendapatkan stimulasi perkembangan (fisik, sosial emosi, kognitif, karakter)

Pendidikan berkualitas, Pendidikan Inklusif, Pendidikan Formal Non Formal, dan Informal, serta kesetaraan Persentase anak usia 5-6 tahun yang mendapatkan stimulasi perkembangan (fisik, sosial emosi, kognitif, karakter)

Angka Partisipasi Kasar SD,SMP,SMA , APK Pendidikan Non Formal dan Kesetaraan ITPPA (not fixed) IPHA Susenas Kor 2020 Kemendikbudr istek Direktorat PAUD

DAPODIK , DTKS, IPA, IPHA kemendikbudr istek Direktorat PAUD, Dasar Menengah KPPPA, Kesehatan , BKHBN Dapodik dan Survey

100

1) Indikator ITTPA: "…........." --> apakah sama dengan RAN PAUD HI atau dibuat indikator baru jika tidak sama. 2) Beririsan dengan IPHA & IPA Klaster 2: Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif; No 4:" Angka Kesiapan Sekolah"

pertahun Beberapa indikator dalam IPHA & IPA klaser 4 namun tidak ada di RAN PAUD HI; data dapat disandingkan untuk analisa pendidikan anak usia 5-6 tahun: No 2: Persentase anak berusia 5-17 tahun yang mengunjungi peninggalan sejarah dan warisan budaya Indonesia (Susenas MSBP 2018 dan Proyeksi) No 3: Persentase anak berusia 5-17 tahun yang mengikuti kursus (selain bimbingan belajar) (Susenas MSBP 2018 dan Proyeksi) No 4: Persentase anak berusia 5-17 tahun yang masih bersekolah yang pernah mengikuti ekstrakurikuler (Susenas MSBP 2018 dan Proyeksi) No 5: Persentase anak berusia 5-17 tahun yang terlibat dalam pertunjukan seni (Susenas MSBP 2018 dan Proyeksi) Klaster 5 Perlindungan Khusus No 2: Rasio anak berusia 5-17 tahun (disabilitas/non disabilitas) yang pernah mengakses internet (Susenas Kor 2019) No 4: Persentase anak berusia 0-17 tahun yang hidup di bawah garis

Perlindungan, Pengasuhan dan Kesejahteraan

Anak usia 017 tahun mendapatkan akte kelahiran Persentase anak usia 0-17 tahun yang mendapatkan akte kelahiran Beririsan dengan IPHA & IPA Klaster 1: Hak Sipil dan Kebebasan; No 1 :" Persentase anak berusia 0-17 tahun yang memiliki akta lahir"

101

kemiskinan (Susenas Kor 2019)

7. Advokasi Melalui Kemitraan dan Jejaring

7.1 Jenis Kegiatan Advokasi di Bidang Sosial

Jenis kegiatan advokasi apa (tidak hanya mengenai kelompok sasaran kami tetapi di bidang sosial atau hak asasi manusia/anak) yang dipimpin di negara ini? [Spesifik dalam topik yang sedang tren misalnya hak-hak perempuan, dan berikan juga contoh nyata dari tindakan yang dikembangkan, misalnya RUU hukum untuk memberi sanksi kekejaman terhadap hewan yang dilobi oleh XXX LSM dalam XXX tahun, atau kampanye untuk hak perempuan untuk aborsi melalui media dan manifestasi publik yang melibatkan…].

Tabel 15. Jenis-Jenis Kegiatan Advokasi Bidang Sosial

ATS

Bullying Bappenas

Kemendikbud

STOP Pernikahan Anak Kemenag, KPPPA, dan BKKBN

PAUD HI

Stunting Kemenko PMK

Kemenkes

Kesehatan Reproduksi Kemenkes Menjadi bagian dari mitra pembangunan yang mengembalikan anak yang rentan ke sekolah melalui program pengasuhan berkualitas dan penguatan keluarga Menjadi anggota forum komite pendidikan dan satuan pendidikan yang berkomitmen untuk turut berperan aktif dalam pencegahan bullying di lingkungan terdekat anak melalui Menjadikan anak sebagai duta genre dan pemimpin muda indonesia juga berkontribusi pada program sosialisasi pendidikan sex bagi anak, mempersiapkan anak yang akan memasuki pernikahan atau menghadapi pernikahan dini melalui kesehatan reproduksi dan kolaborasi dengan K/L/D lainnya Ikut memberikan praktik baik pengasuhan pada anak usia dini dan keluarga SOS tentang pentingnya anak usia dini sebagai pondasi SDM unggul Berpartisipasi pada pemeriksaan anak yang berada dalam 1000 hari kehidupannya dengan pemenuhan hak kesehatan dan makanan yang berkualitas dan ilmu pengasuhan bagi ibu asuh dan remaja yang berada di Desa Anak SOS Memberikan sosialisasi dan pemahaman tentang kesehatan

Kesetaraan Gender KPPPA

SDGs Bappenas reproduksi pada anak dan remaja berkoordinasi dengan kementerian dan organisasi atau mitra NGO lainnya Memberikan pemahaman gender dan Desa Aman bagi semua anak yang berada dalam pendampingan di Desa Anak ataupun komunitas Menjadi anggota SDGs Academy dan mencatatkan kegiatan Desa anak dan Komunitas dampingan sebagai pencapaian 17 Goals SDGs sebagai pencapaian global

7.2 Jenis Kemitraan untuk Kegiatan Bersama di Bidang Sosial

Apa jenis kemitraan untuk kegiatan bersama yang didirikan di negara ini? (mis.

LSM -negara, LSM - LSM) [Jelaskan masing-masing dan beri alasan dengan contoh/bukti].

Tabel 16. Jenis-Jenis Kemitraan untuk Kegiatan Bersama Bidang Sosial

Kemitraan

Kemitraan LKSA Kemensos

Leader

Kemitraan Perlindungan Anak Kemensos

keterangan

Registrasi LKSA dilakukan di kemensos, sebagai kementerian yang menaungi kegiatan kesejahteraan sosial Menjadi Mitra Kemensoso dalam perlindungan anak sehingga dapat menjadi rujukan bagi lembaga atau penanganan kasus perlindungan di Indonesia

Kemitraan SDGs Bappenas, Sekretariat SDGs Menjadi mitra yang berkontribusi pada Voluntary National Reporting yang dilakukan setiap tahun

SUN Network Bappenas, Sekretariat SUN Network

Menjadi bagian dari penanganan stunting , pangan dan gizi untuk pemberdayaan kualitas hidup anak indonesia Koalisi PAUD HI Kemenko PMK Turut serta dalam penanganan dan pengembangan anak usia dini yang meliputi layanan yang holistik dan integratif pendidikan , pengasuhan dan kesejahteraan sosial Desa Sadar Kerukunan Kementrian Agama Menjadi percontohan desa kerukunan di Indonesia

Desa Literasi Kemendikbud Menjadi bagian dalam Program Literasi Bangsa

7.3 Tarif Dasar untuk Pendirian LSM atau Kemitraan LSM

Apakah ada tarif dasar untuk pendirian LSM atau kemitraan LSM?

Disesuaikan dengan bentuk hukum organisasi pembentukan perkumpulan atau yayasan.

7.4 Jenis Jaringan yang Didirikan di Indonesia

Jenis jaringan apa yang didirikan di negara ini?

7.4.1 Daftar Semua Jaringan Hak Anak/Penitipan Anaka di Indonesia Buat daftar semua jaringan hak anak/penitipan anak yang ada di negara tersebut dan tentukan partisipasi SOS di masing-masing jaringan tersebut.

