5 minute read
Ras Unggul Musik Rock Bernama “Rush”
RAS UNGGUL MUSIK ROCK BERNAMA “RUSH”
Bagaimana jadinya remaja tanggung yang jeniusnan perlentebertemu dan memutuskan untuk membentuk sebuah band, lalu sepakat meninggalkan sekolah? Yak, barangkali orang dirumah akan bilang: Sudah, ambil sanah sepedanya… Get out murder f*cker!
Advertisement
Kira-kira begitulah kesan pertama saya ketika menonton film dokumenter garapan Sam Dunn yang berjudul “Rush: Beyond the Lighted Stage” di menit 12 s/d 15. Sebelumnya, saya memang sudah mendengar beberapa lagu Rush. Tentu, lagu-lagu populernya,seperti Tom Sawyer, Basstile Day, Fly by Night dan Working Man yang kemudian mengantarkan saya untuk kembali mendengarkan secara intens karya-karya Rush yang lain. Meskipun akhirnya tidak semua lagu Rush bisa saya khatamkan dan ingat secara detail. Karena konon musik yang bagus hanya untuk dinikmati bukan untuk dihapalkan macam teori fisika dan ayat kitab suci –selain tidak menjamin masuk surga ya ngapain juga.
Rush adalah band yang di bentuk pada tahun 1968 di Toronto, Kanada. Dengan formasi awal Jeff Jones (Bass, Vocal), Alex Lifeson (Gitar) dan John Rutsey (Drum). Namun Jeff Jones memutuskan untuk meninggalkan band, sebelum band ini benar-bener bekerja. Pada tahun 1971 Geddy Lee menggantikan Jeff Jones. Disinilah titik bakar perjalanan karir musik Rush.
Geddy Lee dan Alex Lifeson memiliki kesamaan yang muram. Alex adalah seorang yanglahir dari keluarga yang bermigrasi ke Kanada ketika perang di Yugoslavia dan ayahnya sempat dikurung dalam penjara. Sedangkan
14
Geddy adalah anak dari keluarga yang selamat dari genosida Holocaust Nazi. Teror dan trauma menjadi keseharian mereka dimasa kecil.
Titik Bakar Inkarnasi Kedua
Pada tahun 1974, ketika umur mereka masih belasan tahun, debut album “Rush” dirilis secara mandiri dengan nama label “Moon Records”, karena saat itu tidak ada label yang ingin kontrak dengan Rush akhirnya mereka bikin label sendiri –sudah D.I.Y sejak dalam pikiran ternyata-. Lagu-lagu di album ini mendapat sambutaan yang cukup hangat, beberapa radio kebanjiran permintaan untuk memutar lagu Rush. Rush mendapat popularitasnya sendiri. Seiring seringnya di putar di beragai stasiun radio, kemudian album “Rush” dirilis ulang oleh label rekaman Mercury Records di Amerika Serikat.
Setelah puas bermain di basement gereja, pensi sekolah dan panggung di bar yang sempit, bau pesing dan bau alkohol, tiba saatnya Rush menghajar panggung yang lebih besar. Tawaran untuk tour di Amerika pun langsung di sikat. Namun sayang, kondisi kesehatan John Rutsey yang mengidap Diabetes saat itu tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalalan musiknya bersama Rush.
Tidak patah arang, Geddy, Alex dan Ray Danniels (manager) mengadakan audisi untuk mencari drummer baru. Di tahun 1974, dua minggu sebelum keberangkatan tour Amerika Serikat, Neil Peart –seorang melankolis yang kutu buku- secara resmi bergabung dan mengganti posisi John Rutsey di posisi drum. Yang lebih penting formasi ini masih tetap solid sampai hari ini.
Pencapaian yang luar biasa di usia band yang mencapai 54 tahun dengan jumlah studio albums 19 dan live albums 11. Belum lagi EP dan puluhan single yang sudah dirilis, hanya pernah dua kali mengganti formasi band, yaitu di tahun 1971 dan 1974. Mari bandingkan dengan band-band rock lain yang bongkar pasang personil lalu bubar dan beberapa tahun kemudian mengadakan reuni. Klise dan nostalgia semata.
15
Kemudian Neil Peart didaulat sebagai penulis lirik, sedangkan Geddy dan Alex bertugas menulis aransemen musiknya. Kebiasaan membaca buku dari Neil Peart besar pengaruhnya kepada kualitas musik yang hasilkan. Lirik-lirik lagunya kuat dipengaruhi oleh puisi, fantasi, mitologi kuno dan fiksi ilmiah. Salah satu cotohnya adalah lirik lagu “Tom Sawyer” yang terilhami dari buku novel legendaris “Adventures of Tom Sawyer” karya Mark Twain. lagu ini adalah prototipe dari musik pror-rock yang padat dan kuat dengan pesan lirik yang filosofis dan menohok.
Alterego Kehidupan Rockstar
Rush bukan tipikal kelompok musisi bohemian ataupun hipster yang nakal, yang saban malam usai konser –ketika tour-menghabiskan waktu di hotel mewah, ditemani para groupies cantik dan memakai LSD di atas ranjang atau menyembunyikan heroin didalam hardcase gitar. Tetapi mereka layaknya orang pada umumnya, seorang ayah yang mencintai keluarga dengan gaya hidup yang sederhana.
Tetapi Rush adalah Rush yang selalu gelisah, yang selalu berupaya memunculkan hal-hal baru dalam bermusik. Di wilayah gagasan dan konsep Rush adalah radikal yang handal, tak segan mereka mempreteli elemen-elemen musik yang nampak tua untuk kembali di reparasi agar kembali segar dengan mencampur baurkan genre musik lain. seperti New Wave, Reagge, dll. Maka kesan ekperimental agaknya begitu terasa dari sekian banyak karya-karyanya.
Sentuhan-sentuhan sound yang terdengar begitu futuristik melampaui jamannya, -agaknya saya tidak berlebihan beropini demikian- boleh diperiksa kembali pada album “Hemispheres” (1978), Nomor-nomor lagu yang terdengar begitu perfeksionis sekelas musik berhaluan Prog-Rock yang dimainkan oleh tiga player musik saat itu. Atau album “Moving Pictures” (1981) yang menjadi hits mereka sampai dengan saat ini. Terlebih ketika rekaman ataupun pertunjukan live mereka tidak memakai jasa additional player, maka musik yang di buat pun terkesan orisinil. Antara lagu yang d buat di studio dan lagu yang dibawakan secara live tidak jauh berbeda.
16
Rush seakan membawa semangat baru dari lagu yang berdurasi panjang, tetapi tidak membuat bosan yang mendengarkan. Mengingat musik progresive rock pada dekade akhir tahun 1970’s telah hampir runtuh dengan semakin absurd dan surealisnya musik-musik yang di buat oleh band macam Pink Floyd dan juga munculnya era baru bernama Punk, yang hendak merobohkan pakem dalam pilar konsep musik modern.
Aksi panggung yang memukau dan enerjik juga menjadi ciri khas dari Rush. Geddy lebih tepat di bilang sebagai aktor akrobat ketimbang hanya sebagai seorang bassist, ia bisa memainkan 3 elemen penting dalam 1 lagu bersamaan, yaitu Bass dan Keyboard sambil bernyannyi, Neil Peart seperti sedang menari ketika memainkan drum dengan konstanitas gebukan yang tetap apik dan stabil, tak heran kemudian Neil Peart masuk ke dalam daftar 100 drummer terbaik sepajang masa versi majalah Rolling Stone dengan menduduki posisi ke 4 (empat). Lalu Alex dengan riff-riff gitar signature-nya telah menginsfirasi banyak musisi yang meng-imani hard rock dan heavy metal sebagai jalan pedang pada periode selanjutnya.
Intelektualitas yang membaur dengan musik nyatanya menjadi identitas bagi Rush. Meskipun Geddy Lee dan Alex Lifeson tidak menamatkan sekolahnya, saya rasa mereka telah berhasil membuat karya yang membius dan jenius. Bahkan Mike Portnoy (ex. Dream Theater) pada sesi wawancara di film Rush: Beyond the Lighted Stage mengkultuskan Rush sebagai Dewa.
Akhirulkalam, akhirnya saya tidak akan terlalu panjang, yang malah akan seperti berkhotbah. Karena siapapun yang mengikuti Rush tidak akan pernah habis berkata-kata dan berdecak kagum ketika menilik kembali kisah hidup dan karya-karya mereka.
17