ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENERAPAN BUDAYA KERJA PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI
OLEH: MARTUTI NIP. 195903191986032005 Pembina Utama Muda / IV C Widyaiswara Ahli Madya
PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA TENGAH BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SEMARANG NOPEMBER 2015
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Sumber daya manusia merupakan unsur terpenting dalam semua organisasi
(Siagian,
2005).
Pepatah
Cina mengatakan
kalau
ingin
kemakmuran dalam satu tahun tanamlah padi, kalau ingin kemakmuran dalam 10 tahun tanamlah pohon, dan kalau ingin kemakmuran dalam 100 tahun tanamlah sumber daya manusia. Hal senada dikemukakan oleh Ruhana (2009), bahwa kualitas SDM merupakan unsur yang sangat penting dalam organisasi, karena manusialah yang menciptakan berbagai inovasi dan menyebabkan organisasi berkembang. Dan salah satu elemen kunci yang menentukan keberhasilan suatu organisasi adalah Budaya Kerja . Menurut Wirawan (2007) peran Budaya Kerja sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi agar budaya organisasi dapat berfungsi secara optimal dan benar – benar kondusif, mampu menopang pegawai supaya mempunyai komitmen yang kuat dan kinerja yang tinggi atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, maka budaya organisasi harus diciptakan, dipertahankan, dan diperkuat, bahkan diubah oleh management, serta diperkenalkan kepada pegawai melalui proses sosialisasi agar nilai – nilai pegawai dan nilai-nilai organisasi dapat sejalan. Melalui proses sosialisasi, pegawai diperkenalkan tentang visi, misi, nilai – nilai dalam lingkungan kerjanya, serta informasi yang berkaitan dengan budaya kerja. Jika sosialisasi budaya kerja diterapkan secara efektif maka akan menghasilkan pegawai berkinerja tinggi yang pada akhirnya mampu meningkatkan prestasi kerja. Budaya kerja sudah lama dikenal oleh umat manusia, namun kurang disadari bahwa suatu keberhasilan kerja berakar pada nilai- nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaannya. Nilai – nilai tersebut bermula dari adat kebiasaan, agama, norma, dan kaidah yang menjadi keyakinannya menjadi kebiasaan dalam perilaku kerja. Nilai – nilai yang
menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya dan mengingat nilai tersebut dikaitkan dengan kualitas kerja maka dinamakan budaya kerja. Stephen R. Covey (1997), tanamlah pikiran tuailah perbuatan, tanamlah perbuatan tuailah kebiasaan, tanamlah kebiasaan tuailah karakter. Budaya kerja menjadi terkenal setelah Jepang mencapai kemajuan fantastik dengan menerapkan Manajemen Mutu Terpadu (Gugus Kendali Mutu). Sistem ini berakar dan bersumber dari budaya bangsa Jepang dikombinasikan dengan teknik – teknik manajemen modern. Mulai pertama kali
pada tahun 1950 Jepang mengundang beberapa ahli
dari Amerika
Serikat yaitu Prof. DR. Edward Deming dan Prof. DR. Juran (ahli mutu dan teknik – teknik mutu manajemen). Upaya kedua ahli tersebut diolah sesuai dengan budaya Jepang oleh Prof. DR. Kauro Ishikawa. Hasil adaptasi dari budaya Jepang dan budaya Amerika itulah yang dikenal dengan istilah Manajemen Mutu Terpadu. Keberhasilan Jepang dalam menerapkan Manajemen Mutu Terpadu ditiru dan dikembangkan oleh beberapa negara lain seperti Korea, Taiwan, Hongkong, Singapore, Malaysia, tak terkecuali
Indonesia. Khusus di
Indonesia peningkatan perekonomian terjadi karena pemerintah menjalankan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi serta sebagian perusahaan swasta menerapkan program Manajemen Mutu Terpadu sejak tahun 1985 terutama perusahaan yang mempunyai induk di Jepang. Program Manajemen Mutu Terpadu sudah berkembang disektor swasta seperti Pertamina, Jasa Marga, PT Telkom, Astra, Unilever dan lain lain. Berbekal keberhasilan penerapan Manajemen Mutu Terpadu di beberapa perusahaan swasta, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara tertarik untuk menerapkan di Indonesia dengan menerbitkan Permenpan No 04/ 1991 yaitu Pencanangan Program Budaya Kerja di Instansi Pemerintah. Permenpan
tersebut
disempurnakan
melalui
Kep.
Menpan
No.
25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Pengembangan Budaya Aparatur Negara yang antara lain berisi 17 pasang nilai – nilai budaya kerja yang harus diimplementasikan aparatur.
Meskipun Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara sesuai dengan kewenangannya telah memperkenalkan konsep budaya kerja yang dimuali sejak 1991 dengan produknya Gugus Kendali Mutu (GKM) yang dilanjutkan dengan Kep. Menpan No. 25/ 2002 tentang pedoman pengembangan budaya kerja aparatur negara disusul dengan modul penerapan budaya kerja aparatur negara pada bulan September 2003 namun perkembangannya sampai saat ini masih dalam tahap sosialisasi dan pelatihan fasilitator di daerah untuk percontohan di birokrasi pemerintah sehingga manfaatnya belum bisa dirasakan.(BPKP,2013) Permasalahan umum dalam penerapan budaya kerja berkaitan erat dengan
keengganan
individu
yang
ada
dalam
organisasi
untuk
mentransformasikan nilai – nilai dasar budaya organisasi dalam praktek sehari-hari. Sehingga Manajemen Mutu Terpadu sulit diterapkan
di
Indonesia bukan karena sistemnya yang sulit tetapi perlu transformasi nilainilai budaya dan etos kerja. Hubungan antara nilai-nilai, budaya kerja, dan etos kerja seperti digambarkan di bawah ini. Gambar 1 Hubungan antara Nilai – Nilai, Budaya Kerja, dan Etos Kerja
BUDAYA KERJA
NILAI – NILAI Sumber: Per. Menpan No. 39 Tahun 2012
POLA PIKIR
ETOS KERJA
Budaya kerja terbentuk dari nilai-nilai yang telah disepakati bersama. Nilai-nilai tersebut perlu disosialisasikan ke seluruh anggota organisasi sehingga terinternalisasi. Hasil internalisasi tersebut diekspresikan dalam perilaku kerja sehari-hari yang disebut Etos kerja. Proses dari nilai-nilai menjadi budaya kerja dan muncul sebagai etos kerja akan bisa menjadi daya ungkit perubahan pola pikir bagi setiap pagawai di unit kerjanya. Oleh karena itu perumusan nilai-nilai organisasi akan efektif dengan pendekatan bottom up. Sesuai dengan Per. Menpan No. 39/ 2012 dinyatakan Kep. Menpan no. 25/2004 dirasa tidak relefan karena pendekatannya top down. Hasil penelitian BPKP 2013 mengemukakan budaya kerja perlu diterapkan di organisasi pemerintah. Beberapa pakar lain beranggapan budaya kerja sulit diterapkan di instansi pemerintah karena orientasinya pelayanan publik/ public service. Berbeda dengan di organisasi swasta – BUMN yang orientasinya profit, maka budaya kerja akan lebih mudah diterapkan. Kesulitan terbesar penerapan budaya kerja di organisasi pemerintah adalah merubah perilaku pegawai negeri yang notabene sebagian besar dianggap pegawai yang malas, tidak disiplin, minta dilayani, merasa dibutuhkan, dan hanya loyal kepada atasan. Yang menarik dalam penelitian ini hampir semua PNS yang menjadi responden penelitian menyatakan bahwa budaya kerja perlu diterapkan pada instansi pemerintah. Dari hasil kajian yang kontradiktif di atas, penelitian ini mengikuti pandangan bahwa budaya kerja sangat perlu diterapkan di instansi pemerintah. Hal ini sesuai dengan Grand Design Reformasi Birokrasi 20102025 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi No. 20/ 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi, pada tahun 2025 Indonesia diharapakan berada pada fase Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia. Grand Design Reformasi Birokrasi tersebut juga metegaskan dalam rangka mewujudkan pemerintahan kelas dunia perlu perubahan pola pikir (mindset) dan budaya kerja (cultureset) yang menjadi salah satu sasaran dari
delapan
area
perubahan reformasi birokrasi seperti terliha pada tabel
dibawah ini. Tabel 1 Delapan Area Perubahan Reformasi Birokrasi
NO 1.
Area Organisasi
Hasil yang diharapkan Organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran
2.
Tatalaksana
Sistem, proses, dan prosedur kerja yang jelas, efektif, dan efisien terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip Good Governance
3.
4.
Peraturan
perundang- Regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang
undangan
tindih, dan kondusif
Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia yang berintegritas, netral,
kompak,
kapabel,
profesional,
berkinerja tinggi, dan sejahtera 5.
Pengawasan
Meningkatnya
penyelenggaraan
pemerintahaan yang bersih dan bebas KKN 6.
Akuntabilitas
Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi
7.
Pelayanan publik
Pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat
8.
Pola pikir (mind set) dan Birokrasi dengan integritas dan kinerja yang budaya kerja (culture set) tinggi aparatur
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perubahan pola pikir dan budaya kerja aparatur diharapkan akan menghasilkan birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi. Pemimpin berintegritas adalah pemimpin yang mampu mentransformasikan nilai nilai agama, mengimplementasikan nilai nilai luhur Pancasila dan budaya bangsa dalam kehidupan sehari hari.
Dengan demikian diharapkan mampu menghasilkan Organisasi Berkinerja Tinggi. Karakterisitik Organisasi Berkinerja Tinggi adalah, Keunggulan Kompetitif, Kapabilitas Khusus dan Kesesuaian Strategis (Bahan Ajar Integritas dan Wawasan Kebangsaan Diklatpim Tingkat II,2014) Untuk itu diperlukan sosok aparatur yang mampu melaksanakan tugas secara profesional dengan dilandasi nilai-nilai dan menciptakan etos kerja yang lebih bertanggung jawab. Untuk mempercepat keberhasilan proses perubahan pola pikir dan budaya kerja aparatur perlu diwujudkan penerapan budaya kerja secara nyata. Salah satu upaya yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta adalah dengan penerapan Manajemen Mutu Terpadu. Wujud penerapan Manajemen Mutu Terpadu yaitu dengan dibentuknya Kelompok Budaya Kerja (KBK) atau sering disebut dengan Gugus Kendali Mutu (GKM). Walaupun penerapan budaya kerja melalui gugus kendali mutu belum menjangkau seluruh pegawai di RSUD Dr. Moewardi, tetapi jumlah GKM selalu meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015 jumlah GKM yang terbentuk , tetapi tidak satupun GKM KSM dan GKM Residen Oleh karena itu peneliti memilih Lokus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan alasan merupakan salah satu dari Rumah Sakit milik Pemerintah Propinsi
Jawa tengah, yang visinya adalah Rumah Sakit
Terkemuka Berkelas Dunia. Dalam upaya mewujudkan visi tersebut banyak program
yang dilakukan antara lain dengan menerapkan Budaya Kerja
melalui Gugus Kendali Mutu (GKM) atau Kelompok Budaya Kerja (KBK). Kelompok Budaya Kerja/ Gugus Kendali Mutu adalah sekelompok orang antara empat sampai dengan sepuluh dari satu unit kerja yang sama secara sukarela berkumpul untuk memecahkan masalah yang terjadi di unit kerjanya dengan menggunakan teknik-teknik kendali mutu tujuannya adalah kepuasan pelanggan. Untuk mensukseskan agar program tersebut menyentuh seluruh pegawai di RSUD Dr, Moewardi, komitmen
top manajemen sangat dibutuhkan.
Komitmen disini bukan berarti hanya setuju diterapkan dan memfasilitasi, tetapi kemauan untuk memahami dan mempelajarii tentang teknik teknik peningkatan kualitas yang disebut dengan Tulta (tujuh alat dan tujuh alat). Dalam Konvensi Perhimpunan Manajemen Mutu Indonesia Tahun1999, Setiadi Dirgo (Sekretaris PMMI) mengatakan 80% keberhasilan Gugus Kendali Mutu sangat ditentukan oleh Komitmen Top Manajemen. Untuk melestarikan agar GKM menjadi Budaya Kerja, setiap tahun minimal 1 kali, RSUD Dr. Moewardi melaksanakan Gelar Budaya Kerja yang biasanya dilaksanakan pada bulan November. Komunikasi, Kerja Sama Tim, Motivasi juga selalu ditekankan agar Gugs Kendali Mutu tetap bisa berjalan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menganalisis faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap penerapan budaya kerja di RSUD Dr. . Moewardi Surakarta. B. IDENTIFIKASI MASALAH Dari uraian yang telah dikemukakan, serta faktor-faktor
yang
memengaruhi Budaya Kerja, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan antara lain: 1. Bagaimanakah
pengaruh hubungan komitmen top manajemen pada
penerapan budaya kerja. 2. Bagaimanakah pengaruh hubungan komunikasi terhadap penerapan budaya kerja. 3. Bagaimanakah pengaruh hubungan kerjasama tim
terhadap penerapan
budaya kerja. 4. Bagaimanakah pengaruh motivasi terhadap penerapan budaya kerja
C. PEMBATASAN MASALAH
Berhubung banyaknya variabel yang berpengaruh terhadap penerapan budaya kerja, maka dalam penelitian ini dibatasi hanya empat variabel yang diduga berpengaruh terhadap penerapan budaya kerja, yaitu: 1. Komitmen top manajemen. 2. Komunikasi. 3. Kerja sama tim. 4. Motivasi. D. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini untuk menguji pengaruh antara variabel independen dalam hal ini komitmen top manajemen, komunikasi, kerja sama tim, dan motivasi terhadap variabel dependen yaitu penerapan budaya kerja, secara terperinci penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh komitmen top manajemen terhadap penerapan budaya kerja. 2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh komunikasi terhadap penerapan budaya kerja. 3. Mengetahui dan menganalisis pengaruh kerja sama tim terhadap penerapan budaya kerja. 4. Mengetahui dan menganalisis pengaruh motivasi terhadap penerapan budaya kerja.
E. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini perlu segera dilaksanakan mengingat manfaatnya sangat besar baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis. a.
Menambah wawasan keilmuan dibidang penerapan budaya kerja khususnya di RSUD. Dr. Moewardi Surakarta.
b.
Memberikan sumbangan pemikiran bagi penerapan budaya kerja tidak hanya di rumah sakit saja tetapi menjadi pedoman bagi SKPD (Satuan kerja Perangkat Daerah) lainnya di Provinsi Jawa Tengah.
2. Manfaat Praktis. a.
Bagi Lembaga Administrasi Negara diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka penyusunan kurikulum diklat teknis budaya kerja.
b.
Bagi Provinsi Jawa Tengah, menjadi referensi untuk penerapan budaya kerja di Satuan Kerja Perangkat Daerah
c.
Bagi Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah, menjadi acuan dalam pelaksanakan diklat teknis budaya kerja.
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. LANDASAN TEORI 1. Penerapan Budaya Kerja Dalam Grand Design reformasi birokrasi budaya kerja dipahamkan sebagai culture set. Secara sederhana budaya kerja diartikan sebagai cara pandang seseorang dalam memberi makna terhadap kerja. Dengan demikian budaya kerja diartikan sebagai sikap dan perilaku kerja individu dan kelompok yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari (Triguno, 1996). Budaya kerja merupakan suatu komitmen organisasi, dalam upaya membangun sumber daya manusia, proses kerja, dan hasil kerja yang lebih baik. Agar budaya kerja dapat diterapkan dengan baik di suatu organisasi pemerintah, perlu disiapkan secara sungguh – sungguh, teliti dan sabar. Ciri program budaya kerja adalah partisipatif dan berorientasi pada proses, sehingga pelaksanaannyapun harus mengacu pada ciri-ciri tersebut tanpa mengabaikan nilai-nilai yang dimiliki, dan berfokus pada kepuasan yang dilayani/ pelanggan. Salah satu cara yang dilakukan dalam penerapan budaya kerja adalah membentuk organisasi budaya kerja yang disebut Kelompok Budaya Kerja (KBK), atau sering disebut Gugus Kendali Mutu (Gering,2006). Agar tugas pokok dan fungsi masing-masing unit dapat tercapai, idealnya di setiap seksi/ bidang/ dinas tersebut dibentuk GKM. Karena pada dasarnya GKM sangat selaras dengan ciri budaya kerja yang partisipatif dan berorientasi pada proses. Gugus Kendali Mutu pada dasarnya suatu pendekatan pengendalian mutu melalui
penumbuhan
partisipasi
pegawai.
Secara
definitif
diartikan
“sekelompok kecil pegawai beranggotakan 3-10 orang dari suatu unit kerja yang sama, secara sukarela untuk melakukan pertemuan secara berkala dan berkesinambungan
untuk
membahas
masalah
yang
terjadi
menggunakan alat kendali mutu agar produktivitas meningkat,
dengan sehingga
pelanggan/ masyarakat yang dilayani puas�. (Modul Pengendalian Mutu Terpadu,2006). Kelompok ini kemudian menyampaikan alternatif solusi kepada pimpinan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan perbaikan kerja pada masa yang akan datang. Dari definisi tersebut di atas jelas bahwa
untuk meningkatkan
produktivitas, perlu dilakukan secara berkelanjutan, dan bukan hanya tanggung jawab pimpinan saja, tetapi perlu
partisipasi total dari seluruh anggota
organisasi. Adapun sarana pengendalian mutu, dengan memutar Siklus
Deming
(PDCA/ Plan, Do, Check, Action) melalui tekhnik yang dikenal dengan istilah TULTA (Tujuh Langkah dan Tujuh Alat) pengendali mutu seperti berikut
Tabel 2 Tujuh Alat Pengendalian Mutu No
Alat
Digunakan
1.
Diagram Sebab Akibat
Untuk mencari unsur penyebab
2.
Diagram Pareto
Menemukan persoalan
3.
Stratifikasi
Pengelompokan sekumpulan data
4.
Lembar Pengumpul Data
Untuk mencatat data
5.
Histogram
Menemukan persoalan
6.
Bagan Pengendali
Menemukan persoalan
Diagram Pencar
Menentukan korelasi anatar penyebab
7.
dan akibat
Sumber: Modul PMT, 2006
Tujuh Langkah P- D- C- A (Plan, Do, Chek, Action) adalah sebagai berikut: 1) Proses Plan terdiri dari tiga langkah a. Menentukan tema dan judul b. Menganalisa penyebab c. Menguji dan menentukan penyebab dominan
2) Proses Do terdiri dari satu langkah yaitu membuat rencana dan melaksanakan perbaikan 3) Proses Check terdiri dari satu langkah yaitu meneliti hasil 4) Proses Act terdiri dari dua langkah a. Membuat standarisasi b. Menentukan rencana berikutnya
Sebetulnya Tujuh Langkah dan Tujuh Alat hanya sebagai salah satu sarana pengendali mutu versi Perhimpunan Manajemen Mutu Indonesia. Ada beberapa metode/ cara untuk memecahkan masalah, yang sangat mendasar perlu dicermati sebenarnya terletak pada
mentalitas dasar sumber daya
manusianya. Dalam Modul Pengendalian Mutu Terpadu (2006), faktor penting untuk keberhasilan penerapan Gugus Kendali Mutu adalah Siklus P- D- C- A atau dikenal dengan Deming Cyrcle Anggapan bahwa GKM hanya cocok diterapkan di swasta tidak sepenuhnya benar. Di bidang pendidikanpun Gugus Kendali Mutu dapat diterapkan, paling tidak di Politeknik Negeri Semarang, bahkan di Fakultas MIPA ITB sejak tahun 2006 telah menerapkan Gugus Kendali Mutu. Demikian halnya dengan beberapa rumah sakit milik Provinsi Jawa Tengah. Rumah Sakit Umum Daerah Tugu Rejo, penerapan budaya kerja tidak menggunakan Gugus Kendali Mutu dengan Tultanya, tetapi dengan, Problem Solving For Better Health (PSBH), dimana rohnya tetap P- D- CA, Salah satu Rumah Sakit Umum Daerah milik Propinsi Jawa tengah yang menerapkan Gugus Kendali Mutu dengan menggunakan Tujuh Langkah dan Tujuh Alat pemecah masalah adalah RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Gugus
kendali
mutu
terbukti
sempat
berjaya
mendorong
keberhasilan Jepang menguasai pasar dunia. Ibarat tanaman GKM harus disemai, dirawat, ditumbuh kembangkan, sebelum buahnya dipanen. Perlu perbaikan berkesinambungan. Oleh sebab itu agar GKM bisa diterapkan di
instansi pemerintah, pelaksanaannya tidak bisa instan perlu beberapa pra kondisi yang mendukung antara lain, komitmen top managemen, komunikasi, kerjasama tim, motivasi, dan lain-lain. 2. Komitmen Top Managemen Pemimpin tugasnya adalah memberikan bimbingan dan arahan pada penerapan budaya kerja. Komitmen disini bukan hanya setuju untuk menerapkan tetapi ada kesediaan dan kemauan untuk mempelajari konsep tujuh langkah dan tujuh langkah pengendalian kualitas, serta menyediakan fasilitas pendukung. Selain hal tersebut perlu adanya keteladanan dari seorang pemimpin. Kepemimpinan harus menghargai potensi kekuatan orang kerja secara gotong royong (collective) dan kekuatan ganda yang diperkirakan akan menghasilkan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Kreatifitas mereka tidak boleh diusik, tetapi didorong muncul dengan kepemimpinan yang kondusif.(Triguno, 1996) Langkah pemimpin dalam pelaksanaan budaya kerja dimulai dari a. Memberi fokus yang sama, dalam visi dan strategi. Karena kesamaan fokus tersebut merupakan perekat untuk mengendalikan pelaksanaan secara bersama dan memberikan dorongan bagi setiap orang untuk melakukan perubahan. Tanpa kesamaan fokus komitmen, sinergi, dan semangat tidak akan menjadi kenyataan. b. Melaksanakan penyempurnaan, melakukan penyempurnaan adalah inti dari program Budaya Kerja, dengan perubahan tersebut organisasi akan mampu
mempertahankan
hidup
dalam
persaingan.
Tanpa
penyempurnaan masyarakat yang dilayani akan terasa semakin berat. c. Merubah budaya. Pemimpin harus mampu merubah dirinya sendiri terlebih dahulu, karena pemimpin harus menjadi teladan. Mereka mulai dengan mengidentifikasi bagaimana mereka memimpin organisasi dan apa yang harus berubah untuk mendukung visi yang mereka lihat. Pemimpin organisasi harus menerima tanggung jawab untuk perubahan budaya, proses tersebut terkandung dalam budaya dan tidak mungkin
melakukan perubahan tanpa merubah yang lain. Tanpa perubahan budaya, upaya penyempurnaan tidak akan berkelanjutan dan hanya menjadi semboyan omong kosong. d. Perubahan dilaksanakan secara bertahap. Untuk mengerti program itu memerlukan waktu. Belum tentu pengertian itu dapat merubah sikap seseorang. Juga belum tentu perubahan sikap seseorang itu otomatis merubah perilakunya. Proses ini memerlukan upaya serius, agar dapat dihayati, direnungkan, diyakini, dan
bersedia dengan ikhlas untuk
melaksanakan. Tahapan tersebut sebagai berikut: 1) Memberikan suatu fokus yang sama dengan terus-menerus mengkomunikasikan visi yang jelas pada setiap level. 2) Melaksanakan penyempurnaan dengan membuat suatu model yang diperkirakan akan diikuti oleh yang lain. 3) Merubah budaya dengan terus-menerus memberikan kepemimpinan yang jelas dan komitmen.
3. Komunikasi Dalam
melaksanakan
program
budaya
kerja
ketrampilan
komunikasi merupakan faktor penting dalam upaya menciptakan lingkungan yang kondusif. Keberhasilan komunikasi bisa dilihat dari seberapa baik kualitas interaksi sehingga antara komunikator dan komunikan sama-sama paham dan merasa nyaman dalam berhubungan satu sama lain. Komunikasi dapat didefinisikan sebagai upaya menyampaikan pesan, pendapat, perasaan, atau memberikan berita / informasi kepada orang lain. Sering kali komunikasi antara dua orang atau lebih tidak berjalan dengan baik karena mereka menggunakan satu istilah sama tetapi mempunyai arti yang berbeda. Tiga unsur penting komunikasi yang perlu
diperhatikan yaitu, pengirim pesan yang sering disebut komunikator, penerima pesan yang sering disebut komunikan, dan media. Komunikasi dikatakan efektif apabila pesan yang dikirim oleh komunikan dapat diterima dengan baik, menyenangkan, aktual, nyata, ada tindakan. Selain itu penerima pesan mampu menyampaikan kembali pesan yang telah diterima dengan baik dan benar, artinya terjadilah komunikasi dua arah (Triguno,1996) 4. Kerjasama Kelompok Kerjasama kelompok adalah kemampuan bekerjasama mencapai visi bersama (Andrew,2010). Kerjasama tim merupakan bahan bakar yang memungkinkan orang bisa mencapai hasil yang luar biasa. Di dalam kerjasama tim individu-individu sanggup mencapai prestasi luar biasa dan sulit dipercaya. Di dalam tim, kita bergandengan tangan menjalin ikatan jiwa saling mengembangkan imajinasi dan kreatifitas, saling menyemangati, memotivasi, menggandakan usaha dan kemampuan individu. (Kaswan ,2013), tim bukanlah sekedar kata, tim yang dalam bahasa Inggrisnya Team merupakan akronim yang mencerminkan kebenaran dahsyat yaitu T (together)
: bersama sama
E (everyone)
: setiap orang
A (achieve)
: mencapai
M (more/ miracle)
: lebih banyak / keajaiban
Ada sejumlah rahasia pada konsep kerjasama tim. Maknanya lebih dari
sekedar
kumpulan
orang
yang
bergabung
bersama
untuk
menyelesaikan tugas. Kata kunci terjadinya kerjasama tim adalah sinergi. Tanpa sinergi yang terjadi dalam tim mungkin hanya kompromi. Kata sinergi berasal dari bahasa Yunani Sinergio yang artinya gabungan tenaga dari dua individu atau gabungan kekuatan yang memungkinkan gabungan tenaga itu melebihi jumlah tenaga yang dimiliki individu. Prinsip sinergi secara jelas pernah didemonstrasikan dalam
kontes kuda penghela di pekan raya kota. Kuda juara pertama sanggup menarik beban 4500 pounds. Kuda juara kedua sanggup menarik beban 4000 pounds. Dalam teori apabila kedua kuda tersebut digabungkan, mampu menarik maksimum beban 8500 pound. Untuk menguji prinsip sinergisitas, kedua kuda itu digabungkan, semua orang terperangah, ternyata mampu menarik beban 12000 pounds, 3500 pounds lebih tinggi. Sehingga dapat disimpulkan sinergisitas mampu memaksimalkan potensi seseorang. Sinergi adalah kekuatan kerja tim untuk menyatukan tenaga individu, menutup keterbatasan individu, dan menggandakan usaha individu agar prestasi menjadi lebih besar dan baik. Senergi adalah cara yang lebih baik daripada apa yang bisa dicapai sendiri-sendiri. Sinergisitas hanya akan terwujud jika tim menyadari ada saling ketergantungan dan ada kesamaan tujuan. Menurut Covey (1997) intisari dari sinergi adalah menghargai perbedaan, baik perbedaan mental, emosional, maupun psikologi antar orang.
5. Motivasi Motivasi merupakan kata ajaib sebab motivasi mengandung makna tiada tapi ada. Walau motivasi tidak kasat mata tetapi keberadaannya diakui baik secara awam maupun ilmiah. Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu (Lubis, 2009) yang mempu membuat manusia semangat atau tidak semangat dalam melakukan sesuatu. Banyak para ahli yang membahas antara motif dan motivasi. Motif adalah faktor intern yang membangunkan, menggerakkan, dan mengintegrasikan tingkah laku seseorang. Sedangkan motivasi adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk keseluruhan fenomena yang melibatkan tingkah laku individu sebagai hasil suatu rangsangan, situasi dan motif (Nadkarni, 1976). Motivasi sangat dipengaruhi oleh sikap, perilaku, keinginan atau tindakan tindakan sengaja lainnya. Tanpa motivasi orang cenderung tidak
terdorong dan tidak tergerak untuk meraih sesuatu yang diinginkannya. Bila motivasi rendah, orang cenderung kurang menyukai kerja keras, kurang tekun dan enggan memanfaatkan kemampuan kreatifnya untuk memecahkan masalah. Motivasi pegawai ditentukan oleh motivatornya. Motivator yang dimaksudkan bisa beraneka ragam, baik yang berasal dari diri sendiri / internal maupun dari luar diri / eksternal Malayu Hasibuan (1996) menjelaskan bahwa motivator lebih berkaitan dengan prestasi, pengakuan, karakteristik pekerjaan, tanggung jawab, dan kemajuan. Hal ini berkaitan dengan usaha yang kuat dan prestasi yang baik, sedangkan faktor hygiene berkaitan dengan ketidak puasan kerja yang berkaitan dengan konteks pekerjaan dan lingkungan, misalnya: kebijakan dan admonistrasi, pengawasan teknis, gaji, hubungan antar pribadi dan kondisi kerja. Satisfier (motivator), faktor faktor sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: Kesempatan untuk berprestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab dan kesempatan untuk maju. Douglas Mc Gregor dari Sloan School of Management MIT pada tahun 1960 telah menciptakan teori motivasi yang dikenal dengan Teori X dan Y. Teori ini diungkapkan dengan menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar manusia. Pemimpin dengan Teori X cenderung menyukai gaya Kepemimpinan Otoriter dan pemimpin dengan Teori Y lebih menyukai gaya Kepemimpinan Demokratik. Untuk kriteria pegawai yang memiliki tipe Teori X adalah pegawai dengan sifat tidak bekerja tanpa perintah dan malas, pegawai yang memiliki tipe Teori Y akan bekerja dengan sendirinya tanpa perintah atau pengawasan dari atasannya. Tipe Y ini adalah tipe pegawai yang sudah menyadari tugas dan tanggung jawab pekerjaannya. dan mampu bekerja sesuai dengan keahliannya
B. HIPOTESIS PENELITIAN 1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Berdasarkan hasil penelitian dari Brower (1995), Suranto AW. (2010), West (2002), Widodo (2013), Hiras Pasaribu (2008), Bambang Purwanggono (2014), Arif Ariyanto (2015), Amalia NS (2010), peneliti melanjutkan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kesuksesan penerapan budaya kerja. Penerapan budaya kerja yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah penerapan gugus kendali mutu. Adapun faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap penerapan budaya kerja adalah komitmen top manajemen, komunikasi, kerja sama tim, dan motivasi. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dikembangkan suatu model guna menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Hasilnya diharapkan dapat menciptakan strategi bagi organisasi, khususnya mengenai penerapan budaya kerja di instansi pemerintah. Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini dijelaskan pada gambar berikut: Gambar 2 Kerangka Pemikiran Teoritis Komitmen Top Management H1 Komunikasi H2 Kerja sama Tim
H3
Penerapan Budaya Kerja
H4 Motivasi
Sumber: dikembangkan untuk penelitian ini
H1:
Bambang Purwanggono (2014), Brower (1995)
H2:
Arif Ariyanti (2015), Bambang Purwanggono (2014)
H3:
Amelia NS (2010)
H4:
Bambang Purwanggono (2014)
2. Hipotesis, Definisi Operasional Variabel dan Indikator. a. Pengaruh Komitmen Top Manajemen Terhadap Penerapan Budaya Kerja. Komitmen top manajemen merupakan kemauan pihak top manajemen untuk mendukung dan berkomitmen terhadap penerapan budaya kerja. Menurut Brower (1995) komitmen top manajemen dapat dilakukan melalui beberapa cara: 1) Menentukan aturan yang jelas dan memfasilitasi menyediakan sumber daya yang dibutuhkan terhadap pelaksanaan budaya kerja. 2) Memimpin semua proses penerapan budaya kerja pada setiap level sesuai kewenangannya. 3) Mampu memberi keteladanan dalam penerapan budaya kerja. Kegagalan penerapan budaya kerja sebagian besar disebabkan kurangnya komitmen dari top manajemen (Brower, 1995), sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H1: Komitmen top manajemen berpengaruh positif terhadap penerapan budaya kerja Gambar 3 Indikator variabel komitmen top manajemen Menentukan Aturan dan f l
Memimpin Pelaksanaan Memberikan Keteladanan Sumber: Brower (1995)
Komitmen Top Manajemen
b. Pengaruh Komunikasi Terhadap Penerapan Budaya Kerja. Dalam melaksanakan program budaya kerja komunikasi merupakan faktor penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif, agar nilainilai dapat teraktualisasi dalam sikap dan perilaku organisasi. Berdasarkan penelitian Suranto AW (2010) indikator yang digunakan dalam keterampilan komunikasi adalah: 1) Pemahaman bersama. 2) Ada unsur kesenangan antar komunikator dan komunikan. 3) Mampu manciptakan hubungan timbal balik. 4) Ada tindakan nyata. Berdasar penjelasan diatas, semakin baik antar anggota organisasi dalam berkomunikasi, semakin sukses penerapan budaya kerja. Berdasarkan hasil penelitian Arif Ariyanto (2015) diketahui komunikasi merupakan faktor penting dalam implementasi program pengembangan budaya kerja di Sekretariat Daerah Kabupaten Pati. Oleh karena itu hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H2: Komunikasi berpengaruh positif terhadap penerapan budaya kerja Gambar 4 Indikator Variabel Komunikasi Pemahaman Bersama
Kesenangan Kedua Belah Pihak Hubungan Semakin Baik Tindakan Nyata
Komunikasi
c. Pengaruh Kerja Sama Tim Terhadap Penerapan Budaya Kerja. Kerjasama merupakan suatu nilai-nilai sangat penting dalam penerapan budaya kerja. Kata lain untuk kerja sama adalah partisipasi atau gotong royong. Penelitian West (2002) indikator dari kerja sama tim adalah: 1) Memiliki tanggung jawab bersama. 2) Saling berkontribusi. 3) Pengerahan kemampuan secara maksimal. Kerjasama kelompok mutlak diperlukan dalam penerapan budaya kerja. Amelia NS (2012) menyebutkan manfaat dari penerapan budaya kerja salah satunya adalah meningkatkan kerjasama tim, sehingga rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah H3 : Kerja sama tim berpengaruh positif terhadap penerapan budaya kerja Gambar 5 Indikator Variabel Kerjasama Tim
Tanggung Jawab Bersama
Saling Berkontribusi
Pengerahan Kemampuan Secara Maksimal
Sumber: West (2002)
Kerjasama Tim
d. Pengaruh Motivasi Terhadap Penerapan Budaya Kerja. Motivasi merupakan salah satu komponen penting dalam meraih keberhasilan suatu proses kerja, karena memuat unsur pendorong bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan sendiri maupun berkelompok. Penelitian Widodo (2013) indikator motivasi agar program budaya kerja berjalan dengan baik adalah: 1) Keberhasilan menyelesaikan tugas. 2) Adanya reward dan recognition. 3) Bekerja sesuai keahlian. 4) Kesempatan mengembangkan diri. Dari penjelasan tersebut diatas, motivasi mempunyai pengaruh terhadap penerapan budaya kerja. Bambang Purwanggono (2014), minimnya motivasi pegawai akan berdampak terhadap penerapan budaya kerja 5S di perusahaan. Hipotesis yang bisa dirumuskan dalam penelitian ini adalah: H4: Motivasi berpengaruh positif terhadap penerapan budaya kerja Gambar 6 Indikator variabel motivasi
Keberhasilan Menyelesaikan Tugas Reward and Recognition Bekerja Sesuai Keahlian Kesempatan Mengembangkan Diri
Sumber: Widodo (2013)
Motivasi
e. Indikator Variabel Penerapan Budaya Kerja. Penerapan budaya kerja melalui gugus kendali mutu merupakan salah satu keunggulan bersaing di era globalisasi seperti sekarang ini. Dengan menerapkan seacara konsisten akan mampu menghasilkan organisasi
yang
berintegritas
sehingga
mampu
meningkatkan
produktivitas yang pada akhirnya akan memuaskan pelanggan. Penelitian Hiras Pasaribu (2008) indikator Penerapan Budaya Kerja: 1) Kepuasan pelanggan. 2) Perbaikan berkelanjutan. 3) Manajemen berdasar fakta. 4) Pelibatan seluruh pegawai.
Gambar 7 Indikator Penerapan Budaya Kerja
Kepuasan Pelanggan
Perbaikan Berkalanjutan
Manajemen Berdasar Fakta Partisipasi Total
Penerapan Budaya Kerja
C. PENELITIAN TERDAHULU Penelitian ini diposisikan terhadap penelitan terdahulu sebagai pengembangan. Penelitian terdahulu tentang penerapan budaya kerja belum meneliti salah satu penerapan budaya kerja melalui Gugus Kendali Mutu. Adapun penelitian terdahulu secara ringkas disajikan seperti pada tabel berikut ini
Tabel 3 Penelitian terdahulu
Penelitian
Variabel
Variabel
Terdahulu
Independen
Dependen
Hiras Pasaribu
•
Komitmen.
•
(2008),”pengaruh
•
Persepsi.
komitmen persepsi
•
TQM.
Tujuan Penelitian Alat Analisis
Kinerja
Menganalisis
Regresi
manajerial
pengaruh
berganda
komitmen persepsi
dan penerapan nilai
dan penerapan
dasar TQM terhadap
nilai dasar tqm
kinerja manajerial
terhadap kinerja
pada bumn
manajerial pada
manufaktur di
bumn manufaktur
Indonesia”.
di Indonesia
Bambang
•
Motivasi.
Purwanggono, Rani
•
ruminta, Sinta
•
Penerapan
Menganalisis
Regresi
Komunikasi.
budaya
faktor-faktor yang
berganda
•
Reward.
kerja 5s
mempengaruhi
irawati
•
Punishment.
motivasi karyawan
(2014),”Analisis
•
Peran top
dalam menerapkan
manajemen
budaya kerja 5s
faktor-faktor yang memengaruhi
pada p3jp app
motivasi karyawan
semarang.
dalam menerapkan
budaya kerja 5S pada P3JP APP Semarang”. Widodo (2013),
•
”Analisis pengaruh
•
Kinerja
Pelaksanaa Menganalisis
pegawai.
n
pengaruh antara
antara faktor
•
Pendidikan.
pelayanan
faktor pendidikan,
pendidikan,
•
Motivasi.
publik
motivasi, dan
motivasi, dan budaya
•
Budaya
budaya kerja
kerja.
terhadap kinerja
kerja terhadap kinerja pegawai
pegawai dalam
dalam pelaksanaan
pelaksanaan
pelayanan publik”.
pelayanan publik
Arief irianto, soesilo
•
Sikap.
zauhar, imam hanafi
•
(2015).”Faktorfaktor yang
•
Regresi berganda
Implementa
Menganalisis
Regresi
Isi program.
si program
faktor-faktor yang
berganda
•
Lingkungan.
pengemban
mempengaruhi
•
Struktur
gan budaya
implementasi
birokrasi
kerja
program
mempengaruhi implementasi
pengembangan
program
budaya kerja di
pengembangan
sekretariat daerah
budaya kerja di
kabupaten Pati.
sekretariat daerah kabupaten Pati”. BPKP
•
Integritas
(2013).”Kajian
•
penerapan budaya
•
kerja pada bank BRI: khasanah memperkaya budaya kerja pada birokrasi
•
Penerapan
Menganalisis
Keteladanan
Budaya
penerapan budaya
identitas
kerja pada
kerja pada bank
Bank BRI
BRI
Deskriptif
publik”.
Brower, Michael J,
•
Informasi
(1995),
•
•
kesuksesan
Menjelaskan
Dukungan
pemberday
mengenai
“Empowering
fungsi-
aan
pemberdayaan
Teams: what, why,
fungsi lain
pada suatu tim atau
kepemimpin
kelompok
an
organisasi
and how”,
•
BAB III PROSEDUR PENELITIAN/ PENGKAJIAN
A. Populasi Dan Sampel Penelitian.
Deskriptif
Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciricirinya akan diduga sebagai obyek penelitian (Indrianto, 1999). Yang dimaksud dengan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai di RSUD. Dr. Moewardi Surakarta yang sudah menerapkan Gugus Kendali Mutu Sedangkan sampel adalah bagian yang dapat mewakili populasi yang akan diteliti. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode sampel acak (random), yaitu semua subyek di dalam populasi dianggap mempunyai hak yang sama untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel (Arikunto, 1998). Populasi yang akan diobservasi berpedoman pada 5-10 kali jumlah parameter yang digunakan. Jadi jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5 sampai 10. Bila terdapat 18 indikator, besarnya sampel adalah 90 sampai 180 (Ferdinand, 2000). Oleh karena itu jumlah sampel ditetapkan 100 responden.
B. Instrumen Penelitian. Dengan menggunakan angket yang digunakan untuk mendapatkan data dari responden dalam obyek penelitian. Pertanyaan dalam angket dibuat menggunakan skala likert 1-4 dengan kriteria:
Tabel 4 Skala Penilaian Pernyataan
Bobot
Sangat Setuju (SS)
4
Setuju (S)
3
Tidak Setuju (TS)
2
Sangat Tidak Setuju (STS)
1
Selanjutnya daftar pertanyaan secara garis besar yang akan diajukan kepada responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5 Desain Inti Pertanyaan Variabel
Item-item Pertanyaan •
Skala Pengukuran
Komitmen Top Manajemen dalam membuat aturan dan
Komitmen Top
•
Manajemen •
memfasilitasi .
4 point skala digunakan
Komitmen Top Manajemen
mulai dari angka 1 (sangat
dalam memimpin penerapan
tidak setuju) dan 4 (sangat
budaya kerja.
setuju).
Komitmen Top Manajemen dalam memberikan keteladanan.
•
Pemahaman bersama
•
Kesenangan antara komunikator komunal.
Komunikasi
Kerjasama Tim
mulai dari angka 1 (sangat tidak setuju) dan 4 (sangat
•
Hubungan semakin baik.
•
Tindakan nyata.
•
Tanggung jawab bersama.
4 point skala digunakan
•
Saling berkontribusi.
mulai dari angka 1 (sangat
•
Pengerahan kemampuan secara
tidak setuju) dan 4 (sangat
maksimal.
setuju).
•
Motivasi
4 point skala digunakan
setuju).
Keberhasilan menyelesaikan tugas.
4 point skala digunakan
•
Reward dan recognition.
mulai dari angka 1 (sangat
•
Bekerja sesuai kebutuhan.
tidak setuju) dan 4 (sangat
•
Kesempatan mengembangkan
setuju).
diri. Penerapan
•
Kepuasan pelanggan.
4 point skala digunakan
Budaya Kerja
•
Perbaikan berkelanjutan.
mulai dari angka 1 (sangat
•
Manajemen berdasarkan waktu.
tidak setuju) dan 4 (sangat
•
Pelibatan dan pemberdayaan.
setuju).
C. Teknik Pengumpulan Data Metode dilakukan dengan wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan cara bertanya langsung (berkomunikasi langsung) dengan responden (Arianto, 1998). Pengumpulan data juga dilakukan dengan menggunakan kuesioner yaitu metode pengumpulan data dengan memberikan atau menyerahkan daftar pertanyaan kepada responden.
D. Teknik Analisa Data Dalam menganalisis permasalahan yang dikemukakan pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kuantitatif. Yaitu analisa yang menggunakan metode pembuktian matematis dan statistik dalam menjawab persoalan dan untuk membuktikan hipotesa yang diajukan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengujian sebagai berikut: a.
Uji Instrumen. 1) Uji Validitas. Uji Validitas menunjukkan tingkat kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrumen tersebut (Sutrisno Hadi, 2000). Untuk menguji validitas digunakan uji korelasi produk moment dengan kriteria pengujian sebagai berikut: a) Jika nilai r hitung > r tabel dan signifikansi < 0,05 maka dapat dikatakan bahwa indikator adalah valid. b) Jika r hitung > r tabel dan nilai signifikansi > 0,05 maka dikatakan indikator tidak valid. 2) Uji Reliabilitas.
Adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal juka seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2006). SPSS versi 14 menyediakan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik Conbrach alpha (a). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Conbrach alpha > 0,060 (Nunnaly, 1960). b. Analisis Regresi Linier â&#x20AC;&#x201C; Berganda. Bertujuan untuk mengukur hubungan antar variabel dependen terhadap variabel-variabel independent Y = a + b1X1+b2X2+ b3X3+b4X4 Dimana Y = Variabel Penerangan Budaya Kerja a = Konstanta b1 b2 b3 b4 b5 = Koefisien Regresi. X1 = Variabel Komitmen Top Manajemen X2 = Variabel Komunikasi X3 = Variabel Kerjasama Tim X4 = Variabel Motivasi
c.
Uji Hipotesis. 1) Uji signifikansi Secara Parsial ( uji t ). Uji signifikasi parsial dilakukan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependent secara parsial. Untuk melakukan uji signifikasi parameter individual dengan uji t. Penjelasan teknik pengukuran data: Untuk dapat memutuskan apakah variabel dependen, dilakukan dari output SPSS Versi 14, adapun kriteria yang digunakan adalah:
â&#x2C6;&#x2019;
Jika nilai t hitung > t tabel maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif diterima dan hipotesis nol ditolak akan ada pengaruh variabel terikat dengan variabel bebas.
â&#x2C6;&#x2019;
Jika nilai t hitung < t tabel maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa alternatif dapat diterima, hipotesis nol ditolak dan tidak ada pengaruh variabel terikat terhadap variabel bebas.
2) Analisis Koefisien Determinasi (R). Koefisien determinasi (R) mengukur seberapa jauh model dalam menentukan variasi variabel dependen. Koefisien determinasi (R) dinyatakan dalam prosentase, Nilai R berkisar antara 0 < R < 1
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN. 1. Profil RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi merupakan salah satu rumah sakit milik Provinsi Jawa Tengah diantara tujuh rumah sakit yang lain yaitu, RSJD Surakarta, RSJD Soedjarwadi Klaten, RSJD Amino Gondohutomo Semarang, RSUD Tugurejo Semarang, RSUD Kelet Jepara, dan RSUD Margono Banyumas. Rumah Sakit berkelas A ini mempunyai berbagai produk pelayanan antara lain: a. Pelayanan Gawat Darurat (emergency) 24 jam. b. Pelayanan Rawat Jalan (out patient). c. Pelayanan Rawat Inap (in patient). d. Pelayanan Penunjang (support service). Profil selengkapnya Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta adalah sebagai berikut: a. Kelas A sejak Tahun 2007. b. BLU penuh sejak Januari 2009. c. Akreditasi penuh Tahun 2005, 2008, 2011.
d. Sertifikasi iso 90001:2000, tahun 2007. e. Sertifikasi iso 90001:2008, tahun 2010. f. Citra Pelayanan Prima Tahun 2013. g. Sertifikasi Iso 90001:2008, Tahun 2013. h. Sertifikasi Iso 22000:2005, Tahun 2014. i. Akreditasi KARS 2012 bulan November 2014. j. Persiapan Akreditasi Internasional (JCI-A) tahun 2015. k. Kapasitas tempat tidur: 750. l. Beralamat di Jalan Kol. Soetarto No. 132 Surakarta, telp. (0271) 634634. m. Luas tanah dan luas bangunan: 42.528 m2/ 41.924 m2. n. Jumlah instalasi: 24 (dua puluh empat).
2. Sejarah Perkembangan. Awal didirikan pada tahun 1950 dengan nama Rumah Sakit Pusat Surakarta, yang merupakan gabungan dari tiga rumah sakit yaitu: Rumah Sakit Pusat Surakarta (Mangkubumen), Rumah Sakit Surakarta (Jebres), dan Rumah Sakit Kadipolo (Kadipolo). Rumah sakit ini pada tanggal 24 Oktober 1988, melalui Surat Keputusan Gubernur Nomor 445/ 29684, ditetapkan namanya menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta Menteri Dalam Negeri RI Nomor: 544/ MENKES/ SKB/ X/ 81, Nomor: 0430/ V/ 1981, dan BO.324 Tahun 1981, ditetapkan bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi menjadi Rumah Sakit Pendidikan. Sedangkan Rumah Sakit Pendidikan Utama (Teaching Hospital) diraih pada tahun 2013, melalui Keputusan Bersama Gubernur Jawa Tengah dan Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta nomor: 023/ 2013, Nomor: 3226/ UN 27/ HK/ 2013.
3. Jumlah Ketenagaan Tabel 6 Jumlah Ketenagaan Jenis tenaga
PNS
Non PNS
UNS
Jumlah
Medis
112
39
67
218
Paramedis Perawat
559
292
0
851
Paramedis Non Perawat
212
104
3
318
Non Medis
285
297
2
584
Total
1167
732
72
1971
Sumber: Bagian Diklit RSUD Dr, Moewardi
4. Struktur Organisasi. Gambar 8 Struktur Organisasi
5. Visi, Misi, Jargon, dan Nilai-Nilai Organisasi. Visi: Rumah Sakit Terkemuka Berkelas Dunia. Misi:
a. Menyediakan pelayanan kesehatan berbasis pada keunggulan sumber daya manusia, kecanggihan dan kecukupan alat serta profesionalisme manajemen pelayanan. b. Menyediakan wahana pendidikan dan penelitian kesehatan yang unggul berbasis pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan yang bersinergi dengan mutu pelayanan. Motto/ Jargon. Kami Senang Melayani Anda dengan Cepat, Tepat, Nyaman, dan Mudah. Cepat: pelayanan yang segera, sigap, dan tanggap. Tepat: sesuai dengan yang diharapkan. Nyaman: pelayanan dengan lingkungan yang bersih, indah dan penuh kekluargaan. Mudah: pelayanan yang mudah dimengerti dan tidak berbelit-belit.
Nilai-Nilai Organisasi: â&#x20AC;&#x153;Bahagia melayani anda dengan kualitas terintegrasiâ&#x20AC;? (care to you with quality for all/ care 2 u with q 4 all) dengan membudayakan 6 rasa: a.
Peduli. Seluruh civitas hospitalia rumah sakit harus peduli terhadap sesama, pasien, keluarga, serta lingkungan dengan semangat melayani dan mengutamakan keselamatan.
b.
Melayani. Seluruh civitas hospitalia rumah sakit harus mempunyai jiwa melayani dengan selalu siaga setiap saat dimana saja, kapan saja.
c.
Memiliki. Seluruh civitas hospitalia rumah sakit harus merasa memiliki dengan tulus tanpa pamrih, menjaga dan memlihara sarana prasarana rumah sakit.
d.
Ramah.
Seluruh civitas hospitalia rumah sakit harus memberikan pelayanan dengan 5s ( senyum, salam, sapa, sopan, dan santun ), mengucapkan salam, terimakasih dan minta maaf yang tulus kepada seluruh pelanggan untuk menciptakan kesetiaan. e.
Bersih. Seluruh civitas hospitalia rumah sakit harus bersih dalam berpikir dan bertindak, mentaati standar prosedur yang berlaku serta menjaga kebersihan dengan 5r ( ringkas, rapi, rawat, dan rajin ) untuk menuju pelayanan prima dan paripurna.
f.
Antusias. Semangat untuk berkembang dan berubah dengan continuous quality improvement.
6. Penerapan budaya kerja. Budaya kerja yang diterapkan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta ada beberapa hal, misalnya Budaya 5R (Ringkas/ Seiri, Rapi/ Seiton, Resik/ Seiso, Rawat/ Seiketsu, Rajin/ Shiitsuke), 10 Budaya Malu Aparatur, Etiika Komunikasi, Tujuh Macam Etika Berinteraksi Dengan Klien, dan Gugus Kendali Mutu (GKM). Pada penelitian ini, difokuskan pada Penerapan Budaya Kerja Melalui Gugus Kendali Mutu (GKM). Gugus Kendali Mutu mulai diperkenalkan di rumah sakit ini pada tahun 1997, dalam perjalanannya setelah tiga belas
tahun kemudian
terbentuklah 20 Gugus Kendali Mutu Dalam perkembangannya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan jumlah GKM sebagai berikut: Tabel 7 Jumlah Gugus Kendali Mutu Tahun
Jumlah
2010
20 GKM
2011
25 GKM
2012
27 GKM
2013
31 GKM
2014
34 GKM
2015
49 GKM
Sumber: Bidang Diklit RSUD Dr. Moewardi
Dari 49 GKM, 5 diantaranya adalah GKM Struktural, sedangkan GKM Residen dan GKM KSM, sampai saat penelitian dilakukan belum terealisir. Adapun langkah dan kiat implementasi Gugus Kendali Mutu di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi adalah sebagai berikut: a. Langkah-langkah. 1)
Penetapan Tim Budaya Kerja, melalui SK Dir No 1884/ 2494/ 2014.
2)
Penetapan bBdaya Kerja, melalui Sk Dir. 1884/ 6299/ 2014.
3)
Pertemuan rutin sebulan 2 kali.
4)
Sosialisasi melalui media antara lain: − Apel pagi. − Morning coffee. − Rapat pleno. − Konferensi bagi perawat. − Konferensi ksm. − Konferensi residen. − Buletin rumah sakit.
5) Penetapan pegawai berkomitmen dan berintegritas setiap bulan. 6) Sosialisasi budaya melaporkan insiden untuk pencegahan. 7) Konvensi mini GKM setahun 2 (dua) kali, pada bulan Januari dan November.
8) Tindak lanjut konvensi mini GKM
oleh direksi RSUD
Dr.
Moewardi (dengan presentasi juara GKM). 9) Membentuk GKM di setiap unit kerja (minimal 1 GKM), GKM struktural, GKM KSM, dan GKM Residen. 10) Dukungan pendanaan lewat pembuatan tor budaya kerja ke KMKK dan Bidang Anggaran dan Perbendaharaan melalui Wadir Keuangan. 11) Monitoring dan evaluasi setiap 3 bulan sekali lewat Kabid/ Ka bag/ instalasi/ Ksm, dll oleh Tim budaya kerja.
b. Kiat-kiat. 1) Mengimplementasikan
care
2
u
with
q
4
all
dengan
membudayakan 6 rasa: peduli, melayani, memiliki, ramah, bersih, dan antusias. 2) Kemitmen serius dari jajaran pimpinan. 3) Peningkatan mutu dan keselamatan pasien menjadi pedoman kerja dan tugas sehari-hari. 4) Peran aktif leadership, stakeholder, mitra-mitra RS, PPDS, Dokter muda, siswa didik, tenaga outsourcing (satpam, cleaning service, tenaga parkir). 5) Kejelasan dan ketegasan pemenuhan kebutuhan infrastruktur oleh direksi dan jajarannya. 6) Monitoring dan evaluasi rencana tindak lanjut, penyelsaian problem RSUD Dr Moewardi oleh direksi dan jajarannya.
B. HASIL PENGUJIAN HIPOTESIS 1. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas a.
Uji Validitas Merupakan kemampuan dari construct indicator untuk mengukur keakuratan sebuah konsep. Artinya apakah konsep yang telah dibangun tersebut sudah akurat atau belum. Pengujian validitas
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji korelasi product moment dengan kriteria pengujian sebagai berikut: â&#x20AC;˘
Jika nilai signifikansi < 0,05 maka dapat dikatakan bahwa indikator adalah valid.
â&#x20AC;˘
Jika nilai signifikansi > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa indikator tidak valid.
1)
Validitas variabel Komitmen Top Manajemen (X1). Hasil uji validitas variabel Komitmen Top Manajemen disajikan dalam tabel berikut: Tabel 8 Hasil Uji Validitas Komitmen Top Manajemen (X1) Indikator
Koef. korelasi Signifikansi
KTM 1 Menentukan
aturan
dan 0,752
sssssss
memfasilitasi
sumber
ss
yang dibutuhkan.
dd d
ssss s
KTM 2
Memimpin pelaksanaan.
0,807
0,01
KTM 3
Memberikan keteladanan.
0,807
0,01
daya ddddddddddd
0,01 sssssssssss
Sumber: data primer diolah.
Hasil pengujian validitas data dengan uji korelasi product moment yang disajikan dalam tabel diatas menunjukkan bahwa masing-masing indikator, variabel Komitmen Top Manajemen memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian daoat disimpulkan bahwa indikator pengukuran variabel Komitmen Top Manajemen tersebut adalah valid. 2)
Validitas variabel Komunikasi (X2). Hasil uji validitas variabel Komunikasi disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 9 Hasil Uji Validitas Variabel Komunikasi (X2)
Indikator
Koef. korelasi
Signifikansi
Komunikasi1 Pemahaman bersama
0,750
0,01
kedua 0,740
0,01
Komunikasi3 belah pihak
0,763
0,01
Komunikasi4 Hubungan semakin jauh
0,791
0,01
Komunikasi2 Kesenjangan
Sumber: data primer diolah 2015 Hasil pengujian validitas data dengan uji korelasi product moment yang disajikan dalam tabel diatas menunjukkan bahwa masing-masing indikator variabel Komunikasi memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa indikator pengukuran variabel Komunikasi adalah valid. 3)
Validitas variabel Kerjasama Tim (X3). Hasil uji validitas variabel kerjasama tim disajikan oleh tabel berikut ini: Tabel 10 Hasil Uji Validasi Kerjasama Tim (X3) Indikator
Koef.
Signi
korelasi fikan si Kerjasama
Tanggung jawab bersama
0,822
0,01
tim1
Saling berkontribusi
0,828
0,01
Kerjasama
Pengerahan
secara 0,851
0,01
tim2
maksimal
kemampuan
Kerjasama tim3 Sumber: data primer diolah 2015 Hasil pengujian data dengan uji korelasi produc moment yang disajikan dalam tabel diatas menunjukkan bahwa masingmasing indikator variabel Kerjasama Tim memiliki nilai signifikansi lebih kacil dari 0,05. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa indikator pengukuran variabel Kerjasama Tim adalah valid.
4)
Validitas Variabel Motivasi (X4) Hasil uji validitas variabel Motivasi disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 11 Hasil Uji Validitas Vriabel Motivasi (X4) Indikator
Koef. korelasi
Signifikansi
Motivasi1
Keberhasilan
0,566d
ddddd 0,01
d
menyelesaikan tugas
dd
dddddddd d
Motivasi2
Reward and recognition
0,724
0,01
Motivasi3
Bekerja sesuai kebutuhan
0,782
0,01
Motivasi4
Kesempatan
0,621
0,01
mengembangkan diri Sumber: data primer diolah 2015
Hasil pengujian validitas data dengan uji korelasi produc moment yang disajikan dalam tabel diatas menunjukkan bahwa masing-masing indikator variabel Motivasi memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan indikator pengukuran variabel Motivasi valid. 5)
Validitas Variabel Penerapan Budaya Kerja (Y). Hasil uji validitas variabel Penerapan Budaya Kerja disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 12 Hasil Uji Validitas Variabel Penerapan Budaya Kerja (Y). Iindikator
Koef. korelasi
Signifikansi
Penerapan
Kepuasan pelanggan
0,775
0,01
BK1
Perbaikan berkelanjutan
0,821
0,01
Penerapan
Manajemen berdasar fakta
0,848
0,01
BK2
Perlibatan
dan 0,814
0,01
Penerapan
pemberdayaan.
BK3 Penerapan BK4 Sumber: data primer diolah 2015.
Hasil pengujian validitas data dengan uji korelasi product moment yang disajikan dalam tabel diatas menunjukkan bahwa masing-masing indikator variabel Penerapan Budaya Kerja memiliki nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengukuran variabel Penerapan Budaya Kerja tersebut adalah valid
b. Uji Reliabilitas Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu instrumen dapat memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan uji alpha conbrach dengan kriteria hasil pengujian sebagai berikut: â&#x20AC;˘
Jika nilai alpha conbrach hasil perhitungan >0,6 maka dapat dikatakan variabel penelitian reliabel.
â&#x20AC;˘
Jikan nilai alpha conbrach hasil perhitungan <0,6 maka dapat dikatakan bahwa variabel penelitian tidak reliabel Tabel 13 Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Alpha Conbrach
Komitmen top manajemen
0,863
Komunikasi
0,868
Kerjasama tim
0,898
Motivasi
0,795
Penerapan budaya kerja
0,905
Sumber: data primer diolah 2015.
Hasil pengujian reliabilitas pada masing-masing variabel penelitian menghasilkan nilai alpha conbrach yang lebih besar dari 0,6. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran pada masingmasing variabel penelitian tersebut menghasilkan pengukuran yang reliabel atau konsisten.
2. Analisa Regresi Linier Berganda. Dari hasil pengumpulan data yang diperoleh, kemudian dianalisa dengan menggunakan analisa regresi berganda yaitu menghubungkan antara Komitmen Top Manajemen, Komunikasi, Kerjasama Tim, Motivasi terhadap Penerapan Budaya Kerja. Setelah data diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 14, maka diperoleh koefisien regresi seperti pada tabel berikut ini: Tabel 14 Hasil uji regresi Coefficientsa
Model 1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
(Constant)
,323
,422
komitmen
,015
,074
komunikasi ,276 kerjasama motivasi
Beta
t
Sig.
,767
,445
,018
,207
,836
,150
,239
1,838
,069
,301
,129
,290
2,336
,022
,312
,095
,291
3,284
,001
a. Dependent Variable: budker
Berdasarkan tabel tersebut diatas, persamaan linear regresi berganda yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Y = 0,18X1 + 0,239X2 + 0,290X3 + 0,291X4 Y = Penerapan Budaya Kerja. a = konstanta. b1,b2,b3,b4 = koefisien regresi. X1 = Komitmen Top Manajemen. X2 = Komunikasi. X3 = Kerjasama Tim. X4 = Motivasi. Dari persamaan regresi berganda tersebut diatas, dapat diuraikan sebagai berikut: a.
Koefisien regresi Komitmen Top Manajemen (X1) sebesar 0,18 bertanda positif, artinya jika Komitmen Top Manajemen ditingkatkan maka Penerapan Budaya Kerja akan meningkat.
b.
Koefisien regresi Komunikasi (X2) sebesar 0,239 bertanda positif, maka jika Komunikasi ditingkatkan, Penerapan Budaya Kerja juga meningkat.
c.
Koefisien regeresi Kerjasama Tim (X3) sebesar 0,290 bertanda positif, maka jika Kerjasama Tim meningkat maka Penerapan Budaya Kerja juga meningkat.
d.
Koefisien regresi Motivasi (X4) sebesar 0,291 bertanda positif, maka jika Motivasi meningkat, maka Penerapan Budaya Kerja juga meningkat.
3. Uji Hipotesis. a. Uji Signifikansi Secara Parsial (uji-t). Pengujian signifikansi denagan uji-t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu Komitmen Top Manajemen,
Komunikasi, Kerjasama Tim, dan Motivasi secara parsial terhadap variabel dependen yaitu Penerapan Budaya Kerja. Hasil pengujian dengan menggunakan uji-t dapat disampaikan sebagai berikut: 1) Pengujian hipotesis pertama. H1 : Komitmen Top Manajemen berpengaruh positif terhadap Penerapan Budaya Kerja. Pengujian hipotesis pertama dilakukan terhadap variabel Komitmen Top Manajemen dan Penerapan Budaya Kerja menunjukkan bahwa koefisien regresi dari pengaruh Komitmen Top Manajemen terhadap Penerapan Budaya Kerja sebesar 0,18 dengan nilai t hitung sebesar 0,207 dan signifikansi sebesar 0,836, karena nilai signifikansi yang dihasilkan > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Komitmen Top Manajemen berkorelasi positif namun tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan budaya kerja.
2) Pengujian hipotesis kedua. H2: Komunikasi berpengaruh positif terhadap Penerapan Budaya Kerja. Pengujian hipotesis kedua dilakukan terhadap variabel Komunikasi dan Penerapan Budaya Kerja menunjukkan bahwa koefisien regresi dari pengaruh Komunikasi terhadap Penerapan Budaya Kerja sebesar 0,239, dengan nuilai t hitung sebesar 1,838 dan signifikansi sebesar 0,69. Oleh karena itu nilai signifikansi yang dihasilkan lebih besar > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa Komunikasi berkorelasi positif namun tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap Penerapan Budaya Kerja. 3) Pengujian hipotesis ketiga. H3: Kerjasama Tim berpengaruh positif terhadap Penerapan Budaya Kerja.
Pengujian hipotesis ketiga dilakukan terhadap variabel Kerjasama Tim dan Penerapan Budaya Kerja menunjukkan bahwa koefisien regresi dari pengaruh Kerjasama Tim terhadap Penerapan Budaya Kerja sebesar 0,90, dengan nilai t hitung sebesar 2,338 dan signifikansi sebesar 0,022. Oleh karena nilai signifikansi yang dihasilkan < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Kerjasama Tim berkorelasi positif dan signifikan terhadap Penerapan Budaya Kerja. 4) Pengujian hipotesis keempat. H4: Motivasi berpengaruh positif terhadap penerapan budaya kerja. Hipotesis keempat dilakukan terhadap variabel motivasi dan penerapan budayak kerja, menunjukkan bahwa koefisien regresi dari pengaruh Motivasi terhadap Penerapan Budaya Kerja sebesar 0,291, dengan nilai t hitung 3,284, dan signifikansi sebesar 0,01. Oleh karena nilai signifikansi yang dihasilkan < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Motivasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Penerapan Budaya Kerja.
b. Koefisien Determinasi. Analisis terhadap nilai koefisien determinasi dilakukan untuk
mengetahui
seberapa
besar
kemampuan
variabel
independen dalam menjelaskan variasi yang terjadi dalam variabel dependen.
Tabel 15 Hasil Analisis Koefisien Determinasi Model Summary Adjusted Model R 1
,664a
R Std. Error of
R Square Square
the Estimate
,441
,30473
,415
a. Predictors: (Constant), motivasi, komitmen, kerjasama, komunikasi
Koefisien determinasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai Adjusted R Square. Hal ini disebabkan oleh adanya kelemahan dalam penggunaan koefisien determinasi, yaitu terjadinya bias terhadap jumlah variabel bebas yang digunakan karena setiap tambahan satu variabel bebas akan meningkatkan R2 walaupun variabel tersebut tidak signifikan. Oleh sebab itu dianjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R Square. Nilai Adjusted R Square pada penelitian ini sebesar 0,415 atau sebesar 41,5%. Hal ini dapat diartikan bahwa variabel independen yaitu: Komitmen Top Manajemen, Komunikasi, Kerjasam Tim, Motivasi, dapat menjelaskan variabel dependen (Penerapan Budaya Kerja) sebesar 41,5% sedangkan sisanya ( 100% - 41,5% = 59,5% ) di jelaskan variabel lain yang belum diteliti dalam penelitian ini
C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 1) Pengaruh Komitmen Top Manajemen terhadap Penerapan Budaya Kerja. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa untuk variabel Komitmen Top Manajemen yang telah dilaksanakan di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta secara parsial berkorelasi positif tetapi tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap Penerapan Budaya Kerja melalui Gugus Kendali Mutu. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, Komitmen Top Manajemen sangat penting bagi berhasilnya Penerapan Budaya Kerja, tetapi mengapa kurang berpengaruh secara signifikan. Hal ini terjadi karena yang menjadi responden dalam penelitian ini tidak seluruh pegawai di Rumah Sakit Dr. Moewardi, tetapi pegawai yang sudah melaksanakan GKM. Karena GKM
sudah diterapkan sejak tahun 1997 (selama 18 tahun),
sehingga sudah merupakan budaya yang tersistem.. Apalagi peraturan,
fasilitas, sarana dan prasarana sudah tersedia. Sehingga bagi responden yang menjadi objek penelitian saat ini, Komitmen Top Manajemen memang berkorelasi secara positif tetapi tidak berpengaruh secara signifikan. Hal ini terjadi karena Gugus Kendali Mutu sudah menjadi budaya bagi responden yang diteliti. Sesuatu yang sudah menjadi budaya, berarti mampu melakukan tanpa berpikir. Komtimen top manajemen sangat jelas terasa manfaatnya dalam bentuk SK Direktur, pertemuan rutin 2 kali dalam sebulan, konvensi mini GKM 2 kali dalam setahun pada bulan Januari dan November, dukungan dana, sehingga bagi responden yang diteliti Komitmen Top Manajemen pengaruhnya kurang signifikan. Komitmen Top Manajemen sangat diperlukan untuk menggerakkan GKM yang belaum terbentuk, utamanya GKM Residen dan GKM KSM. Jajaran Pimpinan diharapkan untuk 4 M (Mengetahui, Memahami, Membuat/ Menyusun, dan Menjamin) tentang Tulta (tujuh langkah dan tujuh alat) sebagai alat untuk membudayakan Care to You with Q 4 All, sehingga mampu meningkatkan kinerja pelayanan.
2) Pengaruh Komunikasi terhadap Penerapan Budaya Kerja melalui Gugus Kendali Mutu. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa variabel Komunikasi berkorelasi secara positif, tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerapan Budaya Kerja melalui Gugus Kendali Mutu. Hasil pengamatan peneliti, Komunikasi memang sangat diperlukan bagi tumbuhnya GKM Tetapi mengapa pengaruhnya tidak signifikan? Hal ini terjadi karena antar responden yang diteliti sudah terjalin hubungan yang sangat sangat baik. Bukan hanya antar responden tetapi juga dengan pengunjung. Kebijakan yang telah dijalankan terkait dengan komunikasi adalah: a) Quick Win (penyebar semangat).
Dilakukan saat dari rapat/ pertemuan untu menggugah semangat/ transfer energi: Semangat pagi semangat pagi Apa kabar luar biasa RSDM care 2 you Dalam rangka membudayakan, “Bahagia melayani anda dengan kualitas terintegrasi”, (care 2 you with Q 4 all) dengan membudayakan 6 (enam) rasa sebagai panduan dalam berperilaku yaitu: Peduli, Melayani, Memiliki, Ramah, Bersih dan Antusias. b)
7 M Etika Berinteraksi Dengan Klien. Memberikan salam, Mengucapkan maaf, Memperkenalkan diri, Menyampaikan tujuan dan isi pertemua, Memberikan kesempatan untuk bertanya, Mengevaluasi isi pertemuan dan Mengucapkan terima kasih. Seluruh civitas hospitalia juga harus memberikan pelayanan dengan 5 S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun)
c)
Etika Menerima Telepon. Maksimal 3 kali dering. Dering 1 = help (siap-siap menolong). Dering 2 = ambil alat tulis. Dering3 = angkat telepon, dengan standar salam, dengan tanpa mengucapkan kata “halo”.
d)
Dilaksanakan pertemuan rutin sebulan dua kali untuk membahas masalah-masalah yang terjadi di rumah sakit.
e)
Sosialisasi melalui berbagai media, yaitu pada saat apel pagi, rapat pleno, kenferensi para perawat, konferensi KSM, konferensi residen, maupun menerbitkan buletin rumah sakit.
RSUD
Dr.
Moewardi
telah
melakukan
berbagai
upaya
untuk
merealisasikan kebijakan tersebut diatas, bukan hanya diatas kertas, tetapi sebagian besar responden sudah menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga komunikasi efektif sudah menjadi budaya Rumah Sakit, oleh
karena itu hasil penelitian menunjukkan Komunikasi berkorelasi secara positif tetapi pengaruhnya kurang signifikan terhadap Penerapan Budaya Kerja melalui GKM. 3) Pengaruh Kerjasama Tim terhadap Penerapan Budaya Kerja melalui Gugus Kendali Mutu. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa variabel Kerjasama Tim mempunyai pengaruh signifikan terhadap Penerapan Budaya Kerja melalui Gugus Kendali Mutu. Hal ini menunjukkan bahwa Kerjasama Tim sangat diperlukan agar Penerapan Budaya Kerja melalui GKM berjalan dengan baik, tanpa kerjasama tim gugus kendali mutu tidak akan mungkin dapat diaplikasikan. Walaupun gugus kendali mutu sudah diaplikasikan sejak tahun 1997, namun berbagai upaya masih terus dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan team work yang solid. Pelatihan-pelatihan untuk fasilitator GKM, pelatihan pembangunan karakter agar kerjasama semakin solid masih terus dilakukan. Kerjasama tim merupakan rohnya GKM, tanpa ada KerjasamaTtim GKM tidak akan mungkin dapat diterapkan.
4) Pengaruh Motivasi Terhadap Penerapan Budaya Kerja melalui Gugus Kendali Mutu. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, menunjukkan bahwa variabel Motivasi mempunyai korelasi positif terhadap Penerapan Budaya Kerja melalui GKM dan berpengaruh secara signifikan. Hal ini menunjukkan selain Kerjasama Iim, faktor yang bisa menentukan keberhasilan Penerapan Budaya Kerja melalui GKM adalah Motivasi. Dalam rangka meningkatkan semangat untuk terus melaksanakan GKM, salah satu upya dilaksanakan oleh Rumah Sakit yaitu menindaklanjuti hasil konvensi mini GKM oleh direksi RSUD, monitoring 3 bulan sekali lewat kabid/ kabag/ instalasi/ KSM oleh tim budaya kerja. Selain itu jug diberikannya reward bagi GKM berprestasi, tidak hanya berupa materi,
tetapi juga diikutsertakan mengikuti konvensi GKM baik Tingkat Jawa Tengah maupun Tingkat Nasional.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian tentang Analisis Faktor-faktor Yang Memerngaruhi Penerapan Budaya Kerja Melalui Gugus Kendali Mutu Pada Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Secara parsial variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap Penerapan Budaya Kerja melalui Gugus Kendali Mutu adalah variabel Kerjasama Tim dan Motivasi. Hal ini dibuktikan nilai signifikansi variabel Kerjasama Tim dan Motivasi dengan tingka Îą = 5% pada signifkansi, p< 0,5, sedangkan variabel Komitmen Top Manajemen dan Komunikasi berkorelasi positif tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Penerapan Budaya Kerja melalui Gugus Kendali Mutu karena berada pada signifikansi Ă&#x17E; > 0,05. 2. Berdasarkan analisis regresi linier berganda diperoleh persamaan sebagai berikut: Y = 0,18X1 + 0,239X2 + 0,290X3 + 0,291X4 variabel Kerjasama Tim dan Motivasi dengan nilai koefisien regresi masing-masing 0,290 dan 0,291 mempunyai pengaruh positif, sedangkan variabel Komitmen Top Manajemen dan Komunikasi dengan nilai regresi 0,18 dan 0,239 berpengaruh secara positif 3. Nilai Adjusted R Square yang dihasilkan adalah 0,415 atau sebesar 41,5 %. Hal ini dapat diartikan bahwa variabel independen yaitu komitmen top manajemen, kerjasama tim, komunikasi, motivasi dapat menjelaskan variabel dependen yaitu penerapan budaya kerja melalui GKM sebesar 41,5% sehingga sisanya 59,5 % dijelaskan variabel lain yang belum diteliti dalam penelitian ini.
B. SARAN Agar Penerapan Budaya Kerja Melalui Gugus Kendali Mutu bisa menjadi budaya bagi seluruh jajaran di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Perlu Komitmen Top Manajemen dalam menggerakkan seluruh aparatur dalam menerapkan Gugus Kendali Mutu terutama jajaran KSM
dan
Residen. Komitmen yang dimaksud adalah, jajaran manajemen perlu 4 M (mengetahui, memahami, menyusun, dan menjamin) Tujuh Langkah dan Tujuh Alat pemecah masalah sebagai budaya dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan. 2. Perlu Pelatihan Achivement Motivation Training (AMT) bagi pegawai di Rumah Sakit Dr. Moewardi 3. Hasil dari Risalah Gugus Kendali Mutu
agar ditindak lanjuti
dalam
rangka mewujudkan visi dan misi organisasi, bukan hanya dicatat pada buku dokumentasi mutu. 4. Dalam merumuskan nilai nilai organisasi perlu disesuaikan menurut Permenpan No. 39/ 2012 maksimal 5 nilai bukan 6 nilai (peduli, melayani, memiliki, ramah,bersi, dan antusias). Hal ini dimaksudkan agar mudah terinternalisasi dalam setiap pegawai di RSUD. Dr. Moewardi. 5. Penelitian yang akan datang perlu
menambahkan variabel maupun
indikator penelitian, karena 59,5% dijelaskan oleh variabel lain.
Daftar Pustaka
Afdaluddin. 2006. Modul Pengendalian Mutu Terpadu. Jakarta: Direktorat Produktivitas. Amelia NS. 2010. Hubungan Motivasi Budaya Kerja dengan Kinerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Subang Prov Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan (online). Vol.5 No.I Arianto Arif. 2015. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Implementasi Program Pengembangan Budaya Kerja di Sekretariat Daerah Kabupaten Pati. Reformasi. Volume 5. Arikunto, Suharsiwi. 1998. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Aw, Suranto. 2010. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta. Graha Ilmu. Brower. Michael J 1995. â&#x20AC;&#x153;Empowering Teams: what, why, and howâ&#x20AC;?, Empowering in Organizations, MCB University Press, Vol.2, p. 13-25. BPKP. 2013. Kajian Penerapan Budaya Kerja pada Bank BRI: Khazanah Memperkaya Pengembangan Budaya Kerja pada Birokrasi Publik. Jakarta: BPKP. Covey, Stephen R. 1997. Tujuh Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Fandyaditya. 2014. Motivasi, Teori Motivasi, Perbedaan teori Motivasi Mc Gregor, Abraham Maslow, David Mc Cellend. Diunduh dari: https://fandyaditya63blog.wordpress.com/2014/10/27/konflik-jenisdan-sumber-konflik. Disitasi , 23 Agustus 2015 Ferdinand, Agusty. 2000. Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali. 2006. Aplikasi Analisis Multivariated dengan Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro. Hadi, Sutrisno. 2000. Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Hasibuan, Malayu. 1996. Organisasi dan Motivasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Kaswan. 2013. Leadership and Team Working. Bandung: Alfa Beta. Lubis, Hadi. 2009. Total Motivation. Yogyakarta: Pro-You. Nadkarni. 1976. Pengembangan Motivasi Pengusaha. Jakarta: Departemen Perindustrian. Nursadi, Harsanto. 2006. Modul Penerapan Budaya Kerja Aparatur Negara. Kemen Pan RI. Pasaribu, Hiras. 2008. Pengaruh Komitmen, Persepsi, dan Penerapan Pilar Dasar Total Quality Management terhadap Kinerja Manajerial pada BUMN Manufaktur di Indonesia. Yogyakarta: Jurnal UPN Veteran. Purwanggono, Bambang. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi Karyawan dalam Menerapkan Budaya Kerja 5S (Studi Kasus pada Karyawan PT. PLN. (Persero) P3JB APP Semarang. Jurnal Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus. Ruhana, Ika. 2009. Pengembangan Kualitas SDM vs Daya Saing Global. Malang: Jurnal Jurusan Administrasi Bisnis UNIBRAW. Santosa, Singgih. 2001. Mengolah Data Statistik Secara Proporsional. Jakarta: SPSS versi 14. Siagian, Sondag P. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia . Yogyakarta: Bumi Aksara. Supriyadi, Gering. 2006. Budaya kerja Organisasi Pemerintah, Modul Diklat Prajabatan Golongan III. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Triguno. 1995. Budaya Kerja. Jakarta: Golden Terayon Press. West, Michael. 2002. Kerja Sama yang Efektif. Cetakan Kelima. Penerjemah: Srikandi Waluyo. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Widodo. 2013. Analisis Pengaruh antara Faktor Pendidik, Motivasi, dan Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai dalam Pelaksanaan Pelayanan Publik
(Studi Kasus pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Pontianak). Pontianak: Jurnal Program Magister Manajemen Universitas Tanjungpura. Wirawan. 2007. Budaya dan Iklim Organisasi, Aplikasi dan Penelitian. Jakarta: Salemba Empat. -----------, 2014. Bahan Ajar Integritas dan wawsan Kebangsaan Diklatpim Tingkat II, Jakarta. Lemabaga Administrasi Negara Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 â&#x20AC;&#x201C; 2015. Permenpan dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja. Kepmenpan. Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Aparatur Negara. Kepmenpan. Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1991 tentang Pencanangan Budaya Kerja Bagi Aparatur.
KUESIONER PENELITIAN ANALISIS FAKTOR â&#x20AC;&#x201C; FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN BUDAYA KERJA PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
A. IDENTITAS RESPONDEN
Nama
: .................................................................................
Usia
: ................................................................. tahun
Jenis kelamin
: ..................................................................................
Pendidikan Terakhir : ..................................................................................
Masa Kerja
: ................... tahun ................................ bulan
Unit Kerja
: .................................................................................
B. PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER Pada lembar berikut ini Bapak/Ibu diminta membubuhkan tanda silang (X) pada salah satu alternatif jawaban dari sejumlah pernyataan yang berhubungan dengan pekerjaan Bapak/Ibu. Contoh: diberikan,
Apabila Saudara sangat setuju dengan pernyataan yang maka berilah tanda (X) di dalam kotak alternatif jawaban di bawah huruf SS yang telah tersedia. SS
S
TS
STS
4
3
2
1
X
Keterangan : Simbol
Keterangan
Nilai / Bobot
SS
Sangat Setuju
4
S
Setuju
3
TS
Tidak Setuju
2
STS
Sangat Tidak Setuju
1
Apabila terjadi kekeliruan dalam pemilihan jawaban, maka lingkarilah jawaban yang keliru itu dan kemudian gantilah dengan tanda X pada jawaban yang Bapak/Ibu anggap benar.
1. Butir Pernyataan Komitmen Top Manajemen No
1.
2.
3.
Pernyataan
SS
S
TS
STS
4
3
2
1
Top Manajemen membuat kebijakan dalam penerapan budaya kerja Top Manajemen memberikan fasilitas dalam penerapan budaya kerja. Top Manajemen mampu memberikan keteladanan dalam penerapan budaya kerja
Bagaimana menurut pendapat saudara atas jawaban dari pernyataan Komitmen Top Manajemen? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ...................................................... 2. Butir Pernyataan Komunikasi No
1.
2.
Pernyataan Pemahaman bersama tentang budaya kerja sangat menetukan keberhasilan dalam penerapan budaya kerja Komukasi efektif jika mampu menumbuhkan kesenangan antara komunikator komunikan
SS
S
TS
STS
4
3
2
1
3.
Penerapan budaya kerja salah satu tandanya terjalin hubungan semakin baik antar pegawai
4.
Tindakan nyata sangat diperlukan dalam penerapan budaya kerja
Bagaimana menurut pendapat saudara atas jawaban dari pernyataan Komunikasi? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ......................................................
3. Butir Pernyataan Kerjasama Tim No
Pernyataan
1.
Kebersilan Rumah Sakit adalah Tanggung jawab bersama
2.
Pegawai Saling berkontribusi untuk memajukan Rumah Sakit
3.
Agar tujuan Rumah Sakit tercapai perlu engerahan kemampuan secara maksimal
SS
S
TS
STS
4
3
2
1
Bagaimana menurut pendapat saudara atas jawaban dari pernyataan Kerjasama Tim? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ......................................................
4. Butir Pernyataan Motivasi
No
Pernyataan
1.
Semangat kerja akan berdampak terhadap Keberhasilan menyelesaikan tugas
2.
Reward dan recognition memacu semangat kerja
3.
Bekerja sesuai kebutuhan akan mendorong semangat kerja
4.
Pegawai akan semangat dalam bekerja bila adakKesempatan mengembangkan diri
SS
S
TS
STS
4
3
2
1
Bagaimana menurut pendapat saudara atas jawaban dari pernyataan Motivasi? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ......................................................
5. Butir Pernyataan Penerapan Budaya Kerja
No
Pernyataan
1.
Penerapan budaya kerja sangat terkait dengan Kepuasan pelanggan
2.
Perbaikan berkelanjutan harus dilakukan dalam penerapan budaya kerja
3.
Dalam memecahkan masalah budaya kerja harus berdasarkan data
4.
Perlibatan dan pemberdayaan sangat diperlukan dalam penerapan budaya
SS
S
TS
STS
4
3
2
1
kerja
Bagaimana menurut pendapat saudara atas jawaban dari pernyataan Penerapan Budaya Kerja? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ......................................................