(Sesuai Jawaban bagian 8 terkait Kontribusi NGO/Pemerintah/Para Pihak lain)

8. Kesimpulan dan Rekomendasi

Matriks Strategi Penanganan Anak Kehilangan Pengasuhan dan Anak Rentan

Kehilangan Pengasuhan 2020-2024. ● Kerangka hukum pengasuhan anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, BAB VIII Pengasuhan dan Pengangkatan Anak dalam Bagian Kesatu Pengasuhan Anak Pasal 37 dan 38. ● Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak kemudian memiliki aturan pelaksanaan lagi yaitu Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak yang melaksanakan ketentuan Pasal 17, Pasal 26, Pasal 30, Pasal 32, dan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak ini. ● Tindak kekerasan terhadap anak semakin bervariasi ragam, bentuk, dan tempatnya, mulai terjadi dari lingkungan rumah tangga, yayasan/panti asuhan, sekolah, pondok pesantren, dan tempat umum lainnya (jalanan, terminal, stasiun), yang tidak banyak diketahui kejadiannya, karena kurangnya kepedulian masyarakat terhadap perlindungan anak, termasuk anak di pengasuhan alternatif. ● Berbagai permasalahan perlindungan anak yang terjadi di Indonesia dapat dilihat dari berbagai bidang perlindungan anak, diantaranya : Bidang Hak Sipil dan Kebebasan Menurut UUD 1945, Pasal 28B ayat (2) : “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Tabel 17. Strategi Penanganan Anak Kehilangan Pengasuhan dan Anak Rentan Kehilangan Pengasuhan 2020-2024

Kontribusi NGO/Pemerintah/Para Pihak lain Kelompok sasaran Anak Kehilangan Pengasuhan Anak yang Rentan Kehilangan Pengasuhan

Intervensi SOS ▪ Pengasuhan

▪ Perlindungan

▪ Kesehatan

▪ Pendidikan Memberikan pengasuhan berbasis keluarga bagi anak yang kehilangan pengasuhan orang tua

Memfasilitasi anak mengakses identitas dan dan berpartisipasi dalam pemenuhan haknya

Memfasilitasi anak mengakses layanan kesehatan Memfasilitasi anak mengakses layanan pendidikan dan pelatihan Memberikan pendampingan pada anak rentan agar dapat memperkuat keluarga agar dapat memberikan hak anak dan memperkuat kesejahteraaan keluarga Memastikan program yang mengintegrasikan pemenuhan hak anak dan pendampingan keluarga agar anak dapat mandiri Memastikan anak mengakses layanan kesehatan Memastikan anak memperoleh layanan pendidikan dan pelatihan

Pemerintah (Pusat/Prov/Kab/Kota)

▪ Intervensi ▪ Daerah SOS 1. Lembang ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , kartu prakerja dan PKH

2. Cibubur

ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , kartu prakerja dan PKH 3. Semarang ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , kartu prakerja dan PKH 4. Banda Aceh ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , kartu prakerja dan PKH 5. Meulaboh ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , kartu prakerja dan PKH

6. Medan ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , kartu prakerja dan PKH

7. Bali ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

8. Kupang

9. Palu kartu prakerja dan PKH ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , kartu prakerja dan PKH ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , kartu prakerja dan PKH Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

8.1 Tantangan dan Peluang untuk Meningkatkan Akses SOS ke Subsidi

Sebutkan tantangan dan peluang utama yang diramalkan oleh studi ini untuk meningkatkan akses SOS ke subsidi. Jadilah sespesifik mungkin. Tentukan, bagaimana SOS harus mengatasi setiap tantangan? , dan bagaimana SOS harus memanfaatkan setiap peluang? ● Pada level kelompok kebijakan, hasil monitoring dan evaluasi, tergambar bahwa banyak persoalan yang terkait dengan masalah pelaksanaan prinsip Pendaftaran Penduduk (Population Administration) yang tidak sejalan dengan prinsip Pencatatan Sipil, khususnya mengenai makna pemberian status hukum otentik kepada anak yang juga merupakan bagian tidak terpisahkan dari Perlindungan Anak (baik ditegaskan oleh KHA maupun UU PA). ● Meskipun sudah ada upaya untuk mencari jalan keluar atas berbagai hambatan yang terjadi selama ini, misalnya melalui Nota Kesepahaman 8 Menteri, namun di lapangan Nota Kesepahaman ini belum tersosialisasi dengan baik, bahkan ada juga daerah yang memilih jalan aman dengan tetap mengacu kepada prosedur standar yang banyak hambatannya kepada anak tersebut. ● Dengan demikian, upaya terpenting yang perlu dilakukan adalah merevisi Peraturan Perundang-undangan yang ada sebagai prioritas, mengingat pelaksana di lapangan cenderung menerapkan aturan secara kaku sesuai dengan bidang masing-masing tanpa mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang bersifat prinsip, seperti misalnya kepada masalah Perlindungan Anak yang seharusnya menjadi butir yang masuk ke semua (cross-cutting) permasalahan yang ada. ● Bidang Keluarga dan Pengasuhan Alternatif Masalah pokok perlindungan anak bidang keluarga dan pengasuhan alternatif di dominasi oleh kasus-kasus yang berakar dari kerentanan keluarga baik rentan secara ekonomi, sosial, kemasyarakatan dan religiusitas keagamaan, diantaranya : Penelantaran Anak menjadi masalah serius dan seperti fenomena gunung es, yang terus menunjukan tren peningkatan.

Tabel 18. Tantangan dan Peluang untuk Meningkatkan Akses SOS ke Subsidi

Tantangan dan Peluang Cara Mengatasi Cara Memanfaatkan Peluang

Menginisiasi kampanye pada isu yang menjadi perhatian saat itu Memiliki agen advokasi yang berada di nasional level dan punya keahlian komunikasi untuk berjejaring Memiliki bank kampanye sehingga mengumpulkan isu yang berkaitan dengan Core Business SOS

Membuka peluang voluntari yang diberikan kemampuan informasi Buka voluntary work untuk kegiatan advocacy SOS Acade888my ?

Menunjuk PIC Advocacy Menunjuk PIC GS

8.2 Tindakan untuk Meningkatkan Jumlah Subsidi yang Diterima oleh SOS dalam

Rencana Waktu Dekat dan Rencana Tiga Tahun

Apa jalan/tindakan yang mungkin untuk meningkatkan jumlah subsidi yang diterima oleh SOS dalam waktu dekat dan dalam rencana tiga tahun? [Buat daftar langkahlangkah atau tindakan.

Tabel 19. Tindakan Meningkatkan Jumlah Subsidi yang Diterima oleh SOS dalam Rencana Waktu Dekat dan Rencana Tiga Tahun

Pemetaan daerah kerja SOS dan keberadaan K/L/D per lokasi pertahun Pemetaan kemitraan di setiap level baik daerah dan nasional level Mengidentifikasi kontribusi setiap OPD daerah untuk lokasi kerja SOS mengidentifikasi GS di nasional level dan langkah langkah yang akan diambil mengidentifikasi PIC kementerian dan OPD melakukan FGD menunjuk advocacy setiap lokasi program MONEV pencapaian

8.3 Kemungkinan Resiko yang Diramalkan dalam Strategi Subsidi

Apa kemungkinan resiko yang harus kita ramalkan dalam strategi subsidi kita?

Tentukan kemungkinan tindakan penahanan untuk setiap risiko. ● cash transfer untuk bantuan PIP sangat tergantung pada data DTKS ● kartu sejahtera untuk program ATENSI sangat tergantung dengan pemutakhiran data yang dilakukan oleh kemensos ● koordinasi dengan dinas sosial dan kemensos untuk DTKS merupakan langkah yang wajib dilakukan oleh seluruh lembaga yang menangani anak dalam kelompok PMKS.

