5 minute read

SDG5 Kesetaraan Gender

Next Article
SDG17 Bekerja Sama

SDG17 Bekerja Sama

Capai kesetaraan gender dan berdayakan semua wanita dan anak perempuan

• Akhiri semua bentuk diskriminasi terhadap semua wanita dan anak perempuan di manapun. • Hapus semua bentuk kekerasan terhadap semua wanita dan anak perempuan di ruang publik & privat, termasuk perdagangan manusia dan seksual dan jenis eksploitasi lainnya. • Hapus semua praktik berbahaya, seperti pernikahan paksa dini pada anak, serta mutilasi alat kelamin wanita. • Akui dan hargai perawatan tak berbayar dan pekerjaan rumah tangga melalui penyediaan layanan publik, infrastruktur & kebijakan perlindungan sosial & promosi tanggung jawab bersama di dalam rumah tangga dan keluarga sebagaimana layaknya secara nasional. • Pastikan partisipasi penuh dan efektif bagi wanita serta peluang yang sama dalam kepemimpinan di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi dan publik. • Jamin akses universal ke kesehatan seksual dan reproduksi dan hak reproduksi. • Lakukan reformasi untuk memberikan wanita hak yang sama atas sumber daya ekonomi, serta akses ke kepemilikan dan kendali atas tanah dan bentuk properti lainnya, layanan keuangan, warisan dan sumber daya alam, sesuai dengan hukum nasional.

Advertisement

Let‐Kolonel (Dr.) Eirwen Pallant

Wakil Direktur ISJC; Ketua Gugus Tugas Anti Perdagangan manusia Internasional

Kesetaraan gender berarti memastikan keadilan bagi semua orang tanpa memandang gender mereka. Pria dan wanita, anak perempuan dan laki-laki harus diperlakukan dengan keadilan yang setara setiap saat. Bagaimana agar terjadi secara nyata? Di banyak bagian dunia, wanita dan anak perempuan tidak diperlakukan sama. Sikap dan persepsi kita membentuk cara berpikir kita. Jadi apa yang membentuk persepsi kita tentang anak perempuan dan wanita?

Beberapa tahun lalu, saya mengunjungi opsir BK di India, yang kurang bisa berbahasa Inggris. Putri mereka yang berusia 10 tahun berbicara bahasa Inggris dengan sangat baik dan itu mengejutkan saya. Ia menjelaskan kepada saya bahwa ia sering menonton banyak acara berbahasa Inggris dan acara favoritnya adalah ‘America’s Next Top Model’. Saya bertanya-tanya apakah acara ini membentuk pikirannya, terutama cara dia memandang diri sendiri, tempat dan perannya di dunia.

Cara wanita digambarkan di media, dan dalam masyarakat kita, sangat berpengaruh pada sikap wanita dan pria terhadap wanita, bukan saja pada bagaimana mereka seharusnya berpenampilan tetapi juga pada bagaimana mereka seharusnya diperlakukan.

Laporan dari Organisasi Buruh Internasional pada tahun 2015 menjelaskan dampak diskriminasi gender. ‘Secara umum diakui bahwa beberapa kendala utama yang menahan wanita adalah stereotip gender, budaya perusahaan, kesulitan dalam seimbangkan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga serta bentuk bias gender yang lebih halus dan tempat kerja.’1 Hal ini mengakibatkan wanita dibayar dengan upah lebih rendah dan kurang terwakili dalam posisi pengambilan keputusan.

Sebagai yang baru lulus kedokteran di pertengahan tahun 1980an saya mengalami diskriminasi gender di tempat kerja. Misalnya, ketika saya melamar posisi dokter junior, saya ditanyai pertanyaan yang mengusik tentang kehidupan pribadi saya yang tidak pernah ditanyakan kepada pelamar pria, dan jawaban saya mempengaruhi peluang saya untuk posisi itu. Namun, itu tidak seberapa dibandingkan dengan diskriminasi yang dihadapi ibu dan nenek saya ketika mereka masih muda. Nenek meninggalkan sekolah ketika berusia 14 tahun – dan sebelumnya dia jarang pergi ke sekolah. Ia anak perempuan sulung dan bahkan di usia yang sangat muda dia sudah bertugas untuk menjaga semua saudaranya yang lebih muda. Pendidikannya mendapat prioritas rendah dalam keluarga.

