Heaven's Net Is Wide (Kisah Klan Otori)

Page 1

www.DinamikaeBooks.com

BAB SATU

SUARA langkah kaki itu pelan, nyaris tak kentara di antara beraneka bunyi hutan pada musim gugur: gemeresik daun-daun yang berserakan dalam tiupan angin barat laut, kepakan sayap di kejauhan pada saat angsa-angsa terbang ke arah selatan, suara-suara membahana dari desa nun jauh di bawah sana. Namun, Isamu mendengar langkah itu dan mengenalinya. Dia meletakkan perkakasnya di atas rerumputan yang basah, bersama akar-akar yang sudah dikumpulkannya, lalu menjauh dari situ. Bilah tajam perkakas itu memanggilmanggilnya, tapi dia tak mau tergoda oleh alat atau senjata apa pun. Dia membelok ke arah datangnya si sepupu dan menunggu. Kotaro datang ke lapangan di hutan ini secara tak kasatmata, sesuai cara Tribe, tapi Isamu tak mau repot menyembunyikan diri dengan cara serupa. Dia kenal semua keahlian sepupunya itu. Usia mereka hampir sebaya; Kotaro tak sampai setahun lebih muda. Mereka juga berlatih bersama, senantiasa berusaha mengalahkan satu 15 heavens-01.indd 15

27/10/2009 15:53:56


www.DinamikaeBooks.com LIAN HEARN sama lain. Mereka berteman, sekaligus menjadi saingan seumur hidup. Isamu mengira dia berhasil melarikan diri ke desa terpencil di perbatasan timur Tiga Negara. Letak desa ini jauh dari kota-kota besar yang disukai Tribe sebagai tempat tinggal dan bekerja, menjual keahlian supernatural kepada siapa saja yang berani membayar paling tinggi, dan menemukan banyak pekerjaan di masa-masa penuh intrik dan perselisihan di kalangan ksatria itu. Tetapi, tak ada yang bisa lolos dari Tribe untuk selama-lamanya. Sudah berapa kali dia mendengar peringatan ini sewaktu kecil? Sudah berapa kali dia mengulangi hal ini kepada dirinya, diiringi rasa senang kelam yang dibangkitkan oleh keahlian-keahlian lama itu, tatkala dia menghunuskan pisau tanpa suara, melilitkan garrotte—tali pencekik—atau metode kesukaannya, meneteskan racun ke dalam mulut orang yang sedang tidur atau mata orang yang lengah. Dia yakin peringatan itulah yang bergaung dalam pikiran Kotaro sekarang ini, ketika sosok sepupunya muncul berkilat-kilat dalam penglihatannya. Sesaat mereka saling tatap tanpa bicara. Hutan ini mendadak sunyi dan dalam kesunyian itu, Isamu merasa mendengar suara istrinya, nun jauh di bawah sana. Kalau dia bisa mendengar suara istrinya, Kotaro pun bisa, karena kedua sepupu ini dianugerahi kemampuan Kikuta yang dapat mendengar jauh, dan juga sama-sama memiliki garis lurus khas Kikuta yang membelah telapak tangan.

16 heavens-01.indd 16

27/10/2009 15:55:15


www.DinamikaeBooks.com HEAVEN’S NET IS WIDE “Perlu waktu lama untuk mencarimu,” Kotaro akhirnya bersuara. “Memang itu niatku,” jawab Isamu. Perasaan belas kasih masih asing baginya dan dia takut akan kepedihan yang bangkit dalam hatinya yang baru lahir ini. Dengan penuh sesal, dia mengenang kebaikan hati sang gadis, semangatnya yang tinggi, kebajikannya. Seandainya dia bisa menyelamatkan gadis itu dari kesedihan. Dia bertanyatanya apakah pernikahan mereka yang singkat telah menanamkan kehidupan baru dalam rahim gadis itu dan apa yang akan dilakukannya setelah kematian Isamu. Biarlah gadis itu menemukan ketenangan dari orangorang sesamanya, dari sang Rahasia. Sang gadis akan sanggup bertahan karena kekuatan dalam dirinya. Dia akan menangis dan berdoa untuk Isamu, dua hal yang mustahil dilakukan anggota Tribe. Bagaikan burung-burung di alam liar yang mulai dikenal dan dicintainya ini, dia mengikuti nalurinya yang hampir tak dipahami. Dia memutuskan untuk menunda kematiannya dan menggiring Kotaro jauh ke dalam hutan. Mungkin tak satu pun dari mereka berdua yang akan kembali dari hutan mahaluas ini. Isamu menggandakan diri lalu mengirimkan dirikeduanya ke sepupunya. Sementara itu, dia sendiri berlari cepat dan tak bersuara, kakinya hampir tak menyentuh tanah, menuju sela-sela batang pohon cedar muda yang ramping. Dia melompat ke atas batu-batuan besar yang dulu jatuh dari tebing batu terjal di atas sana, meluncur ke sepanjang karang hitam yang licin di bawah air terjun,

17 heavens-01.indd 17

27/10/2009 15:55:15


www.DinamikaeBooks.com LIAN HEARN lalu menghilang dan muncul kembali dalam semburan air terjun. Dia menyadari segala sesuatu yang ada di sekitarnya: langit yang mendung dan udara lembap di bulan kesepuluh, angin dingin yang menandakan datangnya musim dingin sekaligus mengingatkan bahwa dirinya tak akan pernah lagi melihat salju, lenguhan serak rusa jantan di kejauhan, deru sayap dan jeritan parau saat gerakannya mengganggu sekawanan gagak. Maka, dia pun berlari dan Kotaro mengejarnya, sampai berjam-jam kemudian dan bermil-mil jauhnya dari desa yang telah menjadi rumahnya. Lalu Isamu membiarkan langkahnya melambat hingga sepupunya berhasil menyusulnya. Dia semakin jauh masuk ke dalam hutan; sinar matahari tak sampai di sana. Dia tak tahu di mana dirinya berada. Harapannya, Kotaro juga ikut tersesat dan mati di lereng gunung sunyi di atas jurang ini. Tetapi Isamu takkan membunuhnya. Dia, yang sudah berkalikali membunuh, takkan melakukannya lagi, meski untuk menyelamatkan diri. Dia sudah bersumpah dan tahu tak akan melanggarnya. Angin telah bertiup ke timur dan hawanya semakin dingin, namun pengejaran ini membuat Kotaro mencucurkan keringat. Isamu bisa melihat tetesan keringat yang berkilauan saat si sepupu mendekati dirinya. Meski habis mengerahkan tenaga, tak ada dari mereka yang tersengal-sengal. Di balik tubuh mereka yang ramping, terdapat otot-otot sekeras baja hasil latihan selama bertahun-tahun. Kotaro berhenti dan menarik sebatang ranting dari

18 heavens-01.indd 18

27/10/2009 15:55:15


www.DinamikaeBooks.com HEAVEN’S NET IS WIDE balik jaketnya. Sambil mengulurkan ranting itu, dia berkata, “Biar kuperjelas, sepupu, ini bukan masalah pribadi. Keputusan ini diambil oleh keluarga Kikuta. Kami melakukan undian dan aku yang mendapatkannya. Tapi apa gerangan yang merasukimu hingga mencoba meninggalkan Tribe?” Ketika Isamu tak kunjung memberikan jawaban, Kotaro melanjutkan, “Kuduga itulah yang hendak kaulakukan. Kesimpulan itulah yang diambil seluruh keluarga ketika kami tak mendengar kabar apa pun darimu selama setahun, ketika kau tak kembali ke Inuyama atau Negeri Tengah dan juga gagal melaksanakan tugas yang diperintahkan—dan dibayari, kalau boleh kutambahkan— oleh Iida Sadayoshi sendiri. Beberapa orang berpendapat kau sudah mati, tapi tak ada yang melaporkannya dan aku sendiri sulit percaya. Mana ada yang sanggup membunuhmu, Isamu? Tak ada orang yang bisa cukup dekat untuk menghabisimu dengan pisau, pedang, atau garrotte. Kau tak pernah tidur, tak pernah mabuk. Kau telah menjadikan dirimu kebal dari segala macam racun; tubuhmu pun sembuh dengan sendirinya dari semua penyakit. Tak pernah ada pembunuh bayaran sepertimu dalam sejarah Tribe. Meski berat mengatakannya, aku pun mengakui kehebatanmu. Nah, sekarang kutemukan kau di sini, sehat walafiat, di tempat yang sangat jauh dari yang seharusnya kau berada. Aku harus menerima bahwa kau sudah melarikan diri dari Tribe, dan hanya ada satu hukuman untuk itu.” Isamu tersenyum tipis, namun masih tak bersuara.

19 heavens-01.indd 19

27/10/2009 15:55:15


www.DinamikaeBooks.com LIAN HEARN Kotaro mengembalikan ranting tadi ke dalam lipatan depan jaketnya. “Aku tak ingin membunuhmu,” kata Kotaro dengan pelan. “Kecuali kau pulang bersamaku. Itulah keputusan keluarga Kikuta. Seperti yang kukatakan tadi, kami sudah mengundi.” Sepanjang waktu itu Kotaro berdiri dalam keadaan siaga, matanya gelisah, seluruh tubuhnya tegang menantikan pertarungan yang mungkin terjadi. Isamu berkata, “Aku pun tak ingin membunuhmu. Tapi aku juga tak mau pulang bersamamu. Kau benar, aku telah meninggalkan Tribe. Aku meninggalkannya untuk selama-lamanya. Aku takkan pernah kembali lagi.” “Kalau begitu, aku diperintahkan untuk menghukum mati dirimu,” kata Kotaro dengan suara lebih resmi seperti orang yang menyampaikan vonis. “Atas dasar ketidakpatuhan terhadap keluarga dan kepada Tribe.” “Aku mengerti,” jawab Isamu, sama resminya. Tak seorang pun di antara mereka yang bergerak. Kotaro masih mengucurkan keringat meski angin berembus dingin. Mata mereka bertemu dan Isamu merasakan kekuatan pandangan sepupunya. Mereka samasama memiliki kemampuan membuat lawannya tertidur; keduanya pun piawai dalam menahan diri dari pengaruh ini. Pertempuran tanpa suara itu berlangsung lama sampai Kotaro mengakhirinya dengan mencabut pisaunya. Gerakannya canggung dan gugup, tidak tangkas seperti biasa. “Lakukan apa yang harus kaulakukan,” ucap Isamu. “Aku mengampunimu dan semoga Surga pun demikian.”

20 heavens-01.indd 20

27/10/2009 15:55:15


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.