8.4 Kemitraan Strategis yang Harus Dikembangkan SOS untuk Meningkatkan Akses terhadap Subsidi

Kemitraan strategis mana yang harus dikembangkan SOS untuk meningkatkan aksesnya terhadap subsidi? [kontak dengan pengambil keputusan utama, pemberi pengaruh, lembaga publik, dan juga dari OSC-manual SOS].(OSC-out of school children -anak tidak sekolah kalo di Indonesia) ● Stranas ATS ini berfokus pada berbagai kelompok anak usia 7 – 18 tahun yang menjadi sasaran penerima manfaat berbagai program, termasuk didalamnya kelompok anak rentan, seperti anak penyandang disabilitas, serta anak-anak yang berada di daerah 3T. ● Stranas ATS ini diharapkan dapat memberikan arahan strategi kebijakan dan aksi prioritas yang harus dilaksanakan oleh pemerintah, baik di tingkat pusat (Kementerian/Lembaga, K/L), provinsi, daerah, sampai ke desa, dan juga oleh masyarakat dalam upaya menangani isu ATS dan mengurangi jumlah ATS. ● Terpenuhinya pendidikan dan pelatihan setiap anak di Indonesia akan menjamin kemampuan Indonesia untuk memaksimalkan manfaat bonus demografi serta mewujudkan potensi pertumbuhan sosial dan ekonomi yang optimal. ● Strategi Nasional Pencegahan Stunting Stranas Stunting - Stunting Pencegahan stunting menyasar berbagai penyebab langsung dan tidak langsung yang memerlukan kerjasama dan koordinasi lintas sektor di seluruh tingkatan pemerintah, swasta dan masyarakat. ● Lima Pilar tersebut adalah: 1) Komitmen dan visi pimpinan tertinggi negara; 2) Kampanye nasional berfokus pada pemahaman perubahan perilaku, komitmen politik, dan akuntabilitas; 3) Konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program nasional, daerah, dan masyarakat; 4) Mendorong kebijakan ketahanan pangan dan 5) Pemantauan dan evaluasi. ● Di dalam RPJMN 2020-2024, Perkawinan Anak menjadi salah satu indikator di dalam Prioritas Nasional 3 Meningkatkan SDM yang Berkualitas dan Berdaya Saing, pada Program Prioritas Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda. ● Dokumen Stranas PPA dan publikasi Pencegahan Perkawinan Anak dapat terwujud karena kerja sama yang baik antar Kementerian/Lembaga, khususnya antara Kementerian PPN/Bappenas dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang didukung penuh oleh mitra pembangunan, pakar, akademisi, tokoh agama, lembaga masyarakat dan kelompok anak muda,” jelas Menteri Suharso. ● Ketiga, aksesibilitas dan perluasan layanan untuk menjamin anak mendapat layanan dasar komprehensif untuk kesejahteraan anak terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak. ● Keempat, penguatan regulasi dan kelembagaan untuk menjamin pelaksanaan dan penegakan regulasi terkait pencegahan perkawinan anak dan meningkatkan kapasitas dan optimalisasi tata kelola kelembagaan. ● Rencana Aksi Nasional Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (RAN PAUDHI) Program Prioritas Presiden Jokowi adalah SDM Unggul, dan SDM Unggul dimulai dengan pondasi Anak Usia Dini yang dapat mengakses layanan berkualitas, PAUD Holistik Integratif adalah penanganan anak usia dini secara utuh (menyeluruh) yang mencakup layanan gizi dan kesehatan, pendidikan dan pengasuhan, dan perlindungan, untuk mengoptimalkan semua

aspek perkembangan anak yang dilakukan secara terpadu oleh berbagai pemangku kepentingan di tingkat masyarakat, pemerintah daerah, dan pusat.

Tabel 20. Daftar Kontak PIC Mitra

Instansi No Unit Kerja

Kementerian PPN/Bappenas 1 Deputi Bidang PMMK (Wakil Ketua I)

Kontak PIC

Marli Sekretaris Deputi (0812 1338 3560)

Kementerian Dalam Negeri 2 Dirjen Bina Pembangunan Daerah (Wakil Ketua II) Aya TU (0812 8038 9994)

3 Dirjen Bina Pemerintah Desa Mia (0812 1919 381)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 4 Dirjen Dukcapil

5 Dirjen PAUD, Pendidikan

Dasar, dan Pendidikan

Menengah Kurnia TU (0813 1512 6060)

Maryana Dir. PAUD (0816 1444 463)

6 Dirjen Guru dan Tenaga

Kependidikan Nike Dir GTK PAUD (0812 8051 7962)

Kementerian Sekretariat Kabinet 7 Deputi PMK Beki Asdep P&K (0819 0256 5054) *tidak menyampaikan laporan

Kementerian PPPA 8 Deputi Pemenuhan Hak Anak Anisa (0812 8392 0676) Perpe (0813 1990 8886)

9 Deputi Perlindungan Khusus

Anak Dewinta Deputi PABK (0857 3767 5416)

Kementerian Desa PDTT 10 Dirjen Pembangunan Desa dan Perdesaan Ririn Dir. Sosbud (0852 1580 3243)

Kementerian Kesehatan 11 Dirjen Kesehatan Masyarakat Made Diah (0812 3917 801)

12 Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Andi Dir. Imunisasi (0812 8716 7471)

Kementerian Agama 13 Dirjen Pendidikan Islam Edi Staf (0856 7710 994)

14 Dirjen Bina Masyarakat Kristen Melius Dir Pendidikan (0812 1266 6048)

15 Dirjen Bina Masyarakat Katolik Agustinus Tungga Gempa Direktur Pendidikan Katolik (081231203386)

16 Dirjen Bina Masyarakat Hindu Nomor TU Dirjen (0811 878 096)

17 Dirjen Bina Masyarakat Buddha Sudar TU (0857 5741 7168)

Kementerian Sosial 18 Dirjen Rehabilitasi Sosial Arimurti (0813 9827 6288)

BKKBN

BPS 19 Deputi Bidang KSPK Jumari Ditbalnak (0813 8132 0504)

20 Deputi Bidang KBKR Yaya Dit Kespro (0822 4256 3923)

21 Deputi Bidang Statistik Sosial Nadra Deputi Statistik Kesra 0898 9586 881)

8.5 Hal-hal yang Harus Diperhatikan SOS untuk Mengembangkan Strategi Subsidi

Menurut Anda, apa yang harus diperhatikan SOS untuk mengembangkan strategi subsidinya? [Rekomendasi, tips dan informasi berguna lainnya]. ● Pendataan berkualitas, dengan Kemitraan di tingkat pusat dan terlibat dalam kegiatan monitoring dan evaluasi. ● Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar Gizi Buruk Gizi buruk merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian dan penanganan cepat dan menjadi pekerjaan utama bagi Pemerintah dan Negara. sehingga pengasuhan di Desa Anak SOS dapat menjadi rujukan bagi lembaga dan organisasi lain dalam penangangan anak yang rentan untuk dapat menjalani recoveri psikososialnya hingga mandiri.

● Memberikan penguatan Bidang Pendidikan, Rekreasi dan Aktivitas Budaya

Masalah Ujian Nasional (UN) yang sudah dihilangkan, Posisi KPAI dalam menyikapi UN tetap memberikan suara kritis, karena banyaknya pengaduan masyarakat yang mengeluhkan UN yang telah menjelma menjadi bentuk kekerasan psikis terhadap anak, dan bentuk asesmen yang belum jelas konsepnya. ● Akses pendidikan dan kualitas SDM yang tidak merata, akses pendidikan yang tidak merata pada setiap daerah masih menjadi kendala dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas untuk anak rentan dengan tumbuh sesuai dengan bakat dan minatnya di Desa Anak SOS ● Oleh sebab itu, SOS mendukung penerapan hukuman terhadap anak yang melanggar hukum bukanlah berupa pemidanaan tetapi cukup tindakan, yang tidak dilakukan pada lembaga-lembaga di bawah Kemenkumham, melainkan lembaga-lembaga pendidikan di bawah Kementerian Sosial atau bahkan di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

8.6 Pandangan Terkait Situasi Subsisdi Negara

Jangan ragu untuk mengungkapkan pendapat Anda di bagian ini dan beri tahu kami pandangan Anda tentang situasi subsidi negara dan perspektif yang harus kami pertimbangkan. ● Memetakan strategi advokasi pusat dan daerah ● Melakukan koordinasi dengan para pihak ● Menentukan level capaian advokasi ● Memasukkan anggaran advokasi dalam perencanaan tahunan organisasi ● Mengambil peran dalam implementasi UU Pengasuhan

8.7 Rekomendasi ● Kerangka Hukum Negara (Country legal framework): Pembangunan Manusia Indonesia diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) IV 2020-2024 yang berfokus pada 7 (tujuh) Prioritas Nasional, yaitu (1) memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas; (2) mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan; (3) meningkatkan SDM berkualitas dan berdaya saing; (4) revolusi mental dan pembangunan kebudayaan; (5) memperkuat infrastruktur mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar; (6) membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim; dan (7) memperkuat stabilitas politik, hukum, pertahanan, keamanan dan transformasi pelayanan publik. ● Melakukan Analisis strategi dan dokumen kebijakan regional dan nasional yang relevan: Strategi Nasional Berkenaan Pemenuhan Hak Anak Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS) (Stranas_ATS_di_Indonesia_20192020_ALL.pdf (bappenas.go.id) Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah (Stranas ATS) ini bertujuan untuk memastikan adanya penguatan, perbaikan, perluasan, serta koordinasi yang lebih baik dan efektif dari berbagai program dan inisiatif pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan pelatihan anak-anak di Indonesia. ● Isu Strategis dalam RPJMN 2020-2024 Berkenaan Pemenuhan Hak Anak Penetapan prioritas mengenai kelompok sasaran SOS berdasarkan isu-isu strategis terkait pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial anak yang

dituangkan dalam RPJMN IV 2020-2024 yang disusun pemerintah terkait peningkatan SDM yang berkualitas dan berdaya saing di dalamnya terdapat prioritas peningkatan produktivitas, pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas anak, perempuan, dan pemuda, pengendalian penduduk dan tata kelola, penguatan pelaksanaan perlindungan sosial, peningkatan pelayanan kesehatan serta program prioritas dan kegiatan prioritas terkait keluarga. ● Isu Strategis yang berkaitan dengan Advokasi serta Komunikasi Informasi dan

Edukasi (KIE) adalah (1) 16,4% anak belum memiliki akta kelahiran, (2)Stunting balita memiliki trend menurun namun masih tinggi dari 30,8% (berdasarkan Riskesda tahun 2018) menjadi 27,7% (Riskesda integrasi dengan

Susenas 2019), (3) Kematian Ibu dan Bayi menurun, (4) 16,68% anak usia 5-17 tahun berstatus tidak/belum bersekolah atau tidak bersekolah lagi, (5) 4,71% anak usia 5-17 tahun merokok, (6) 61,7% laki-laki dan 62% perempuan usia 1317 tahun pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupkan, (7) Perilaku merokok dan konsumsi alkohol masing-masing pada remaja laki-laki 47,6% dan 28,6%, Remaja perempuan 0,7% dan 3,4%, (8) Meningkatnya angka perceraian sebesar rata-rata 3% pertahun, (9) 1 dari 3 penduduk lansia tidak memiliki jaminan kesehatan dan hanya 64,54% lansia di 40% kelompok pengeluaran terbawah memiliki jaminan kesehatan, (10) 71%KDRT dan 28% terjadi di ranah publik (Perkosaan, pencabulan, dan kekerasan seksual). ● Isu Strategis juga disebabkan karena belum optimalnya pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi dan penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja dan calon pengantin diantaranya (1) masih tingginya angka perkawinan anak di

Indonesia 11,2%, (2) Tingginya angka kehamilan yang tidak diinginkan: 7,1% kehamilan tidak direncanakan, dan 1,3% perempuan yang menikah menganggap hamil bukan pada waktu yang tepat, (3) persentase umur pertama berhubungan seksual pada umur 15-19 tahun(59% perempuan dan 74% laki-laki), (4) ASFR 15-19 turun cukup signifikan, namun ada indikasi tindakan aborsi di kalangan remaja, (5) 63,8% jumlah infeksi HIV baru terjadi pada rentang 15-19 tahun. ● Terjadinya Dinamika perubahan struktur peran dan fungsi keluarga sehingga terjadi pergeseran peran pengasuhan dari orang tua ke orang lain, terbentuknya keluarga tidak lengkap /keluarga tungga serta pentingnya peran keluarga menghadapi perkembangan teknologi dan digitalisasi informasi seperti; (1)

Balita yang mendapatkan pengasuhan tidak layak sekitar 3,73% dan sekitar 4,84% anak tidak tinggal bersama kedua orang tuanya, (2)Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja (TPAK) Perempuan baru mencapai 51,89%, terjadi pergeseran pola pengasuhan pengganti baik di dalam rumah maupun di institusi seperti

TPA, TAS, dan juga daycare (3) Meningkatnya laporan cyber crime yang melibatkan anak dari 608 kasus (2017) menjadi 679 kasus (2018). ● Standar ini menjadi acuan bagi Dinas Sosial/Instansi Sosial untuk mendukung pengambilan keputusan tentang pengasuhan anak dan keluarganya khususnya yang membutuhkan kewenangan Dinas Sosial/Instansi Sosial, yaitu penempatan anak dalam keluarga alternatif atau di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak; melakukan asesmen terhadap usulan pendirian Lembaga Kesejahteraan Sosial

Anak, memberikan atau membatalkan izin serta melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. ● Terlibat dalam monitoring secara reguler yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan

Kementerian Sosial untuk menjamin bahwa pelayanan yang disediakan benarbenar merespon kebutuhan yang aktual serta sesuai dengan standar nasional, berbagai hukum, dan aturan yang berlaku.

9. Referensi

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak

Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Layanan Perlindungan dan Kesejahteraan.

Kementerian Sosial. (2011). Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga

Kesejahteraan Sosial Anak.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak.

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 13

Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021.

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional IV Tahun 2020-2024.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Pengasuhan Berkualitas Anak Indonesia di Masa Pandemi (ayahbunda.co.id)

https://kemensos.go.id/kemensos-respon-cepat-kasus-anak-alami-keterpisahan-denganorangtua-terdampak-covid-19

https://kemensos.go.id/perlindungan-anak-yang-kehilangan-orangtua-akibat-covid-19

https://kemensos.go.id/gencar-berikan-atensi-blbi-abiyoso-jalin-kerja-sama-denganbank-mandiri

https://kemensos.go.id/ska-abiseka-pekanbaru-diresmikan-mensos-beri-motivasi-danbantuan-atensi-ke-para-penerima-manfaat

http://indonesiapintar.kemdikbud.go.id/

https://www.kemkes.go.id/index.php?txtKeyword=stunting&act=searchaction&pgnumber=0&charindex=&strucid=&fullcontent=&CALL=1&C1=1&C2=1&C3=1&C4=1&C5=1

https://promkes.kemkes.go.id/pencegahan-stunting

https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Warta-KesmasEdisi-02-2018_1136.pdf

https://www.kemkes.go.id/article/view/17070700004/program-indonesia-sehat-denganpendekatan-keluarga.html

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2567/pengasuhan-yang-baiktekan-potensi-kekerasan-pada-anak

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2938/standardisasi-pusatpembelajaran-keluarga-puspaga-hadirkan-pengasuhan-anak-yang-optimal

https://kemensos.go.id/rakor-harmonisasi-pengembangan-daycare-dalam-penguatanpengasuhan-an

https://www.bkkbn.go.id/detailpost/bkkbn-kampanyekan-gerakan-pengasuhan-anakdalam-rangka-hari-anak-nasional-tahun-2019

https://www.bkkbn.go.id/detailpost/program-bina-keluarga-balita-holistik-integratifbkb-hi-upaya-pemerintah-cegah-stunting

https://pelatihan.kemnaker.go.id/prakerja

https://www.kemendagri.go.id/berita/baca/30775/pokja-i-tp-pkk-pusat-dorong-polaasuh-anak-remaja-yang-tepat-di-era-digital

https://kemensos.go.id/rehabilitasi-sosial

https://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus-pengaduan-anak-2016-2020

10. Lampiran Lampiran 1. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Pengasuhan diatur pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, BAB VIII Pengasuhan dan Pengangkatan Anak dalam Bagian Kesatu Pengasuhan Anak, Pasal 37 dan 38 menyatakan bahwa:

Pasal 37 1. Pengasuhan anak ditujukan kepada anak yang orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anaknya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. 2. Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu. 3. Dalam hal lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlandaskan agama, anak yang diasuh harus yang seagama dengan agama yang menjadi landasan lembaga yang bersangkutan. 4. Dalam hal pengasuhan anak dilakukan oleh lembaga yang tidak berlandaskan agama, maka pelaksanaan pengasuhan anak harus memperhatikan agama yang dianut anak yang bersangkutan. 5. Pengasuhan anak oleh lembaga dapat dilakukan di dalam atau di luar Panti Sosial. 6. Perseorangan yang ingin berpartisipasi dapat melalui lembaga-lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).

Pasal 38 1. Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, dilaksanakan tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. 2. Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui kegiatan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, dan pendidikan secara berkesinambungan, serta dengan memberikan bantuan biaya dan/atau fasilitas lain, untuk menjamin tumbuh kembang anak secara optimal, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial, tanpa mempengaruhi agama yang dianut anak.

Kemudian disisipkan atau ditambahkan satu Pasal yaitu Pasal 38 A dalam UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang mengatakan bahwa Pelaksanaan Pengasuhan Anak diatur dengan Peraturan Pemerintah, sebagaimana di bawah ini:

Pasal 38A

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Begitulah jalannya sejarah mengapa Pengasuhan Anak dalam pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini penting karena Pengasuhan Anak adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan demi kepentingan terbaik bagi Anak.

Anak dalam hal ini adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sebagai kelompok yang rentan, Anak harus diperhatikan dan dilindungi secara khusus oleh negara.

Lampiran 2. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2017 tentang Pengasuhan Anak

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2OO2 tentang Perlindungan Anak Menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5946).

Penjelasan Umum PP Pelaksanaan Pengasuhan Anak Anak sebagai penerus cita-cita bangsa diharapkan dimasa yang akan datang mampu memikul hak dan tanggung jawab tersebut. Untuk itu maka Anak memerlukan kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh kembang secara wajar baik jasmani, rohani maupun sosial, sehingga dapat terwujud AnakAnak yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Namun demikian dalam masyarakat masih banyak Anak yang mengalami hambatan dalam pemenuhan hak Anak, termasuk untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Mengacu pada Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2OO2 tentang Perlindungan Anak Menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5946), upaya perlindungan Anak perlu dilaksanakan sedini mungkin dimulai sejak Anak dalam kandungan sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. Upaya ini merupakan tanggung jawab dari Orang Tua, Keluarga, negara, pemerintah, dan masyarakat.

Dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut, Orang Tua di lingkungan Keluarga merupakan orang yang pertama berkewajiban dan bertanggung jawab atas Pengasuhan Anak, demi terwujudnya perlindungan dan kesejahteraan Anak. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri kecuali ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Akan tetapi, demi kelangsungan tumbuh kembang dan kepentingan Anak itu sendiri perlu ada pihak-pihak lain yang melindungi.

Peralihan tanggung jawab pengasuhan Orang Tua kepada pihak lain ditujukan kepada Anak yang Orang Tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang Anaknya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.

Sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2OO2 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang¬Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5946) perlu menetapkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak.

Peraturan Pemerintah ini dijadikan pedoman dalam pelaksanaan Pengasuhan Anak yang mencakup Ketentuan Umum, Pengasuhan Anak di luar Panti Sosial, Pengasuhan Anak di dalam Panti Sosial, Pengaduan dan Pelaporan, Bimbingan dan Pengawasan, dan Ketentuan Penutup. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan agar Pengasuhan Anak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk mencegah terjadinya penyimpangan sehingga dapat memberikan perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan Anak, demi kepentingan terbaik Anak.

Lampiran 3. PP N0. 40 Tahun 2017 tentang Pengasuhan Anak

Isi PP Pengasuhan Anak Berikut adalah isi PP 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Pengasuhan Anak adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan demi kepentingan terbaik bagi Anak. 2. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 3. Lembaga Asuhan Anak adalah lembaga di bidang kesejahteraan sosial yang melaksanakan fungsi Pengasuhan Anak baik milik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun milik masyarakat. 4. Lembaga Pengasuhan Anak adalah lembaga kesejahteraan sosial yang memiliki kewenangan untuk melakukan proses pengusulan calon Orang Tua

Asuh dan calon Anak Asuh. 5. Orang Tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. 6. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.

7. Anak Asuh adalah Anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena Orang Tuanya atau salah satu Orang Tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang Anak secara wajar. 8. Orang Tua Asuh adalah suami istri atau orang tua tunggal selain Keluarga yang menerima kewenangan untuk melakukan Pengasuhan Anak yang bersifat sementara. 9. Asesmen adalah proses untuk mengidentifikasi masalah, kebutuhan, dan potensi Anak dan Keluarga berkaitan dengan pengasuhan dan perlindungan

Anak, kesiapan dan kapasitas Orang Tua, Keluarga, atau calon keluarga pengganti. 10. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. 11. Panti Sosial adalah lembaga/unit pelayanan yang melaksanakan rehabilitasi sosial bagi satu jenis sasaran untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. 12. Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial. 13. Pendampingan adalah kegiatan Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga

Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan Anak akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan. 14. Akreditasi adalah penetapan tingkat kelayakan dan standardisasi lembaga di bidang kesejahteraan sosial yang didasarkan pada penilaian program, sumber daya manusia, manajemen dan organisasi, sarana dan prasarana, dan hasil pelayanan kesejahteraan sosial. 15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. 16. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil

Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 17. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara

Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

Pasal 2 Pelaksanaan Pengasuhan Anak bertujuan:

a. terpenuhinya pelayanan dasar dan kebutuhan setiap Anak akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, kesejahteraan, dan hak-hak sipil Anak; dan b. diperolehnya kepastian pengasuhan yang layak bagi setiap Anak.

Pasal 3 1. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri. 2. Dalam hal pemisahan Anak dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak, Pengasuhan Anak harus dilakukan oleh Lembaga Asuhan Anak. 3. Pengasuhan Anak oleh Lembaga Asuhan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pertimbangan terakhir. 4. Pengasuhan Anak oleh Lembaga Asuhan Anak dilakukan dengan persyaratan:

a. Orang Tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang Anak secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial; b. Orang Tuanya dicabut kuasa asuhnya berdasarkan penetapan pengadilan; dan/atau c. Anak yang memerlukan perlindungan khusus.

Pasal 4 Dalam hal Lembaga Asuhan Anak berlandaskan agama, Anak yang diasuh harus seagama dengan agama yang menjadi landasan Lembaga Asuhan Anak yang bersangkutan.

Pasal 5 Dalam hal Lembaga Asuhan Anak tidak berlandaskan agama maka pelaksanaan Pengasuhan Anak harus memperhatikan agama yang dianut Anak yang bersangkutan.

Pasal 6 1. Pengasuhan Anak oleh Lembaga Asuhan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dapat dilakukan:

a. di luar Panti Sosial; atau b. di dalam Panti Sosial.

2. Pengasuhan anak di luar Panti Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menjadi prioritas utama dan dilakukan berbasis keluarga. 3. Pengasuhan anak di dalam Panti Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan upaya terakhir.

BAB II PENGASUHAN ANAK DI LUAR PANTI SOSIAL Bagian Kesatu Umum

Pasal 7 1. Pengasuhan Anak di luar Panti Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:

a. Keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga; b. Keluarga sedarah dalam garis menyimpang; atau c. Orang Tua Asuh.

2. Pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan izin dari dinas sosial kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi dari hasil Asesmen Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga

Kesejahteraan Sosial. 3. Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditugaskan oleh dinas sosial kabupaten/kota.

Pasal 8 1. Pengasuhan Anak di luar Panti Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan dengan Pendampingan dari Lembaga Asuhan Anak. 2. Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial kabupaten/kota. 3. Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir berdasarkan Asesmen Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial kabupaten/kota.

Bagian Kedua 1. Pengasuhan Anak oleh Keluarga Sedarah, Pengasuhan Anak oleh Keluarga Sedarah terdiri atas:

a. Pengasuhan Anak oleh Keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga; dan b. Keluarga sedarah dalam garis menyimpang.

2. Pengasuhan Anak oleh Keluarga sedarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Lembaga Asuhan Anak yang ditunjuk. 3. Lembaga Asuhan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melaporkan kepada dinas sosial kabupaten/kota. 4. Keluarga sedarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban untuk mencatatkan identitas Anak pada dinas yang menyelenggarakan urusan di bidang kependudukan setempat. 5. Pencatatan di bidang kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 10 Kewajiban dan tanggung jawab Keluarga sedarah meliputi:

a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan; b. menumbuhkembangkan Anak secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan d. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada

Anak.

Bagian Ketiga Pengasuhan oleh Orang Tua Asuh Paragraf 1 Umum

Pasal 11 Kewajiban dan tanggung jawab Orang Tua Asuh, meliputi:

a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan; b. menumbuhkembangkan Anak secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan d. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada

Anak.

Pasal 12 1. Pengasuhan Anak oleh Orang Tua Asuh bersifat sementara yang dilaksanakan paling lama 1 (satu) tahun. 2. Selama Anak berada dalam pengasuhan Orang Tua Asuh, Anak harus tetap berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 13 1. Pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) harus diupayakan reunifikasi Keluarga sesegera mungkin oleh Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial kabupaten/kota demi kepentingan terbaik bagi Anak. 2. Dalam hal reunifikasi Keluarga belum tercapai, jangka waktu Pengasuhan Anak dapat diperpanjang sampai mendapatkan pengasuhan yang permanen. 3. Jangka waktu perpanjangan Pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari dinas sosial setempat berdasarkan hasil Asesmen dari Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial.

Pasal 14 1. Pengasuhan Anak oleh Orang Tua Asuh harus mendapat izin dari dinas sosial kabupaten/kota berdasarkan usulan Lembaga Pengasuhan Anak. 2. Lembaga Pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:

a. terakreditasi; dan b. ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 15 Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh badan akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16 Penetapan Lembaga Pengasuhan Anak oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b dilakukan dengan tahapan:

a. lembaga kesejahteraan sosial mengajukan permohonan kepada gubernur; b. gubernur menyampaikan permohonan kepada Menteri; dan c. Menteri menetapkan lembaga kesejahteraan sosial sebagai Lembaga

Pengasuhan Anak.

Pasal 17 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan Lembaga Pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 2 Kriteria Anak Asuh dan Persyaratan Orang Tua Asuh Pasal 18 Kriteria Anak Asuh meliputi:

a. Anak terlantar; b. Anak dalam asuhan Keluarga yang tidak mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai Orang Tua; c. Anak yang memerlukan perlindungan khusus; dan/atau d. Anak yang diasuh oleh Lembaga Asuhan Anak.

Pasal 19 1. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh Orang Tua Asuh meliputi:

a. warga negara Indonesia yang berdomisili tetap di Indonesia; b. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun; c. sehat fisik dan mental dibuktikan dengan keterangan sehat dari rumah sakit pemerintah yang dikelola oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah

Daerah; d. surat keterangan catatan kepolisian; e. beragama sama dengan agama yang dianut Anak; f. memiliki kompetensi dalam mengasuh Anak dengan lulus seleksi dan verifikasi untuk calon Orang Tua Asuh; g. bersedia menjadi Orang Tua Asuh yang dinyatakan dalam surat pernyataan bermaterai; dan h. membuat pernyataan tertulis tidak pernah dan tidak akan melakukan kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah terhadap Anak, atau penerapan hukuman fisik dengan alasan apapun termasuk untuk penegakan disiplin yang dinyatakan dalam surat pernyataan bermaterai diketahui oleh rukun tetangga dan rukun warga atau nama lain di lingkungan setempat.

2. Warga negara Indonesia yang berdomisili tetap di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. suami istri; atau

b. orang tua tunggal. 3. Suami istri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a salah satunya dapat berstatus warga negara asing. 4. Orang tua tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan seseorang yang berstatus tidak menikah atau janda/duda.

Paragraf 3 Tahapan Pendaftaran Pemohon

Pasal 20 1. Untuk menjadi calon Orang Tua Asuh, pemohon mengajukan permohonan kepada Lembaga Pengasuhan Anak. 2. Permohonan untuk menjadi calon Orang Tua Asuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tahapan:

a. pendaftaran; b. seleksi administratif; c. wawancara; d. verifikasi dan Asesmen; dan e. penetapan calon Orang Tua Asuh definitif.

Pasal 21 Tahapan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a dilakukan di Lembaga Pengasuhan Anak dengan menyampaikan permohonan dan dokumen untuk memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.

Pasal 22 1. Lembaga Pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima permohonan melakukan seleksi kelengkapan administratif. 2. Dalam hal persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lengkap, Lembaga Pengasuhan Anak dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja melakukan pemanggilan untuk wawancara terhadap calon Orang Tua Asuh.

Pasal 23 1. Berdasarkan hasil wawancara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), Lembaga Pengasuhan Anak dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja melakukan pengolahan hasil wawancara. 2. Berdasarkan pengolahan hasil wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga Pengasuhan Anak melakukan verifikasi dan Asesmen dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja. 3. Dalam hal hasil verifikasi dan Asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan layak sebagai calon Orang Tua Asuh, Lembaga Pengasuhan Anak mengajukan permohonan bimbingan teknis untuk calon Orang Tua Asuh kepada dinas sosial provinsi.

Pasal 24 1. Calon Orang Tua Asuh yang telah lulus mengikuti bimbingan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) ditetapkan oleh dinas sosial kabupaten/kota menjadi calon Orang Tua Asuh definitif. 2. Calon Orang Tua Asuh definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimasukkan dalam data calon Orang Tua Asuh pada dinas sosial setempat.

Pasal 25 Dalam melakukan tahapan permohonan menjadi calon Orang Tua Asuh, Lembaga Pengasuhan Anak harus berkoordinasi dengan dinas sosial setempat.

Pasal 26 Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan menjadi calon Orang Tua Asuh diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 4 Penyiapan Calon Orang Tua Asuh Pasal 27 Penyiapan calon Orang Tua Asuh dilakukan oleh Lembaga Pengasuhan Anak dan dinas sosial setempat.

Pasal 28 Penyiapan calon Orang Tua Asuh dilakukan melalui tahapan:

a. Asesmen terhadap calon Orang Tua Asuh dan calon Anak Asuh oleh

Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial kabupaten/kota; b. penyesuaian antara calon Orang Tua Asuh dengan Anak; dan c. supervisi dan pemantauan oleh Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga

Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial kabupaten/kota selama Anak masih dalam penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam huruf b.

Pasal 29 1. Lembaga Pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 wajib melaporkan secara berkala hasil penyiapan calon Orang Tua Asuh kepada dinas sosial provinsi melalui dinas sosial kabupaten/kota. 2. Berdasarkan laporan hasil penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan Asesmen lanjutan kepada calon Orang Tua Asuh oleh Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial kabupaten/kota. 3. Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial kabupaten/kota melakukan Asesmen lanjutan terhadap hasil penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebelum penempatan Anak.

Pasal 30 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyiapan calon Orang Tua Asuh diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 5 Penempatan Anak Asuh Pasal 31 1. Penempatan Anak Asuh pada Orang Tua Asuh dilakukan setelah:

a. mendengarkan pendapat Anak Asuh; b. melaksanakan proses penyesuaian antara Anak Asuh dengan calon Orang

Tua Asuh definitif; dan c. mempertimbangkan jumlah Anak yang akan diasuh sesuai dengan kemampuan Orang Tua Asuh.

2. Setelah melalui proses penempatan Anak Asuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan terjadi kesesuaian antara Anak Asuh dan Orang Tua

Asuh, Lembaga Pengasuhan Anak mengusulkan kepada dinas sosial kabupaten/kota untuk mendapatkan izin Pengasuhan Anak.

Pasal 32 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penempatan Anak Asuh diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB III PENGASUHAN ANAK DI DALAM PANTI SOSIAL

Pasal 33 1. Pengasuhan Anak di dalam Panti Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal:

a. Keluarga Anak tidak memberikan pengasuhan memadai sekalipun dengan dukungan yang sesuai, mengabaikan, dan/atau melepaskan tanggung jawab terhadap Anaknya; b. Anak tidak memiliki Keluarga atau keberadaan Keluarga tidak diketahui; c. Anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, atau eksploitasi; d. Anak yang terpisah dari Keluarga karena bencana baik konflik sosial maupun bencana alam; dan/atau e. Anak memerlukan perlindungan khusus lainnya.

2. Panti Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berada sedekat mungkin dengan lingkungan tempat tinggal Anak.

Pasal 34 1. Pengasuhan Anak di dalam Panti Sosial wajib mendapatkan penetapan dari dinas sosial provinsi. 2. Penetapan Pengasuhan Anak di dalam Panti Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan hasil Asesmen Pekerja Sosial Profesional atau

Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial provinsi. 3. Pengasuhan Anak di dalam Panti Sosial wajib dilaporkan oleh Panti Sosial secara tertulis kepada dinas sosial provinsi sesuai dengan rencana

Pengasuhan Anak.

Pasal 35 1. Pengasuhan di dalam Panti Sosial merupakan upaya terakhir dan bersifat sementara sampai dengan dilakukan pengasuhan yang permanen. 2. Selama Anak berada di dalam Panti Sosial, Pekerja Sosial Profesional atau

Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial harus melakukan Asesmen dan rencana pengasuhan yang memungkinkan Anak direunifikasi kepada Keluarganya sesegera mungkin. 3. Dalam hal reunifikasi Keluarga tidak berhasil, Pekerja Sosial Profesional atau

Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial dan Lembaga

Pengasuhan Anak mengupayakan Keluarga pengganti.

Pasal 36 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengasuhan Anak di dalam Panti Sosial diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB IV PENGADUAN DAN PELAPORAN

Pasal 37 1. Anak, Keluarga, dan masyarakat dapat mengajukan pengaduan dan pelaporan terkait dengan Pengasuhan Anak di luar maupun di dalam Panti Sosial. 2. Pengaduan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada dinas sosial setempat. 3. Dinas sosial setempat harus memfasilitasi dan menindaklanjuti pengaduan dan pelaporan dari Anak, keluarga, dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 4. Dinas sosial setempat membuat mekanisme pengaduan dan pelaporan yang mudah diakses oleh Anak, keluarga, dan masyarakat untuk menyampaikan keluhan.

Pasal 38 1. Selain kepada dinas sosial setempat, pengaduan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dapat diajukan kepada:

a. Kepolisian Negara Republik Indonesia; b. Komisi Perlindungan Anak Indonesia; c. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia; d. Ombudsman Republik Indonesia; atau e. lembaga lain yang menangani perlindungan Anak.

2. engaduan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V BIMBINGAN DAN PENGAWASAN

Pasal 39 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengasuhan oleh Lembaga Asuhan Anak dan Lembaga Pengasuhan Anak.

Pasal 40 Bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dilakukan melalui kegiatan:

a. supervisi; b. asistensi; c. pemantauan; dan d. bimbingan teknis.

Pasal 41 1. Supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan Lembaga Asuhan Anak dan Lembaga Pengasuhan

Anak dalam pelaksanaan Pengasuhan Anak.

2. Supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:

a. memberikan penjelasan tentang kebijakan, fungsi kelembagaan, perkembangan Anak, dan Pengasuhan Anak; dan b. memberikan motivasi untuk menjalankan fungsi Lembaga Asuhan Anak dan Lembaga Pengasuhan Anak dalam pelaksanaan Pengasuhan Anak.

Pasal 42 1. Asistensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b dimaksudkan agar

Lembaga Asuhan Anak dan Lembaga Pengasuhan Anak memperoleh bimbingan dan dukungan dalam menerapkan prosedur dan tata cara pelaksanaan Pengasuhan Anak.

2. Asistensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:

a. konsultasi; b. kunjungan dinas kepada Lembaga Asuhan Anak dan Lembaga

Pengasuhan Anak; dan c. memberi dukungan kepada Orang Tua, Keluarga, atau Orang Tua Asuh berupa penguatan Keluarga, konseling, dan pelatihan keterampilan usaha.

Pasal 43 Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf c dimaksudkan untuk memastikan pelaksanaan Pengasuhan Anak oleh Lembaga Asuhan Anak dan Lembaga Pengasuhan Anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 44 1. Bimbingan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf d dimaksudkan agar pengurus Lembaga Asuhan Anak dan Lembaga

Pengasuhan Anak memiliki kemampuan dalam proses pelaksanaan

Pengasuhan Anak.

2. Bimbingan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:

a. meningkatkan pengetahuan mengenai Pengasuhan Anak; b. meningkatkan keterampilan dalam Pengasuhan Anak; dan c. menerapkan prinsip dan etika Pengasuhan Anak.

BAB VI KETENTUAN PENUTUP

Pasal 45 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Demikianlah isi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak.

Lampiran 4:

DIREKTORAT KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR VALIDASI DAN VERIFIKASI PENERIMA MANFAAT

Petunjuk Pengisian Formulir Validasi: 1. Formulir validasi ini diisi oleh Sakti Peksos dengan data dari responden (orang tua, atau/anak) calon penerima PKSA 2. Diketahui oleh petugas LKSA dan petugas dinas sosial kabupaten/kota 3. Tulislah nomor pilihan anda pada jawaban yang disediakan dalam kontak

NO PENJELASAN KETERANGAN

1 Nomor urut Penerima Manfaat / Responden

2 Tanggal validasi, diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun pada saat validasi dilaksanakan.

3 Nama Anak / Penerima Manfaat.

4 Jenis Kelamin Anak /Penerima Manfaat. Diisi dengan nomor Contoh: jika validasi dilakukan pada tanggal 30 April 2014, maka ditulis sbb: 300414 Ditulis nama anak sesuai dengan akte kelahiran atau dokumen lain yang sah. 1. Laki-laki 2. Perempuan

5 Umur Anak ditulis tanggal kelahiran (dua digit), bulan kelahiran (dua digit), dan tahun kelahiran (empat digit)

Alamat Rumah

6 Jalan atau Nama Kampung

7 Nomor RT dan RW

8 Nama Desa / Kelurahan

9 Nama Kecamatan

10 Nama Kabupaten / Kota

11 Nama Provinsi

12 Nomor Kode Pos Setempat

13 Kriteria Anak , diisi dengan nomor sesuai dengan kriteria/klaster anak. Contoh: 09082001

1. Anak Balita 2. Anak Telantar 3. Anak Jalanan 4. Anak Berhadapan Hukum 5. Remaja Rentan 6. Anak dengan Kecacatan 7. Anak Membutuhkan Perlindungan

Khusus

14

15

16 Jenis masalah anak, diisi dengan nomor yang sesuai dengan masalah yang dialami anak. REMAJA YG RENTAN TIDAK DIISI KOLOM 14 (JENIS MASALAH)

Pengeluaran orangtua (ayah dan ibu) perhari, diisi dengan rata-rata pengeluaran orang tua per hari dalam nilai rupiah Keikutsertaan Anak dalam lembaga rehabilitasi sosial. Diisi dengan nomor yang sesuai dengan kegiatan rehabilitasi yang diikuti oleh anak 1. Pelaku 2. Korban 3. Saksi 4. Netra 5. Rungu Wicara 6. Mental 7. Cacat Tubuh 8. Cacat Ganda 9. Bencana Alam 10. Bencana Sosial 11. Trafficking 12. Kekerasan 13. Anak KAT 14. Anak Dieksploitasi 15. Anak NAZA dan HIV 16. Korban perlakuan salah dan penelantaran

1. TAS 2. TPA 3. Panti Balita

pada saat validasi

17

18

19

20

21 Pendapatan anak penerima manfaat perhari, diisi dengan rata-rata penghasilan anak per hari dalam nilai rupiah. Keberadaan pengasuhan, diisi dengan nomor yang menunjukkan anak dalam pengasuhan keluarga atau lembaga Pendidikan Anak, diisi dengan nomor yang menunjukkan akses pendidikan anak pada saat validasi. Kategori pernah dipilih untuk anak yang drop out.

Akte kelahiran, diisi dengan nomor yang menunjukkan anak memiliki atau tidak memiliki akte kelahiran. Tabungan, diisi dengan nomor yang menunjukkan anak memiliki atau tidak memiliki tabungan di lembaga keuangan 4. PSAA 5. Rumah Singgah 6. PSMP 7. LPKS 8. PSBR / SEJENIS 9. PRSABHBM 10. FKKADK 11. LKS ADK 12. RPSA 13. LPA

1. Asuhan keluarga 2. Asuhan lembaga 1. Belum Sekolah 2. PAUD/TK 3. SD/Paket A/SLB 4. SMP/Paket B/SLB 5. SMA/Paket C/SLB 6. Pernah sekolah

1. Memiliki Akte Kelahiran 2. Tidak Memiliki Akte Kelahiran

1. Memiliki tabungan 2. Tidak memiliki tabungan

Petunjuk Pengisian Formulir Verifikasi 1. Formulir verifikasi diisi oleh Sakti Peksos dengan data dari responden (orang tua, atau penerima manfaat/anak) 2. Diketahui oleh petugas LKSA dan petugas dinas sosial kabupaten/kota 3. Tulislah nomor pilihan anda pada jawaban yang disediakan dalam kontak

NO PENJELASAN KETERANGAN

1 Nomor urut pendataan Anak/Penerima Manfaat 2 Tanggal, bulan, dan tahun pendataan (contoh: 25-04-14) 3 Nama Anak sesuai dengan dokumen legal Akte kelahiran

4 Jenis Kelamin Anak ,diisi dengan nomor

1. Laki-laki 2. Perempuan 5 Umur Anak ditulis tanggal kelahiran (dua digit), bulan kelahiran (dua digit), dan tahun kelahiran (empat digit) Contoh: 09082001 6 Kepemilikan akta kelahiran, diisi dengan nomor 1. 2. Tidak Ya 7 Pengetahuan Anak tentang saldo tabungan terakhir, diisi dengan nomor 8 Pengetahun orang tua tentang saldo tabungan terakhir , diisi dengan nomor 1. Tidak 2. Ya 1. Tidak 2. Ya

9 Kehadiran Anak dalam layanan pendidikan sesuai dengan 1. Tidak Pernah Hadir

10

11

12

13 layanan pendidikan yang diikuti dari total layanan yang ada di lembaga, dihitung jumlah kehadiran dan dihitung persentasenya. Diisi dengan nomor yang sesuai dengan hasil perhitungan prosentase. Kolom ini diisi jika anak diasuh dalam keluarga. Keberadaan Anak di rumah atau dalam asuhan keluarga, dihitung lamanya waktu anak melakukan aktifitas baik di dalam maupun di luar rumah yang diketahui/dalam pengawasan orang tua. Diisi dengan nomor yang sesuai dengan lamanya waktu dalam satuan jam Kolom ini diisi jika anak diasuh dalam lembaga. Jumlah kunjungan Orang Tua / Wali dalam 5 bulan. Diisi dengan nomor yang menggambarkan kunjungan dalam lima bulan terakhir atau rata-rata kunjungan setiap tahun Partisipasi Orang Tua dalam mengikuti Family Development Sessions dalam lima bulan terakhir, yaitu kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga. Diisi dengan nomor yang sesuai dengan frekuensi kehadiran orang tua/wali. Partisipasi Anak dalam mengikuti Children Development Sessions (CDS) dalam lima bulan terakhir, yaitu kegiatankegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga. Diisi dengan nomor yang sesuai dengan frekuensi kehadiran anak. 2. Kurang dari 60% 3. 60% - 80% 4. Lebih dari 80%

1. Kurang dari 6 Jam 2. Antara 6-12 jam 3. Antara 13-18 jam 4. Antara 19-24 jam

1. Tidak Pernah 2. 1-2 kali 3. 3-4 kali 4. Lebih dari 4 kali 1. Tidak Pernah 2. 1-2 kali 3. 3-4 kali 4. Lebih dari 4 kali 1. Tidak Pernah 2. 1-2 kali 3. 3-4 kali 4. Lebih dari 4 kali

This article is from: