4 minute read

Menelusuri Kebijakan Multi Kampus di Berbagai Perguruan Tinggi

oleh Beta Miftahul Falah, Farah Syahidah, Shefira Herlin

Multi kampus bukanlah suatu kebijakan yang hanya diterapkan secara eksklusif di Institut Teknologi Bandung saja. Di Provinsi Jawa Barat, kebijakan multi kampus merupakan salah satu bentuk kerja sama dari Pemprov Jabar dengan perguruan tinggi terkemuka di Jawa Barat. Tujuannya untuk memudahkan akses masyarakat di daerah agar bisa mengenyam bangku pendidikan di perguruan tinggi, serta untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia masyarakat. Upaya ini juga sebagai solusi dari lahan di kampus utama yang terbatas dan semakin padat. Universitas yang ikut serta dalam upaya pemerataan ini adalah Universitas Padjajaran, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Pendidikan Indonesia, dan Institut Teknologi Bandung.

Advertisement

Jika ITB memiliki tiga lokasi berbeda yaitu ITB Ganesha, Jatinangor dan Cirebon, IPB memiliki kampus yang terletak di Dramaga, Baranangsiang, Taman Kencana, Gunung Gede, Cilibende, dan Sukabumi. UPI memiliki kampus yang berlokasi di Bandung, Cibiru, Sumedang, Tasikmalaya, dan Serang. Sedangkan UNPAD memiliki kampus yang berlokasi di Jatinangor, Kota Bandung (Dago dan Dipatiukur), dan Pangandaran.

Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang berada di Surabaya, Jawa Timur juga menerapkan kebijakan ini. ITS memiliki tiga kampus, yaitu Sukolilo, Manyar, dan Cokroaminoto. Berbeda dengan universitas di Jawa Barat yang lokasi kampusnya tersebar di berbagai kota, ketiga kampus di ITS masih terletak di kota yang sama, yaitu Surabaya. Kampus ITS Sukolilo sebagai kampus utama, Kampus Manyar digunakan untuk program D-3 dan D-4 Teknik Sipil, dan kampus Cokroaminoto yang diperuntukan program magister manajemen sekaligus beberapa lembaga kerjasama.

Dampak Multi kampus

Dampak penerapan kebijakan multi kampus di universitas lain, samakah dengan dampak penerapan multi

kampus di ITB?

Penerapan kebijakan multi kampus memberikan dampak positif maupun negatif. Beberapa universitas yang menerapkan kebijakan multi kampus ternyata masih cenderung berat sebelah dalam melakukan pembangunan maupun pengadaan fasilitas. Kampus utama biasanya mendapatkan fasilitas yang lebih baik dibanding kampus lainnya.

“Biasanya sistem multikampus akan berdampak ke pengawasan yang tidak maksimal. Aspirasi sulit disampaikan, bahkan terkesan diabaikan. Pembangunan juga kurang merata. Contohnya di UPI, di Bumsil banyak pembangunan, tetapi apakah di Kampus Serang gedung dan fasilitas kampusnya juga diberi perhatian yang sama? Belum tentu,” ujar salah satu mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia. Seorang mahasiswi IPB juga mengatakan hal serupa, yaitu perhatian hanya diberikan di beberapa kampus saja, sedang kampus lain kurang diperhatikan.

Menurut Zahra, seorang mahasiswi FIKOM UNPAD, pembangunan kampus utama dan kampus cabang di UNPAD masih belum merata. Sebagai contoh, akses jalan untuk menuju kampus UNPAD yang berada di Pangandaran masih cukup sulit dilalui karena lokasinya yang berada di kawasan perhutanan. Hal tersebut cukup ‘jomplang’ dengan kampus yang berada di Jatinangor dan Dipatiukur karena kedua kampus memiliki akses jalan serta transportasi yang dapat dengan mudah ditemukan dan dipergunakan oleh mahasiswanya.

Di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, seluruh mahasiswa TPB diwajibkan untuk mengikuti kuliah umum yang dilakukan di kampus utama, padahal tidak semuanya sehari-sehari berkuliah di kampus utama. Mengeluarkan ongkos lebih untuk transportasi sudah menjadi konsekuensi. Masalah juga akan terjadi apabila jeda waktu ke kuliah selanjutnya terlalu singkat, padahal mahasiswa memerlukan waktu perjalanan yang cukup lama.

Adanya sistem multi kampus di Institut Teknologi Sepuluh Nopember juga mengakibatkan kekeluargaan mahasiswa menjadi renggang. Ketika terdapat suatu event yang menyatukan seluruh mahasiswa seperti supporter-an, terkadang terjadi ricuh antara mahasiswa yang kuliah di wilayah kampus berbeda, padahal mereka sama-sama mahasiswa ITS.

Meskipun memiliki beberapa dampak negatif, sistem multi kampus membuat suatu universitas bisa menampung sumber daya manusia lebih banyak. Sistem multi kampus dapat membantu pemerataan pendidikan dengan menyediakan akses pendidikan di berbagai daerah, tidak hanya mengandalkan kampus

utama. Sehingga, akan lebih banyak mahasiswa dari berbagai penjuru Indonesia yang memiliki kesempatan sama untuk mengenyam pendidikan tinggi.

Di Jawa Barat, pembangunan kampus di berbagai wilayah memiliki ciri khas yaitu jurusan di setiap kampus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah tersebut. Hal ini dapat menjawab tantangan kebutuhan sumber daya manusia yang ahli untuk melakukan pengabdian masyarakat sesuai dengan kebutuhan. Dampak positif lainnya, tentu saja kampus utama menjadi tidak terlalu penuh.

“Sistem multi kampus juga bisa memperkenalkan sekaligus mengembangkan potensi daerahdaerah lain di Indonesia. Contohnya untuk UNPAD kan ada yang kampusnya di Pangandaran, jadi potensi-potensi dari Pangandaran yang belum diketahui oleh banyak orang lama-lama akan dikenal oleh masyarakat luas,” ujar salah seorang mahasiswi FIKOM Universitas Padjadjaran.

Dampak penerapan multi kampus di Institut Teknologi Bandung tak jauh berbeda. Mahasiswa ITB Jatinangor dan Cirebon kerap kali harus ke ITB Ganesha untuk acara-acara tertentu. Unit Kegiatan Mahasiswa dan kegiatan pusat juga masih sangat tergantung dengan ITB Ganesha. Meskipun sudah didukung dengan adanya trans nangor, mahasiswa tidak bisa hanya mengandalkan bus ini, sehingga tetap harus mengeluarkan ongkos lebih.

Soal fasilitas, mahasiswa ITB Jatinangor merasa fasilitas seperti lapangan dan gedung belum seoptimal yang ada di kampus Ganesha. Jika dibiarkan, hal ini tentu akan membuat mahasiswa semakin merasa ada kesenjangan antar kampus. Untungnya, tak seperti di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, kekeluargaan antar kampus ITB masih cukup erat sehingga tidak ada kerusuhan antara mahasiswa ITB Ganesha, Jatinangor, dan Cirebon.

Saran untuk ITB Mengenai Multi Kampus

Dengan diterapkannya sistem multi kampus di ITB, secara tidak langsung ITB menyetujui segala konsekuensi dan dampak yang akan diterimanya. Pemerataan pembangunan, staf akademis yang memadai, serta sistem kementrian mahasiswa yang dapat mengayomi seluruh kampus ITB sehingga seluruh kampus ITB memiliki perlakuan dan kesempatan yang sama untuk memperoleh fasilitas penunjang pendidikan. Jika dibandingkan dengan kebijakan multi kampus yang diterapkan di universitas lain, sistem multi kampus yang telah diterapkan di ITB sebenarnya sudah cukup efektif. Namun, penerapan kebijakan multi kampus memang tak

lepas dari kekurangan. Selain itu, butuh waktu yang tidak singkat untuk melakukan pemerataan seluruh fasilitasnya agar bisa berimbang dengan kampus utama.

Saat ini, ITB masih perlu mengoptimalkan pengembangan dan pemerataan baik dalam aspek akademik (pemerataan dosen dan staf akademik), maupun dalam aspek non akademik seperti pembangunan yang bertahap untuk memperoleh fasilitas pendidikan yang sama baiknya seperti yang ada di kampus utama Ganesha. Namun, perlu diingatkan lagi, karena adanya berbagai keterbatasan teknis dan nonteknis, hal tersebut tidak dapat terjadi secara cepat, tetapi akan dilakukan secara berkala. Oleh karena itu, diharapkan pada dua sampai lima tahun mendatang ITB sudah melakukan pemerataan seluruhnya untuk mengembangkan kebijakan multi kampus ini.

This article is from: