1
ABSTRAK Sutardi, 2016. Strategi Pemberdayaan Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) dalam Mengembangkan Sumberdaya Manusia Petani Terlatih (Studi Kasus di P4S Tranggulasi Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang). Dalam rangka mengembangkan sikap dan perilaku petani terlatih maka peran P4S sebagai lembaga yang menyelenggarakan pelatihan dan pemagangan bagi petani sekitar khususnya dan diluar wilayah P4S umumnya, maka perlu dirumuskan strategi yang tepat guna pemberdayaan P4S dalam mengembangkan petani terlatih. Tujuan penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui keragaan sumberdaya manusia petani biasa di wilayah P4S, 2) Untuk mengetahui keragaan sumberdaya manusia petani pengelola P4S, dan 3) untuk merumuskan strategi pemberdayaan P4S dalam mengembangkan sumberdaya manusia petani terlatih. Jenis penelitian adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan naturalistik, dimana yang dijadikan informan penelitian adalah para pelaku yang terlibat langsung dan mengetahui secara mendalam permasalahan yang dialami di wilayahnya. Tempat penelitian di wilayah Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Tranggulasi desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Pemiihan lokasi ini karena kondisi wilayah yang memiliki strata dataran tinggi dengan komunitas petani bertani sayuran dan terdapat lembaga yang berfungsi untuk melakukan pelatihan dan pemagangan bagi petani di wilayahnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaan petani biasa di wilayah P4S masih lamban dalam mengadopsi teknologi, perencanaan produksi, kesadaran akan berkelompok, penguasaan pasar dan kemampuan dalam mengusahakan modal, hal ini berdampak pada rendahnya produktivitas usahatani. Dilain pihak bagi petani maju (pengelola P4S) dilihat dari penguasaan iptek, sikap penguasaan pasar, kemampuan berorganisasi, usahatani berorientasi produksi / pasar, membangun kerjasama kemitraan, perencanaan dan pengelolaan usahatani lebih banyak diperoleh dari pendidikan formal dan non formal, hal ini berdampak bahwa petani maju lebih kreatif, inovatif, tekun dan ulet dalam pengelolaan usahataninya. Strategi pemberdayaan P4S dalam mengembangkan petani terlatih dilakukan melalui strategi S-O, yaitu dengan menggunakan sumberdaya manusia pengelola sebagai praktisi ahli pada pelatihan dan pemagangan. Memanfaatkan pengalaman pengelola P4S untuk mengembangkan iptek bidang pertanian organik, dengan alternatif sekolah lapangan agribisnis di lahan petani, dan mengembangkan iptek pertanian organik melalui lembaga sertifikasi organik.
Kata kunci : pemberdayaan, petani biasa, petani maju, P4S, strategi
2
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat dan rahmatNya, sehingga dapat terlaksana penelitian dan laporannya telah kami susun sesuai dengan tata penulisan yang sudah ditentukan . Laporan ini berisi hasil penelitian dengan metoda kualitatif terhadap permasalahan sumberdaya manusia petani di wilayah Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Tranggulasi. Data yang kami peroleh berasal dari wawancara dengan informan kunci, observasi lapangan, dan penelusuran laporan. Pada kesempatan ini penulis ucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu selama proses penelitian hingga tersusunnya laporan ini, terutama kepada : 1.
Kepada Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan
Jawa Tengah yang telah
memberikan motivasi sehingga penelitian ini dapat terlaksana sesuai jadwal yang telah ditetapkan. 2.
Para Kepala Bidang dan seluruh jajaran Badan Diklat Provinsi Jawa tengah, yang telah membantu moril dan materiil.
3.
Bapak Ir. Adi Wacyudi, M.Si, Bapak Drs. Joko Tri Wiyatno, M.Si, dan Bapak Ir. Teguh Prasetyo, MS yang telah membimbing dari mulai proposal sampai selesainya laporan penelitian.
4.
Bapak Pitoyo Ngatimin, SP dan jajarannya yang telah memberikan dukungan dan fasilitasi tempat guna pelaksaan penelitian.
5.
Kawan-kawan
Widyaiswara, baik di Diklat maupun yang berada di BPSDM
Pertanian Soropadan yang telah memberikan dukungan moril dan materiil hingga selesai laporan penelitian. 6.
Semua pihak yang telah membantu dengan tulus ikhlas terhadap proses penulisan ini. Penulis, sangat menyadari bahwa laporan penelitian masih terdapat kekurangan.
Oleh karenanya saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan, demi kesempurnaan laporan ini. Semarang,
Mei 2016
Penulis,
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................
i
ABSTRAK .................................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................
iii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................
vii
BAB I
PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F. G. H.
BAB II
Latar Belakang ................................................................................. Rumusan Masalah ............................................................................. Tujuan Penelitian............................................................................... Manfaat Penelitian ............................................................................ Fokus Penelitian ................................................................................ Metoda Penelitian.............................................................................. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... Sumber Data Penelitian .....................................................................
1 9 10 10 10 11 11 12
ANALISA DATA A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K.
Kebijakan Pembangunan Pertanian ................................................... Kondisi Sumberdaya Manusia Petani Saat Ini .................................. Konsep Pemberdayaan dan Pengembangan SDM Petani ................. Peran Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) ........ Kerangka Pemikiran .......................................................................... Definisi Operasional .......................................................................... Hasil Penelitian ................................................................................. Kondisi Wilayah Penelitian ............................................................... Sejarah P4S Tranggulasi ................................................................... Keragaan Sumberdaya Manusia Petani di Wilayah P4S ................... Kelembagaan P4S Tranggulasi .................. ......................................
13 15 17 20 22 24 26 26 27 31 41
BAB III PENUTUP
4
A. Simpulan............................................................................................. B. Rekomendasi ......................................................................................
51 52
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................
55
LAMPIRAN ........................................................................................ .......................
57
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................................
67
5
DAFTAR TABEL Tabel 1
Tenaga Kerja Sektor Pertanian dari Tahun 2010-2014
6
Tabel 2
Tenaga Kerja Sektor Pertanian Berdasarkan Tingkat Umur Tahun 2008-2012
6
Tabel 3
Keadaan Pendidikan Petani di Jawa Tengah Tahun 2013
15
Tabel 4
Kualifikasi Mata Pencaharian Penduduk Desa Batur
27
Tabel 5
Keragaan Tingkat Pendidikan Petani di Wilayah P4S
31
Tabel 6
Keragaan Usia Produktif Petani di Wilayah P4S
33
Tabel 7
Keragaan Luas Lahan Produktif Petani di Wilayah P4S
34
Tabel 8
Kekuatan dan Kelemahan Penyelenggaraan Pelatihan dan Pemagangan di P4S Tranggulasi
42
Tabel 9
Peluang dan Ancaman Penyelenggaraan Pelatihan dan Pemagangan di P4S Tranggulasi
43
Tabel 10
Matrik Urgensi Faktor Internal
43
Tabel 11
Matrik Urgensi Faktor Eksternal
44
Tabel 12
Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal
46
Tabel 13
Posisi Kekuatan Organisasi dan Faktor Kunci P4S Tranggulasi
48
Tabel 14
Formulasi Strategi dengan Analisa SWOT
49
Tabel 15
Sasaran Stratejik Prioritas
50
6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Kerangka Pemikiran Penelitian
23
Gambar 2
Aspek-aspek yang Berpengaruh Terhadap Pelatihan bagi Petani
24
Gambar 3
Struktur Organisasi P4S Tranggulasi
30
Gambar 4
Kurva Kategori Pengadopsi
35
Gambar 5
Model Perubahan Perilaku Melalui Sikap
37
Gambar 6
Posisi Kekuatan Organisasi
47
7
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Dokumentasi Aktivitas di P4S Tranggulasi
59
Lampiran 2
Standarisasi P4S (BPPSDMP, 2011)
61
Lampiran 3
Sarana dan Prasarana yang Dimiliki P4S Tranggulasi
63
Lampiran 4
Panduan Daftar Pertanyaan
64
8
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sumberdaya Manusia Pertanian adalah pelaku-pelaku pembangunan yang merupakan motor penggerak kegiatan dibidang pertanian yang dirancang untuk mencapai tujuan pembangunan pertanian dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur melalui swasembada pangan yang berkelanjutan. Perjalanan pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan
petani
dan
kontribusinya
pada
pendapatan
nasional.
Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional. Ada beberapa hal yang mendasari mengapa pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan penting, antara lain: potensi Sumber Daya Alam yang besar dan beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional yang cukup besar, besarnya pangsa terhadap ekspor nasional, besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Potensi pertanian Indonesia yang besar, pada kenyataannya sampai saat ini sebagian besar dari petani kita masih banyak yang termasuk golongan miskin. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan pertanian yakni hanya
9
terfokus pada usaha tani, lemahnya dukungan kebijakan makro, serta pendekatannya yang sentralistik. Akibat fenomena tadi, usaha pertanian di Indonesia sampai saat ini masih banyak didominasi oleh usaha dengan: (a) skala kecil, (b) modal yang terbatas, (c) penggunaan teknologi yang masih sederhana, (d) sangat dipengaruhi oleh musim, (e) wilayah pasarnya lokal, (f) umumnya berusaha dengan tenaga kerja keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian (pengangguran tersembunyi), (g) akses terhadap kredit, teknologi dan pasar sangat rendah, (h) pasar komoditi pertanian yang sifatnya mono/oligopsoni yang dikuasai oleh pedagang-pedagang besar sehingga terjadi eksploitasi harga yang merugikan petani. (Paskomnas, 2009:1) Pemerintah sejak Januari 2016 telah membuka kran untuk menampilkan produk-produk pertanian yang mampu disandingkan di pasar global dalam ikut meramaikan masyarakat ekonomi Asia, untuk itu merupakan tantangan dan peluang bagi para pelaku usahatani
untuk menghasilkan komoditas
pertanian yang mampu bersaing di pasar masyarakat ekonomi Asia (MEA). Hal itu bisa terwujud apabila sumberdaya manusia pertanian mempunyai pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang handal dalam menyikapi era globalisasi dan tantangan dimasa yang akan datang. Menghadapi pasar tunggal ASEAN, petani Indonesia harus dapat bersaing dengan petani di negara-negara ASEAN lainnya. Pasar bebas (ASEAN-MEA) selain menjadi peluang bagi Indonesia untuk memasarkan produk pertanian ke negara-negara ASEAN, pasar bebas ini juga menjadi
10
ancaman bagi petani Indonesia. Oleh karena itu pemberdayaan petani menjadi penting untuk meningkatkan daya saing mereka melalui produksi yang berkualitas (Aliansi Petani Indonesia, Jakarta, 2/11/2015:3) Sumberdaya manusia pertanian memegang peran penting dan merupakan aset strategis dalam menggerakkan pembangunan pertanian di seluruh pelosok tanah air. Persoalan ekonomi yang begitu komplek memerlukan strategi pembangunan ekonomi yang diharapkan mampu memberi solusi yang ada tanpa menimbulkan persoalan baru, salah satunya adalah melalui pengembangan sumberdaya domestik yang mempunyai peluang usaha baru yang bersinergi dibidang pertanian. Elemen sumberdaya manusia pertanian aparatur dan non aparatur yang terdiri dari kelompok pencipta dan pengembang teknologi, kelompok pengguna teknologi, dan kelompok pelayan dan pengatur teknologi mutlak perlu ditingkatkan kualitasnya agar mampu berperan aktif dalam mencapai tujuan pembangunan pertanian. Tujuan pembangunan pertanian yaitu 1) meningkatkan ketersediaan dan diversifikasi untuk mewujudkan kedaulatan pangan, 2) meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pangan dan pertanian, 3) meningkatkan ketersediaan bahan baku bioindustri dan bioenergi, 4) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, dan 5) meningkatkan kualitas kinerja aparatur pemerintah bidang pertanian yang amanah dan profesional. Sejalan dengan hal tersebut kegiatan pertanian secara alami melibatkan sumberdaya
11
manusia (petani) yang cukup banyak, serta sarana produksi dan permodalan yang cukup besar (Renstra Kementan 2015-2019:107). Petani yang termasuk dalam kelompok pengguna teknologi adalah pelaku-pelaku utama pembangunan yang akan menangani langsung kegiatankegiatan peningkatan produksi terutama di pedesaan. Program-program pembangunan sektor pertanian yang disusun untuk mencapai tujuan pembangunan pertanian mampu menciptakan peningkatan struktur ekonomi di pedesaan ke arah yang lebih baik sehingga memberikan peluang bagi masyarakat di pedesaan untuk meningkatkan pendapatannya, dengan demikian terdapat peluang dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan menanggulangi kemiskinan. Di pedesaan agar petani mampu bertindak sebagai pelaku-pelaku utama pembangunan pertanian, mereka harus didukung oleh sarana teknologi dan pelayanan yang akan mendorong kegiatan-kegiatan usaha dibidang pertanian menjadi berkembang. Selain dukungan sarana teknologi para petani baik secara individu maupun yang tergabung dalam kelompok tani, perlu ditingkatkan kapasitas sumberdaya manusia, kemampuan dalam kapasitas kelembagaan tani yang mandiri dan dikembangkan cara pengelolaan usahatani secara berkelanjutan (Agussabti, 2012:11). Pengembangan
agribisnis
dilakukan
dengan
mendorong
berkembangnya usaha pertanian dengan wawasan bisnis yang mampu menghasilkan produk pertanian dan industri pertanian primer yang berdaya saing, menghasilkan nilai tambah bagi peningkatan pendapatan, menciptakan
12
lapangan kerja pertanian, pengembangan ekonomi wilayah, peningkatan kesejahteraan petani, dan mendukung pertumbuhan pendapatan nasional. Fenomena yang terjadi saat ini adalah membanjirnya produk komoditas pertanian impor dipasar dalam negeri, gejala ini antara lain menunjukkan lemahnya strategi pengembangan komoditas pertanian di negara kita. Sumbangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian baru sekitar 15,04%, dengan menanggung lebih dari 36,42% tenaga kerja dapat dikatakan memiliki peranan yang tidak proporsional. Rendahnya sumbangan PDRB ini antara lain dipengaruhi oleh rendahnya pendidikan tenaga kerja di sektor pertanian (BPS, 2014:34) Berdasarkan pada fakta empiritis, pada masa krisis ini sektor pertanian mampu menolong bangsa Indonesia keluar dari berbagai kesulitan sosial ekonomi dari tiga permasalahan mendasar, yaitu (1) mengatasi kekurangan pangan, (2) menyerap tenaga kerja akibat menurunnya kesempatan kerja dan berusaha, serta banyaknya generasi muda pedesaan yang ingin berusaha di bidang pertanian, (3) mendorong peningkatan perolehan devisa yang dapat dicapai melalui penguatan dan pemberdayaan agribisnis dalam agroindustri, dengan hanya bertumpu pada agrobisnis dan agroindustri primer saja terbukti bahwa sektor pertanian masih menikmati pertumbuhan positif (Sakernas, 2013). Permasalahan utama ketenagakerjaan di sektor pertanian, yaitu keberadaan usia tenaga kerja usia produktif dan tingkat pendidikan. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 sebanyak 11,5% tenaga kerja di
13
sektor pertanian merupakan tenaga kerja yang berusia antara 40 – 44 tahun, dan disusul sebanyak 11,0% tenaga kerja kelompok 44 – 48 tahun. Dilihat dari sisi pendidikan berdasar hasil survey Angkatan Kerja Nasional BPS tahun 2012 tenaga kerja di sektor pertanian yang tidak sekolah sampai tamat SD mencapai 74,5%, disusul oleh lulusan sekolah menengah pertama sebesar 15,7% dan lulusan sekolah menengah atas sebesar 9,15%. Kondisi ini sangat timpang dengan ketenagakerjaan pada sektor industri pengolahan dan jasa. Pada berbagai sektor industri pengolahan dan jasa proporsi pendidikan sekolah menengah atas sebesar 33,4%, ketimpangan ini yang berimbas pada perbedaan pendapatan rata-rata tenaga kerja pada sektor pertanian. Tabel 1. Tenaga Kerja Sektor Pertanian dari Tahun 2010-2014 Jenis kelamin / tahun
2010
2011
2012
2013
2014
Rata-rata
Laki-laki
23.781.233
22.482.257
22.339.140
22.095.252
21.903.063
22.520.189
Perempuan
14.917.810
14.059.715
14.090.110
13.952.948
13.866.085
14.177.334
Tabel 2. Tenaga Kerja Sektor Pertanian Berdasar Tingkat Umur Tahun 2008 - 2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Umur Tenaga Kerja (tahun)
15-29 9.312.562 9.273.128 8.421.813 8.416.895 8.081.531
30-44 13.009.636 13.062.569 13.353.185 12.782.136 12.848.562
45-59 10.706.534 10.871.778 11.381.631 10.484.742 10.402.542
>60 5.264.159 5.402.522 5.542.414 4.858.199 5.096.615
Jumlah 38.364.981 38.609.997 38.699.043 36.541.972 36.429.250
Sumber : Statistik Ketenagakerjaan Pertanian dalam Badan PPSDMP (2013)
Penghasilan rata-rata tenaga kerja di sektor pertanian yang lebih rendah daripada sektor industri dan jasa menjadi faktor utama penyebab sektor pertanian kurang diminati.
14
Terdapat dugaan yang mengidikasikan kaitan antara kompetensi kerja dibidang pertanian dengan daya nalar dan wawasan sebagian besar sumberdaya manusia petani dalam menyikapi perkembangan global yang begitu cepat. Keberhasilan berusahatani diyakini didukung oleh kemampuan tertentu pada tataran pengetahuan, sikap dan ketrampilan, oleh karenanya diperlukan suatu kesepakatan definisi yang komprehensif yang menyangkut terminologi sumberdaya manusia petani (pelaku usahatani) terlatih yang didalamnya termasuk kisaran pendapatan petani yang mampu mendukung ekonomi keluarga secara memadahi, dengan kinerja terukur dalam menghasilkan produk pertanian terjual, berdaya saing dan berkelanjutan. Kompetensi sumberdaya manusia petani terlatih seperti gambaran tersebut, harus diarahkan agar mampu mengikuti tuntutan pasar global yang mengedepankan perubahan regulasi ekonomi menjadi regulasi sosial, dan yang semula bersifat monopilistik menjadi persaingan bebas. Pemerintah melalui Permentan nomor 3 tahun 2010, telah menerbitkan pedoman pembinaan kelembagaan Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S). P4S sebagai kelembagaan pelatihan petani diharapkan dapat secara lanagsung berperan aktif dalam pembangunan pertanian melalui pengembangan
suberdaya
manusia
petani
dalam
bentuk
pelatihan/pemagangan bagi petani dan masyarakat pertanian. Pemberdayaan masyarakat tani adalah proses perubahan pola pikir, perilaku dan sikap petani dari subsisten tradisional menjadi petani modern berwawasan agribisnis melalui proses pembelajaran yang berkelanjutan. Program ini meliputi tiga
15
aspek, yaitu: 1) pemberdayaan sumber daya manusia petani; 2) pemberdayaan kelembagaan petani; dan 3) pemberdayaan usahatani. Di Jawa Tengah terdapat 74 Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) dengan berbagai komoditas unggulan di sektor pertanian (hortikultura, tanaman pangan, pengolahan hasil dan pertanian terpadu), P4S mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan pendidikan non formal dibidang pertanian bagi masyarakat pelaku utama dan pelaku usahatani diwilayahnya, jumlah P4S yang besar ini mempunyai potensi yang kuat untuk mengembangkan sumberdaya manusia petani terlatih apabila peran dan fungsinya dioptimalkan (FK P4S Jawa Tengah, 2015). P4S Tranggulasi yang terletak di desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang, salah satu dari P4S yang ada di Jawa Tengah merupakan P4S yang bergerak dibidang hortikultura khususnya sayuran organik. Sejalan dengan dinamika pembangunan pertanian yang dinamis dan berkembang, dan rendahnya generasi muda untuk terjun kedunia pertanian, maka P4S sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam membangun dan mengembangkan SDM petani di pedesaan diberikan peran yang besar dalam pemberdayaan petani. P4S Tranggulasi yang memfokuskan pada usaha pertanian organik juga mempunyai beberapa kendala yaitu sulitnya membuat komitmen dengan petani sekitar wilayah P4S untuk bertani organik, sulitnya merobah pola pikir petani dari statis tradisional menjadi dinamis rasional,
16
permintaan dan produksi tidak seimbang, dan terjadinya beberapa tekanan ditingkat kehidupan petani (sosial, ekonomi dan nilai tawar). Mempertimbangkan berbagai hal tersebut diatas maka diperlukan strategi pengembangan sumberdaya manusia petani terlatih yang kompeten memiliki daya nalar dan wawasan yang memadahi sehingga mampu menciptakan ketrampilan terjual dan mampu bersaing guna meningkatkan produktivitas dan pendapatannya dengan berbagai kegiatan dibidang usahatani, melalui pemberdayaan P4S di Jawa Tengah. B. Rumusan Masalah Fenomena rendahnya kinerja sumberdaya manusia petani saat ini yang berdampak kepada produktivitas dan pendapatan yang diterima rendah, mendorong
pemerintah
untuk
mengambil
langkah
strategis
guna
meningkatkan perilaku SDM petani yang amanah dan profesional. P4S sebagai lembaga yang berperan dalam upaya meningkatkan sumberdaya manusia petani dan mewujudkan kader-kader petani terlatih, perlu diberdayakan agar menjadi pelopor peningkatan kemampuan SDM petani yang berkualitas di masa depan. Penelitian
ini
diharapkan
mampu
menjawab
permasalahan-
permasalahan sebagai berikut : 1.
Bagaimana keragaan sumberdaya manusia petani biasa di wilayah P4S.
2.
Bagaimana keragaan sumberdaya manusia petani pengelola P4S.
3.
Bagaimana strategi dan pemberdayaan P4S dalam mengembangkan SDM petani terlatih. 17
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji beberapa hal sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui keragaan SDM petani biasa di wilayah P4S. 2. Untuk mengetahui keragaan SDM petani pengelola P4S. 3. Untuk merumuskan strategi pemberdayaan P4S dalam mengembangkan SDM petani terlatih. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti, diharapkan dapat digunakan untuk melaksanakan orasi ilmiah widyaiswara, dan pengembangan profesi widyaiswara yang mengampu bidang pemberdayaan sumberdaya manusia petani agribisnis. 2. Bagi Lembaga Diklat, sebagai masukan untuk media pembelajaran dan praktek lapangan diklat tematik pertanian organik. 3. Bagi instansi / lembaga SKPD sebagai sumbangan pemikiran dalam mengembangkan SDM petani melalui pemberdayaan di P4S. 4. Bagi masyarakat tani, sebagai model pelatihan yang dapat dikembangkan guna menyiapkan SDM petani terlatih dimasa depan.
E. Fokus Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah P4S Tranggulasi, dengan fokus penelitian adalah keragaan petani biasa yang berdomisi di wilayah P4S, dan petani maju sebagai pengelola P4S, serta peran P4S dalam menciptakan petani-petani terlatih.
18
F. Metoda Penelitian. Metoda penelitian yang digunakan adalah metoda kualitatif, metoda ini sering disebut metoda penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), disebut sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan analisanya lebih bersifat kualitatif (Sugiyono, 2014). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui natural setting, observasi partisipatif, wawancara mendalam, menggali sumber data primer dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan proses mencari dan menyusun secara sistematis dengan cara mengorganisasikan data kedalam transkrip, mereduksi, mengklasifikasikan, membuat tema dan pola, memilih mana yang penting untuk membuat kesimpulan. Data yang diperoleh juga dianalisa dengan teknik analisis interaktif dengan metode kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (kekepan) / SWOT. Metoda ini dipilih karena dipandang yang paling cocok untuk menjawab penelitian “Bagaimana strategi pemberdayaan P4S dalam mengembangkan sumberdaya manusia Petani terlatih�. Pada penelitian ini yang dijadikan informan penelitian adalah para petugas, pengelola, petani dan berbagai pihak terkait. G. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari tanggal 12 Januari sampai dengan 12 April 2016, bertempat di wilayah Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Tranggulasi. Pemilihan lokasi ini dilatar belakangi oleh kondisi wilayah yang memiliki strata lahan dataran tinggi dengan usahatani tanaman
19
hortikultura, dan pertanian terpadu dengan budidaya sayuran organik. Wilayah ini penduduknya sebanyak 63,09% (Profil Desa Batur, 2014) menekuni usaha bidang pertanian dan peternakan, disamping hal tersebut wilayah ini memiliki lembaga pelatihan pedesaan yang berperan sebagai tempat pendidikan non formal bagi masyarakat tani baik di wilayah maupun luar wilayah Desa Batur. Selain hal tersebut wilayah ini
mempunyai
keseragaman berdasar aspek ketersediaan fasilitas, sarana dan prasarana usahatani, kemudahan dalam transportasi, dan dukungan aparat / pemerintah daerah. H. Sumber Data Penelitian Dalam penelitian kualitatif realitas dipandang sebagai sesuatu yang konkrit, dapat diamati dengan panca indra, dapat dikatagorikan menurut jenis, bentuk, warna, dan perilaku, tidak berubah dan dapat diverifikasi. Obyek penelitian adalah kelembagaan P4S dan sumberdaya manusia petani di wilayah P4S. Peneliti dapat menentukan hanya beberapa variabel saja dari obyek yang diteliti, dan kemudian dapat membuat instrumen untuk mengukurnya, obyek penelitian sebagai sesuatu yang dinamis, hasil konstruksi pemikiran dan utuh (holistic) karena setiap aspek dari obyek itu mempunyai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (Sugiyono, 2014). Pada penelitian kualitatif digunakan istilah narasumber atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian (Sugiyono, 2014). Informan yang dipilih yaitu para pejabat kunci yang dianggap memiliki penguasan informasi yang cukup terkait dengan penelitian ini. Sumber data diperoleh dari petani biasa, petani maju yang berdomisili di wilayah P4S Tranggulasi, Pengurus
20
P4S Tranggulasi, Penyuluh Pertanian Desa Batur, Kepala Desa Batur, dan Koordinator Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian Kabupaten Semarang.
21
BAB II ANALISA DATA
A. Kebijaksanaan Pembangunan Pertanian Dalam era globalisasi, keterkaitan dan pengaruh sektoral akan semakin menonjol. Pertumbuhan sektor pertanian akan dipengaruhi dengan kuat oleh perkembangan sektor lain, demikian pula sebaliknya pembangunan sektor pertanian akan mempengaruhi sektor lain (Kementrian Pertanian, 2009). Di balik paket kebijakan ekonomi yang telah digulirkan hingga yang ke IX, pemerintah ingin meningkatkan ekspor melalui penganekaragaman produk dan pasar ekspor baru (Edy Putra, 28 Januari 2016, Tempo), peran sektor pertanian dalam pembangunan nasional antara lain sebagai penyedia pangan bagi seluruh penduduk Indonesia, menopang pertumbuhan industri manufaktur dan ekspor serta mendorong pertumbuhan dan dinamika ekonomi pedesaan sehingga mampu mengangkat kesejahteraan petani masyarakat desa semakin baik (Kementrian Pertanian, 2009). Indonesia saat ini menghadapi 4 (empat) kondisi yang perlu mendapat perhatian (Swasono dan Sulistyaningsih, 2008), yaitu : 1. Seluruh produksi yang dihasilkan secara nasional harus lebih kompetitif dan terus dapat survive dalam era globalisasi. 2. Perkembangan teknologi yang pesat mempengaruhi proses manajemen perusahaan,
oraganisasi
dan kebutuhan keterampilan
baru
yang
berkesinambungan.
22
3. Proses pembangunan ekonomi mengalami tranformasi dari ekonomi yang dipengaruhi budaya agraris kepada ekonomi yang dipengaruhi budaya industri dan pasca industri. 4. Menempatkan manusia sebagai pelaku dan sasaran pembangunan, yang diharapkan mampu menghasilkan barang dan jasa yang dapat bersaing di pasar global, selain itu bagi masyarakat dapat menikmati kesejahteraan. Keempat kondisi tersebut melandasi pentingnya pengembangan sumberdaya manusia umumnya dan sumberdaya manusia petani khususnya, petani sebagai lapisan masyarakat paling bawah secara partisipatif mempunyai peran besar dalam mensukseskan pembangunan masyarakat di perdesaan. Strategi dasar yang dikembangkan adalah pembangunan pertanian dengan penerapan sistem agribisnis terpadu melalui pemanfaataan secara optimal sumberdaya pertanian dalam kawasan ekosistem. Sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang mencakup pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai pemasaran usahatani atau usaha agroindustri. Sumberdaya manusia petani dari segi kuantitas dicerminkan oleh peningkatan pendapatan dan daya beli rumah tangga petani serta peningkatan kualitas pangan dan gizi, sedang dari segi kualitas dicerminkan oleh penguasaan iptek pertanian serta penguasaan keterampilan, semangat kerja disiplin dan tanggung jawab. Upaya pembinaan yang dilakukan meliputi : 1. Meningkatkan efektifitas penyuluhan, pendidikan dan pelatihan yang mengacu pada peningkatan kemampuan dalam melakukan tugas pokoknya sebagai petani pelaku agribisnis,
23
2. Mengembangkan keterpaduan antar sub sistem dengan pemanfaatan sumberdaya alam dan rekayasa teknologi yang berwawasan lingkungan, 3. Meningkatkan
kemampuan
perencanaan
berusahatani
yang
dapat
memenuhi pangsa pasar yang selalu berkembang.
B. Kondisi Sumberdaya Manusia Petani Saat Ini Definisi petani secara umum adalah seseorang yang mempunyai pekerjaan dibidang usaha pertanian, petani (pelaku utama) menurut Permentan No. 82 tahun 2013 dapat didefinisikan sebagai “orang yang pekerjaan utamanya di sektor pertanian, melaksanakan kegiatan manajemen produksi pertanian (on farm) dan satu atau lebih sub sistem agribisnis lainnya (off farm), serta penghasilannya sebagian besar dari kegiatan tersebut�. Petani (tanaman pangan dan hortikultura) di Jawa Tengah berjumlah 3.473.814 orang yang tersebar disentra-sentra lahan usaha pertanian sesuai strata agroekosistemnya. Keragaan petani menurut pendidikan tertera pada tabel berikut : Tabel 3. Keadaan Pendidikan Petani di Jawa Tengah Tahun 2013 Jumlah (orang) No. Kualifikasi pendidikan Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tidak/belum pernah sekolah Tidak tamat SD SD SLTP SLTA Diploma 1,2,3 Universitas/D4 Jumlah :
401.500 1.076.118 1.331.603 467.642 191.947 3.110 1.894 3.473.814
Sumber : Ketenagakerjaan Sektor Pertanian, 2014
24
Dilihat dari data tersebut di Jawa Tengah masih terdapat pelaku usaha tani yang tidak/belum pernah sekolah, tidak tamat SD dan SD sebesar 80,86% atau sejumlah 2.809.221 orang dengan usia 15 tahun keatas, bahkan sebagian petani telah berusia dewasa atau bahkan lanjut, meskipun tidak mengenyam pendidikan formal akan tetapi mempunyai sumbang sih dibidang pertanian dan potensi untuk berusaha tani maju melalui pendidikan non formal dan in formal. Menghadapi era globalisasi pasar bebas MEA, sumberdaya manusia petani perlu dididik dan dilatih sehingga dapat memenuhi kualifikasi petani masa depan yang menurut LPPLS (1995) mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1. Usahatani berorientasi pasar, yang mencakup aspek-aspek inovasi, peluang pasar, azas skala ekonomi dan resiko usaha. 2. Mampu bekerjasama diantara sesama petani atau petani dengan pengusaha agroindustri. 3. Usahanya berorientasi pada pelestarian sumberdaya alam, 4. Mampu beradaptasi dengan pengetahuan dan ketrampilan baru diluar bidang pertanian dan bidang agroindustri. Selanjutnya masyarakat agribisnis maju mempunyai jiwa mentalitas, usaha, kreatif, inovatif, arsitek dan teknologi, sehingga profil petani maju masa depan memiliki ciri sebagai berikut : 1. Berpendidikan setara atau lebih tinggi dari SLTA 2. Menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) tinggi
25
3. Bersikap positif 4. Menguasai pasar 5. Berorientasi produksi 6. Mampu bekerjasama 7. Mampu berorganisasi 8. Mampu memperoleh modal. 9. Mampu merencanakan 10. Mampu mengelola usaha 11. Mampu menjadi tauladan petani disekitarnya. C. Konsep Pemberdayaan dan Pengembangan SDM Petani. Pemberdayaan adalah sebuah “proses menjadi” bukan “proses instant”, sebagai proses pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu penyadaran, pengkapasitasan dan pendayaan (Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, 2007). Secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Tahapan pertama, adalah penyadaran. Pada tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi “pencerahan”. Misalnya, target adalah petani miskin, kepada mereka diberikan pemahaman bahwa mereka dapat menjadi berada dan itu dapat dilakukan jika mereka mempunyai kapasitas untuk keluar dari kemiskinannya. Program-program yang dapat dilakukan pada tahap ini misalnya memberikan pengetahuan yang bersifat kognesi, belief dan healing. Prinsip dasarnya adalah membuat petani mengerti bahwa perlu membangun dari dalam diri mereka untuk berubah dan keluar dari
26
kebiasaan diri, dapat melalui berkelompok, dan berorganisasi sebagai wadah mufakat untuk mencari pemecahan masalahnya mereka. 2. Pengkapasitasan, inilah yang sering disebut sebagai capacity building (membangun kapasitas) atau memampukan. Untuk diberi daya atau kuasa sehingga yang bersangkutan harus mampu terlebih dahulu. Proses memampukan terdiri atas tiga unsur yaitu manusia, organisasi dan sistem nilai atau norma yang berlaku. 3. Pemberian daya (emprowerment), pada tahap ini petani diberikan daya, kekuasaan, otoritas, atau peluang. Pemberian ini disesuaikan dengan kualitas kecakapan yang telah dimiliki. Menurut Wrihatnolo et al (2007), istilah pemberdayaan berasal dari alih bahasa emprowerment yang diartikan sebagai memberi power kepada si obyek agar menjadi kuasa dalam melakukan sesuatu. Hal tersebut dipertegas oleh Ife at al (2008) dan Mardikanto (2010) bahwa dalam pemberdayaan masyarakat lebih ditekankan pada proses bagaimana setiap orang menjadi mampu berpartisipasi dalam berbagai suasana, serta mengontrol kekuatan yang mempengaruhi kehidupannya. Terdapat dua kunci pokok dalam proses pemberdayaan masyarakat yaitu : (1) pemberian kekuasaan (power) dan (2) pengembangan kapasitas (Ife et al, 2008). Dalam proses pemberdayaan masyarakat diharapkan terbentuk kegiatan keseharian yang berpola dan menjadi embrio terjadinya kemandirian masyarakat. Institusi lokal ini dapat dimanfaatkan sebagai : (1) sarana untuk memfasilitasi tindakan bersama, dan (2) peningkatan kekuasaan bersama.
27
Kedua fenomena tersebut dapat menjadi petunjuk bahwa dimasa depan akan terjadi
peningkatan
kepastian
masyarakat
dalam
mewujudkan
kemandiriannya (Soetomo, 2009 dan 2011) Dalam proses pemberdayaan masyarakat, menurut Parson at al (1994) dalam Mardikanto (2010) lebih ditekankan pada upaya pemberian : (1) pengetahuan, (2) ketrampilan, (3) kekuasaan untuk mempengaruhi hidupnya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Dalam proses pemberdayaan masyarakat diperlukan : (1) pengembangan sumberdaya lokal, (2) tindakan secara bersama dan (3) pengembangan jejaring kemitraan (Supriyanto dan Subejo, 2004). Pentingnya jejaring kemitraan sebab tidak ada satu aktor pemberdaya yang mampu melakukannya sendirian (Ife et al, 2008 dan Mardikanto, 2010). Pengembangan sumberdaya manusia petani, dapat dilakukan dengan pemberdayaan petani melalui kelompok tani, gabungan kelompok tani dan asosisasi petani. Kementrian pertanian telah menyusun pedoman penumbuhan dan pengembangan kelompoktani dan gabungan kelompoktani melalui Peraturan Menteri Pertanian No. 82/Permentan/OT.140/8/2013 tanggal 19 Agustus 2013. Penumbuhan dan pengembangan kelompoktani dilakukan melalui pemberdayaan petani untuk merubah pola pikir petani agar mau meningkatkan usahataninya dan meningkatkan kemampuan kelompoktani dalam melaksanakan fungsinya. Pemberdayaan petani dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan penyuluhan dengan pendekatan kelompok.
28
Kegiatan penyuluhan melalui pendekatan kelompok dimaksudkan untuk mendorong terbentuknya kelembagaan petani yang mampu membangun sinergi antar petani dan antar kelompok tani dalam rangka mencapai efisiensi usaha. Pengembangan
sumberdaya
manusia
petani
dilakukan
dengan
peningkatan kemampuan kelompok tani dalam menjalankan fungsinya dapat dilaksanakan
secara
berkesinambungan
dan
diarahkan
pada
upaya
peningkatan kemampuan kelompok tani dalam melaksanakan fungsinya sebagai kelas belajar, wahana kerja sama dan unit produksi. D. Peran Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) P4S merupakan lembaga pelatihan di bidang pertanian pedesaan yang didirikan, dikelola dan dimiliki oleh petani secara swadaya, baik perorangan maupun kelompok dan diharapkan dapat secara langsung berperan aktif dalam pembangunan pertanian melalui pengembangan sumberdaya manusia pertanian dalam bentuk pelatihan/pemagangan bagi petani dan masyarakat disekitarnya. Hal ini menunjukkan perwujudan kemandirian di bidang pelatihan pertanian, yang didukung oleh sumberdaya manusia yang profesional, inovatif, kreatif dan berwawasan global. Untuk mewujudkan P4S yang disebutkan tadi, Kementerian Pertanian telah menerbitkan peraturan nomor : 03/Permentan/PP.410/1/2010 tanggal 20 Januari 2010, tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan P4S, kemudian secara operasional dijabarkan dalam Peraturan Kepala Badan Pengembangan SDM Pertanian
29
nomor : 4/Per/KP.430/J/1/11 tanggal 11 Januari 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan serta Pemagangan Petani di P4S. Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) yang terbentuk dari, oleh dan untuk petani lebih menekankan pada kemandirian dan pemberdayaan serta keswadayaan potensi petani. Proses penumbuhan P4S merupakan serangkaian kegiatan untuk memotivasi dan mendorong terbentunya P4S melalui berbagai kegiatan bimbingan dan pelatihan. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut P4S mempunyai indikator yang harus dimiliki yaitu : 1. Memiliki sarana dan prasarana yang layak untuk melaksanakan pelathan dan pemagangan, 2. Memiliki instrumen kelembagaan yang dapat mengelola organisasi, 3. Dapat melaksanakan penyelenggaraan pelatihan dan pemagangan, 4. Memiliki ketenagaan fasilitator yang berkompeten, 5. Memiliki pengembangan usaha dan jejaring kerja. P4S sebagai kelembagaan pelatihan pertanian memiliki peran yang strategis dalam mempercepat penyebarluasan dan penerapan teknologi tepat guna di kalangan petani dan masyarakat pedesaan, juga ikut berperan dalam proses pembangunan pertanian dan perdesaan dengan menjalankan fungsinya sebagai lembaga pelatihan dan pemagangan. P4S sesuai dengan fungsinya diberi peran yaitu :
30
1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta membentuk sikap positif petani terhadap perkembangan teknologi yang beorientasi agribisnis dan berbasis kearifan lokal. 2. Menyebarkan dan menyampaikan informasi teknologi yang berorientasi agribisnis kepada petani dan pelaku usaha pertanian di perdesaan. 3. Membimbing penerapan teknologi kepada petani dan metoda belajar melalui bekerja, baik petani perorangan maupun petani anggota didalam dan diluar kelompoknya di perdesaan. 4. Mengembangkan model pembelajaran melalui percontohan usahatani di lahan P4S atau lahan petani sekitarnya, 5. Membantu Penyuluh Pertanian menyampaikan rekomendasi / anjuran kepada petani dan menyampaikan umpan balik penerapan teknologi, permasalahan dan upaya pemecahan permasalahannya kepada lembaga penelitian atau perguruan tinggi melalui Penyuluh Pertanian. 6. Meningkatkan dan mengembangkan kepemimpinan dan kemandirian petani melalui pelatihan kewirausahaan yang berbasis moral etika, dan pelatihan lainnya, 7. Menumbuh kembangkan jejaring dan kerjasama dengan berbagai sumbersumber teknologi, pemasaran dan permodalan dalam rangka pelayanan informasi, konsultasi dan fasilitasi pemenuhan kebutuhan petani di wilayah perdesaan. E. Kerangka Pemikiran
31
Kerangka pemikiran yang dibangun dari penelitian ini adalah pada peran P4S dalam mengembangkan sumberdaya manusia petani terlatih melalui pendidikan non formal. Untuk dapat menyelenggarakan pelatihan dan pemagangan dengan efektif diperlukan identifikasi petani biasa (bukan pengelola P4S) di wilayah P4S dan petani pengelola P4S. Selanjutnya dengan membandingkan kualifikasi petani tersebut dapat diambil langkah-langkah untuk penetapan pola dan strategi pelatihan dan pemagangan. Kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada gambar berikut : Keragaan petani biasa di wilayah P4S
1. Pendidikan 2. Penguasaan IPTEK 3. Sikap 4. Penguasaan Pasar 5. Orientasi produksi 6. Kerjasama 7. Organisasi 8. Kemampuan modal 9. Pengelolaan usaha 10.Pendapatan usahatani
Keragaan petani pengelola P4S
Kesenjangan
1. Pendidikan 2. Penguasaan IPTEK 3. Sikap 4. Penguasaan Pasar 5. Orientasi produksi 6. Kerjasama 7. Organisasi 8. Kemampuan modal 9. Pengelolaan usaha 10.Pendapatan usahatani
Pola dan strategi pelatihan dan pemagangan di P4S
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Pola dan strategi pendidikan non formal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor (Rahman, 2012) yaitu : 1. Faktor internal, yang mencakup aspek : a. Pengetahuan, baik pengetahuan teknis, ekonomis, sosial dan lingkungan. 32
b. Sikap, yang mencakup kemandirian, kepemimpinan, pekerja keras, dan kewirausahaan c. Ketrampilan, yang mencakup trampil dalam membuat jejaring kerja, bekerjasama, meningkatkan produksi, membuat rencana, mengelola usahatani, bersaing, berkomunikasi, dan berwawasan lingkungan. 2. Faktor ekternal, yang mencakup aspek kesempatan memperoleh iptek yang berkaitan dengan jenis latihan, lama latihan dan frekwensi latihan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka kerangka pemikiran petani terlatih di wilayah P4S (Rahman, 2012) dapat uraikan sebagai berikut : Faktor internal
Faktor eksternal
Pengetahuan Sikap Ketrampilan
Ketersediaan IPTEK Ketersediaan Modal Ketersediaan Pasar Dukungan Kelembagaan Pendapatan
Pelatihan bagi Petani
Gambar 2. Aspek-Aspek Yang Berpengaruh Terhadap Pelatihan bagi Petani
F. Definisi Operasional Beberapa definisi operasional yang sering digunakan dalam karya tulis ilmiah ini antara lain adalah : P4S
: Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya adalah lembaga pelatihan/pemagangan pertanian dan
33
perdesaan yang didirikan, dimiliki dan dikelola oleh petani secara swadaya baik perorangan maupun kelompok. Wilayah P4S
: Wilayah dimana petani berdomisili dan mengusahakan usahatani yang menjadi domain yaitu Dusun Selongisor, Desa Batur.
SDM
: Sumberdaya manusia dalam hal ini petani baik yang mengelola P4S disebut petani maju maupun petani yang berdomisili di wilayah P4S yang disebut petani biasa.
Pendidikan formal Pendidikan nonformal
: Pendidikan melalui pendidikan sekolah formal dari jenjang SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. : Pendidikan melalui kegiatan belajar mengajar yang diadakan diluar sekolah untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, ketrampilan dan merobah sikap atau perilaku
seseorang
biasanya
melalui
kegiatan
penyuluhan, pelatihan, kursus, dan magang. Pelaku utama
: Petani beserta keluarganya yang melakukan kegiatan usahatani dibidang pertanian.
Pelaku usaha
: Orang yang melakukan kegiatan usaha dibidang pertanian (sarana produksi, pengolahan dan pemasaran, serta jasa penunjang pertanian).
Usahatani
: Kegiatan
dibidang
pertanian
yang
dimulai
dari
perencanaan usahatani, budidaya sampai pemasaran hasil pertanian. Keragaan
: Kondisi nyata yang ada saat itu atau tampilan, sering disebut sebagai performance.
Petani biasa
: Petani yang melakukan usaha tani secara naluri dan turun temurun.
Petani maju
: Petani yang melakukan usahatani secara dinamis dengan menerapkan iptek yang direkomendasikan.
Penyuluhan
: Proses pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku
34
pertanian
usaha agar mereka mau dan mampu menolong dirinya
Pelatihan
: Proses pendidikan jangka pendek untuk mencapai tingkat pengetahuan, sikap dan ketrampilan tertentu.
Pemagangan
: Proses langsung
pembelajaran
sambil
terhadap
ketrampilan
melakukan tertentu
praktek dibawah
bimbingan yang intensif oleh fasilitator.
G. Hasil Penelitian Hasil dalam penelitian kualitatif pendekatan fenomenologi ini adalah proposisi. Sebagaimana disebutkan oleh : Sutopo (2006) dan Creswell (2014) bahwa ciri utama dalam penelitian kualitatif adalah dihasilkannya proposisi. Proposisi adalah sebuah pernyataan (statement) sifat fenomena dan dibangun oleh dua atau lebih konsep yang ada kaitannya antar konsep tersebut, kemampuan proposisi ini terletak pada kekuatan prediksinya (Ihalauw, 2008). H. Kondisi Wilayah Penelitian Gambaran umum wilayah penelitian, P4S Tanggulasi terletak di lereng gunung Merbabu dengan ketinggian 1450 meter dari permukaan laut (mdpl), tepatnya di Dusun Selongisor, Desa Batur Kecamatan Getasan. Sebagian besar petani menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian sayuran, seperti buncis, tomat, cabai, terong, sawi, brokoli, selada, sledri, bawang daun, wortel, bit, lobak dan lain – lain. Mempunyai kesuburan tanah yang sangat baik karena banyak mengandung bahan organik, sumber air langsung dari mata air Umbul Songo yang merupakan kawasan wisata alam dengan jarak satu kilimeter dari Bumi Perkemahan dan dua kilometer dari tempat rekreasi Kopeng dan jalur pendakian gunung Merbabu. Udara yang sejuk dan wilayah 35
yang aman serta asri menjadi daya tarik tersendiri untuk usaha pertanian khususnya komoditas hortikultura. Jarak dari kota Salatiga 15 km, dan dari Ungaran sekitar 30 km, sedang dari Magelang sekitar 36 km. Kondisi topografi daerah ini dataran tinggi dengan curah hujan 2500 mm dan suhu rata-rata 30°C. Rata-rata mata pencahariannya adalah petani, peternak, buruh tani dan sebagaian sebagai pengusaha. Desa Batur dengan jumlah penduduk 6784 jiwa, sebelah utara dibatasi dengan desa Somogawe, timur desa Tajuk, selatan desa Merbabu dan barat desa Kopeng. Kualifikasi mata pencaharian di desa ini seperti tabel berikut : Tabel 4. Kualifikasi Mata Pencaharian Penduduk Desa Batur No. Mata pencaharian Jumlah jiwa Prosentase 1. PNS/Polri/TNI/Pensiunan 39 0,57 2. Buruh Industri/pengusaha 1.010 14,94 3. Petani/buruh tani/peternak 4.265 63,09 4. Jasa lainnya 1.447 21,40 Jumlah : 6.761 100,00 Sumber : Profil Desa Batur, 2014 I.
Sejarah P4S Tranggulasi P4S Tranggulasi salah satu dari P4S yang ada di Jawa Tengah merupakan P4S yang berawal dari kumpulan petani yang ingin mendapatkan kemudahan dalam usaha taninya, kemudian pada tahun 1998 membentuk kelompok tani dengan dengan nama Ngudi Makmur jumlah anggota 16 orang. Pada tahun 2000 akhir kelompok ini berganti nama menjadi Tranggulasi dengan anggota 22 orang. Berikut ini penyataan ketua kelompok tani Tranggulasi :
36
Saat itu anggota kelompok tani untuk melakukan usahatani sayuran sangat memerlukan pupuk, pupuk dipasaran sangat sulit didapat dan jikalau ada harganya mahal, maka sesuai musyawarah anggota waktu itu mengusulkan untuk membuat sendiri pupuk dengan bahan-bahan yang tersedia di wilayah Batur. Pendapat ini diperkuat oleh Penyuluh Desa Batur yang mencarikan informasi untuk pembuatan pupuk organik, dan membuat terobosan dengan mengirimkan anggota kelompok untuk belajar membuat pupuk organik di Lembah Hijau Karanganyar. Hasil magang pembuatan pupuk oleh eks peserta magang ditularkan kepada anggota yang lain, dan mulailah memproduki pupuk secara kelompok dengan tujuan untuk digunakan di kelompoknya sendiri. Kegiatan kelompok tani yang dihadapkan dengan sulit dan mahalnya harga pupuk akhirnya mulai terurai,
dengan potensi yang ada mereka
berusaha mengembangkan pupuk organik berupa fermentasi urine sapi, urine kelinci, pupuk bokhasi, agensia
hayati dll. Selain bisa menghemat biaya
pengeluaran juga berpengaruh terhadap lingkungan yang sehat dan berkelanjutan. Kegiatan pembuatan pupuk organik semakin berkembang dan banyak petani lainnya ingin belajar di kelompok tani Tranggulasi, kemudian ketua kelompok meminta dukungan kepada kepala desa Batur untuk melembagakan wilayah Batur sebagai sentra pertanian organik. Berikut penuturan pengurus yang saat itu menghadap kepala desa Batur : Saat itu anggota yang baru berjumlah 22 orang telah sepakat untuk mengembangkan pupuk organik sebagai alternatif mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga pupuk, kami menghadap bapak kepala Desa untuk mendapat dukungan dalam penggunaan pupuk organik, dengan harapan agar pupuk yang dihasilkan juga digunakan oleh para petani di sekitaranya. Penuturan mantan kepala Desa Batur sependapat agar petani dapat mengatasi masalahnya sendiri dengan memanfaatkan potensi yang ada di daerahnya, kemudian kepala Desa bersama Penyuluh Pertanian melalui Dinas Pertanian Kabupaten Semarang mencarikan terobosan untuk meingkatkan sumberdaya manusia pengurus dan anggotanya melalui kursus-kursus dan pelatihan dibidang pertanian organik.
37
Pada tahun 2006 oleh Dinas Pertanian melalui Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dijadikan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya dengan nama “P4S Tranggulasi� dengan jumlah anggota 32 orang, melalui evaluasi dan kelayakan yang dilakukan oleh Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan. Penyuluh Pertanian Desa Batur dalam rangka mengoptimalkan upaya pembinaan kepada para pelaku usahatani atas dasar kesamaan tujuan, kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota, maka dibentuklah beberapa kelompok tani di wilayah P4S Tranggulasi, yaitu kelompok Tranggulasi sebagai kelompok inti yang mengelola P4S dengan jumlah anggota 32 orang, kelompok Tranggulasi I jumlah anggota 23 orang, Trangulasi II jumlah anggota 25 orang, Tranggulasi III berjumlah 18 orang dan Tranggulasi IV berjumlah 19 orang. Selain hal tersebut pengelompokan ini juga didasarkan atas kedekatan tempat tinggal sehingga memudahkan dalam pembinaan. Sebuah lembaga swadaya yang menangani pengembangan SDM petani tidak lepas dengan cita-cita atau harapan yang dirumuskan dalam sebuah Visi yaitu “Dengan ilmu pengetahuan pertanian, sebagai sumber kreatifitas dan peningkatan pengetahuan jiwa dan perilaku agribisnis yang tangguh dan mandiri�. Untuk mencapai visi organisasi P4S Tranggulasi mempunyai Misi yaitu : 1) melakukan pelatihan pertanian ramah lingkungan secara terpadu,
38
2) membangun usaha tani yang berwawasan lingkungan, 3) memberikan bimbingan pemagangan pertanian organik kepada pelaku utama usahatani, 4) menumbuh kembangkan sains petani melalui kerjasama antara lembaga dan organisasi lingkup pertanian, 5) memberikan pilihan usahatani dalam rangka menciptakan lapangan kerja di pedesaan dan mengurangi urbanisasi. P4S Tranggulasi saat ini beranggotakan 105 orang petani dengan 32 orang sebagai pengelola P4S, adapun pemeringkatan kelas (klasifikasi) P4S Tranggulasi masuk kedalam klas Madya, dengan susunan organisasi seperti gambar 4 sebagai berikut :
Penasehat Kepala Desa Batur (Supardi Hadi S)
Ketua 1 Ptitoyo Ngatimin Ketua 2 Harto Slamet
Sekretaris 1 Abdul Wahab Sekretaris 2 Suparyono
Produksi Supardi, Suparman
Pemberdayaan
Sri Jumiati, Siti Imroah
PPL Petrus Kriswigati A.Md
Bendahara 1 Jumari Bendahara 2 Saefrudin
Humas Wahyudi, Rebo
Peternakan Supoyo, Mujar
Usaha Jumarno, Ngatemin
Gambar 3. Struktur Organisasi P4S Tranggulasi P4S Tranggulasi dengan penasehat Kepala Desa Batur, dan dibina oleh Penyuluh Pertanian memiliki organisasi yang ramping disesuaikan dengan 39
kebutuhan organisasi. Unit produksi yang menangani sarana produksi dan hasil produksi juga melakukan pembinaan dibidang mutu hasil dan efisiensi produksi. Unit pemberdayaan menangani pelatihan, pemagangan dan kegiatan peningkatan sumberdaya manusia petani, unit humas yang menyebar luaskan dan menjalin hubungan dengan pihak lain, unit peternakan yang mengelola usaha ternak sebagai penopang pupuk dan unit usaha yang mengevaluasi dan mengembangkan usaha tani bagi anggotanya. J.
Keragaan Sumberdaya Manusia Petani di Wilayah P4S Untuk melihat gambaran umum petani diwilayah P4S saat ini dengan asumsi bahwa terdapat petani maju sebagai pengelola P4S dan petani biasa diwilayah P4S, maka dilakukan penelusuran terhadap data sekender dan melalui wawancara mendalam terhadap aspek pendidikan, penguasaan iptek, sikap,
penguasaan
pasar,
orientasi
produksi,
kerjasama,
organisasi,
kemampuan modal, kemampuan dalam pengelolaan usahatani, dan rata-rata tingkat pendapatan usahatani, dengan Penyuluh Pertanian, Pengurus Kelompok Tani, Pengelola P4S, petani anggota kelompok tani dan tokoh masyarakat yang berpengaruh di wilayah P4S Tranggulasi sebagai berikut : 1. Profil Petani Petani diwilayah P4S meliputi petani pengelola P4S dan petani yang tergabung dalam kelompok tani di wilayah P4S.
Keragaan tingkat
pendidikan petani di wilayah P4S terlihat pada tabel berikut : Tabel 5 : Keragaan Tingkat Pendidikan Petani di Wilayah P4S No Tingkat Pendidikan Petani maju (%) Petani biasa (%) 1. SD 6,25 42,03 2. SLTP 18,75 47,82
40
3. SLTA 4. Sarjana Data diolah, 2016
65,63 9,37
8,70 1,45
Dari data tersebut terdapat 75,00% pendidikan bagi petani maju didominasi oleh lulusan SLTA dan Sarjana, sedang pada petani biasa 89,85% masih berpendidikan SLTP dan SD. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Penyuluh Pertanian desa Batur berikut : Tingkat pendidikan petani pengelola P4S saat ini rata-rata berlatar belakang pendidikan SLTA keatas, meskipun masih terdapat yang berpendidikan SD dan SMP tapi mereka memilki tingkat pengalaman dan ketrampilan dibidang pestisida organik, sehingga berperan dalam menunjang fungsi organisasi. Hal senada juga disampaikan oleh ketua P4S yang mengatakan bahwa pengalaman lebih dibutuhkan meskipun pendidikan akan mempercepat polapikir dalam bersikap dan bertindak. Selanjutnya ketua Kelompok Tranggulsi I bahwa unsur pendidikan merupakan faktor kunci dalam mendorong orang untuk berpikir kreatif, namun terdapat faktor lain yang ikut andil dalam keberhasilan seseorang yaitu melalui pelatihan, kursus-kursus dan bakat. Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Desa Batur bahwa dalam upaya menjadikan P4S Tranggulasi sebagai Lembaga yang menyelanggarakan kegiatan pendidikan non formal melalui pelatihan dan pemagangan bagi petani maka perlu dikelola oleh para pengurus yang berpendidikan serendah-rendahnya SLTA, berjiwa sosial tinggi dan memiliki dedikasi untuk memajukan pertanian organik khususnya dan pertanian sayuran pada umumnya di wilayah Desa Batur. Disamping pendidikan formal, petani di wilayah P4S juga mendapat pendidikan non formal melalui kegiatan pelatihan dan pemagangan yang dilakukan oleh lembaga lain seperti Balai Pelatihan Soropadan, Balai Pelatihan Ketindan, dan pihak lain yang kompeten. Terdapat 78,42% diperoleh oleh petani maju dan hanya 11,58% oleh petani biasa. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Ketua P4S sebagai berikut :
Untuk pelatihan dari lembaga Pelatihan seperti Soropadan dan Ketindan yang jumlah dan frekuensinya terbatas kami mengutamakan
41
untuk pengelola P4S terlebih dulu, dan hasilnya dapat kami sebarluaskan ke petani anggota pada saat pertemuan rutin. Hal yang sama juga disampaikan oleh Kordinator Jabatan Fungsional Penyuluh bahwa untuk pelatihan dan pemagangan bagi pengelola P4S sudah mempunyai persyaratan khusus yang diminta, sehingga kami mengutamakan peserta sesuai yang dipersyaratkan, kecuali terdapat pelatihan bagi anggota kelompok tani maka kami kirim peserta sesuai komoditas yang diminta. Dilihat dari faktor usia, masyarakat desa Batur rata-rata lahir dari petani artinya sejak kecil sudah berkecimpung didunia pertanian khususnya sayuran, keragaan usia petani diwilayah P4S seperti pada tabel berikut : Tabel 6 : Keragaan Usia Produktif Petani di Wilayah P4S No Usia petani Petani maju (%) Petani biasa (%) 1. Kurang 30 tahun 12,50 0,00 2. 31 – 40 tahun 18,75 13,04 3. 41 – 50 tahun 37,50 46,37 4. 51 – 60 tahun 25,00 33,34 5. Lebih 60 tahun 6,25 7,25 Data diolah, 2016 Dari keragaan yang ada tampak bahwa 68,75% petani maju dan 86,96% petani biasa berada pada kisaran usia 41 tahun keatas, ini menunjukkan bahwa kegiatan usaha tani lebih banyak dilakukan oleh para petani yang sudah usia senja. Diungkapkan oleh Ketua Kelompok Tranggulasi I bahwa petani Batur rata-rata bertani lebih dari 20 tahun, ini mencirikan tingkat kematangan dalam berusahatani, tapi lain halnya pada anak usia muda semakin tidak lagi tertarik dengan bertani meskipun kita tahu bahwa hidup kita dilingkungan usahatani, hal yang sama juga disampaikan oleh tokoh petani di Selongisor yang menyatakan bahwa penggarap lahan saat ini udah rata-rata oleh kawula sepuh, sehingga untuk menarik minat bertani dibentuklah pemuda tani. Hal tersebut disambut positif oleh kepala Desa Batur, bahkan beliau berharap agar putra para petani disekolahkan di SMPA atau sekolah pertanian yang lain,
42
disamping itu beliau membuka seluas-luasnya diwilayahnya untuk dijadikan tempat belajar tentang ilmu pertanian yang benar melalui P4S Tranggulasi. Untuk mendukung usaha produktif di wilayah P4S Tranggulasi di Desa Batur, petani melakukan penggarapan lahan secara bergilir yang ditanami berbagai jenis sayuran organik seperti akar kuning, lobak, kembang kol, brokoli, lectus, kyuri, baby buncis dan berbagai sayuran organik lainnya. Luasan lahan garapan petani seperti tabel berikut : Tabel 7 : Keragaan Luas Lahan Produktif Petani di Wilayah P4S No Luas lahan (m²) Petani maju (%) Petani biasa (%) 1. Kurang 1000 3,12 5,79 2. 1001 – 2000 43,75 71,02 3. 2001 – 3000 28,13 18,85 4. 3001 – 4000 15,63 4,34 5. Lebih 4000 9,37 0,00 Data diolah, 2016 Dari tabel tersebut tampak bahwa luas lahan garapan yang dominan pada luasan 1001-2000m² yaitu 43,75% pada petani maju dan 71,02% pada petani biasa, kondisi ini sesuai dengan karakteristik agroekosistem wilayah desa Batur yang berbukit dengan struktur tanah gembur dan didukung oleh saluran irigasi yang bersumber dari mata air umbul songo. 2. Kinerja Petani Untuk melihat keragaan petani biasa dan petani maju diwilayah P4S dari aspek kinerja petani dilakukan dengan pendekatan klaster dan dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok pertama adalah kemampuan petani dalam menunjang pengelolaan usahatani, dan kelompok kedua sikap dalam menerapkan pengelolaan usahataninya (Herdiasti, 1999). 43
a. Petani biasa Kondisi petani biasa dari data yang diperoleh 89,89% hanya tamat pendidikan SD dan SMP, 11,58% memperoleh pengetahuan melalui jalur pendidikan non formal, dan 86,96% usia mereka lebih dari 41 tahun. Dari hasil wawancara mendalam di lokasi penelitian terhadap aspek yang diteliti diperoleh keragaan petani biasa sebagai berikut : 1) Kemampuan petani dalam pengelolaan usahatani, sesuai hasil pengamatan dan wawancara di lokasi penelitian seperti diungkapkan oleh informan sebagai berikut : Penyuluh pertanian setempat mengungkapkan bahwa untuk petani biasa di wilayah P4S rata-rata berusaha tani lamban dalam mengikuti anjuran baik adopsi teknologi, perencanaan produksi, penguasaan pasar, kemampuan modal rendah hal ini berdampak pada tingkat pendapatan yang pas-pasan atau hanya sededar untuk mengisi kesibukan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh ketua P4S bahwa untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam pengelolaan usahatani yang maju perlu waktu dan bimbingan yang terus menerus oleh semua pihak. Pendapat ini juga didukung oleh kepala dusun Selongisor yang juga sebagai petani, agar selalu dicarikan terobosan pasar untuk menjual hasilnya, dan saat ini pengelola P4S telah menampung hasil sayuran dari petani yang memenuhi standar kualitas. Sedang menurut pendapat dari koordinator penyuluh mengatakan bahwa peningkatan pembinaan oleh penyuluh dapat dilakukan dengan membuat demplot, lomba antar petani dan diakhiri dengan sarasehan atau rembugtani. Melihat kondisi tersebut sejalan dengan pendapat Taher, 2000. yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan petani yang rendah sehingga mereka tidak mampu untuk diajak berpikir secara ilmiah. Lebih lanjut oleh Rogers dalam Herdiasti (2006) disebutkan bahwa difusi inovasi dibagi menjadi lima kategori pengadopsi, tergantung pada
44
tingkat dimana kelompok mengadopsi inovasi dan pada distribusi adopsi sampai mencapai sebaran normal seperti kurva berikut :
Gambar 4. Kurva Kategori Pengadopsi
Penyebab petani biasa rendah dalam menerima perubahan bukan kemampuan mereka yang enggan terhadap inovasi, tetapi kenyataan bahwa mereka harus mengusahakan modal sendiri dengan jasa yang tinggi sehingga keuntungan yang diperoleh sangat tipis bahkah justru malah merugi bila hasil panen dijual. Kondisi ini memerlukan tingkat pembinaan secara berkelanjutan yang lebih efektif dan efisien dengan berbagai metoda agar petani biasa dapat dengan mudah menerima perobahan yang dapat meningkatkan kemampuan petani dalam pengelolaan usaha tani menjadi lebih berhasil. 2) Sikap petani dalam menerapkan pengelolaan usahatani Sikap
dapat
didefinisikan
sebagai
perasaan,
pikiran
dan
kecenderungan seseorang yang bersifat permanen mengenai aspekaspek tertentu dalam lingkungan sekitarnya. Komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan-perasaan dan kecenderungan untuk bertindak. Sikap juga bisa dimaknai sebagai suatu keadaan dalam diri manusia
45
yang menggerakkannya dalam aktivitas sosial dengan perasaan tertentu (Hawkins dalam Herdiasti,1999). Dalam menerapkan pengelolaan usahatani, diperlukan kemampuan sikap (pekerja keras, handal, tanggap terhadap perubahan, mampu menghadapi resiko, mampu bersaing secara sehat, dan kesadaran saling ketergantungan satu sama lain) yang dimiliki petani biasa diwilayah penelitian masih rendah, sesuai yang diungkapkan oleh : Kepala dusun Selongisor yang juga petani bahwa petani diwilayahnya sering pasrah jika usahanya gagal, enggan untuk menerapkan cara-cara bertani yang baru, hal senada juga diungkapkan oleh anggota kelompok tani bahwa dalam melakukan usahataninya masih mengikuti naluri, sikap berorganisasi rendah, apalagi untuk membuat tujuan, mengerti manfaat berkelompok, dan menyusun aturan. Penyuluh setempat mengungkapkan untuk membina sikap petani biasa dengan kondisi mereka yang berpendidikan rendah, usia relatif tua, memerlukan ketekunan dan dilakukan terus menerus. Analisa sikap (Hawkins dalam Herdiasti, 1999) menghasilkan sebuah model perubahan perilaku yang dapat digunakan oleh penyuluh untuk membujuk petani agar berperilaku tertentu dalam pengelolaan usahataninya. Konsep tersebut dapat digambarkan dalam model perubahan perilaku melalui sikap untuk membantu petani membuat keputusan sendiri adalah sebagai berikut :
46
perhatian
pemahaman
selektivitas
Kemampuan untuk dipahami
Perubahan sikap
Kelebihan dan kekurangan
Perubahan intensi
Norma sosial
Perubahan perilaku
Mungkin / tidak mungkin
Perilaku tetap
UmpanMelalui balik Gambar 5. Model Perubahan Perilaku Sikap
Model diatas mendorong penyuluh untuk membangkitkan perhatian petani dengan menampilkan pesan sedemikian rupa agar petani menyeleksi sejumlah pesan yang diterima, pesan ini harus ditampilkan agar petani memahami sendiri dengan seutuhkan, setelah memahami kemudian mereka akan melihat apa kelebihan dan kekurangan dari pesan yang disampaikan, pada tahap inilah terjadi perubahan sikap untuk menerima atau menolak, jika diterima dan sejalan dengan norma-norma sosial maka ada keinginan untuk bertindak, disinilah terjadi perubahan perilaku yang diinginkan karena mungkin ide pesan tadi dapat diterima dan akhirnya petani mengalami perubahan secara tetap terhadap ide pesan yang disampaikan, untuk melihat penerapan ide pesan yang disampaikan telah diadopsi secara permanen diperlukan umpan balik atau respon petani terhadap ide pesan untuk meningkatkan ide pesan berikutnya.
47
b. Petani maju Keragaan petani maju (pengelola P4S) dari lokasi penelitian menunjukkan bahwa mayoritas petani maju berlatar belakang pendidikan formal SLTA (65,63%) dan hanya 9,37 % yang berpendidikan Sarjana, dan sebesar 78,43% telah memperoleh pendidikan non formal melalui kursus, pelatihan, pemagangan, penyuluhan dan lainnya. Yang berusia lebih dari 40 tahun sebanyak 68,75% dan dalam pelaksanaan tugas organisasi telah dilakukan sesuai tugas pokok dan fungsinya. Hasil wawancara mendalam dari petani anggota, penyuluh pembina, penasehat, ketua dan pengelola P4S, secara rinci pengaruh pendidikan formal dan non formal terhadap aspek yang diteliti (penguasaan iptek, sikap, penguasaan pasar, kemampuan berorganisasi, orientasi produksi, membangun kerjasama, perencanaan usaha dan pengelolaan usaha) dapat diuraikan sebagai berikut : a. Penguasaan iptek Petani maju pengelola P4S mempunyai keahlian bididang agroinput, teknologi budidaya maupun pengolahan lahan mereka kuasai dari hasil mengikuti pelatihan, kursus, pemagangan maupun penyuluhan, disamping pengalaman mereka dalam melakukan usahatani. Hal ini menunjukkan bahwa peranan pendidikan baik formal maupun non formal terhadap keberhasilan petani dalam melakukan agribisnis cukup menentukan.
48
b. Sikap, sikap adaptif yang ditunjukkan petani terhadap perkembangan agribisnis pada umumnya diperoleh dari hasil mengikuti magang, pelatihan dan penyuluhan serta pengalaman mereka selama melakukan usahataninya. Informasi ini mengindikasikan bahwa pendidikan non formal banyak mempengaruhi terbentuknya sikap yang adaptif para petani dalam mengelola usahataninya. c. Penguasaan pasar, pengetahuan tentang pasar baik berkenaan dengan informasi pasar maupun cara menyiasatinya, diperoleh pada waktu mereka
mengikuti
pendidikan
formal
sebagai
basic/dasarnya,
disamping itu informasi tentang pasar diperoleh melalui pelatihan pemasaran, dan penelusuran sendiri terhadap dinamika pemasaran. d. Kemampuan berorganisasi, petani pengelola P4S memahami sekali akan pentingnya berorganisasi, merumuskan cita-cita, mengetahui manfaat organisasi, dinamika organisasi, pertemuan rutin bulanan untuk membahas perkembangan usahatani. Kemampuan berorganisasi ini diperoleh melalui pendidikan formal sebagai basicnya, dan mengikuti diklat dan kursus manajemen pengelolaan P4S yang dilakukan oleh lembaga-lembaga diklat. e. Orientasi produksi, meskipun sebagian besar petani maju pernah mengikuti pelatihan/kursus/magang dibidang pertanian, kemampuan dalam menghasilkan produk yang beorientasi pasar lebih banyak diperoleh melalui informasi-informasi yang disajikan melalui media cetak dan media elektronik. Dengan kata lain peranan media informasi cukup berpengaruh terhadap keberhasilan petani dalam mengelola usaha pertanian.
49
f. Kerjasama
kemitraan,
kemampuan
dalam
menjalin
hubungan
kerjasama / kemitraan dengan pihak lain mereka peroleh selain melalui pelatihan dan kursus juga didasarkan pada pengalaman selama mengelola agribisnis. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan non formal lebih berpengaruh terhadap penguasaan kemampuan bekerjasama dengan pihak lain dibanding pendidikan formalnya. g. Perencanaan usaha, merupakan salah satu komponen penting guna memperoleh hasil usaha yang maksimal. Oleh karena itu pengetahuan tentang perencanaan usaha perlu dikuasai dan dipahami dengan baik oleh petani agar usahataninya berhasil dengan baik. Kemampuan dalam bidang perencanaan usahatani diperoleh dari pendampingan dan pelayanan teknis yang diberikan oleh instansi terkait, maupun perusahaan dibidang pertanian. h. Pengelolaan usaha, keberhasilan suatu usahatani tidak terlepas dari kemampuan
petani
pengelolaan
usahatani
berusahatani,
dalam
mengikuti
mengelola
diperoleh kegiatan
dari
usahatani.
Kemampuan
pengalaman
mereka
pelatihan/kursus/penyuluhan/
magang serta dari media informasi yang ada. Hal ini memberikan indikasi bahwa pengelolaan usahatani diperoleh melalui berbagai sistem baik dalam bentuk pendidikan non formal maupun melalui media informasi. Selain delapan unsur tadi petani maju (Bungaran Saragih, 2001) harus mampu mengembangkan jejaring kerjasama dalam rangka menghasilkan produk unggulan secara bersama dan terus menerus dalam meningkatkan kualitasnya, tiga catatan penting dalam menjalin
50
kerjasama yaitu terciptanya produk yang berkualitas, tersedia produk secara kontinyuitas dan memenuhi kuantitas yang dibangun dalam kemitraan. Petani maju harus dedikatif, disiplin, jujur, inovatif, tekun, ulet agar mampu memiliki jiwa wirausaha.
K. Kelembagaan P4S Tranggulasi P4S Tranggulasi sebagai Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya
dalam
mengembangkan
petani
terlatih
mempunyai
tugas
menyelenggarakan pelatihan pertanian ramah lingkungan secara terpadu, membangun usahatani yang berwawasan lingkungan dan memberikan pelayanan pemilihan belajar usahatani melalui pemagangan didukung oleh lahan praktek yang memadahi, tenaga instruktur yang cukup, dan kelembagaan yang kuat, namun dalam pelaksanaan aktivitas tersebut masih ditemukan
berbagai
permasalahan.
Melalui
penelitian
ini
penulis
mengindentifikasi dan menganalisa baik internal maupun ekternal dengan metoda analisa SWOT sebagai berikut : 1. Identifikasi Faktor Internal Berdasarkan identifikasi faktor internal diperoleh kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam melaksanakan pelatihan dan pemagangan di P4S Tranggulasi. Kekuatan dan kelemahan tersebut seperti yang disajikan pada tabel 8 berikut :
51
Tabel 8. Kekuatan dan Kelemahan Penyelenggaraan Pelatihan dan Pemagangan di P4S Tranggulasi No
Kekuatan
No
Kelemahan
1. Sumberdaya manusia pengelola cukup tersedia (32 orang)
1. Kualitas SDM pengelola belum merata sesuai tuntutan kompetensi
2. Lahan praktek usahatani tersedia dan mendukung
2. Kualitas dan kuantitas sarana pendukung pelatihan kurang memadahi
3. Pengalaman mengelola usahatani organik
3. Pemagangan bagi petani sekitar belum optimal
4. Dukungan sarana praktek dan iptek
4. Penerapan sistem manajemen pelatihan belum efektif
5. Tersedia ruang belajar (indoor)
5. Implementasi kebijakan pelatihan belum efektif
6. Punya komoditas sayur unggulan yang didukung kondisi topografi
6. Bisnis plan belum terjadwal dengan baik
7. Tersedia sarana ibadah yang memadahi
7. Pemanfaatan informasi teknologi pertanian belum optimal
2. Identifikasi Faktor Ekternal Berdasarkan identifikasi faktor ekternal diperoleh peluang dan ancaman yang dihadapi dalam melaksanakan pelatihan dan pemagangan di P4S Tranggulasi. Peluang dan ancaman yang dihadapi seperti yang disajikan pada tabel 9 berikut ini : Tabel 9. Peluang dan Ancaman Penyelenggaraan Pelatihan dan Pemagangan di P4S Tranggulasi No
Peluang
No
Ancaman
1.
Salah satu lembaga yang melaksanakan pelatihan dan pemagangan pertanian organik
1. Berkembangnya klaster-klaster pertanian organik di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta
2.
Perkembangan Iptek pertanian organik maju dengan pesat
2. Rendahnya animo masyarakat untuk belajar pertanian organik
3.
Perkembangan iptek belum dapat menjawab pola atau model pertanian organik
3. Instansi diklat pemerintah yang menyelenggarakan diklat untuk petani
4.
P4S sebagai perekat kelembagaan tani diwilayah Kec. Getasan
4. Praktisi organik yang menawarkan paket ketrampilan terjual
52
5.
Pengembangan SDM pengelola melalui diklat pada lembaga diklat
5. Tuntutan kualitas pelatihan yang sesuai kebutuhan nyata di lapangan
3. Matrik Urgensi Faktor Internal dan Ekternal Faktor-faktor internal priotitas yang dimiliki kelembagaan P4S Tranggulasi adalah kekuatan dan kelemahan di identifikasi dengan tabel 10 berikut : Tabel 10. Matrik Urgensi Faktor Internal No
FAKTOR INTERNAL
NU
BF
KEKUATAN (STRENGTHS)
1.
Sumberdaya manusia pengelola cukup tersedia
5
34,4
2.
Lahan praktek usahatani tersedia dan mendukung
1
6,6
3.
Pengalaman mengelola usahatani organik
2
13,3
4
26,6
KELEMAHAN (WEAKNESSES)
1.
Kualitas dan kuantitas sarana pendukung pelatihan kurang memadahi
2.
Pemagangan bagi petani sekitar belum optimal
1
6,6
3.
Pemanfaatan informasi teknologi pertanian belum optimal
2
13,3
Jumlah nilai Urgensi :
Faktor-faktor ekternal
15
yang berpengaruh terhadap kelembagaan P4S
Tranggulasi adalah peluang dan ancaman yang perlu di identifikasi dengan tabel 11 berikut : Tabel 11. Matrik Urgensi Faktor Ekternal No
FAKTOR EKTERNAL
NU
BF
4
26,6
PELUANG (OPPORTUNITIES)
1.
Salah satu lembaga yang melaksanakan pelatihan dan pemagangan pertanian organik
2.
P4S sebagai perekat kelembagaan tani
1
6,7
3.
Perkembangan Iptek pertanian organik maju dengan pesat
3
20,0
53
ANCAMAN (THREATS)
1.
Berkembangnya klaster-klaster pertanian organik
1
6,7
2.
Rendahnya animo masyarakat untuk belajar pertanian
3
20,0
3
20,0
organik 3.
Instansi diklat pemerintah yang menyelenggarakan diklat untuk petani Jumlah nilai Urgensi :
15
Keterangan : NU = nilai urgensi adalah nilai skor yang diperoleh dari rating skale 1-5 BF = bobot faktor adalah prosentase dari skor nilai urgensi masing-masing faktor internal dan ekternal dibagi jumlah nilai urgensi dalam prosen. Dari hasil pemetaan dalam matrik urgensi faktor internal dan eksternal kemudian dievaluasi untuk mendapatkan faktor kunci kesuksesan melalui tabel 12 berikut.
54
Tabel 12. Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal No
FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL
NU
BF
ND
NBD
1
2
3
4
NILAI KETERKAITAN 5 6 7 8
NRK 9
10
11
NBK
NTB
12
INTERNAL 1 2 3 4 5 6
7 8 9
10 11 12
KEKUATAN (S) Sumberdaya manusia pengelola cukup tersedia Lahan praktek usahatani tersedia dan mendukung Pengalaman mengelola usahatani organik KELEMAHAN (W) Kualitas dan kuantitas sarana pendukung pelatihan kurang memadahi Pemagangan bagi petani sekitar belum optimal Pemanfaatan informasi teknologi pertanian belum optimal EKSTERNAL PELUANG (O) Salah satu lembaga yang melaksanakan pelatihan dan pemagangan pertanian organik P4S sebagai perekat kelembagaan tani Perkembangan Iptek pertanian organik maju dengan pesat ANCAMAN (T) Berkembangnya klaster-klaster pertanian organik Rendahnya animo masyarakat untuk belajar pertanian organik Instansi diklat pemerintah yang menyelenggarakan diklat untuk petani
3,372 5
33,4
3
1,002
X
4
4
5
4
4
3
2
3
4
3
3
3,54
1,18
2,182
1
6,6
4
0,260
4
X
2
3
2
2
4
2
3
3
4
2
2,82
0,19
0,450
2
13,3
3
0,400
4
2
X
5
2
2
3
4
2
1
2
1
2,54
0,34
0,740 2,167
4
26,6
3
0,798
5
3
5
X
3
3
5
4
4
2
4
2
3,63
0,96
1,778
1
6,6
1
0,066
4
2
2
3
X
3
2
2
2
3
3
2
2,54
0,17
0,236
2
13,3
1
0,133
4
2
2
3
3
X
4
3
3
2
4
2
2,90
0,38
0,153 3,387
4
26,6
4
1,064
3
4
3
5
2
4
X
4
3
2
3
3
3,27
0,869
1,933
1
6,7
2
0,134
2
2
4
4
2
3
4
X
3
1
2
2
2,63
0,176
0,310
3
20
3
0,600
3
3
2
4
2
3
3
3
X
1
3
3
2,72
0,544
1,144 1,915
1
6,7
1
0,134
4
3
1
2
3
2
2
1
1
X
1
1
1,90
0,127
0,261
3
20
2
0,400
3
4
2
4
3
4
3
2
3
1
X
4
3,00
0,600
1,000
3
20
1
0,200
3
2
1
2
2
2
3
2
3
1
4
X
2,27
0,454
0,654
Keterangan : NU BF % ND NBD
= = = =
Nilai urgensi, angkanya adalh skor dari 5 (tinggi) s/d 1 (rendah) Pesentase bobot factor = NU : TNU x 100% Nilai dukungan, angkanya adalah skor dari 5 (tinggi) s/d 1 (rendah) Nilai Bobot Dukungan = ND x BF : 100
NRK NBK TNB
= = =
Nilai Rata-rata Keterkaitan = Jumlah NK 1-12 : N-1 Nilai Bobot Keterkaitan = NRK x BF Total Nilai Bobot = NBD + NBK
46
POSISI KEKUATAN ORGANISASI
Kekuatan (S)
S=3,372
II
I
1,205
Ancaman (T)
Peluang (O) „
„
„
„
„
T=1,915
IV
„
„
„
O=3,387
1,472
W=2,167
„
III
Kelemahan (W) Gambar 6. Posisi Kekuatan Organisasi Keterangan :
Nilai 1,205 pada Kekuatan diperoleh dari Nilai S – W = 1,205
Nilai 1,427 pada Peluang diperoleh dari Nilai O – T = 1,472
Faktor Kunci Keberhasilan adalah sebagai berikut : S W O
T
: 1. Sumberdaya manusia pengelola cukup tersedia 2. Pengalaman dalam mengelola usahatani organik : 1. Kualitas dan kuantitas sarana pendukung pelatihan kurang memadahi 2. Pemanfaatan informasi teknologi pertanian belum optimal : 1. Lembaga yang melaksanakan pelatihan dan pemagangan pertanian organik 2. Perkembangan Iptek pertanian organik maju dengan pesat : 1. Rendahnya animo masyarakat untuk belajar pertanian organik 2. Instansi diklat pemerintah yang menyelenggarakan diklat untuk petani
47
Selanjutnya untuk mengetahui peta posisi kekuatan organisasi dan faktor kunci keberhasilan dapat dirumuskan tujuan prioritas sebagai berikut : Tabel 13. Posisi Kekuatan Organisasi dan Fakktor Kunci P4S Tranggulasi No 1.
2.
KEKUATAN KUNCI Sumberdaya manusia pengelola cukup tersedia
FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN PELUANG KUNCI ALTERNATIF TUJUAN Lembaga yang Mengembangkan Sekolah melaksanakan pelatihan Lapangan Agribisnis dan pemagangan pertanian organik di lahan pertanian organik petani
Pengalaman dalam mengelola usahatani organik
Perkembangan Iptek pertanian organik maju dengan pesat
Mengembangkan iptek untuk pertanian organik melalui lembaga sertifikasi organik
M
KML
KMA
TN
5
5
4
14
3
3
4
10
Keterangan : M
= Manfaat, angkanya skor 5 tertinggi s/d 1 terendah
KML = Kemampuan Mengatasi Kelemahan, skor 5 tertinggi s/d 1 terendah KMA = Kemampuan Mengatasi Ancaman, skor 5 tertinggi s/d 1 terendah TN
= Total Nilai = M + KML + KMA
Tujuan prioritas utama adalah mengembangkan sekolah lapangan agribisnis pertanian organik di lahan petani. Adapun sasaran prioritas adalah meningkatkan peran aktif
pengelola P4S dalam penyebar luasan iptek agribisnis pertanian
organik.
48
Untuk mencapai sasaran perlu formulasi strategi dengan SWOT sebagai berikut : Tabel 14. Formulasi Strategi dengan Analisa SWOT Kekuatan (S) : FAKI
FAKE
Kelemahan (W) :
1. Sumberdaya manusia
1. Kualitas dan kuantitas sarana
pengelola cukup tersedia 2. Pengalaman mengelola usahatani organik
2. Pemanfaatan informasi
pendukung pelatihan kurang teknologi pertanian belum optimal
Peluang (O) :
Strategi S-O
Strategi W-O
1. Lembaga yang
(optimalkan)
(tingkatkan)
melaksanakan pelatihan dan pemagangan pertanian organik 2. Perkembangan Iptek pertanian organik maju dengan pesat Ancaman (T) : 1. Rendahnya animo
1. Dayagunakan SDM pengelola sebagai praktisi ahli pada pelatihan dan pemagangan. 2. Manfaatkan pengalaman pengelola untuk meraih iptek
1. Bangun kerjasama dengan lembaga diklat untuk pelatihan dan pemagangan di P4S 2. Tingkatkan pemanfaatan iptek untuk mendukung pertanian organik di wilayah P4S
Strategi S-T
Strategi W-T
(kendalikan)
(tertibkan)
masyarakat untuk 1. Kembangkan metoda pelatihan 1. Libatkan masyarakat dalam belajar pertanian dan magang yang tepat, lakukan pelatihan dan pemagangan organik promosi untuk menumbuhkan pertanian organik (pola SL) 2. Instansi diklat minat bertani organik 2. Dayagunakan media informasi pemerintah yang 2. Dayagunakan lembaga diklat dan bangun jejaring diklat untuk menyelengarakan untuk bekerja sama dengan P4S menciptakan pelatihan yang diklat untuk petani berkualitas.
49
Setelah dilakukan analisis pemecahan masalah kemudian ditentukan sasaran stratejik prioritas sebagai alternative pemecahan masalah yang dipilih, dengan menggunakan teori tapisan dapat diperoleh prioritas alternative strategi sebagai berikut : Tabel 15. Sasaran Stratejik Prioritas No
ALTERNATIF STRATEGI
KRITERIA
JLH
URUTAN
U
KK
B
FS
FA
LL
NILAI PRIORITAS
5
4
5
5
4
5
28
I
4
5
4
3
5
3
24
II
4
3
2
4
3
2
18
III
2
2
3
2
3
2
14
IV
Mendayagunakan SDM
1
pengelola sebagai praktisi ahli pada pelatihan dan pemagangan. Mengembangkan metoda pelatihan dan magang yang tepat
2
dan melakukan promosi untuk menumbuhkan minat bertani organik Membangun jejaring kerjasama dengan lembaga diklat untuk
3
pelatihan dan pemagangan di P4S Melibatkan masyarakat dalam
4
pelatihan dan pemagangan pertanian organik (pola SL)
Keterangan : Kriteria dibawah ini diuraikan menurut kepentingan organisasi U
= Urgensi, kontribusi terhadap sasaran (masyarakat tani)
KK
= Kemampuan Kendali
B
= Biaya
FS
= Fisibilitas Sosial
FA
= Fisibilitas Administrasi
LL
= Landasan Legalitas
Alternatif Strategi yang paling tepat adalah mendayagunakan SDM pengelola sebagai praktisi ahli di berbagai jenis
pelatihan dan pemagangan pertanian
organik. 50
BAB III PENUTUP
Berdasarkan hasil data dan informasi yang telah diperoleh dan diolah terhadap keragaan petani di wilayah penelitian, maka penulis dapat mengambil simpulan dan saran dalam bentuk rekomendasi sebagai berikut : A. Simpulan 1. Keragaan petani biasa diwilayah P4S saat ini adalah tingkat pendidikan 89,85% masih berpendidikan SD dan SMP, hanya 11,58% yang telah mengikuti pendidikan non formal baik pelatihan, kursus dan pemagangan. Tingkat usia yang berumur lebih dari 41 tahun sebanyak 86,96%, dan luas lahan usahatani 71,02% pada luasan 1000 – 2000m². Petani biasa masih lamban dalam adopsi teknologi, perencanaan produksi, membangun berkelompok, penguasaan pasar, dan kemampuan dalam mengusahakan modal, hal ini berdampak pada rendahnya produktivitas usahatani. Sikap petani biasa dalam mengelola usahatani masih rendah, mereka berusahatani mengikuti tradisi dan naluri para petani sebelumnya. 2. Keragaan petani maju pengelola P4S dapat dirinci sebagai berikut : tingkat pendidikan 65,63% berpendidikan SLTA dan 9,37% tamat sarjana, sebanyak 78,43% telah memperoleh pendidikan non formal melalui pelatihan-pelatihan dan kursus, dan 68,75% telah berusia lebih dari 41 tahun.
51
Dilihat dari aspek penguasaan iptek, sikap, penguasaan pasar, kemampuan berorganisasi, orientasi produksi, kerjasama kemitraan, perencanaan dan pengelolaan usaha banyak diperoleh melalui pendidikan formal dan normal, sehingga petani maju lebih kreatif, inovatif, tekun, ulet dalam pengelolaan usaha taninya. 3. Strategi pemberdayaan P4S dalam mengembangkan petani terlatih terletak pada kwadran I yaitu strategi SO dengan nilai 1,205 pada kekuatan dan 1,472 pada peluang, dimana menggunakan kekuatan untuk meraih peluang, yaitu dengan menggunakan SDM pengelola sebagai praktisi ahli pada pelatihan/pemagangan, dan memanfaatkan pengalaman pengelola P4S untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang pertanian organik, dengan alternatif mengembangkan Sekolah Lapangan (SL) agribisnis di lahan petani, dan mengembangkan iptek untuk pertanian organik melalui lembaga sertifikasi organik.
B. Rekomendasi 1. Pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian Kab. Semarang, Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, diharapkan dapat memfasilitasi sarana pendidikan non formal baik kursus, pelatihan dan pemagangan di P4S diantaranya : a. Fasilitas akomodasi peserta magang yang memadahi.
52
b. Media informasi teknologi pertanian (majalah pertanian, koran yang berbasis pertanian, hasil-hasil penelitian, siaran pedesaan melalui radio dan TV setempat). c. Media pembelajaran yang uptodate sesuai lahan usahatani dalam bentuk alat-alat peraga pembelajaran. 2. Pengelola P4S dapat terlibat dan berperan aktif
dalam pertemuan-
pertemuan bidang pertanian organik sebagai ujud pemberdayaan P4S (mimbar sarasehan, temu usaha, pekan daerah dan nasional, dan lainnya) 3. Pengelola P4S diharapkan mampu menciptakan iklim yang kondusif terhadap petani di wilayah P4S untuk bersama-sama membangun jejaring dalam pengelolaan usahatani melalui pemagangan/pelatihan. 4. Pengelola P4S diharapkan dapat mendorong terbentuknya kelembagaan
dalam bentuk klinik konsultasi agribisnis (KKA) sebagai ajang konsultasi para petani di wilayah P4S dalam mengatasi permasalahan usahatani. 5. Meningkatkan peran dan fungsi pengelola P4S menjadi Penyuluh Swadaya untuk mendorong petani biasa menjadi petani maju (petani terlatih) dalam mengelola usahatani. 6. Pemberdayaan P4S dalam mengembangkan petani terlatih dapat ditempuh melalui pendidikan non formal dan informal, yaitu dengan melibatkan petani biasa pada pelaksaan pemagangan dan atau sekolah lapangan agribisnis yang dikelola dari oleh dan untuk mereka.
53
7. P4S agar dapat memberdayakan dan meningkatkan kualitas petani biasa di wilayah desa Batur melalui peningkatan kinerja pengelola dan menjadikan ikatan kelembagaan petani organik sebagai media kerjasama dan pembejaran bagi petani.
54
PUSTAKA
Agussabti, 2002. Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Adopsi Inovasi. Disertasi, Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Badan Diklat Pertanian, 2002. Penyusunan Pola Pendidikan bagi Petani, Departemen Pertanian, Jakarta. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian, 2013. Statistik Ketenagakerjaan bidang Pertanian, Kementrian Pertanian, Jakarta. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian, 2015. Rencana Strategis Kementrian Pertanian tahun 2015-2019, Kementrian Pertanian, Jakarta. Biro Pusat Statistik, 2014. Data Sakernas diolah oleh Pusdatin, Kementrian Pertanian, Jakarta. Bungaran Saragih, Prof, Dr, Ir, MEc, 2001. Kumpulan Pemikiran Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian, Bogor, PT. Loji Grafika Griya Sarana dan Pusataka Wirausaha Muda. Creswell, J. W. 2014. Penelitian Kualitattif dan Desain Riset, Memilih Diantara Lima Pendekatan Alih Bahasa Oleh : Ahmad Lintang Lazuardi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Edy Putra Irawady, 2016. Paket Kebijakan Ekonomi dalam Jakarta, 28 Januari 2016.
Tempo.co,
Forum Komunikasi P4S, 2015. Peranan P4S dalam Kegiatan Pemagangan Petani, BPSDM Pertanian, Jawa Tengah. Freddy Rangkuti, 2008. Analisa SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama. Herdiasti Dwina Agnes, 2005. Penyuluhan Pertanian, Cetakan 8, Yogyakarta, Kanisius. Ife, Frank Tesoriero, 2008. Alternatif Pengembangan Masyarakat Di Era Globalisasi, Community Development, Diterjemahkan oleh : Sastrawan Manulang, Nurul Yakin M. Nursyahid, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Ihalauw, J.J.O.I., 2008. Konstruksi Teori, Komponen dan Proses, Jakarta, Gramedia Widiasarana Indonesia. 55
Mardikanto, T. 2010. Konsep-Konsep Pemberdayaan Masyarakat Acuan Bagi Aparat Birokrasi, Akademisi, Praktisi dan Peminat/Pemerhati Pemberdayaan Masyarakat. Surakarta. UNS Press. ISBN 979-978563-5. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Peraturan Menteri Pertanian Nomor. 03/Permentan/PP.410/1/2010. Tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya. Jakarta. Tanggal 20 Januari 2010. Peraturan Menteri Pertanian Nomor. 82/Permentan/OT.140/8/2013. Tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani. Jakarta. Tanggal 19 Agustus 2013. Pitoyo Ngatimin, 2012. Sejarah Berdirinya P4S Tranggulasi, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Rahman, AS., 2012. Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian, Makalah dalam Seminar Perhiptani, Jakarta. LPPLS, 1995. Laporan Pengkajian Pengembangan SDM Pertanian Kebijakan, Strategi dan Program Pengembangan Kesempatan Kerja Produktif Sektor Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta. Soetomo, 2009. Pembangunan Masyarakat Merangke Sebuah Kerangka, Yogyakarta. Pustaka Pelajar. ----------, 2011. Pemberdayaan Masyarakat Antitesisnya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Mungkinkah
Muncul
Sutopo, H.B., 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Dasar Teori dan Terapannya Dalam Penelitian, Universitas Sebelas Maret Press, Surakarta. Sugiyono, 2014. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung, Alfabeta. Supriyanto, Subejo, 2004. Harmonisasi Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan Dengan Pembangunan Berkelanjutan. Buletin Ekstensia. Vol 19(XI) 2004. Pusat Penyuluhan Departemen Pertanian RI. http://subejo.staff.ugm.ac.id. Diunduh pada tanggal 28 Januari 2016. Jam 11.28 wib. Swasono dan Sulistyaningsih, 2008. Pusat Pengkajian Sumberdaya Manusia Pertanian, Uji Coba Model Penyuluhan Interaktif. Laporan Pengkajian Departemen Pertanian, Badan Diklat Pertanian, Jakarta. Wriatmono dan Dwijowijoyo, 2007. Pengertian Pemberdayaan Menurut Ahli. http://pengertian-pengertian-info.blogspot.co.id/2015/08.html. Diunduh pada tanggal 26 Januari 2016. Jam 09.30 wib. 56
LAMPIRAN
57
Lampiran 1. Dokumentasi Aktivitas di P4S Tranggulasi
PUSAT PELATIHAN PERTANIAN DAN PERDESAAN SWADAYA (P4S)
Lokasi P4S Tranggulasi
Lahan Usaha Tani
Membuat Pestisida Nabati
58
Pupuk Organik Padat dan Pestisida Nabati
Proses Diskusi dalam Pelatihan di P4S Tranggulasi
Sayuran Organik di Lahan P4S Tranggulasi
Kerjasama Kemitraan dengan PT. BSL
59
Lampiran 2. Standarisasi P4S (BPPSDM Pertanian, 2011)
Indikator P4S yang baik adalah sebagai berikut : 1.
Memiliki lahan/obyek usaha tani/obyek industri perdesaan di bidang pertanian/agribisnis yang layak dicontoh, ditiru, dan dipelajari oleh petani atau masyarakat lainnya. Jenis materi tersebut antara lain: manajemen usahatani; teknologi budidaya, penanganan panen, dan pengolahan pasca panen; pemasaran; pengembangan usaha; kecakapan hidup (Life Skills); serta materi lainnya.
2.
Melayani kegiatan masyarakat untuk berkunjung, berkonsultasi, belajar,dan atau berlatih. Bentuk pelayanan direncanakan, dilaksanakan, serta dievaluasi sesuai kaidah normatif dan berdasarkan kesepakatan antara pengelola dengan pengguna.
3.
Memiliki sarana/prasarana yang memenuhi standar minimal sesuai bidang usahataninya.
4.
Memiliki tempat akomodasi bagi peserta, baik di rumah petani pengelola maupun tempat lain di sekitarnya.
5.
Memiliki tempat bertatap muka dan belajar.
6.
Memiliki rencana kegiatan berlatih-melatih secara tertulis.
7.
Memiliki fasilitator, pelatih, serta tenaga asistensi lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung manajemen penyelenggaraan pelatihan.
8.
Memiliki struktur organisasi kepengurusan P4S yang dilengkapi dengan rincian tugas fungsi, serta tanggung jawab masing-masing secara jelas.
9.
Memiliki sumber dana yang diperlukan untuk mendukung penyelenggaraan program-program pembelajaran/ pelatihan di P4S, dapat berasal dari: dana swadana, pemerintah daerah, pemerintah pusat, lembaga/Instansi terkait, perusahaan/industri.
60
10. Memiliki pembukuan administrasi umum P4S, terdiri dari : buku tamu; inventarisasi barang; buku agenda surat masuk dan keluar; buku daftar peserta pelatihan; stempel; buku notulen rapat; buku daftar anggota binaan; buku nota kerjasama/kemitraan dan adminis-trasi keuangan. 11. Memiliki buku-buku modul pembelajaran, materi/kurikulum pelatihan dan sertifikat pelatihan. 12. Memasang papan nama P4S lengkap dengan alamat. 13. Mempunyai program kerja P4S jangka pendek dan jangka tahunan. 14. Memiliki Bagan struktur organisasi P4S.
61
Lampiran 3. Sarana / Prasarana Kegiatan yang dimiliki P4S Tranggulasi 1.
Memiliki lahan praktek usahatani seluas 6,58 ha, siap digunakan untuk kegiatan usahatani organik,
2.
Memiliki paket teknologi pertanian organik,
3.
Memiliki sarana pembelajaran seperti
LCD, camera digital, Laptop dan
wireless (bantuan APBN, 2015) 4.
Tesedia rumah petani sebagai tempat akomodasi peserta magang,
5.
Tersedia ruang belajar indoor di sekretariat P4S,
6.
Memiliki tenaga fasilitator serta tenaga asistensi lainnya sebanyak 32 orang, 15 orang diantaranya sangat kompeten.
7.
Memiliki AD/ART organisasi sebagai dasar hukum berorganisasi,
8.
Memiliki visi dan missi organisasi, didukung oleh struktur organisasi yang jelas tugas pokok dan fungsinya,
9.
Memiliki dana dalam bentuk simpanan pokok, wajib dan simpanan sukarela, yang bersumber dari internal organisasi,
10. Memiliki papan nama P4S di sekretariat P4S dengan alamat jelas, 11. Memilki sarana praktek kompos organik, dan agensia hayati yang sederhana, 12. Memiliki rumah pengemasan produk sayuran (packing house operation), 13. Memilki panduan-panduan belajar pertanian organik, 14. Memiliki program kerja jangka pendek dan tahunan secara tertulis, 15. Melayani kegiatan masyarakat untuk berkunjung, konsultasi, belajar dan berlatih bidang pertanian organik. 16. Memiliki catatan dan buku administrasi non keuangan, buku keuangan, dan buku catatan pengelolaan usahatani.
62
Lampiran 4. Panduan Daftar Pertanyaan Penelitian Lokus P4S Tranggulasi : 1.
Bagaimana status kelembagaan P4S, mohon dijelaskan sejarah perkembangan kelembagaan P4S.
2.
Bagaimana mengoperasionalkan P4S selama ini, dan sejauh mana perannya bagi masyarakat sekitar.
3.
Bagaimana hubungan melembaga dengan instansi lainnya, mohon dijelaskan lembaga mana saja yang ikut dalam kegiatan operasional P4S dan apa fungsinya.
4.
Mengapa P4S ini lebih dominan mengusahakan tanaman organik, mohon dijelaskan, dan mengapa masih banyak petani di wilayah ini yang belum mau mengusahakan pertanian organik.
5.
Bagaimana prosedur untuk menjadi anggota P4S, adakah persyaratan yang perlu dipenuhi, kalau ada apa saja.
6.
Bagaimana kondisi SDM pengelola saat ini (Pendidikan, latihan, usia produktif, sikap, teknis usahatani, dll)
7.
Bagaimana pengelolaan lahan usaha milik anggota P4S
8.
Bagaimana arah pengembangan P4S kedepan.
9.
Bagaimana pengelola P4S dalam membangun jejaring untuk penguasaan teknologi, modal dan pasar
10. Masalah-masalah apa saja yang selama ini dihadapi dan bagaimana upaya pemecahannya.
63
Lokus Desa Batur / Kecamatan Getasan : 1.
Sejauhmana pemerintah desa/kecamatan ikut dalam mengoptimalkan peran P4S di wilayah Saudara.
2.
Bagaimana keterkaitan P4S dengan program pembangunan wilayah di Desa Batur, kec Getasan.
3.
Bagaimana pembinaan yang dilakukan oleh Petugas Lapangan terhadap pengelola P4S, dan bagaimana terhadap petani biasa yang bukan pengelola P4S
4.
Bagaimana menurut Saudara apakah terdapat perbedaan baik produktivitas maupun pendapatan petani pengelola dengan petani bukan pengelola, kenapa.
5.
Sejauhmana pendapat Saudara usahatani yang dilakukan oleh pengelola P4S Tranggulasi dominan sayuran organik.
6.
Sejauhmana keterlibatan Saudara dalam menyusun rencana pengelolaan usaha P4S Tranggulasi
7.
Bagaimana kondisi SDM petani di wilayah desa Batur.
8.
Bagaimana harapan Saudara terhadap petani-petani di desa Batur.
9.
Masalah apa saja yang Saudara hadapi selama ini dengan adanya P4S Tranggulasi di wilayah Saudara.
64
Lokus Dinas Pertanian Kab. Semarang : 1. Sejauhmana peran Dinas Pertanian dalam pengembangan petani terlatih di wilayah Desa Batur 2. Bagaimana Saudara menyiapkan SDM Petugas untuk membina para petani di wilayah desa Batur umumnya dan P4S Tranggulasi pada khususnya. 3. Bagaimanakah arah dan kebijakan Dinas Pertanian dalam memgembangkan komoditas pertanian di wilayah desa Batur. 4. Bagaimana kebijakan dan strategi Dinas dalam pengelolaan P4S Tranggulasi, dan para petani-petani lain di wilayah desa Batur. 5. Masalah-masalah apa yang dirasakan dalam pengembangan sdm petani di wilayah Batur umumnya dan P4S tranggulasi khususnya. Lokus Petani Desa Batur : 1. Bagaimana kesan Saudara selaku petani dengan adanya P4S Tranggulasi. (A/B) 2. Sejauh mana manfaat yang diperoleh dengan adanya P4S Tranggulasi (A/B) 3. Bagaimana hubungan saudara dengan kelembagaan P4S Tranggulasi dan apa hak dan kewajiban jika saudara tergabung dalam P4S (A/B) 4. Selaku petani desa Batur, bagaimana saudara untuk mengembangkan ketrampilan usahatani yang menyangkut tekonologi, perencanaan pasar, membangun kerjasama, dan mengelola usaha. (A/B) 5. Bagaimana saudara mendapatkan pengetahuan tentang usaha tani yang dilakukan saat ini (A/B) 6. Masalah-masalah apa yang saudara temui selaku petani, dalam berpartisipasi di P4S Tranggulasi (A). 7. Masalah-masalah apa yang saudara temui selaku petani, dengan adanya P4S Tranggulasi. Keterangan : A = Petani anggota / pengelola P4S B = Petani non angota / pengelola P4S
65
Dokumen-dokumen yang perlu ditelaah : 1. Data-data kegiatan pelatihan dan pemagangan di P4S Tranggulasi 2. Data produksi yang berhubungan dengan kegiatan P4S 3. Data petani yang tergabung dengan pengelolaan P4S 4. Data petani desa Batur di sekitar P4S 5. Data keanggotaan kelembagaan tani di wilayah P4S
66
RIWAYAT HIDUP
Sutardi, adalah anak ke empat dari pasangan Sonowirdjo (almarhum) dan Sanikem (almarhumah), lahir di Banyuurip, Kabupaten Purworedjo pada tanggal 31 Mei 1960. Pendidikan formal sampai dengan jenjang SMA
diperoleh di Kabupaten
Purworedjo. Ijazah Sekolah Dasar Negeri Sumbersari diraih pada tahun 1972, lulus dari SMP Negeri I Purworedjo pada tahun 1975, selanjutnya SMA Negeri 1 Purworejo lulus pada tahun 1978, dan gelar keahliannya diperoleh dari Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta pada tahun 1983. Pada tahun 1983 akhir dapat penempatan bekerja di Maluku yaitu di Balai Keterampilan Penangkapan Ikan (BKPI) Ambon sebagai tenaga Instruktur bidang Perikanan.
Kemudian mulai tahun 1989 diangkat menjadi tenaga fungsional
Widyaiswara dengan jabatan Ajun Widyaiswara Madya. Untuk meningkatkan kompetensi berbagai Diklat telah diikutinya baik Diklat Teknis, Fungsional, dan Penjejangan. Pada tahun 1996 sampai 1999 ditugaskan menjadi Konsultan DPKK pada Direktorat Jenderal Perikanan untuk wilayah Indonesia Timur, kemudian pada tahun 2000 mutasi kerja di Balai Latihan Pegawai Pertanian (BLPP) Soropadan Jawa Tengah, setelah otonomi daerah BLPP melebur menjadi Balai Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPSDM Tan) Jawa Tengah selaku UPT Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah. Selain sebagai pejabat fungsional
Widyaiswara
dari
2002
–
2007
diserahi
tugas
mengelola
pemberdayaan masyarakat melalui P4K Jawa Tengah. Kemudian tahun 2008 hingga sekarang masih bekerja di BPSDM Tan Soropadan Jawa Tengah dengan status kepegawaian sebagai pejabat fungsional Widyaiswara Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah.
67