4 minute read

Bangun Multi Kampus, ITB Sudah Siap Belum?

Next Article
Bye-Bye, Bukabike

Bye-Bye, Bukabike

oleh Claresta Evadne Idelia dan Din Prakoso

Kini Institut Teknologi Bandung tidak hanya terletak di Jalan Ganesha nomor 10, Bandung. Perguruan tinggi negeri ini telah memiliki kampus yang terletak di luar Bandung, yaitu Jatinangor, Cirebon, dan Jakarta. Sistem ini biasa dikenal dengan istilah multi kampus. Multi kampus mulai dikembangkan oleh ITB sekitar tahun 2010. Pada tahun 2012, mahasiswa mulai menempati kampus ITB Jatinangor dengan program studi Rekayasa Hayati sebagai jurusan pertama yang berada di luar kampus Ganesha. Jurusan-jurusan yang berada di luar kampus Ganesha diantaranya adalah Rekayasa Hayati, Rekayasa Kehutanan, Rekayasa Pasca Panen, Rekayasa Pertanian, Teknik Pangan, Teknik Bioenergi dan Kemurgi (Jatinangor); Teknik Industri, Kriya, Teknik Geofisika (Cirebon); dan program Magister Administrasi Bisnis (Jakarta). Meski telah dibangun sedemikian rupa, terdapat banyak hal yang membuat mahasiswa resah terkait dengan perkembangan multi kampus. Beberapa di antaranya adalah masih kurangnya fasilitas yang memadai jika dibandingkan dengan apa yang ada di Kampus Ganesha, fasilitas yang rusak dan tidak diperbaiki sampai sekarang (seperti platform toilet di GKU 1 Jatinangor), serta aktivitas—baik kelembagaan atau kemahasiswaan—yang bisa dibilang masih terfokus pada Kampus Ganesha sehingga menyulitkan mahasiswa multi kampus. Bagaimana pandangan pihak ITB terkait dengan perkembangan multi kampus sendiri?

Advertisement

Alasan dan Tujuan

Tidak jarang mahasiswa bertanya-tanya, sebenarnya untuk apa ITB mengembangkan sistem multi kampus?

Berdasarkan laman website ITB mengenai multi kampus, dasar dari pengembangan sistem multi kampus ITB adalah untuk menumbuhkan dan menyebarluaskan fungsi institut teknologi, pengembangan penelitian dan pendidikan di masa yang akan datang secara nasional sehingga dapat meningkatkan jumlah sarjana teknik di Indonesia. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh

Bapak Muhamad Abduh, selaku Wakil Rektor Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan ITB periode 2020 - 2025, bahwa pengembangan sistem multi kampus ITB dilakukan untuk meningkatkan kontribusi ITB sebagai perguruan tinggi berbasis teknologi untuk memajukan Indonesia. Selain karena hal tersebut, ada pula alasan lain yaitu perihal kampus ITB Ganesha yang sudah terlalu ramai (penuh) sehingga perlu didirikan kampus lain untuk menampung lebih banyak mahasiswa, adanya tempat untuk program studi baru, dan laboratorium yang mungkin lebih besar. Alasan-alasan ini diikutsertakan seiring dengan kebutuhan dan perkembangan masa. Bapak Abduh menyatakan bahwa secara garis besar alasan dikembangkannya multi kampus ITB adalah untuk meningkatkan kapasitas ITB dalam membantu memajukan Indonesia.