Saya senantiasa mengucap syukur untuk kesempatan yang datang kepada saya, bukan saja dalam pendidikan tetapi juga dalam banyak kehidupan lainnya. Namun, saya sadar bahwa saya adalah salah satu yang beruntung. Banyak wanita di dunia yang diperlakukan dengan sangat berbeda, tidak hanya ditolak dalam banyak kesempatan tapi dimanfaatkan dan dilecehkan oleh pria, dan wanita lainnya, karena mereka dipandang sebagai makhluk yang ‘lebih rendah’, dan karenanya tidak berhak atas perawatan atau perlindungan.

Statistik kekerasan terhadap wanita, baik fisik maupun seksual, belum mental dan psikologis sangat mengerikan. Statistik ini hanya akan berubah jika persepsi wanita diubah. Hanya ketika persepsi berubah, kesetaraan gender akan menjadi kenyataan.

Apa yang Alkitab ajarkan?

• Di awal penciptaan kita diberitahu tentang kisah penciptaan dan tempat manusia dalam ciptaan. ‘Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”’ (Kejadian 1:27‐28).

• Injil menunjukkan kepada kita bagaimana Yesus memperlakukan wanita. Kristus datang ke dunia agar orang-orang bisa memiliki kehidupan yang berkelimpahan, tidak bergantung pada jenis kelamin, ras, warna kulit atau kekuasaan. ‘Ketika

Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya. Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki

Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya, sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata:

“Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.”

Tetapi Tuhan menjawabnya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya”’ (Lukas 10:38‐42).

Tempat wanita sering terlihat di rumah dan mengurus semua pekerjaan yang terlibat, termasuk memasak dan menjaga orang di rumah. Di sini, Yesus dengan sangat jelas menunjukkan bahwa wanita harus diberi kesempatan yang sama dengan pria untuk belajar. Dia tidak bergabung dengan Marta untuk menegur Maria karena tidak berada di dapur, sebaliknya Dia memuji Maria karena memilih pilihan yang lebih baik, bergabung dengan para pria untuk mendengarkan ajaran-Nya.

APA yang seharusnya KITA DOAKAN?

• Wanita dan anak perempuan menderita, diperlakukan kurang dari harkat sejati mereka karena jenis kelamin mereka.

• Sikap terhadap perubahan, menjadikan tidak dapat diterima menganggap wanita dan pria sebagai komoditas sebab semua orang diakui sebagai orang yang berharga.

• Berdoa agar semua pria & wanita, anak perempuan & laki-laki di Gereja belajar menghormati satu sama lain, menghargai perbedaan & mengenali bagaimana bersama-sama kita bisa saling memajukan, menjadi saksi dunia akan indahnya gender.

Apa yang dapat kita lakukan?

Mari kita semua berhenti dan berpikir tentang budaya kita – di rumah, di tempat kerja, di Bala Keselamatan, di komunitas kita. Apakah sikap dan harapan kita mendorong kesetaraan gender? Apa yang bisa kita lakukan secara berbeda? Berikut beberapa ide:

• Menyadari apa yang kita katakan ketika kita berbicara tentang orang yang berbeda dari kita. Kita harus berhati-hati agar tidak menyebut orang dengan menggunakan istilah yang merendahkan gender mereka.

• Dorong anak perempuan dan wanita untuk mengambil kesempatan dalam pengembangan pribadi.

• Dukunga wanita dan anak perempuan yang pernah dilecehkan dan kehilangan harga diri mereka. Kita harus mendorong dan memampukan mereka untuk membangun kepercayaan diri mereka.

This article is from: