Kti kajian tugas pekerja sosial fungsional di dinas sosial prov jateng ir supriyanto m si

Page 1

1


KAJIAN TUGAS PEKERJA SOSIAL FUNGSIONAL DALAM MEMBERIKAN PENDAMPINGAN SOSIAL KEPADA PENERIMA MANFAAT DI LINGKUNGAN DINAS SOSIAL PROV. JAWA TENGAH

Oleh: Ir. Supriyanto M.Si Widyaiswara Madya NIP 19620517 199103 1004

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TAHUN 2015 2


ABSTRAKSI

Pembangunan sosial sebagai suatu proses perubahan sosial terencana yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, dimana pembangunan dilakukan saling melengkapi proses pembangunan ekonomi. Pembangunan Sosial sebagai pendekatan pembangunan yang bertujuan meningkatkan kualitas kehidupan manusia secara paripurna, yakni memenuhi kebutuhan manusia mulai dari kebutuhan fisik sampai sosial. Pekerja sosial adalah adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai tugas memberikan pendampingan sosial kepada para penerima program pelayanan kesejahteraan sosial. Fungsi pekerja sosial meliputi: a) Membantu orang untuk meningkatkan dan menggunakan secara lebih efektif kemampuan penerima manfaat untuk melaksanakan tugas kehidupannya. b) Memecahkan masalah penerima manfaat. c) Menciptakan jalur hubungan pendahuluan penerima manfaat dengan sistem untuk memperoleh sumber palayanan d) Mempermudah interaksi, merubah dan menciptakan hubungan baru antara penerima manfaat dengan sistem kemasyarakatan. Sedangkan peranan pekerja meliputi: a) Membantu memberikan pelayanan sosial, menghubungkan kepada sumber-sumber pelayanan sosial, memberikan dan menyebarluaskan informasi mengenai masalah dan pelayan sosial, membela memperjuangkan haknya memperoleh pelayanan atau menjadi penyambung lidah penerima manfaat. . Kesuksesan pekerja sosial dalam melaksanakan pembimbingan sosial tergantung faktor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi: a) kompetensi personal, b) kompetensi sosial, c) kompetensi pelayanan dan d) kompetensi profesional. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi: a) Komitmen pimpinan, b) Tersedianya sarana & prasarana, c) Pengembangan karier yang jelas. Pembinaan pekerja sosial guna meningkatkan kompetensi pekerja sosial kegiatannya meliputi antara lain: a) Pemberi pertolongan pemecahan masalah sosial (problem solver), b) Pemberdayaan dan agen perubahan sosial (Empower and Change Agent), dan c) Analisis Kebijakan Sosial (Social Policy Analyst). . Kata kunci : Tugas, peran, fungsi dan kompetensi pekerja sosial

3


PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia dan rahmatNYA, sehingga tersusunnya karya tulis ilmiah dengan judul “Kajian tugas pekerja sosial fungsional dalam memberikan pendampingan sosial kepada penerima manfaat di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah� Penyusunan karya tulis ilmiah ini merupakan bagian dari tugas pokok dan fungsi wididyaiswara, selama proses penyusunan ini penulis memperoleh banyak kemudahan dan kendala dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah, hal ini membuat semakin kaya akan keanekaragaman pengalaman yang sangat berharga sebagai widyaiswara. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tulisan ini, mohon kritik dan saran membangun.

Semarang, Nopember 2015 Penyusun,

Supriyanto

4


DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAKSI ....................................................................................................

i

KATA PENGANTAR . .....................................................................................

ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................

iii

DAFTAR TABEL .............................................................................................

v

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................

vi

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................

1

A. Latar Belakang ..........................................................................................

1

B. Pertanyaan Penelitian ...............................................................................

6

C. Tujuan Penelitian ......................................................................................

6

D. Manfaat Penelitian ....................................................................................

6

E. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................

7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ..............................................................................

8

A. Pekerja Sosial ...........................................................................................

8

B. Pendampingan Sosial ..............................................................................

21

C. Penerima Manfaat ....................................................................................

28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..............................................................

33

A. Pendekatan Penelitian ..............................................................................

33

B. Tempat Penelitian .....................................................................................

34

C. Sumber Data Penelitian ............................................................................

34

D. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................

34

E. Teknik Analisis ..........................................................................................

34

F. Pengujian Keabsahan Data .....................................................................

37

BAB IV DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................

38

A. Data Penelitian ........................................................................................

38

1. Gambaran lokus penelitian .................................................................

39

2. Struktur organisasi ..........................................................................

39

3. Hasil Penelitian ................................................................................

40

B. Pembahasan ..........................................................................................

42

1. Gambaran Tugas Pekerja sosial...........................................................

42

5


2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pekerja sosial ...........

43

3. Peran Dinas Sosial Prov. Jateng dalam pembinaan pekerja sosial......

45

BAB V PENUTUP ...........................................................................................

50

A. Kesimpulan ...............................................................................................

50

B. Saran ........................................................................................................

52

Daftar Pustaka Lampiran

6


DAFTAR TABEL Tabel 1: Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Tabel 2: Data Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial Tabel 3 : Data Pejabat Fungsional Pekerja Sosial

7


TABEL GAMBAR

Gambar 1 : Model Analisis Data Kualitatif Gambar 2 : Bagan Struktur Organisasi Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah Gambar 3 : Bagan Struktur Organisasi Balai Rehabilitasi Sosial

8


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pancasila sebagai landasan Idiil Negara Indonesia memberikan pondasi yang kuat untuk mensejahterakan rakyat dengan memberikan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia dan Undang Undang Dasar Negara Indonesaia tahun 1945 sebagai landasan Konstitusi guna menyelenggarakan kegiatan kesejahteraan bagi seluruh rakyat melalui pembangunan dibidang sosial. Pembangunan sosial sebagai suatu proses perubahan sosial terencana yang

dirancang

untuk

meningkatkan

taraf

hidup

masyarakat,

dimana

pembangunan dilakukan saling melengkapi proses pembangunan ekonomi. Pembangunan Sosial sebagai pendekatan pembangunan yang bertujuan meningkatkan kualitas kehidupan manusia secara paripurna, yakni memenuhi kebutuhan manusia mulai dari kebutuhan fisik sampai sosial. Berdasarkan Undang-Undang no 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial mengamanatkan untuk menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia yang dilakukan oleh Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota yang terarah, terpadu dan berkesinambungan melalui kegiatan Rehabilitasi Sosial, Jaminan Sosial, Pemberdayaan Sosial dan Perlindungan Sosial terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial yang terdiri dari: kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan, korban bencana dan korban tindak kekerasan. Pembangunan sosial pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup

manusia

melalui

upaya-upaya

untuk

mengangkat

manusia

dari

keterbelakangan menuju kesejahteraan. 9


Pembangunan sosial bertujuan meningkatkan kapasitas perseorangan dan institusi mereka, memobilisasi dan mengelola sumber daya guna menghasilkan perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup sesuai dengan aspirasi mereka sendiri demi mencapai hasil yang lebih baik dan mencapai kesejahteraan sosial. Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan

diri,

sehingga

dapat

melaksanakan

fungsi

sosialnya.

Sedangkan pengertian penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Jawa Tengah dapat dilihat seperti dalam tabel 1 dibawah ini. Tabel 1: Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial NO.

PERMASALAHAN

JUMLAH

%

4.863.000

14,980

1

Kemiskinan

2

Keterlantaran

349.830

0,760

3

Kecacatan

237.400

0,720

4

Ketunaan

64.349

0,190

5

Korban Bencana

84.463

0,260

6

Keterpencilan

4.239

0,013

7

Korban Tindak Kekerasan (KTK) & PM

4.721

0,014

Sumber : Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah

10


Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) adalah segala sesuatu yang dapat digali dan didayagunakan untuk mencegah dan menangani permasalahan kesejahteraan sosial dan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, baik berupa sumber daya manusia, sumber daya alam maupun organisasi sosial. Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial tahun 2013 di Jawa Tengah dapat dilihat dalam tabel 2 dibawah ini. Tabel 2: Data Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial NO.

JENIS PSKS

JUMLAH

1

Karang Taruna (KT)

7.050 klp

2

Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)

36.448 org

3

Organisasi Sosial (Orsos)

1.916 orsos

4

Dunia Usaha/CSR

1.239 DU

5

Wanita Pelopor Kesejahteraan Sosial (WPKS)

157.555 org

6

Taruna Siaga Bencana (Tagana)

1.508 org

7

Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK)

568 org

8

Saka Binsos

1.237 anak

Sumber: Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah dalam mengatasi penyandang masalah kesejahteraan sosial mempunyai PSKS yang terdiri dari: 1. Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial. 2. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh 11


melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktek pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. 3. Relawan Sosial adalah seseorang dan/atau kelompok masyarakat, baik yang berlatar belakang pekerjaan sosial maupun bukan berlatar belakang pekerjaan sosial, tetapi melaksanakan kegiatan penyelenggaraan di bidang sosial bukan di instansi sosial pemerintah atas kehendak sendiri dengan atau tanpa imbalan. 4. Pelaku Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah individu, kelompok, lembaga kesejahteraan sosial, dan masyarakat yang terlibat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 5. Lembaga Kesejahteraan Sosial adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Dalam

menangani

mempunyai pekerja sosial

PMKS

Dinas

Sosial

Provinsi

yang bekerja di Unit Pelaksana

Jawa

Tengah

Teknis Balai

Rehabilitasi Sosial, Balai Pelayanan Sosial, Balai Persinggahan Sosial, Unit Rehabilitasi Sosial dan Unit Pelayanan Sosial. Pekerja sosial adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan fungsional dengan tugas memberikan pendampingan sosial kepada

para

penerima program pelayanan kesejahteraan sosial. Sedangkan Fungsi pekerja sosial meliputi antara lain: a) Membantu orang untuk meningkatkan dan menggunakan secara lebih efektif kemampuan penerima manfaat untuk melaksanakan tugas kehidupan dan memecahkan masalah penerima manfaat

12


b) Menciptakan jalur hubungan pendahuluan diantara orang dengan sistem untuk memperoleh sumber palayanan dan c) Mempermudah interaksi, merubah dan menciptakan hubungan baru antara orang dengan sistem kemasyarakatan. Peranan pekerja sosial sangat strategis dalam penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial antara lain: membantu memberikan pelayanan sosial kepada penerima manfaat, menghubungkan penerima manfaat kepada sumber-sumber pelayanan sosial, memberikan dan menyebarluaskan informasi mengenai

masalah

dan

pelayan

sosial,

membela

penerima

manfaat

memperjuangkan haknya memperoleh pelayanan atau menjadi penyambung lidah penerima manfaat agar lembaga respon memenuhi kebutuhan penerima manfaat, pekerja sosial mendatangi atau menjangkau pelayanan, sebagai ahli yang dapat melakukan melakukan berbagai strategi atau teknis mengubah perilaku seseorang dan terakhir memberikan nasehat kepada penerima manfaat untuk memenuhi kebutuhan atau pemecahan masalah. Saat ini Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah memiliki

pekerja sosial

fungsional berjumlah 110 orang, jumlah ini saat minim jika dibanding dengan jumlah PMKS yang sangat besar, oleh sebab itu permasalahannya sekarang adalah bagaimana pemerintah memberikan perhatian yang besar terhadap figur jabatan fungsional pekerja sosial sebagai jabatan terhormat dan jabatan unggulan. Sudah saatnya institusi sosial membangun SDM kesejahteraan sosial yang benar-benar menjadi figur dan sosok pekerja sosial yang sejati. Kalau perlu memberikan

pernghargaan

yang

setinggi-tingginya

kepada

tenaga

kesejahteraan sosial pemerintah yang mau menjadi pejabat fungsional pekerjaan sosial. Marilah kita membangun sumber daya manusia kesejahteraan

13


sosial yang benar-benar memiliki jati diri dan karakter sebagai seorang pekerja sosial profesional. Dengan demikian kedudukan pekerja sosial sangat penting dalam penanganan PMKS, oleh sebab itu diperlukan pembinaan pekerja sosial yang instens untuk dapat mencetak pekerja sosial yang mempunyai kinerja yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya. B. Pertanyaan Penelitian? 4. Bagaimana

gambaran

tugas

pekerja

sosial

dalam

memberikan

pendampingan sosial? 5. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemampuan pekerja sosial? 6. Peran apakah yang perlu dilakukan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah dalam membina pekerja sosial? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui gambaran tugas pekerja sosial dalam memberikan pendampingan sosial 2. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pekerja sosial. 3. Untuk mengetahui peran Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah dalam membina pekerja sosial. D. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan berguna untuk mengembangkan kebijakan

yang

berhubungan dengan peningkatan kinerja pekerja sosial. 2. Penelitian ini dapat digunakan dalam mengembangkan pendidikan dan pelatihan pelayanan kesejahteraan sosial.

14


E. Ruang Lingkup Penelitian Dalam

mengetahui

gambaran

tugas

pekerja

sosial

memberikan

pendampingan sosial kepada penerima manfaat (klien), mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pekerja sosial dan mengetahui peran Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah dalam melakukan pembinaan terhadap pekerja Sosial, serta sehubungan keterbatasan waktu dan daya penelitian hanya dilakukan di beberapa Balai Pelayanan Sosial. Penelitian ini sesuai tugas

Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi

Jawa Tengah melalui Bidang Diklat Fungsional dan Teknis menyelenggarakan pelatihan pelayanan kesejahteraan sosial dan pelatihan analisis kebijakan sosial yang pesertanya pekerja sosial fungsional dan calon pejabat fungsional pekerja sosial

serta aparatur Provinsi, Kabupaten / Kota yang bertugas di bidang

kesejahteraan sosial.

15


BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pekerja Sosial Pekerja sosial adalah bidang keahlian yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan berbagai upaya guna meningkatkan kemampuan orang dalam melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya melalui interaksi; agar orang dapat menyesuaikan diri dengan situasi kehidupannya secara memuaskan. Kekhasan pekerja sosial adalah pemahaman dan keterampilan dalam memanipulasi perilaku manusia sebagai makhluk sosial. Pekerja sosial dipandang sebagai sebuah bidang keahlian (profesi), yang berarti memiliki landasan keilmuan dan seni dalam praktik (dicirikan dengan penyelenggaraan pendidikan tinggi), sehingga muncul juga definisi pekerja sosial sebagai profesi yang memiliki peranan paling penting dalam domain pembangunan kesejahteraan sosial. Sebagai suatu profesi kemanusian, pekerjaan

sosial

kesejahteraan

memiliki

sosial

paradigma

merupakan

yang

institusi

memandang strategis

bagi

bahwa

usaha

keberhasilan

pembangunan. Pekerja Sosial mempunyai peranan fasilitatif yang dicurahkan untuk membangkitkan semangat atau memberi dorongan kepada individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat untuk menggunakan potensi dan sumber yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas dan pengelolaan usaha secara efisien. Melakukan mediasi dan negosiasi yaitu pekerja sosial memerankan diri sebagai mediator dalam pemanfaatan lahan dengan pihak lain untuk memperluas aktivitas kerjasama dengan menguntungkan pihak-pihak yang terlibat. 16


Memberikan support/dukungan, yaitu memberikan dukungan untuk memperkuat, mengakui dan menghargai nilai yang dimiliki oleh individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat, menghargai kontribusi dan kerja mereka. Dukungan ini dapat bersifat formal dan informal. Membangun consensus dengan sesama pihak untuk melakukan kerjasama dalam rangka pengembangan potensi individu-individu,

kelompok

Memfasilitasi individu-individu,

-kelompok

dan

kelompok-kelompok

dan

masyarakat.

masyarakat dalam

meningkatkan produktivitas dan pemasaran hasil produksi. Pekerja

sosial

adalah

seseorang

yang

mempunyai

kompetensi

profesional dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan formal atau pengalaman praktik di bidang pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah dan melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial. Pekerja sosial menciptakan kondisi masyarakat yang baik dan teratur dalam menjaga setiap keberfungsian elemennya yang menjadi para pemeran berbagai peran yang ada di dalam masyarakat. menciptakan kondisi masyarakat yang kondusif dengan relasi-relasi yang ada didalamnya untuk bisa memberikan keterikatan di antara para pemegang peran tersebut . Dalam menjalankan tugasnya peksos harus menguasai 3 kerangka keahlian yang meliputi antara lain: a. Kerangka Pengetahuan (body of kowlegde) Yaitu seorang pekerja sosial harus menguasai dasar-dasar ilmu kesejahteraan sosial meliputi: Metodologi, disiplin ilmu kesejahteraan sosial,

Pengetahuan

tentang

kepribadian

penerima

manfaat,

17


Pengetahuan tentang lingkungan sosial baik individu, kelompok dan masyarakat. b. Kerangka Nilai (Body of Value) Yaitu seorang pekerja sosial harus dapat memahami dan melaksanakan kode etik profesi, nilai-nilai sosial budaya yang ditaati masyarakat dan nilai-nilai pribadi yang dihormati penerima manfaat c. Kerangka Keterampilan (Body of Skills) Yaitu seorang pekerja sosial harus menguasai keterampilan pekerja sosial (Relasi, komunikasi, observasi, interview, pencatatan, empati dan keterampilan berinteraksi. Menurut Heru Sokoco (1997) menjelaskan, tugas, fungsi dan peranan pekerja sosial sebagai berikut : 1. Tugas pekerja sosial adalah melaksanakan program pembangunan di bidang kesejahteraan sosial dalam bentuk kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan pelayanan sosial. 2. Fungsi pekerja sosial antara lain: 1) Membantu orang meningkatkan dan menggunakan kemampuannya secara efektif untuk melaksanakan tugastugas kehidupan dan memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka alami.

2)

Memberikan

Mengkaitkan fasilitas

orang

dengan

sistem-sistem

sumber;

3)

interaksi

dengan

sistem-sistem

sumber;

4)

Mempengaruhi kebijakan sosial; 5) Memeratakan atau menyalurkan sumber-sumber material.

18


3. Peranan Pekerja Sosial Pekerja sosial fungsional dalam menjalankan tugasnya mempunyai peranan sebagai berikut: a. Sebagai pemercepat perubahan (enabler) Sebagai enabler seorang pekerja sosial membantu individu-individu, kelompok-kelompok

dan

masyarakat dalam

mengakses

Sistem

sumber yang ada, mengidentifikasi masalah dan mengembangkan kapasitasnya agar dapat mengatasi masalah untuk pemenuhan kebutuhannya. b. Sebagai perantara (broker) Peran sebagai perantara yaitu menghubungkan individu-individu, kelompok-kelompok

dan

masyarakat dengan

lembaga

pemberi

pelayanan masyarakat dalam hal ini; Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat, serta Pemerintah, agar dapat memberikan pelayanan kepada individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat yang membutuhkan bantuan atau layanan masyarakat. c. Sebagai pendidik (educator) Dalam menjalankan peran sebagai pendidik, community worker diharapkan

mempunyai

kemampuan

menyampaikan

informasi

dengan baik dan benar serta mudah diterima oleh individu-individu, kelompok-kelompok

dan

masyarakat yang

menjadi

sasaran

perubahan. d. Sebagai tenaga ahli (expert) Dalam

kaitannya

sebagai

tenaga

ahli,

pekerja

sosial

dapat

memberikan masukan, saran, dan dukungan informasi dalam

19


berbagai

area

(individu

-individu,

kelompok

-kelompok

dan

masyarakat). e. Sebagai perencana sosial (social planner) Seorang perencana sosial mengumpulkan data mengenai masalah sosial

yang

dihadapi individu-individu,

kelompok-kelompok

dan

masyarakat, menganalisa dan menyajikan alternative tindakan yang rasional dalam mengakses Sistem sumber yang ada untuk mengatasi masalah

pemenuhan

kebutuhan individu-individu,

kelompok-

kelompok dan masyarakat. f. Sebagai fasilitator (Facilitator) Pekerja sosial sebagai fasilitator, dalam peran ini berkaitan dengan menstimulasi atau mendukung pengembangan masyarakat. Peran ini dilakukan untuk mempermudah proses perubahan individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat, menjadi katalis untuk bertindak dan

menolong

sepanjang

proses

pengembangan

dengan

menyediakan waktu, pemikiran dan sarana-sarana yang dibutuhkan dalam proses tersebut. Berdasarkan buku panduan pekerja sosial (Departemen Sosial RI, 1998) Jenjang jabatan pejabat fungsional pekerja sosial tugas dibagi menjadi 7 (tujuh) kriteria antara lain: Pekerja sosial pelaksana pemula, Pekerja sosial pelaksana, Pekerja Sosial Pelaksana Lanjutan, Pekerja sosial Penyelia, Pekerja Sosial Pertama, Pekerja Sosial Muda, dan Pekerja Sosial Madya.

20


Secara rinci tugas pekerja sosial fungsional sesuai kriteria sebagai berikut: a. Pekerja Sosial Pelaksana Pemula Pekerja sosial fungsional dengan kriteria pekerja sosial pelaksana pemula mempunyai tugas sebagai berikut: 1) Mengumpulkan data peserta sosialisasi program pelayanan kesos, 2) Melaksanakan identifikasi

calon

penerima

program

pelayanan

kesos

melalui

kunjungan rumah (home visit), 3) Meneliti kelengkapan persyaratan administrasi

calon

penerima

program

pelayanan

kesos,

4) Mengumpulkan data dan informasi tambahan tentang calon penerima program pelayanan kesos, 5) Mengidentifikasi sarana dan prasarana pelayanan kesos, 6) Melaksanakan kegiatan temu bahas hasil assesmen masalah, kebutuhan dan sistem sumber penerima program pelayanan kesos sebagai peserta; 7) Melaksanakan kegiatan fasilitas temu bahas dalam menyusun rencana pemecahan masalah penerima program pelayanan kesos; 8) Melaksanakan temu bahas dalam menyusun rencana pemecahan masalah penerima program pelayanan kesos sebagai peserta; 9) Melaksanakan pemeliharaan sehari-hari penerima program pelayanan kesos; 10)

Memantau

aktivitas sehari-hari penerima program pelayanan kesos;

11)

Melaksanakan kegiatan penyiapan dan pemeliharaan alat-alat yang digunakan dalam proses program pelayanan kesos; 12) Memantau perkembangan eks penerima program pelayanan kesos dalam masyarakat

21


b. Pekerja Sosial Pelaksana Pekerja sosial fungsional dengan kriteria pekerja sosial pelaksana mempunyai tugas sebagai berikut: 1) Melaksanakan penjajakan awal dengan pihak terkait; 2) Melaksanakan sosialisasi program pelayanan kesos terhadap kelompok sasaran program pelayanan kesos; 3) Melaksanakan identifikasi calon penerima program pelayanan kesos melalui kunjungan ke kantong-kantong

penyandang masalah;

4)

Menginformasikan hasil seleksi kepada calon penerima program pelayanan kesos, keluarga dan lembaga pengirim; 5) Melaksanakan penempatan penerima program pelayanan kesos; 6) Melaksanakan kegiatan temu bahas hasil asesmen masalah kebutuhan dan sistem sumber penerima program pelayanan kesos sebagai peserta; 7) Melaksanakan temu bahas dalam penyusunan rencana pemecahan masalah penerima program pelayanan kesos sebagai peserta; 8) Melaksanakan kegiatan pendampingan penerima program pelayanan kesos

dalam

kegaiatan

bimbingan

fisik

dan

keterampilan;

9)

Mengidentifikasikan hambatan pelaksanaan kegiatan pendampingan penerima program pelayanan kesos dalam kegaiatan bimbingan fisik dan keterampilan; 10) Mengidentifikasikan hambatan pelaksanaan kegiatan

bimbingan resosialisasi terhadap

pelayanan kesos;

peneri ma

program

11) Mengidentifikasi kesiapan penerima program

pelayanan kesos dalam menghadapi terminasi; 12) Mengidentifikasi hambatan pelaksanaan kegiatan rujukan penerima program pelayanan kesos; 13) Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjutan terhadap eks penerima program pelayanan kesos dalam bentuk

22


memberikan bantuan pengembangan usaha; 14) Mengidentifikasi hambatan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut terhadap eks penerima pelayanan program kesos. c. Pekerja Sosial Pelaksana Lanjutan Pekerja sosial fungsional dengan kriteria pekerja sosial pelaksana lanjutan

mempunyai tugas sebagai berikut: 1) Melaksanakan

konsultasi dengan pihak terkait dalam persiapan sosialisasi; 2) Melaksanakan

sosialisasi

program

pelayanan

kesos

terhadap

masyarakat; 3) Melaksanakan identifikasi calon penerima program pelayanan

kesos

melalui

pertemuan

dengan

masyarakat;

4)

Melaksanakan kegiatan pemberian motivasi kepada calon penerima program pelanan kesos; 5) Melaksanakan wawancara penentuan kelayakan menerima pelayanan calon penerima program pelayanan kesos; 6) Melaksanakan rujukan calon penerima program pelayanan kesos ke lembaga pelayanan lain; 7) Melaksanakan kegiatan temu bahas hasil assesment masalah kebutuhan dan sistem sumber penerima program pelayanan kesos sebagai peserta; 8) Melaksanakan temu bahas dalam penyusunan rencana pemecahan masalah penerima program pelayanan kesos sebagai peserta; 9) Mensosialisasi rencana pemecahan masalah kepada penerima program pelayanan kesos; 10) Memberikan motivasi kepada penerima program pelayanan kesos dalam bimbingan fiisik; 11) Memberikan motivasi kepada penerima program pellayanan kesos dalam bimbingan keterampilan; 12) Memberikan motivasi kepada penerima program pelayanan kesos dalam

resosialisasi;

13)

Melaksanakan

kegiatan

bimbingan

23


resosialisasi terhadap penerima program pelayanan kesos; 14) Mengidentifikasi

hambatan

pelaksanaan

psikososial terhadap penerima

kegiatan

bimbingan

program pelayanan

kesos; 15)

Memberikan supervisikepada pekerja sosial dalam pendampingan bimbingan fisik; 16) Memberikan supervisi kepada pekerja sosial dalam pendampingan bimbingan keterampilan;

17) Melaksanakan temu

bahas evaluasi hasil program pelayanan kesos secara menyeluruh; 18) Menyusun laporan kegiatan evaluasi, terminasi dan rujukan penerima program pelayanan kesos; 19) Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut terhadap eks penerima program pelayanan kesos dalam bentuk bimbingan dan penyuluhan sosial; 20) Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut terhadap eks penerima program pelayanan kesos dalam bentuk bimbingan dan pendampingan secara

individual;

21)

Melaksanakan

kegiatan

bimbingan

dan

pembinaan lanjut terhadap eks penerima program pelayanan kesos dalam bentuk koordinasi dengan pihak terkait. d. Pekerja Sosial Penyelia Pekerja sosial fungsional dengan kriteria pekerja sosial penyelia mempunyai tugas sebagai berikut: 1) Melaksanakan sosialisasi program pelayanan kesos terhadap pihak yang berpengaruh dalam program pelayanan kesos; 2) Memberikan supervise dalam kegiatan seleksi calon penerima program pelayanan kesos kepada pekerja sosial; 3) Melaksanakan evaluasi kegiatan seleksi calon penerima program pelayanan kesos; 4) Melaksanakan kegiatan temu bahas hasil assesmen masalah, kebutuhan dan sistem sumber penerima program

24


pelayanan kesos sebagai peserta; 5) Menyusun rencana pemecahan, masalah bersama penerima program pelayanan kesos dalam rencana kegiatan bimbingan fisik; 6) Melaksanakan temu bahas dalam penyusunan

rencana

pemecahan

masalah

penerima

program

pelayanan kesos sebagai penyaji rencana kegiatan bimbingan fisik, keterampilan dan resosialisasi; 7) Melaksanakan temu bahas dalam penyusunan

rencana

pemecahan

masalah

penerima

program

pelayanan kesos sebagai peserta; 8) Memberikan motivasi kepada penerima program pelayanan kesos dalam bimbingan sosial; 9) Melaksanakan kegiatan bimbingan sosial terhadap penerima program pelayanan kesos; 10) Memberikan supervise kepada pekerja soaial dalam resosialisasi; 11) Melaksanakan temu bahas evaluasi hasil program pelayanan kesos secara menyeluruh; 12) Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut terhadap eks penerima program pelayanan kesos dalam menggali dan mengkaitkan dengan sistem sumber yang tersedia. e. Pekerja Sosial Pertama Pekerja sosial fungsional dengan kriteria pekerja sosial pertma mempunyai tugas sebagai berikut: 1) Menyusun rancangan sosialisasi program pelayanan kesos; 2) Memberikan supervise dalam sosialisasi program pelayanan kesos kepada pekerja sosial;

3) Melaksanakan

evaluasi proses sosialisasi program pelayan;an kesos; 4) Memberikan supervisi dalam identifikasi calon penerima program pelayanan kesos kepada pekerja sosial; 5) Menyusun rancangan kegiatan pemberian; 6) Memberikan

supervisi

kepada

pekerja

sosial

dalam

kegiatan

25


pemberian motivasi terhadap calon penerima program pelayanan kesos; 7) Melaksanakan evaluasi proses pemberian motivasi kepada calon penerima program pelayanan kesos; 8) Menyusun rancangan kegiatan seleksi calon dan pedoman wawancara penerima program pelayanan kesos; 9) Merumuskan kesepakatan hak dan kewajiban antara pekerja sosial dengan penerima program pelayanan kesos; 10) Melaksanakan kegiatan assesment masalah, kebutuhan dan sistem sumber penerima program pelayanan kesos; 11) Melaksanakan kegiatan temu bahas hasil assisment masalah, kebutuhan dan sistem sumber penerima program pelayanan kesos sebagai penyaji. f. Pekerja Sosial Muda Pekerja sosial fungsional dengan kriteria pekerja sosial muda mempunyai tugas sebagai berikut: 1) Menyusun rencana kegiatan asesment masalah, kebutuhan dan sistem sumber penerima program pelayanan kesos; 2) Menyusun instrumen asesment masalah, kebutuhan dan sistem sumber penerima program pelayanan kesos; 3) Memberikan supervisi dalam menyusun rencana pemecahan masalah penerima program pelayanan kesos kepada pekerja sosial; 4) Melaksanakan evaluasi penyusunan rencana pemecahan masalah penerima

program

pelayanan

pelaksanaan kegiatan

kesos;

5)

Menyusun

rancangan

pemecahan masalah penerima program

pelayanan kesos; 6) Memberikan supervisi kepada pekerja sosial dalam bimbingan psikososial;

7) Melaksanakan evaluasi proses

kegiatan pemecahan masalah penerima program pelayanan kesos; 8) Menyusun rancangan kegiatan evaluasi program pelayanan kesos; 9)

26


Melaksanakan temu bahas hasil program pelayanan kesos secara menyeluruh; 10) Menyusun rancangan kegiatan terminasi program pelayanan kesos; 11) Memberikan supervisi dalam kegiatan terminasi dan rujukan penerima program pelayanan kesos kepada pekerja sosial; 12) Menyusun rancangan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut terhadap eks penerima program pelayanan kesos; 13) Melaksanakan pengkajian kebijakan dan perencanaan program pelayanan kesos; 14) Menyusun rencana program pelayanan kesos pada tingkatan mikro; 15) Mensosialisasikan laporan hasil pengkajian program pelayanan kesos; 16) Merumuskan dan mengembangkan model pelayanan kesos pada tingkatan mikro; 17) Menyusun laporan hasil uji coba model pelayanan kesos pada tingkatan mikro; 18) Mensosialisasi laporan hasil uji coba model pelayanan kesos pada tingkatan mikro; 19) Menyusun rancangan evaluasi program

pelayanan kesos pada

tingkatan mikro; 20) Menyusun instrumen evaluasi program pelayanan kesos pada tingkatan mikro; 21) Melaksanakan evaluasi program pelayanan kesos pada tingkatan mikro; 22) Menyusun laporan hasil evaluasi program

pelayanan kesos pada tingkatan mikro; 22)

Mempublikasikan laporan hasil evaluasi program

pelayanan kesos

pada tingkatan mikro. g. Pekerja Sosial Madya Pekerja sosial fungsional dengan kriteria pekerja sosial madya mempunyai tugas sebagai berikut: 1) Memberikan supervisi dalam kegiatan assesment masalah, kebutuhan dan sistem sumber penerima program pelayanan kesos kepada pekerja sosial; 2) Memberikan

27


evaluasi proses assesment masalah, kebutuhan dan sistem sumber penerima program pelayanan kesos; 3) Melaksanakan temu bahas evaluasi hasil

program pelayanan kesos secara menyeluruh; 4)

Memberikan konsultasi dalam pengkajian dan perencanaan program pelayanan kesos; 5) Melaksanakan pengkajian kebijakan program pelayanan kesos pada tingkatan makro; 6) Menyusun rencana program pelayanan kesos pada tingkatan makro; 7) Menyusun konsepsi pengembangan model pelayanan kesos; 8) Melaksanakan uji coba model pelayanan kesos; 9) Merumuskan dan mengembangkan model pelayanan kesos pada tingkatan makro; 10) Melaksanakan evaluasi program

pelayanan kesos pada tingkatan makro; 11) Menyusun

laporan hasil makro;

12)

evaluasi program Mempublikasikan

pelayanan kesos pada tingkatan laporan

hasil

evaluasi

program

pelayanan kesos pada tingkatan makro; 13) Menyusun konsepsi pengembangan model pelayanan kesos; 14) Melaksanakan uji coba model

program

pelayanan

kesos;

15)

Merumuskan

dan

mengembangkan model pelayanan kesos pada tingkatan makro; 16) Melaksanakan evaluasi pengembangann program

pelayanan kesos

pada tingkatan makro; 17) Melaksanakan evaluasi pengembangann program pelayanan kesos pada tingkatan makro; 18) Mempublikasikan laporan hasil evaluasi pengembangan program pelayanan kesos pada tingkatan makro.

28


B. Pendampingan Sosial Manusia adalah makhuk sosial saling butuh membutuhkan. Karena saling butuh-membutuhkan inilah maka timbul pada manusia rasa tanggung jawab terhadap sesama manusia yang biasa disebut tanggung jawab sosial. Terdorong oleh rasa tanggung jawab sosial inilah menyebabkan manusia bergerak untuk memberi pertolongan kepada sesama manusia.Tanggung jawab sosial yang dimaksud disini adalah sesuatu yang lebih daripada cinta terhadap sesama manusia. Jika orang sekedar memberikan uang atau makan kepada pengemis karena belas kasihan, perbuatan ini timbul karena cinta terhadap sesama manusia. Sedangkan perbuatan atau gerak yang timbul dari tanggung jawab sosial belum selesai dengan hanya perbuatan seperti itu, gerak yang timbul dari tanggung jawab sosial adalah sebaliknya dari hanya sekedar memberi uang dan makan melainkan lebih luas yakni tertuju pada bantuan untuk turut serta memberikan kesempatan pada pengemis tersebut untuk membebaskan diri dari penderitanya. Rasa tanggung jawab sosial akan menyebabkan manusia tergerak untuk memberi pertolongan kepada sesama manusia. Gerak demikian dapat diaplikasikan melalui pekerjaan-pekerjaan sosial yang dimana dilakukan oleh pekerja-pekerja sosial. Pekerjaan sosial adalah merupakan serangkaian aktivitas profesional untuk menolong individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi sosial dan menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk mencapai tujuan tersebut. Lahirnya pekerjaan sosial ini disebabkan karena adanya masalahmasalah sosial yang dihadapi. Suatu masalah sosial adalah suatu persoalan atau isu sekitar suatu perkembangan, suatu kecenderungan, atau suatu situasi

29


dalam peristiwa-peristiwa manusiawi yang berkaitan dengan sesuatu atau beberapa kelompok. Hal itu berhadapan dengan suatu kesatuan sosial yang dapat dikatakan sangat meminta perhatian. Perhatian demikian mengambil bentuk diskusi, dan kemungkinan juga penyelidikan, dan keputusan atau ketegasan. Mengatasi

masalah-masalah

sosial

tidaklah

mudah,

diperlukan

identifikasi, perencanaan, serta tindakan dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang ada. Salah satu cara untuk mengatasi masalah sosial adalah melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai

tindakan

sosial

dimana

penduduk

sebuah

komunitas

mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya. Pekerjaan sosial adalah profesi pertolongan kemanusiaan yang tujuan utamanya adalah membantu keberfungsian sosial individu, keluarga dan masyarakat dalam melaksanakan peran-peran sosialnya (Suharto,2007). Prinsip-prinsip pekerjaan sosial merupakan pedoman praktek bimbingan sosial perseorangan, prinsip-prinsip tersebut kiranya demikian penting untuk dipahami dan di internalisasikan oleh mereka yang ingin mempunyai dasardasar pemahaman dan keterampilan praktek baik dalam bimbingan sosial perseorangan pada khususnya maupun praktek pekerjaan sosial umumnya. Pemahaman yang mendalam atas prinsip-prinsip ini akan memberikan bekal bagi pematangan pribadi maupun professional pada para pekerja sosial yang tugas utamanya adalah membantu orang untuk dapat melaksanakan fungsi sosialnya, yang secara khususnya mengacu kepada posisi dan peran

30


orang tersebut, karena seperti telah dikemukakan bahwa proses pemberian bantuan ditentukan oleh pemberian bantuan dan bukan oleh teknik-teknik pemberi bantuan. Adapun prinsip-prinsip dasar Pekerjaan Sosial menurut Henry S Maas dalam Suharto (2007) meliputi antara lain: 1. Prinsip Penerimaan (acceptance) Prinsip penerimaan mengandung arti bahwa pekerja sosial harus merasakan, menyatakan, menerima dan mengadakan hubungan dengan penerima manfaat sebagaimana adanya, tidak mengharapkan penerima manfaat menjadi apa atau memikirkan seharusnya penerima manfaat bagaimana. Ini berarti bahwa pekerja sosial tidak mempersoalkan seberapa jauh penerima manfaat menyimpang dari kenyataan ataupun menerima penerima manfaat kondisi cacat contohnya : cacat netra, tidak mempersoalkan seberapa jauh penerima manfaat telah perbedaan persepsi pekerja sosial dengan penerima manfaat, atau

sangat

berbedanya nilai nilai yang dianut pekerja sosial dengan penerima manfaat. Pekerja sosial harus menerima penerima manfaat seperti apa adanya. 2. Prinsip Komunikasi (communication) Supaya terjadi hubungan yang baik antara pekerja sosial dengan penerima manfaat, prinsip komunikasi ini harus dijalankan agar permasalahan yang dihadapi oleh penerima manfaat dapat terselesaikan dengan baik. Prinsip komunikasi dalam bimbingan sosial perseorangan mencakup klasifikasi, dan jika diperlukan, klasifikasi ulang mmengenai kondisi-kondisi yang ada pada dua orang yang terlibat dalam hubungan

31


penerima manfaat-caseworker secara profesional, dengan demontrasi dan dengan pernyataan eksplisit, caseworker menjadikan peranan caseworker menjadi jelas bagi penerima manfaat. Pada gilirannya caseworker mengklasifikasikan peranan penerima manfaat dalam situasi masalahnya serta dalam interaksi diantara mereka. 3. Prinsip Individualisasi (individualitation) Prinsip individualisasi adalah pemahaman dan pengakuan terhadap kualitas keunikan setiap penerima manfaat dan penggunaan prinsip dan metode yang berlainan dalam setiap penerima manfaat dan penggunaan prinsip dan metode dalam setiap pemberian bantuan untuk tujuan mewujudkan penyesuaian yang lebih baik diantara penerima manfaat dengan lingkungan ssosialnya. Individualisasi berdasarkan atas hak manusia untuk menjadi individu dan untuk diperlakukan tidak hanya sebagai manusia secara umum, melainkan bagaimana manusia dengan keunikan pribadinya masing masing. Supaya mempunyai kemampuan untuk memahami dan menerapkan prinsip ini, maka caseworker harus memenuhi beberapa syarat yaitu: a. Bebas dari prasangka, b. Memilih pengetahuan mengenai tingkah laku manusia c. Memiliki kemampuan untuk mendengarkan dan mengamati d. Memiliki kemampuan untuk menggerakkan tindakan penerima manfaat e. Memiliki kemampuan untuk merasakan perasaan penerima manfaat f. Memiliki untuk memandang kedepan. 4. Prinsip Partisipasi (participation) Prinsip partisipasi ini mengandung pengertian bahwa penerima manfaat sendiri yang akan ditolong oleg caseworker dan harus berpartisipasi

32


secara aktif dalam usaha-usaha pertolongan karena segala kemampuankemampuan penerima manfaat haruslah dapat dipergunakan. Berhasilnya bimbingan perseorangan kepada penerima manfaat, tidak hanya terletak pada caseworker yang bersangkutan, tetapi juga tergantung kepada diiri penerima manfaat itu sendiri yang ikut serta menentukan dan bertanggung jawab atas langkah-langkah yang akan ditempuhnya, sedngkan caseworker hanya mengantarkan, memberi kemungkinan-kemungkinan serta bimbingan yang diperlukan. Tanpa adanya partisipasi dari penerima manfaat yang bersangkutan, maka hasilhasil yang mungkin atau diperkirakan baik, hakekatnya adalah kondite caseworker itu sendiri yang diwujudkannya melalui diri penerima manfaat. Hal ini tidak dibenarkan dalam pekerjaan sosial karena pengingkaran terhadap martabat manusia atau penerima manfaat yang bersangkutan. Apabila penerima manfaat akan diberikan pelayanan dengan tujuan agar ia

dapat

melepaskan

dirinya

dari

situasi

yang

menekankan,

maka penerima manfaat tersebut haruslah dilibatkan secara aktif, diikutsertakan

dalam

kegiatan

yang

bersifat

memperbaiki

atau

menyelesaikan masalah itu, sebab kita bekerja bukan untuk penerima manfaat, akan tetapi dengan penerima manfaat (not for but with client) namun demikian caseworker harus waspada sebab bila ia hanya menyerahkan begitu saja kepada penerima manfaat untuk menyelesaikan masalahnya, maka reaksi penerima manfaat dapat menyimpang dan bergantung kepada penyelesaiannya sendiri

atas dasar keinginannya

yang dominan. Dalam setiap kasus caseworker berhubungan dengan penerima manfaat dan menganggap bahwa penerima manfaat tidak

33


mampu berbuat untuk dirinya pada saat itu. Ketidakmampuan penerima manfaat untuk mengatasi masaalahnya itu harus dihilangkan oleh caseworker, sehingga penerima manfaat kembali merasa mampu. Dengan demikian tujuan memberikan pelayanan dalam setiap kasus adalah membangun dan memperhatikan kemampua penerima manfaat. Penerima

manfaat

harus

didorong

dengan

aktif

menyelesaikan

masalahnya. Prinsip partisipasi itu selalu membimbing caseworker untuk dapat menimbulkan dan mendorong penerima manfaat untuk menentukan situasinya sendiri, menganalisa sendiri serta memilih sendiri cara-cara menyelesaikan dan mengadakan kegiatan dengan menggunakan sumber yang tersedia, tetapi pekerja sosial perlu selalu membimbing mendorong dan menimbulkan semangat penerima manfaat untuk menentukan situasi dan permasalahannya sendiri, memilih cara-cara penyelesaiannya yang sesuai dengan dirinya, serta mendukung kegiatan yang dilaksanakan. Dengan cara ini penerima manfaat juga bertanggung jawab atas keeberhasilan kegiatan pertolongan yang dilaksanakan pekerja sosial karena dirinya selalu dilibatkan dalam semua proses kegiatan. Pada prinsip ini praktisi kesejahteraan sosial didorong untuk menjalankan peran sebagai fasilitator. Dan peran ini praktisi diharapkan akan mengajak penrima manfaat untuk ikut serta berperan aktif dalam menghadapi permasalahan yang sedang dihadapi penerima manfaat, karena tanpa peran aktif penerima manfaat, maka tujuan akan terapi tersebut sulit untuk dicapai.

34


5. Prinsip Kerahasiaan (confidentiality) Jika penerima manfaat diharapkan untuk berpartisipasi secara penuh didalam uapaya pemecahan masalahnya untuk menerima caseworker sebagai

orang

yang

dapat

dipercayai

dan

berkopeten

untuk

berkomunikasi dengan pertahanan sosial mengenai peranan yang dikandungnya

membantu

untuk

mengindividualisasikansituasi

yang

dihadapinya, maka apa yang dikatakan penerima manfaat kepada caseworker tidak pernah dibicarakan diluar batas-batas hubungan profesional yang ditujukan untuk mmembantu penerima manfaat. Dalam prakteknya kerahasiaan berarti bahwa isi catatan kasus tidak pernah dibicarakan depan umum, misalnya dalam bis, kereta api, dll. Dalam memasuki hubungan profesional di antara penerima manfaat dengan caseworker, maka secara umum penerima manfaat diharapkan untuk tetap dilindungi dalam batas-batas hukum dari ancaman terhadap dirinya sendiri yang berasal dari keterbukaannya kepada seprang caseworker, inilah esensi dari prinsip kerahasiaan. 6. Kesadaran diri dari pekerja sosial (work self awarness) Pekerja sosial sama juga dengan peneria manfaat adalah juga seorang manusia biasa yang mempunyai motivasi pribadi yang kompleks, caseworker telah belajar dan hidup dengan kenyakinan dan nilai-nilai dan kebudayaan yang dominan dalam hidupnya. Setiap caseworker dalam hubungannya dengan berbagai macam penerima manfaat yang mengalami beraneka ragam masalah serta mengungkapkan fakta bahwa mereka mempunyai latar belakang budaya yang beraneka ragam pula, akan menemukan doorongan-dorongan

35


pribadinya atau sikapsikap pribadinya akan mewarnai hubungan dengan penerima manfaat. Prinsip kesadaran diri menyatakan bahwa caseworker harus cukup menyadari akan respon-responnya terhadap penerima manfaatnya, sehingga dapat memisahkan apa yang akan terjadi dalam hubungan profesional yang didasari motivasi pribadi yaitu yang ditujukan untuk memenuhi dorongan-dorongan pribadi caseworker itu sendiri. Dengan berlangsungnya waktu artinya bertambahnya pengalaman caseworker akan mampu memahami dan mengendalikan kelemahankelemahan

dan

keterbatasan-keterbatasan

pribadi

mereka

yang

mencampuri praktek profesional mereka. C. Penerima Manfaat Penerima manfaat dalam kesejahteraan sosial

atau penyandang

masalah kesejahteraan sosial (PMKS) adalah seseorang, kelompok atau masyarakat yang karena hambatan, kesulitan atau gangguan sehingga tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, yang mengakibatkan tidak terpenuhi kebutuhan hidup, baik jasmani, rohani maupun sosial dengan wajar. Hambatan atau kesulitan tersebut dapat berupa kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, keterbelakangan, keterasinga, dan perubahan lingkungan secara mendadak seperti bencana alam atau bencana sosial. Kementrian Sosial Republik Indonesia menggolongkan PMKS menjadi 22 jenis antara lain sebagai berikut : 1. Anak Balita Telantar, adalah anak yang berusia 0-4 tahun karena sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan : miskin/tidak mampu, salah seorang sakit, salah

36


seorang/kedua-duanya, meninggal, anak balita sakit) sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya baik secara jasmani, rohani dan sosial. 2. Anak Telantar, adalah anak berusia 5-18 tahun yang karena sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan seperti miskin atau tidak mampu, salah seorang dari orangtuanya atau kedua-duanya sakit, salah seorang atau keduaduanya

meninggal,

pengasuh/pengampu)

keluarga sehingga

tidak tidak

harmonis,

dapat

tidak

terpenuhi

ada

kebutuhan

dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani dan sosial. 3. Anak Nakal, adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang berperilaku menyimpang dari norma dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, lingkungannya sehingga merugikan dirinya, keluarganya dan orang lain, serta mengganggu ketertiban umum, akan tetapi karena usia belum dapat dituntut secara hukum. 4. Anak Jalanan, adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan maupun tempat-tempat umum. 5. Wanita Rawan Sosial Ekonomi, adalah seorang wanita dewasa berusia 18-59 tahun belum menikah atau janda dan tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. 6. Korban Tindak Kekerasan, adalah seseorang yang mengalami tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan terdekatnya, dan terancam baik secara fisik maupun non fisik.

37


7. Lanjut Usia Telantar, adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial. 8. Penyandang Cacat, adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya secara layak, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental dan penyandang cacat fisik dan penyandang cacat mental. 9. Tuna Susila, adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dangan sesama atau lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa. 10. Pengemis, adalah orang-orang yang mendapat penghasilan memintaminta di tempat umum dengan berbagai cara dengan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain. 11. Gelandangan, adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum. 12. Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan (BWBLK) adalah seseorang yang telah selesai atau dalam 3 bulan segera mengakhiri masa hukuman atau masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapat kesulitan untuk

38


mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupannya secara normal. 13. Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat-zat adiktif (NAPZA) , adalah seseorang yang menggunakan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras diluar tujuan pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang. 14. Keluarga Fakir Miskin, adalah seseorang atau kepala keluarga yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga yang layak bagi kemanusiaan. 15. Keluarga Berumah Tidak Layak Huni, adalah keluarga yang kondisi perumahan dan lingkungannya tidak memenuhi persyaratanyang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial. 16. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis, adalah keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama antara suami -istri kurang serasi, sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar . 17. Komunitas Adat Terpencil, adalah kelompok orang atau masyarakat yang hidup dalam kesatuan ââ‚Źâ€œ kesatuan sosial kecil yang bersifat lokal dan terpencil, dan masih sangat terikat pada sumber daya alam dan habitatnya secara sosial budaya terasing dan terbelakang dibanding dengan masyarakat Indonesia pada umumnya,sehingga memerlukan pemberdayaan dalam menghadapi perubahan lingkungan dalam arti luas.

39


18. Korban Bencana Alam, adalah perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana alam yang menyebabkan mereka

mengalami

hambatan

dalam

melaksanakan

tugas-tugas

kehidupannya. 19. Korban Bencana Sosial atau Pengungsi, adalah perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana sosial kerusuhan yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. 20. Pekerja Migran Telantar, adalah seseorang yang bekerja di luar tempat asalnya dan menetap sementara di tempat tersebut dan mengalami permasalahan sosial sehingga menjadi telantar. 21. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), adalah seseorang yang dengan rekomendasi profesional (dokter) atau petugas laboratorium terbukti tertular virus HIV sehingga mengalami sindrom penurunan daya tahan tubuh (AIDS) dan hidup telantar. 22. Keluarga Rentan, adalah keluarga muda yang baru menikah (sampai dengan lima tahun usia pernikahan) yang mengalami masalah sosial dan ekonomi (berpenghasilan sekitar 10% di atas garis kemiskinan) sehingga kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga.

40


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian Menurut Sugiyono (2014) bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filfasat postpositive/enterpretif yang digunakan untuk meneliti pada

kondisi obyek alamiah, peneliti sebagai

instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Sedangkan menurut Creswell dalam Sugiyono (2014) bahwa penelitian kualitatif berarti proses eksplorasi dan memahami makna perilaku individu dan kelompok, menggambarkan masalah sosial atau masalah kemanusiaan. Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, antara lain: 1. Kelebihan dalam penyelidikan. Dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif antara peneliti dengan subjek atau objek yang diteliti memiliki kedekatan baik secara fisik maupun emsosional. Keterlibatan langsung peneliti dalam aktivitas subjek yang diteliti, maka peneliti dapat mengetahui secara mendalam fenomenafenomena yang terjadi. Hal ini disebabkan peneliti merupakan kunci penelitian yang dapat pengetahuan secara langsung apa yang terjadi tentang situasi yang diteliti. 2. Kekayaan data yang diperoleh. Dalam situasi yang alami segala sesuatu berlangsung dalam situasi penelitian yang potensial. Lewat pengamatan langsung dapat dilihat, didengar, dan dicermati, serta pengukuran yang kemungkinan tidak 41


terlewatkan. Dalam lingkungan yang dikenal oleh subjek, maka mereka akan bertingkah laku secara spontan tidak dibuat-buat dengan demikian data dapat diamati secara maksimal. B. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di beberapa lokus antara lain: a) Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah sebagai pembina pekerja sosial, b) Balai Anak Jalanan Kartini Tawangmangu yang membina anak jalanan, c) Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Sunu Ngesti Tomo Jepara yang membina anak yatim piatu. d) Balai Rehabilitasi Sosial Anak Wira Adi Karya Ungaran yang membina anak remaja. C. Sumber Data Penelitian Sumber data berasal dari data primer dan sekunder, hal ini untuk memperoleh data akurat dan mengolahnya untuk mengambil kesimpulan, sumber data diperoleh antara lain: wawancara dengan pejabat struktural di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, pejabat Struktural di Balai/Unit Resos , pejabat fungsional dan penerima manfaat serta dari studi literatur. D. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan kegiatan yang paling penting dalam penelitian ini, karena tujuan utamanya adalah mendapatkan data. Pengumpulan data

menggunakan

gabungan/trianggulasi

setting

alamiah

yang

meliputi

(natural

setting)

kegiatan:

dilakukan

secara

pengamatan/observasi,

wawancara/interview, angket/quesener, dan dokumentasi. E. Teknik Analisis Data Analisis Data dalam penelitian ini dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

42


Pada saat wawancara peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Apabila jawaban yang diwawancarai stelah dianalisis terasa belum memuaskan maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai diperoleh data yang kredibel. Menurut Bogdan dalam Sugiyono (2014) bahwa Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lainnya, sehingga dapat mudah difahami dan temuannya dapat dinformasikan kepada orang lain. Sedangkan menurut Miles and Huberman dalam Sugiyono (2014) bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interatif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data meliputi data reduction, data display, dan data conclusion drawing/verification.

Gambar 1 : Model Analisis Data Kualitatif

Pengumpulan data

Penyajian data

Reduksi data

Penarikan Simpulan

43


Dalam tahap analisis data, dilakukan langkah-langkah, sebagai berikut: (a) reduksi data; (b) display data; (c) mengambil kesimpulan dan verifikasi. 1. Reduksi data Reduksi data adalah proses pembuatan abstraksi dari sekumpulan data yang terkumpul sesuai dengan focus penelitian, kemudian mencari tema dan kode-kode pada aspek-aspek tertentu. Reduksi data dilakukan untuk memberikan gambaran yang tajam tentang hasil pengumpulan data, serta memudahkan peneliti untuk mencarinya sewaktu-waktu dikumpulkan. 2. Display Data Setelah dilakukan reduksi data, maka untuk memberikan gambaran yang menyeluruh dilakukan display data, yaitu penyajian data dalam bentuk grafik. Dengan demikian dapat memudahkan peneliti dalam membuat kesimpulan. 3. Pengambilan kesimpulan dan verifikasi. Sejak awal penelitian, peneliti berusaha mencari makna dari data yang diperoleh. Untuk maksud tersebut peneliti menggunakan pola, model, tema, hubungan, persamaan, dan sebagainya, kemudian diambil kesimpulan akhir sebagai hasil temuan-temuan penelitian. Jika data yang diperoleh kurang representatif untuk bahan mengambil kesimpulan, maka dengan kekurangan data tersebut melakukan verifikasi dengan mengadakan pengumpulan data baru, sehingga kesimpulan dapat disempurnakan dan pada gilirannya dapat ditetapkan suatu generalisasi.

44


F. Pengujian Keabsahan Data Pengujian keabsahan data dilakukan dengan uji derajat kepercayaan (credibility) dengan : Mengadakan pengamatan terus menerus terhadap interaksi yang dilakukan oleh responden, mengadakan triangulasi, yaitu memeriksa kebenaran data, yang diperoleh kepada pihak lain, menggunakan alat-alat dalam pengumpulan data seperti tape recorder, tustel, mendiskusikan dengan teman sejawat dan mengadakan member check, yaitu memeriksa kembali data atau informasi yang diperoleh kepada responden dengan mengumpulkan sejumlah responden untuk meminta keterangan atau pendapat tentang data yang telah dikumpulkan.

45


BAB IV DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. DATA PENELITIAN 1. Gambaran Lokus Penelitian Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah no 6 tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Tengah. Dinas sosial mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang sosial berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan. Visi dan Misi; “Mewujudkan

Visi

kemandirian

kesejahteraan

sosial

PMKS

melalui

pemberdayaan PSKS yang profesional� Misi: a. Meningkatkan kualitas, kuantitas dan jangkauan pelayanan rehabilitasi sosial penyandang masalah kesejahteraan sosial; b. Meningkatkan kualitas pemberdayaan sosial keluarga dan potensi sumber kesejahteraan sosial; c. Meningkatkan kualitas, kuantitas dan jangkauan pelaksanaan perlindungan dan jaminan sosial; d. Mengembangkan dan memperkuat sistem penyelenggaraan kesejahteraan sosial; e. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya untuk mendukung penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

46


2. Struktur Organisasi Struktur organisasi Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah berdasarkan Peraturan Daerah nomor 06 tahun 2008 tentang Bagan Struktur Organisasi Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah dan Bagan Organisasi Balai Rehabilitasi Sosial dapat dilihat dalam gambar bagan dibawah ;

Gambar 2 : Bagan Struktur Organisasi Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah

Kepala Dinas Sosial Sekretaris

Ka Sub Bag Program

Kelompok Jabatan Fungsional

Ka Sub Bag Keuangan

Ka. Sub Bag Um & Peg

Kabid Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

Kabid Bantuan dan Jaminan Sosial

Kabid Pengembangan Kesos

Kasi Pemberdayaan Potensi & Sumber Kesos

Kasi Pelayanan & Rehabilitasi Sosial Anak dan Lansia

Kasi Penanggulangan Korban Bencana

Kasi Pengkajian & Pengembangan Keos

Kasi Pemberdayaan Sosial Keluarga Miskin dan KAT

Kasi Pelayanan & Rehabilitasi Sosial Penca

Kasi Bantuan Sosial KTK dan PM

Kasi Kapasitas Kelembagaan Kesos

Kasi Keperintisan dan Pelestarian Nilai-nilai Kepahlawanan

Kasi Pelayanan & Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial & Korban Narkoba

Kasi PUB, Undian, dan Jaminan Sosial

Kasi Pengembangan Pelayanan Keos

Kabid Pemberdayaan Kesos

UPTD .

47


Sedangkan struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis Balai Rehabilitasi Sosial dapat dilihat dalam gambar dibawah ini: Gambar 3 : Bagan Struktur Organisasi Balai Rehabilitasi Sosial Kepala Balai

Ka Sub Bag Tata Usaha

Kasi Penyantunan

Kelompok Jabatan Fungsional

Kasi Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

3. Hasil Penelitian a. Gambaran tugas pejabat fungsional pekerja sosial Berdasarkan tingkat, jenjang dan golongan jabatan fungsional pekerja sosial dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: Tabel 3 : Data Pejabat Fungsional Pekerja Sosial NO

TINGKAT

JENJANG MUDA

PERTAMA 1

III/a

AHLI

III/b

III/c

4

2

TERAM PIL

PELAKS PEMULA

II/a

III/d

JMH MADYA IV/a

31 PELAKSANA II/b

II/c

II/d

1 JUMLAH PEKSOS

PELAKSANA LANJUTAN

III/a

III/b 28

IV/b

IV/c

8 PENYELIA III/c

43

III/d 38

67 110

Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah memiliki pejabat fungsional pekerja sosial berjumlah 110 orang yang ditempatkan di unit pelaksana teknis (UPT), yang meliputi 27 Balai Rehabilitasi Sosial dan 25 Unit Rehabilitasi Sosial atau Unit Pelayanan Sosial. 48


Pejabat fungsional pekerja sosial dari jumlah 110 orang terdapat 68 orang yang sedang menjalani pemberhentian sementara dari jabatan fungsional karena tidak mampu mengumpulkan angka kredit. Dari hasil temuan dilapangan diperoleh data bahwa pekerja sosial pada tingkat ahli sebanyak 43 orang, dengan perincian yang berjengjang madya 8 orang, jenjang muda sebanyak 31 orang, dan muda 4 orang. Sedangkan tingkat terampil sebanyak 67 orang, dengan perincian jenjang penyelia sebanyak 38 orang, jenjang pelaksana lanjutan sebanyak 28, dan jenjang pelaksana sebanyak 1 orang. Komposisi jenjang muda lebih banyak maka tugas melakukan pada jenjang ini lebih banyak dibanding jenjang yang lain pada tingkat ahli> Sedangkan dalam tingkat terampil pada jenjang penyelia dan pelaksana lanjutan lebih dominan jumlahnya maka konsentrasi tugas lebih banyak. Pekerja sosial dalam melaksanakan tugasnya

melakukan pelayanan

pendampingan sosial kurang maximum karena jumlah pekerja sosial kecil sekali dibanding dengan jumlah penerima manfaat yang terlalu banyak. Dalam melaksanakan pekerjaan sosial pejabat fungsional pekerja sosial melakukan tahapan sebagai berikut: Tahap pendekatan awal meliputi : sosialisasi, identifikasi dan seleksi, penerimaan dan registrasi, assement, dan perencanaan.

Tahap

Intervensi

meliputi:

pemenuhan

kebutuhan

dasar,

bimbingan sosial, bimbingan fisik dan kesehatan, bimbingan psikososial, bimbingan mental spiritual, bimbingan keterampilan, bimbingan rekreasi dan hiburan. Tahap Resosialisasi meliputi: bimbingan kesiapan keluarga dan masyarakat, bimbingan sosial hidup bermasyarakat, bimbingan kerja usaha

49


ekonomi produktif, pemantapan dan penyaluran, dan terakhir Tahap terminasi dan rujukan. b. Pembinaan Pekerja sosial Peranan pejabat fungsioanl pekerja sosial mempunyai kedudukan yang sangat penting karena merupakan ujung tombak penanganan permasalahan pekerja sosial,

dalam

kesejahteraan

mewujudkan sosial,

oleh

keberhasilan sebab

pembangunan

diperlukan

upaya

dan

pelayanan

peningkatan

ilmu

pengetahuan, keterampilan dan sikap dari pejabat fungsional pekerja sosial, sehingga pelayanan kesejahteraan sosial dapat terwujud meningkatkan kualitas pekerja sosial

optimal. Dalam

Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah

menyelenggarakan bimbingan teknis pemantapan kemampuan sumberdaya aparatur pekerja sosial sebagai kegiatan yang antisipasi dan reponsif terpadu terhadap penanganan masalah kesejahteraan sosial. B. PEMBAHASAN 1. Gambaran Tugas Pekerja sosial Dari hasil temuan dilapangan diperoleh data bahwa pejabat fungsional pekerja sosial dari jumlah 110 orang terdapat 68 orang yang sedang menjalani penghentian sementara dari jabatan fungsional, artinya dalam kurun waktu 1 (satu)

tahun sejak dibebaskan sementara diharuskan mengumpulkan angka

kredit yang dipersyaratkan supaya dapat diangkat kembali sebagai pejabat fungsional dan apabila tidak mampu mengumpulkan angka kredit

terancam

diberhentikan dari jabatan secara permanen. Jumlah pekerja sosial dinilai sangat sedikit dibanding jumlah penerima manfaat yang harus dilayani, dalam melakukan pelayanan sosial kepada panerima manfaat perbandingan idealnya antara pekerja sosial dengan

50


penerima manfaat

adalah 1:10 artinya 1 orang pekerja sosial membimbing

penerima manfaat 10 orang, ini sangat efektif karena rentang kendali peksos tidak terlalu besar sehingga dapat mendalami permasalahan masing masing penerima manfaat sehingga akan dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan baik dan secara personal pekerja sosial lebih intentif dalam melakukan treatment. Dilapangan berhubungan besarnya jumlah penerima manfaat maka terjadi perbandingan menjadi 1:40, artinya 1 orang pekerja sosial melakukan pendampingan sosial kepada penerima manfaat sebanyak 40 orang, bahkan dalam

kasus

psikotropika

perbandingannya

mencapai

1:70,

artinya 1 orang pekerja sosial melakukan pendampingan sosial sosial kepada penerima manfaat sebanyak 70 orang. Sungguh perbandingan yang sangat besar hal ini karena terbatasnya jumlah pekerja sosial dan semakin berkurang jumlahnya sedangkan jumlah penerima manfaat semakin bertambah seiring dengan semakin komplek permasalahan sosial. Dengan melakukan

demikian

pelayanan

pekerja

sosial

pendampingan

dalam

sosial

melaksanakan

kurang

maximum

tugasnya karena

perbandingan sangat tidak ideal antara jumlah pekerja sosial dengan jumlah penerima manfaat yang terlalu banyak, dan bahkan terdapat Balai atau Unit pelayanan sosial tidak memiliki pejabat fungsional pekerja sosial. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pekerja sosial

Pejabat fungsional pekerja sosial adalah pekerja sosial yang memiliki kompetensi dan kepedulian dalam praktik pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan atau pengalaman praktek pekerjaan sosial untuk melaksanakan pelayanan dan penanganan masalah sosial. 51


Kemampuan

pekerja

sosial

dalam

melaksanakan

tugas

sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi antara lain : kompetensi personal, kompetensi sosial, kompetensi pelayanan dan kompetensi profesional. Secara lebih rinci kompetensi yang harus dimiliki pekerja sosial sebagai berikut: a. Kompetensi personal yang harus dimiliki oleh pekerja sosial yaitu kemampuan secara kepribadian yang meliputi: kewibawaan sebagai pribadi pekerja sosial, kearifan dalam mengambil keputusan, menjadi contoh dalam dan berperilaku, mempunyai Integritas, mempunyai kemampuan mengendalikan diri dalam berbagai situasi dan kondisi serta mampu berbuat adil dalam memperlakukan sejawat. b. Kompetensi sosial yang dimiliki oleh pekerja sosial yaitu kemampuan untuk berinteraksi sosial yang meliputi antara lain:

kemampuan

menyampaikan pendapat, kemampuan menerima kritik, saran dan pendapat orang lain, kemampuan bergaul di kalangan atasan, sejawat dan penerima manfaat, dan bergaul di kalangan masyarakat serta memiliki toleransi terhadap keberagaman di masyarakat. c. Kompetensi pelayanan yang harus dimiliki yaitu kemampuan memberikan delevery

kepada

penerima

manfaat

yang

meliputi

antara

lain:

Kesungguhan dalam mempersiapkan pelayanan sosial, kemampuan dalam membangun relasi sosial dengan klien, kemampuan mengkaji dan menilai masalah (asesmen), ketepatan merencanakan pemecahan masalah, kemampuan mengelola kasus dan mempunyai kedisiplinan serta kepatuhan terhadap nilai dan prinsip pekerja sosial.

52


d. Kompetensi profesional

yang harus dimiliki oleh pekerja sosial yaitu

kemampuan secara profesi di bidang kesejahteraan sosial yang meliputi antara lain: Penguasaan bidang keahlian yang menjadi tugas pokok pekerja sosial, kemampuan wawasan pengetahuan pekerjaan sosial yang luas,

kemampuan

menunjukan

keterkaitan

bidang

keahlian

yang

diterapkan dengan penanganan masalah sosial , penguasaan akan isuisu mutahir dalam bidang pelayanan sosial,

kesediaan melakukan

reflleksi dan diskusi (sharing) permasalahan sosial yang ditangani dengan kolega; dan kemampuan mengikuti perkembangan metode dan teknik pelayanan sosial serta keterlibatan dalam kegiatan organisasi profesi. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi antara lain: 1) Komitmen pimpinan lembaga yang mendukung terhadap kegiatan pelayanan pendampingan sosial terhadap penerima manfaat, sehingga pekerja sosial lebih leluasa dan bebas dalam menjalankan tugasnya. 2) Tersedianya sarana dan prasarana pendukung guna terselenggaranya kegiatan pelayanan pendampingan sosial, sehingga pekerja sosial lebih mudah menjalankan pelayanan pendampingan sosial kepada penerima manfaat. 3) Program karier jabatan fungsional yang jelas dan terarah sehingga mampu memacu diri pekerja sosial untuk mencapainya. 3. Peran Dinas Sosial Provinsi Jateng dalam pembinaan pekerja sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai peran sebagai pembina pekerja sosial mempunyai pengaruh dan sangat berkepentingan terhadap keberadaan pejabat fungsional pekerja sosial. Program pembinaan pekerja sosial dengan tujuan meningkatkan kompetensi pekerja sosial meliputi pengetahuan, keterampilan dan memiliki sikap yang lebih baik.

53


Kegiatan pembinaan pekerja sosial dilakukan dengan bimtek, pertemuanpertemuan peksos, pendidikan dengan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial dan pelatihan kerjasama dengan Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah dan Kementrian Sosial Republik Indonesia. Ruang lingkup pembinaan pekerja sosial guna meningkatkan kompetensi pekerja sosial kegiatannya meliputi antara lain: a. Pemberi pertolongan pemecahan masalah sosial (problem solver) melalui: 1) Pertolongan antar personal yang mempunyai tujuan sebagai berikut: Menyadari diri dan kemampuan menggunakan diri pribadi untuk memfasilitasi perubahan, memahami aspek psikologis pemberi dan penerima

bantuan,

memiliki

kemampuan

mengembangkan

relasi

pertolongan professional, mengetahui dan mampu menerapkan kode etik pekerja Sosial dalam pelayanan, memahami perbedaan etis dan budaya serta mampu menerapkan praktik pekerjaan sosial yang sensitive gender,etnis dan usia, memiliki pemahaman umum tentang perilaku individu, keluarga, kelompok, organisasi,

masyarakat dan pemerintah

dan memiliki keterampil dalam mengumpulkan Informasi tentang klien. serta memiliki kemampuan menganalisa informasi

tentang klien dan

mengidentifikasi kekuatan dan masalah dalam situasi praktik , memiliki kemampuan melakukan konseling pemecahan masalah dan resolusi konflik bersama klien serta memiliki kemampuan keahlian

dalam

mengarahkan

proses

menggunakan perubahan.

2) Pelayanan provisi sosial dengan tujuan: Mengetahui sumber-sumber lokal yang menyediakan layanan provisi sosial, seperti perlindungan layanan

kerja,bantuan

nasional,

dsb.

Memiliki

kemampuan

54


mengembangkan relasi positif antara klien dengan persyaratan provisi sosial

dasar.

Memiliki

kemampuan

membimbing

klien

dalam

menggunakan sumber-sumber secara efektif. 3) Penanganan kasuskasus individu dan keluarga dengan tujuan: Memiliki kemampuan melakukan asimilasi psikoSosial pada klien secara mendalam. Memiliki pengetahuan mendalam tentang keberfungsian sosial klien. Dan memiliki kemampuan menerapkan intervensi yang tepat. 4) Penanganan Klien dan pendekatan dengan tujuan: memiliki kemampuan memahai struktur dan fungsi kelompok, memiliki kemampuan melaksanakan terapi kelompok dan memiliki kemampuan menampilkan peran pekerja sosial dalam kelompok. 5) Pengembangan kompetensi profesional

dengan tujuan:

Memiliki kemampuan melaksanakan interprestasi dan evaluasi kritis terhadap

praktik

pribadi,

memiliki

kemampuan

mendayagunakan

konsultasi dengan efektif. Dan memiliki kemampuan memanfaatkan dan menyebarluaskan pengetahuan profesional. b. Pemberdayaan dan agen perubahan Agent)

sosial (Empower and Change

melalui: 1) Pengembangan Sistem Jaringan Pemberian

Pelayanan dengan tujuan: Memiliki kemampuan mendayagunakan konsultasi dengan efektif. menyebarluaskan

Memiliki kemampuan memanfaatkan dan

pengetahuan

profesional.

Memiliki

kemampuan

melakukan esemen program-program sosial dimasyarakat. Memiliki kemampuan melakukan esemen yang akurat terhadap klien yang membutuhkan rujukan terhadap sumber-sumber yang tepat. Serta memiliki

kemampuan

membutuhkan

program

melakukan pelayanan

advokasi yang

terhadap ada

klien

yang

dimasyarakat.

2)

55


Pengembangan

program

dengan

tujuan:

Memiliki

kemampuan

mengumpulkan dan menganalisis data organisasi dan komunitas, memiliki kemampuan merancang dan melaksanakan program-program sosial baru/revisi. Dan memiliki kemampuan memperoleh dukungan dari masyarakat. 3) Pendidikan dan pelatihan dengan tujuan: memiliki kemampuan mengembangkan kurikulum pelatihan untuk kelompok sasaran/ klien. Memiliki kemampuan merencanakan seminar, workshop atau sesi sesuai pelatihan untuk klien, memiliki kemampuan melibatkan kelompok sasaran/klien mengikuti aktifitas belajar/pelatihan. 4) Pemeliharaan Organisasi dengan tujuan: Memiliki kemampuan memahami sitem dasar operasional organisasi dan persyaratan yang diperlukan untuk mengembangkan dan menyeleksi sistem organisasi dan administrasi

lembaga

yang

efektif.,

memiliki

kemampuan

mengembangkan dan mengelola sistem organisasi dan administrasi lembaga yang efektif., memiliki kemampuan mempromosikan pelayanan organisasi serta penggalangan dana untuk mendukung pelayanan lembaga tersebut. 5) Pelayanan Perlindungan dengan tujuan: Memiliki kemampuan mengidentifikasi factor-factor resiko ( fisik, sosial internal) akibat kesalahan pelayanan ( maltreatment), memahami aspek hukum dan proses legal yang terkait dengan perlindungannya, mengetahui sumber-sumber lokal yang dapat di kontak bila klien dalam bahaya, dan memiliki kemampuan berhadapan dengan situasi konflik c. Analisis Kebijakan Sosial (Social Policy Analyst) adalah penelitian dan pengembangan kebijakan sosial dengan tujuan: Memiliki kemampuan mengembangkan dan menrepkan program-program penelitian yang

56


terkait dengan esensi kebutuhan sosial, memiliki kemampuan melakukan analisa Kebijakan Sosial dan mampu mempengaruhi pengambil kebijakan dalam

proses

pengambilan

keputusan,

memiliki

kemampuan

menginformasikan berbagai masalah sosial actual kepada publik dan menyampaikan berbagai alternatif pemecahanya. Demikian ruang lingkup pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah yang dilakukan sendiri dan bekerjasama dengan pihak lain antara lain : STKS Bandung,

Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah dan

Kementrian Sosial Republik Indonesia.

57


BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Pejabat fungsional Pekerja Sosial adalah Pegawai negeri sipil yang diangkat menjadi pekerja sosial berdasarkan Surat Keputusan Gubernur yang memiliki kompetensi dalam pekerjaan sosial dan di tempatkan di Dinas, Balai atau unit sosial. Perbandingan ideal antara pekerja sosial dengan penerima manfaat adalah 1:10 artinya 1 orang pekerja sosial membimbing penerima manfaat 10 orang, ini sangat efektif karena rentang kendali peksos tidak terlalu besar sehingga dapat mendalami permasalahan masing masing penerima manfaat sehingga akan dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan baik dan secara personal pekerja sosial lebih intentif dalam melakukan treatment. Di lapangan perbandingan mencapai 1:40 , artinya 1 orang pekerja sosial melakukan pendampingan sosial kepada penerima manfaat sebanyak 40 orang, bahkan dalam kasus psikotropika perbandingannya mencapai 1:70, artinya 1 orang pekerja sosial melakukan pendampingan sosial sosial kepada penerima manfaat sebanyak 70 orang. Pekerja sosial dalam melaksanakan tugasnya

melakukan pelayanan

pendampingan sosial kurang maximum karena perbandingan sangat tidak ideal antara jumlah pekerja sosial dengan jumlah penerima manfaat yang terlalu banyak. Dalam melaksanakan pekerjaan sosial pejabat fungsional pekerja sosial melakukan tahapan sebagai berikut: Tahap pendekatan awal meliputi : sosialisasi, identifikasi dan seleksi, penerimaan dan registrasi, assement, dan 58


perencanaan. Tahap Intervensi meliputi: pemenuhan kebutuhan dasar, bimbingan sosial, bimbingan fisik dan kesehatan, bimbingan psikososial, bimbingan mental spiritual, bimbingan keterampilan, bimbingan rekreasi dan hiburan. Tahap Resosialisasi meliputi: bimbingan kesiapan keluarga dan masyarakat, bimbingan sosial hidup bermasyarakat, bimbingan kerja usaha ekonomi produktif, pemantapan dan penyaluran. Dan terakhir Tahap Terminasi Dan Rujukan. Keberhasilan

pekerja sosial dalam melaksanakan tugasnya sangat

dipengaruhi oleh faktor-faktor instriksik dan ekstrinsik. Faktor instriksik meliputi kompetensi yang dimilikinya antara lain: kompetensi Personal, Kompetensi Sosial, Kompetensi Pelayanan dan kompetensi profesional. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi antara lain: 1) Komitmen pimpinan lembaga yang mendukung terhadap kegiatan pelayanan pendampingan sosial terhadap penerima manfaat, sehingga pekerja sosial lebih leluasa dan bebas dalam menjalankan tugasnya. 2) Tersedianya sarana dan prasarana pendukung guna terselenggaranya kegiatan pelayanan pendampingan sosial, sehingga pekerja sosial lebih mudah menjalankan pelayanan pendampingan sosial kepada penerima manfaat. 3) Program karier jabatan fungsional yang jelas dan terarah

sehingga mampu

memacu diri pekerja sosial untuk mencapainya. Program

pembinaan pekerja

sosial dengan

tujuan meningkatkan

kompetensi pekerja sosial meliputi pengetahuan, keterampilan dan memiliki sikap yang lebih baik. Kegiatan pembinaan pekerja sosial dilakukan dengan bimtek, pertemuan-pertemuan peksos, pendidikan dengan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial dan pelatihan kerjasama dengan Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah dan Kementrian Sosial Republik Indonesia.

59


Ruang lingkup pembinaan pekerja sosial guna meningkatkan kompetensi pekerja sosial kegiatannya meliputi

antara lain: Pemberi pertolongan

pemecahan masalah sosial (problem solver), perubahan

Pemberdayaan dan agen

sosial (Empower and Change Agent), Analisis Kebijakan Sosial

(Social Policy Analyst). B. Saran Setelah melakukan kajian tugas implementasi pejabat fungsional di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah kami menyarankan sebagai berikut: 1. Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah a. Guna meningkatkan jumlah pejabat fungsional pekerja sosial, perlu adanya surat edaran sekretaris Daerah atau Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah untuk mewajibkan bagi yang telah mengikuti tugas belajar dalam Kesejahteraan Sosial segera dilantik menjadi pejabat fungsional pekerja sosial, mengingat perbandingan jumlah pejabat fungsional pekerja sosial dengan penerima manfaat sangat besar. b. Perlunya kajian tugas pekerja sosial yang lebih mendalam secara administrasi, teknis, dan manajerial. 1) Tugas Administrasi berkaitan pengumpulan angka kredit untuk kenaikan pangkat; 2) Tugas Teknis berhubungan pelayanan dengan penerima manfaat yang memerlukan berbagai keahlian teknis. 3) Tugas manjerial berhubungan dengan pengembangan dan analisis luas dan keterampilan dalam menganalisis suatu masalah sosial.

60


c. Pembinaan terhadap pejabat fungsional pekerja sosial ditingkatkan baik kuantitas dan kualitas, sehingga meningkatkan kompetensi pekerja sosial yang pada gilirannya meningkatkan pelayanan kepada PMKS. d. Belum seriusnya pemerintah Kabupaten/kota dalam membina

pekerja

sosial atau aparatur yang menangani masalah PMKS; 2. Bagi Badan Diklat Sosial Provinsi Jawa Tengah a. Menambah jumlah diklat fungsional dan teknis Kesejahteraan sosial mengingat: 1) Semakin komplek permasalahan PMKS sehingga dituntut aparatur yang mempunyai kompetensi yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya; 2) Pembinaan yang dilakukan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah terhadap pekerja sosial anggarannya terbatas; 3) Pelatihan

Dasar

Kesejahteraan

Sosial

(PDPS)

dan

diklat

penjenjangan pekerja sosial yang diselenggarakan oleh Kementrian Sosial Republik Indonesia sangat terbatas; 4) Sehubungan semakin berkurangnya aparatur yang berlatar belakang pendidikan kesejahteraan sosial, maka perlu dilaksanakan diklatdiklat dasar kesejahteraan sosial bagi aparatur kabupaten dan Kota b. Melakukan kajian analisis tentang masalah kesejahteraan sosial 3. Bagi Pekerja Sosial diharapkan selalu meng up grade pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan formal, diklat-diklat teknis dan belajar secara mandiri untuk menjadi pekerja sosial yang profesional.

61


DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial. 2002. Modul Pengantar Pekerjaan Sosial. Bandung; Basrowi & Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta. Rineka Cipta; Fahrudin, Adi.2012.Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: PT Refika Aditama. Departemen Sosial Republik Indonesia. 1998. Panduan Pekerja Sosial di Lingkungan Departemen Sosial Republik Indonesia Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Manajemen. Bandung. Alfabeta; Suharto. Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung. Alfabeta; Suharto. Edi. 2007. Pekerjaan Sosial di Dunia Industri. Bandung. Refika Aditama; Sukoco, Dwi Heru.(1998). Profesi Pekerjaan Sosial dan Profesi Pertolongannya. Bandung: Koperasi Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.

62


LAMPIRAN

63


1. Hasil Wawancara Penulis melakukan wawancara dengan berbagai pihak diantaranya : pejabat strukturak di lingkungan Dinas Sosial dan Balai, pejabat fungsional dan penerima manfaat. Dibawah ini data yang berhasil diperoleh secara rinci sebagai berikut: a. Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah Drs. Rudy Arpiyantono, M.Si ketika ditanya tentang permasalahan kesejahteraan sosial di Jawa Tengah dan bagaimana strategi mengatasinya beliau berpendapat bahwa: Permasalahan kesejahteraan sosial berkembang seiring dengan perubahan dan perkembangan teknologi, konsekuensinya semakin komplek permasalahan kesejahteraan sosial, maka harus diiringi dengan peningkatan kualitas dan kuantitas pembangunan dan pelayanan kesejahteraan sosial. Kebijakan pembangunan kesejahteraan sosial yang menekankan pada peningkatan kualitas dan efektifitas pelayanan kesejahteraan sosial, tentunya harus diiringi upaya peningkatan sumberdaya manusia (SDM) di bidang kesejahteraan sosial. Kondisi yang diharapkan adalah peningkatan profesionalisme pelayanan kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh SDM yang memiliki kompetensi pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai karakteristik individual yang akan berpengaruh dalam melaksanakan tugas dalam pembangunan dan pelayanan kesejahteraan sosial. Kemudian

ditanyakan

bagaimana

peranan

pekerja

sosial

dalam

mengatasi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) Peranan pejabat fungsioanl pekerja sosial mempunyai kedudukan yang sangat penting karena merupakan ujung tombak penanganan permasalahan pekerja sosial, oleh sebab itu diperlukan pembinaan peningkatan kualitas pekerja sosial fungsional secara terus menerus.

64


Keahlian apa saja yang harus dimiliki oleh pekerja sosial dalam menangani masalah kesejahteraan sosial beliau menambahkan sebagai berikut: Dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan dan pelayanan kesejahteraan sosial, khusunya dalam penanganan permasalahan kesejahteraan sosial, diperlukan upaya pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap dari pejabat fungsional pekerja sosial, sehingga upaya peningkatan pelayanan kesejahteraan sosial dapat terwujud secara optimal. Dalam meningkatkan kompetensi pekerja sosial apa yang telah dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah: Dalam meningkatkan kualitas pekerja sosial Dinasa Sosial Provinsi Jawa Tengah menyelenggarakan bimbingan teknis pemantapan kemampuan sumberdaya aparatur pekerja sosial sebagai kegiatan yang antisipasi dan reponsif terpadu terhadap penanganan masalah kesejahteraan sosial. Beliau juga menjelaskan kondisi pejabat fungsional pekerka sosial yang dimiliki Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah saat ini sangat memprihatinkan karena jumlah pekerja sosial sebanyak 110 orang terdapat 68 orang pekerja sosial yang mendapatkan surat pembebasan sementara dari Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Tengah. Artinya dalam kurun waktu 1 tahun sejak dibebaskan sementara diharuskan mengumpulkan angka kredit yang dipersyaratkan supaya dapat diangkat kembali sebagai pejabat fungsional pekerja sosial. Keadaan ini sangat dilematis karena jumlah penyandang masalah kesejahteraan semakin meningkat sedangkan jumlah pekerja sosial fungsional semakin berkurang sehingga semakin besar perbandingan pekerja sosial dengan penerima manfaat/ penerima progran pelayanan

65


kesejahteraan sosial. Selanjutnya bapak Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah menjelaskan sbb: Idealnya perbandingan pekerja sosial dengan penerima manfaat adalah 1; 10 artinya satu orang pekerja sosial fungsional melayani 10 penerima manfaat, akan tetapi saat ini di lapangan perbandingan 1: 40 sungguh perbandingan yang sangat jauh dari ideal, bahkan dalam kasus psikotik atau penyalahgunaan narkoba, psikotik dan zat adiktif (Napza) perbandingan sangat tidak realistis yaitu 1 orang peksos melayani 70 penerima manfaat. Itulah kenyataan di lapangan pelayanan kesejahteraan sosial kepada penerima manfaat kurang maksimal, dikarena kekurangan tenaga pekerja sosial yang langsung menangani penyandang masalah kesejahteraan sosial di Balai Rehabilitasi Sosial atau di Unit pelayanan sosial.

Selanjutnya kepala Dinas menambahkan dalam mengatasi kekurangan pekerja sosial dilakukan langkah-lakah sebagai berikut: a) Menempatkan kembali pegawai negeri sipil yang awalnya adalah jabatan calon pekerja sosial fungsional, yang sekarang diperbantukan menjadi pelaksana. b) Penambahan pegawai baru namun jumlahnya tidak signifikan, hanya 3 sampai 5 orang pegawai dalam setahun yang kualifikasi berpendidikan kesejahteraan sosial. Padahal peran dan fungsi pekerja sosial fungsional sangatlah fital dan merupakan ujung tombak dalam pemberian pelayanan sosial yang bersifat individual, kelompok maupun masyarakat. Ibarat sayur kurang garam, begitu juga dengan Dinas Sosial tanpa pekerja sosial fungsional demikian imbuh beliau menilai begitu berharganya jabatan pekerja sosial tersebut. b. Sekretaris Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah yaitu

Drs. Djoko

Marwanto, M.Si tentang bagaimana peranan peksos dalam menangani PMKS, beliau menyatakan bahwa: 66


Peksos di Balai Rehabilitasi Sosial mempunyai peranan sangat penting dan merupakan ujung tombak untuk assesmen masalah penyandang masalah (PM) , anak asuhan, lanjut usia disabilitas dan psikotik. Peksos sangat menentukan penyandang masalah tersebut masuk balai atau tidak. Ditanyakan pula kepada beliau tentang kondisi dan tugas pekerja sosial di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, beliau menyatakan bahwa: Mengkader pekerja sosial saat ini terdapat 19 orang pegawai negeri sipil yang statusnya sebagai pekerja sosial, tetapi dimanfaatkan untuk membantu tugas2 didinas dalam kegiatan administrasian ke maka akan dikembalikan ke fungsinya menjadi peksos. Saat Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah mempunyai pekerja sosial sebanyak 110 orang, akan tetapi terdapat 68 orang pekerja sosial yang dibebastugaskan atau diberhentikan sementara dari jabatan peksos. Bagaimana langkah pengkaderan pekerja sosial mengingat semakin berkurangnya jumlah pekerja sosial, kemudian beliau menjawab sebagai berikut: Meningkatkan ketertarikan minat pegawai negeri sipil untuk menjadi peksos. Pegawai Negeri Sipil yang tugas belajar di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) tapi setelah lulus tidak mau menjadi peksos, itu perlu pembinaan motivasi untuk menjadi pekerja sosial. Disamping itu masih kurang pekerja sosial fungsional di Jawa Tengah juga kekurangan penguluh sosial yang bertugas memberikan penyuluhan kesejahteraan sosial kepada masyarakat. . c. Kepala Balai Rehabilitasi Sosial Anak Jalanan “Kartini� Tawangmangu Karanganyar Ir. Purwadi, MM. Kepada beliau ditanyakan bagaimana

67


melibatkan

peksos

dalam

mengerjakan

tugas

manajerial,

beliau

menjawab: Peksos diberi kewenangan untuk membuat standar pelayanan minimal, pedoman pelaksanaan kegiatan pelayanan, metrik pelaksanaan kegiatan pelayanan, standar operasional prosedur dalam pelaksanaan sidang kasus, dan standar operasional prosedur penyaluran penerima manfaat Apakah ada wadah perkumpulan pekerja sosial di Jawa Tengah dan bagaimana cara mengatasi kekurangan tenaga fungsional peksos, beliau menjawab: Dulu pernah ada forum komunikasi fungsional pekerja sosial, yang mempunyai pertemuan rutin tetapi sekarang tidak aktif, dalam menangani penerima manfaat yang banyak sekali maka dilakukan pembantuan dari staf umum tetapi bertugas `seperti peksos d. Kepala Subag Umum dan Kepegawaian Dinas`Sosial Provinsi Jawa Tengah Harjanto, SH ketika ditanyakan tentang penjengangan karier menyatakan bahwa: Pembinaan dari BKD terhadap peksos berisi tentang disiplin pegawai dan pemberhentian dari jabatan fungsional. Pengadaan peksos melalui calon pegawai negeri sipil peksos ditugaskan di umum akan dikembalikan ke fungsinya dari JPU menjadi JPK peksos ada 29 calon yang berlatar belakang kesejahteraan sosial. Pegawai setelah mengkuti tugas belajar di STKS wajib menjadi peksos. Kemudian ditanyakan juga tentang jenis pembinaan peksos

yang

dilakukan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah dan hambatan peksos dalam mengumpulankan angka kredit beliau menguraikan bahwa: Dalam UU n0 5 tahun 2014 tentang ASN. JPU mentok menjadi IIb atau level 7 gol. III atau ahli tapi kalau menjadi 68


jabatan tertentu dapat mencapai 13 atau setara kepala balai eselon. Pembinaan peksos melalui bimtek asesmen dan angka kredit, Dahulu ketika masih Kantor wilayah jenjang karier peksos hari pejabat fungsional menjadi pejabat struktural, sekarang ini belum ada penjejangan karier peksos seperti itu. Hambatan peksos sulit mengumpulkan angka kredit, membuat laporan, tidak menguasai IT, e. Koordinator Pekerja Sosial di balai Rehabilitasi Sosial Anak Jalan “Kartini� Tawangmangu Partana,SH ditanyakan tentang kunci sukses sebagai seorang peksos, dan keinginan kedepan dalam karier beliau menyatakan bahwa : Kesuksesan seorang peksos untuk dapat naik pangkat setiap 2 (dua) tahun sekali tergantung kemampuan dan kemauan yang paling penting niat untu bekerja secara profesional dan selalu meningkatkan keterampilan untuk menjadi peksos. Disamping itu seorang peksos juga sanggup untuk menjadi pejabat struktural karena dengan menjadi pejabat struktural dapat melakukan pengembangan-pengembangan metode pelayanan kesos.Kalau jadi peksos tidak bisa menerapkan pengembangan tersebut karena tidak memiliki kewenangan. f. Kepala Balai Balai Resos Anak Wira Adi Karya Ungaran, Heruwaty, SH, MM, kepada beliau ditanyakan pembinaan yang dilakukan kepada penerima manfaat dan peran peksos, beliau menjawab: Pembinaan yang dilakukan kepada penerima manfaat antara lain : keterampilan las, otomotif roda 2, otomotif roda 4, salon kecantikan dan menjahit, peran peksos adalah membimbing, memotivasi, memberikan dukungan penerima manfaat. g. Pejabat fungsional pekerja sosial Sumarno yang bertugas di Balai Pelayanan Sosial Anak Sunu Ngesti Tomo Jepara memberikan kiat menjadi peksos yang profesional sebagai berikut: 69


Pada dasarnya untuk menjadi peksos yang baik adalah niat dan menjalankan tugas sebagai peksos sabar dan bertanggung jawab, untuk menjadi peksos yang profesional harus selalu belajar dan belajar sehingga membantu dalam pelaksanaan tugasnya. Hambatan sebagai seorang peksos adalah rasa bosan dan jenuh dengan rutinitas, sehingga perlu refresing , salah satu caranya dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan. h. Pejabat fungsional pekerja sosial Drs Sugiharto yang bertugas di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Wira Adi Karya Ungaran. Beliau sekarang sedang menjalani pemberhentian sementara dari jabatan fungsional pekerja sosial karena tidak mampu memenuhi peroleh angka kredit, ditanyakan apa harapan kepada pembina pekerja sosial khusunya tim penilai angka kredit beliau menjawab: Perlu adanya komunikasi antara tim penilai angka kredit dengan pekerja sosial sehingga hasil penilaian angka kredit dapat memuaskan pekerja sosial i.

Pejabat fungsional pekerja sosial Christina Martani yang bertugas di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Wira Adi Karya Ungaran memberikan kunci sukses untuk dapat naik pangkat setiap 2 tahun sbb: Setiap melaksanakan kegiatan bimbingan kepada penerima manfaat selalu ditulis dan disiplin mengajukan angka kredit, pendidikan awalnya adalah diploma I kesejahteraan sosial di Universitas Gajah Mada kemudian diangkat menjadi pekerja sosial

j.

Pejabat fungsional pekerja sosial Supartini yang bertugas di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Wira Adi Karya Ungaran. Kepada Peksos tersebut ditanyakan bagaimana perasaan menjadi peksos dan kiat kiat dalam membimbing penerima manfaat, beliau menjawab: Beliau merasa senang sekali menjadi peksos dapat mendampingi penerima manfaat dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, menjaga kerahasiaan pribadi penerima 70


manfaat, sehingga timbul kepercayaan dari penerima manfaat maka akan terbuka dan dapat mengurai masalah penerima manfaat tersebut k. Penerima manfaat bernama Muhamad Mafisofan umur 23 tahun berasal dari Tegal berada di balai Resos Anak Wira Adi karya Ungaran sudah 3 bulan mengikuti bimbingan keterampilan las, ditanyakan bagaimana perasaan dan penilaian terhadap peksos: Dia merasa beruntung sekali dapat ikut program di balai ini, dan mengucapkan terimakasih atas bimbingan para peksos sehinga meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri menghadapi dunia luar. l.

Penerima manfaat bernama Junairoh umur 18 tahun dari Demak mengikuti program keterampilan tata rias selama 3 bulan di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Wira Adi Karya Ungaran, Dia mengungkapkan sebagai berikut: Dia berkeinginan memiliki salon kecantikan sebagai bekal usaha dikemudian hari, dia merasa beruntung dibimbing oleh bapak ibu pekerja sosial yang telah memotivasi untuk hidup lebih baik dan belajar dengan tekun supaya berhasil dalam menjalani program di balai ini.

m. Penerima manfaat bernama Muhammad Nur Akhmad asli Pemalang di kirim oleh Dinas Sosial Pemalang untuk belajar di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Wira Adi Karya Ungaran, Dia mengungkapkan sebagai berikut: Dia adalah seorang anak yatim berumul 19 tahun mengambil program keterampilan otomotif roda 4, sudah 3 bulan di Balai inibercita cita ingin memiliki bengkel otomotif. Dia sangat mengenal peksos yang membimbingnya karena beliau-beliau itu ramah dan sangat bermanfaat sekali antara lain: pa Wawan, bu Partini, pa Sugi.

71


n. Penerima manfaat bernama Ashari yang mengikuti program pembinaan di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Sunu Ngesti Tomo Jepara menyatakan sebagai berikut: Alur pembinaan yang diterimanya meliputi : penerimaan, pengasramaan, pelayanan makan, pemberian pakaian, sekolah, keterampilan extra dan kegiatan keagaamaan. Ditanyakan kepadanya juga tentang penilaian kriteria yang ideal seorang pekerja sosial dan harapannya: Dia mengharapkan adanya peksos yang tinggal atau standby di Balai sehingga dapat bertemu dan konsultasi setiap hari, dia mengharapkan figur peksos yang kebapakan atau keibuan yang sabar dan dapat membantu memahami masalah anak-anak menyelesaikan masalahynya. Berhubung peksosnya 1 orang dia bertemu dengan peksos 1 bula sekali

72


2. DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA DAN KUESENER KARYA TULIS ILMIAH BAGI PENERIMA MANFAAT

Judul “KAJIAN TUGAS PEKERJA SOSIAL FUNGSIONAL DALAM MEMBERIKAN PENDAMPINGAN SOSIAL KEPADA PENERIMA MANFAAT DI LINGKUNGAN DINAS SOSIAL PROV. JAWA TENGAH ”

Penulis: Ir. Supriyanto, Msi Widyaiswara

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 2015

73


A. DATA UMUM 1. Judul Karya Tulis : KAJIAN TUGAS PEKERJA SOSIAL FUNGSIONAL Ilmiah (KTI) DALAM MEMBERIKAN PENDAMPINGAN SOSIAL KEPADA PENERIMA MANFAAT DI LINGKUNGAN DINAS SOSIAL PROV. JAWA TENGAH 2. Penulis

: Ir. Supriyanto, M.Si

3. Jabatan

: Widyaiswara

4. Unit Kerja

: Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah

B. DATA RESPONDEN 1. Nama Penerima : Manfaat 2. Program : Pembinaan yang diikuti 3. Balai/Unit Kerja :

4. Alamat

:

5. Lama Pembinaan

:

6. Alur Pembinaan : Yang diikuti

7. Lain-lain

:

74


C. PENILAIAN PEKSOS 1. Apa yang ketahui pekerja (peksos) 2. Pernahkah curhat peksos

saudara : tentang sosial saudara : kepada

3. Bagaimana : pelayanan peksos kepada saudara

4. Bagimana menurut : saudara cara kerja peksos

5. Menurut saudara : peksos itu sebaiknya pria atau wanita?

75


6. Apa yang saudara harapkan dari seorang peksos?

7. Kapan (waktu waktu tertentu) saudara memerlukan peksos

8. Lain-lain

:

76


Catatan:

77


3. DAFTAR WAWANCARA/PERTANYAAN UNTUK PEJABAT STRUKTURAL 1. Nama bapak/Ibu? 2. Jabatan bapak/Ibu? 3. Nama Unit Kerja dan Alamat 4. Jenis PMKS yang dibina 5. Alur pembinaan PMKS 6. Berapa jumlah peksos yang bekerja di unit kerja ini 7. Klasifikasi peksos yang dimiliki : peksos ahli berapa orang dan peksos terampil berapa orang 8. Bagaimana kinerja peksos 9. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja peksos 10. Keahlian apa saja yang harus dimiliki seorang peksos dalam menangani klien/penerima manfaat 11. Berapa perbandingan peksos dan penerima manfaat yang ideal 12. Adakah program pembinaan peksos? 13. Apa nama program pembinaan peksos? 14. Bagaimana alur pembinaan peksos? Pelatihan, gathering, outbond, dll 15. Adakah penghargaan dan hukuman bagi peksos 16. Adakah forum komunikasi atau wadah untuk bertemu para peksos 17. Sudah cukupkah jumlah peksos yang dimiliki? 18. Bagaimana pengadaan atau pengkaderan peksos? 19. Bagaimana usaha-usaha peksos dalam mendapatkan angka kredit? 20. Adakah kendala yang dihadapi dalam mendapatkan peksos? 21. Apa yang paling disenangi penerima manfaat terhadap peksos 22. Adakah masalah yang timbul antara peksos dengan penerima manfaat dan bagaimana penyelesaiannya 23. Lain-lain

78


4. DAFTAR PERTANYAAN DALAM WAWANCARA DENGAN PENERIMA MANFAAT/KLIEN

1. Nama saudara? 2. Nama Balai/Unit Resos yang membina? 3. Jurusan atau keahlian yang diikuti? Berapa lama? 4. Alur pembinaan yang diikuti saudara 5. Apakah saudara tahu apa itu pekerja sosial (peksos)? 6. Apa yang dikerjakan peksos dalam membantu saudara 7. Apa yang saudara inginkan dari peksos? 8. Apa syarat-syarat untuk menjadi peksos ideal menurut saudara? 9. Dalam 1 hari anda ketemu peksos berapa kali? 10. Apa yang saudara senangi dari peksos? 11. Apa yang saudara tidak sukai dari peksos ? 12. Apakah saudara pernah curhat dengan peksos? 13. Masalah apa yang saudara curhati: kerjaan atau bersifat pribadi? 14. Apakah kemampuan peksos disini memadai? 15. Apakah rencana saudara setelah mengikuti pembinaan di Balai/Unit Resos ini? 16. Apakah usul saudara supaya peksos bertambah berkualitas? 17. Lain-lain

79


5. FOTO-FOTO KEGIATAN

Gambar : Penulis mewawancarai KaDinas Sosial Provinsi Jateng

Gambar : Penulis berbincang bincang dengan Sekretaris Dinas Sosial 80


Gambar : Penulis berdiskusi dengan Kepala Balai Ir. Purwadi, MM

Gambar : Penulis berbincang bincang Kasubag Umpeg Harjanto, SH 81


Gambar : Penulis sedang berdiskusi dengan ka Balai dan para peksos

Gambar : Penulis sedang berbincang bincang dengan ka Balai

82


Gambar : Peksos sedang mewancarai penerima manfaat

Gambar : Penulis sedang mencari informasi dari peksos Drs Sugiharto 83


Gambar : Penulis mewawancarai peksos Christina Martani

Gambar : Penulis sedang mewawancarai peksos Supartini

84


Gambar : Penulis mewawancari penerima manfaat

Gambar : Penerima manfaat menerima bimbingan keterampilan tata boga

85


Gambar : Penerima manfaat sedang menerima bimbingan keterampilan Las

Gambar : Penerima manfaat sedang menerima bimbingan keterampilan outomotif 86


Gambar : Peksos memberikan motivasi kepada penerima manfaat

Gambar : Penulis mewawancarai penerima manfaat 87


88


89


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.