Kebijakan berdasarkan nity Opportu

Lokasi Jatinangor dipilih sebagai lokasi pertama dalam mengembangkan sistem multi kampus ITB. Yayasan UNWIM (Universitas Winaya Mukti) yang sudah tidak lagi memiliki kerjasama peminjaman lahan

dengan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat akhirnya harus meninggalkan lahannya yang terletak di Jatinangor. Lokasi inilah yang kemudian digunakan ITB sebagai lokasi pembangunan kampus Jatinangor. Setelah mendapatkan lahan, beberapa jurusan pun mulai dipindahkan ke Jatinangor. Dilansir dari https://jatinangor.itb. ac.id/ (diakses pada 26/05/2020), ITB melakukan perjanjian kerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam hal Peningkatan Kualitas Sumber Daya manusia. Kesepakatan ini mulanya tercatat dalam perjanjian kerja sama yang ditandatangani pada 27 Januari 2010. Setelah melalui 2 adendum pada 31 Desember 2010 dan 18 Januari 2013, dan akhirnya pada 29 Agustus 2016 Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan Perjanjian Hibah yang meliputi tanah yang saat ini dibangun kampus ITB di Jatinangor, bangunan yang ada di atas sebagian tanah tersebut dan sebuah masjid. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi juga memberikan bantuan berupa bangunan senilai Rp43.739.928.000 pada 14 Agustus 2017.

Terkesan tergesa, Cirebon kemudian dipilih sebagai lokasi kedua perluasan kampus ITB. Tidak hanya di satu tempat, ITB Cirebon dibangun di dua tempat sekaligus yaitu Arjawinangun dan Watubelah yang berjarak sekitar 25 km. Berbeda dengan Jatinangor yang dana kelanjutan pembangunannya didapat dari ITB sendiri, Cirebon mendapatkan bantuan rutin dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Bantuan yang diberikan dari Pemprov Jawa Barat ini kemudian mengharuskan ITB menyepakati kampus harus siap digunakan pada tahun keempat sejak dimulainya program pembangunan. Mengenai perkiraan waktu penyelesaian pembangunan kampus Jatinangor dan kampus Cirebon Pak Abduh mengaku kurang mengetahui masterplan yang disusun pada periode rektorat sebelumnya dan berencana akan menyusun masterplan kembali untuk periode ini.

Belum selesai pembangunan Kampus Jatinangor dan Kampus Cirebon, ITB sudah memulai kembali rencana baru pembangunan Kampus Walini yang dicanangkan menjadi kampus terbesar ITB. Pak Abduh menjelaskan, giatnya ITB dalam membangun kampus dan melakukan perluasan merupakan satu langkah kebijakan yang diambil dari kesempatan yang ada. Bantuan yang ditawarkan dan lokasi yang dinilai strategis untuk membangun kampus baru merupakan beberapa pertimbangan ITB yang saat ini melancarkan perluasan terhadap tiga lokasi sekaligus.

Jawaban atas Keresahan

Beberapa mahasiswa Kampus Cirebon merasa sangsi dalam menyambut berita perpindahan mereka dari Kampus ITB Jatinangor menuju Kam

pus ITB Cirebon. Menurut mereka, pembangunan Kampus ITB Cirebon masih belum sampai pada tahap selesai. Masih banyak fasilitas yang belum memadai dan perlu diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya.

Menanggapi hal tersebut, Bapak Abduh menjelaskan bahwa—seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya—pada Kecamatan Arjawinangun dan Kecamatan Watubelah, ITB sudah mempersiapkan gedung dan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang kegiatan perkuliahan mahasiswa. Mahasiswa tidak perlu terlalu khawatir karena masalah gedung dan fasilitas telah dipersiapkan sebaik mungkin oleh pihak ITB. Beliau juga menambahkan bahwa kelengkapan fasilitas ITB Cirebon yang baru, tentu saja belum bisa menyaingi ITB Ganesha yang telah lama berdiri; ada konsekuensi yang harus dihadapi oleh mahasiswa karena telah memilih untuk mendaftarkan diri untuk berkuliah pada Kampus ITB Cirebon sejak awal.

T i- dak sedikit mahasiswa yang bertanya-tanya: kapan pembangunan Kampus Jatinangor dan Cirebon akan sampai pada tahap yang bisa dibilang selesai? Untuk menjawab pertanyaan ini, Bapak Abduh menyatakan bahwa belum ada rencana pasti mengenai kapan pembangunan ITB Jatinangor dan Cirebon harus selesai; yang jelas, masih sangat lama.

This article is from: