4 minute read
Di Sekitar Kata ‘Indie’
DI SEKITAR KATA ‘INDIE’
Belakangan, nampaknya geliat industri musik indie kian diminati dan memberi perhatian yang cukup serius bagi khalayak penikmat ataupun si pelaku musik itu sendiri. Banyak di antara musisi-musisi muda yang memilih jalur indie dalam berkarya membebaskan kreatifitasnya. Bahkan jauh dari itu tak sedikit pula band-band ternama di kancah musik nasional yang akhirnya memutuskan hengkang dari major label dan berjalan di jalur indie, sebutlah Navicula, Superman is Dead, Cupumanik, Burgerkill, Sheila On 7 yang cukup mewakili hal tersebut. Lalu apa sebetulnya yang menjadi istimewa dari kata indie?
Advertisement
Indie mulai ramai di bicarakan di Inggris pada era Punk hingga Post-Punk sekitar rentang waktu 1977-1986, ditandai dengan album monumental Sex Pistol “Nevermind the Bollock” dan juga melalui rilisnya kaset kompilasi C86 oleh New Musical Express (NME) sebagai bonus pembelian majalah. Semacam virus, indie kian diminati sebagai alternatif untuk produksi karya dikala budget minim dan terbatasnya relasi ke major label.
Dalam pemasarannya kelompok musik indie lebih mengandalkan modal sosial, dimana karya mereka di distribusikan melalui jaringan antar 44
komunitas. Sedangkan untuk kalimat indie itu sendiri bermula dari kata Independen –kebiasaan memperpendek kata oleh anak-anak muda di inggris agar lebih mudah dalam melapalkannya. Seperti misal Distribution menjadi Distro, British menjadi Brit,dsb. Dibalik itu, sejak kelahirannya indie tidak sembarang dapat didefinisikan, karena sudah di anggap sebagai gerakan sub-culture bahkan lebih ekstrim sebagai counter-culture. Lalu apa yang menjadi agenda perlwanan mereka?
Punk adalah pionir sekaligus martil dari gerakan ini, tentu saja agenda perlawanan mereka adalah melawan dominasi budaya penyeragaman selera yang di lakukan oleh industri skala besar ataupun stereotif-stereotif lain. Misal seorang rocker harus macho, tampang menawan, elegan, suara melengking,dll. Citra tersebut mereka anggap sebagai kooptasi dari labellabel besar agar masyarakat lebih minat dan imej tersebut di buat untuk merawat pundi-pundi keuntungan industri yang oleh korporasi budaya ciptakan melalui musik.
Meskipun di awal perjalanannya gerakan indie hanya di lakukan oleh band-band punk, di rasa efektif kemudian spirit ini di adopsi pula oleh berbagai band lintas genre. Dari situ mulai lah banyak band-band prasejahtera di setiap belahan bumi untuk mengikuti jalan pedang ini.
Sebelum konsep indie ini muncul sebetulnya sudah banyak pula para musisi yang memproduksi dan memasarkan karya nya secara independen, seperti halnya di awal abad 20 ada minor label Vocallion dan Black Patti yang banyak merilis karya-karya para musisi blues. Label kecil ini berupaya untuk melawan dominasi industri musik label raksasa dengan tek-tek bengek praktik kapitalismenya. Namun pada saat itu belum lahir istilah indie.
Indie menawarkan alternatif lain dalam proses berkarya dengan segala bentuk perlawanannya. Di wilayah global indie pun kadung di pahami sebagai genre musik seperti indie pop, indie rock, dll. Miskonsepsi turut menyertai asumsi awam dalam memaknai indie. Dalam hal ini kita pun perlu menelaah lebih jauh, karena dalam beberapa kasus sesuatu yang independen belum tentu indie begitupun sebaliknya indie belum tentu
45
independen (secara label). Pertanyaan-pertanyaan yang acapkali muncul seperti:
Bagaimana dengan band yang berkarya secara indie tetapi pola kerja nya mengadopsi major label/mainstram? Atau Bagaimana jika kelompok musik tersebut berwatak mainstream tetapi produksi karyanya di garap secara swadaya? Lalu Bagaimana jika misal band yang bernaung di major label tetapi spirit perlawanan dominasinya masih di lakukan, seperti seolah-olah melawan dari dalam? Dan Apa parameter yang menjadikan band patut di labeli indie?
Pertanyaan-pertanyaan di atas tentu menjadi kronik dan berakhir pada asumsi personal dalam memaknai kalimat indie. Dan ini menjadi paradoks ketika industri musik indie kian mapan, namun dalam beberapa hal perlawanan nya kian redup. Tetapi yang jelas selain dari esensi kemandiriannya dalam berkarya dan memiliki tabiat untuk meng-counter pengaruh mainstream agar tidak meluas. Istilah Roots-Character-Attitude (RCA) pun perlu di jadikan parameter untuk mengidentifikasi persoalan kata indie tersebut.
Di Indonesia sendiri benih-benih spirit indie muncul di sekitar tahun 1970an dan di pertegas pada tahun 1990-an dengan munculnya bandband seperti Pas Band, Pure Saturday, Slank, dll . Di tahun 70’an Benny Soebardja musisi jenius sekaligus frontman dari grup progresive rock Giant Step menjadi pionir di skena musik indie. Sebelumnya Benny Soebardja sempat membentuk band bernama The Peels yang merekam semua laguya di Singapore melalui Camel Record –prestasi besar mengingat kondisi industri musik tanah air saat itu-. Kemudian band yang tak kalah epik yaitu Shark Move, melahirkan karya bernansa psikedelia era 1970 yang juga di garap secara independen (di buat, di produksi, di pasarkan sendiri) yang pada tahun 2007 di rilis ulang oleh Shadoks Record,sebuah label dari Jerman . Lalu benny memutuskan untuk bermain solo dan menelurkan beberapa album di antaranya The Lizzard Years, Gimme A Piece Gut Rock, Night Train. Maka perlu di sepakati pula bahwa Benny Soebardja adalah “Indonesian Godfather of Indie Music”. Dalam hal perlawanan kepada rezim pun tak sungkan-sungkan ia tawarkan dengan
46
karya-karya nya, maka hampir semua lagu-lagu yang dicptakan berbahasa inggris seperti Evil War, In 1965, Looking for peace & freedom. Konon hal tersebut di lakukan untuk menghindari pencekalan rezim.
Meskipun nama Benny Soebardja hari ini sering alfa dalam pembicaraan musik indie ataupun mainstream namun kontribusi dan prestasinya dalam menorehkan sejarah perkembangan industri musik tanah air perlu di apresiasi setinggi tingginya. Dalam sebuah wawancara oleh Jakartabeat.com dengan Jason Connoy pemilik dari Strawberry Rain salah satu label musik di Kanada yang merilis ulang album Gimme A Piece Gut Rock milik Benny Soebardja mengungkapkan “Benny adalah jenius. Jika dia lahir di Inggris dia bisa saja menjadi Nick Drake”. Barangkali nasibnya sama dengan musisi folk Nick drake, seorang jenius yang melahirkan karya-karya megah namun tak banyak yang membicarakan dan hanya di anggap mitos. Kendati demikian sosok Benny Soebardja sangat mewakili istilah Roots-Character-Attitude (RCA) khususnya dalam perkembangan musik skala nasional.
47