Majalah El-Nilein Edisi September 2021 "Sudan: The Untold Story"

Page 1


SALAM REDAKSI Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh. Segala puji hanya milik Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah menurunkan Al-Qur’an kepada nabi-Nya untuk menjadi pedoman dalam mengatur segala aspek kehidupan. Selawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada pembawa risalah kebenaran di muka bumi, baginda Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman. Sudan merupakan negara yang terletak di sebelah Timur benua Afrika, dengan ibu kotanya Khartoum yang merupakan tempat menyatunya dua sungai Nil yakni Nil Biru dan Nil Putih. Pasca kemerdekaan tanggal 1 Januari 1956 tidak lantas melepaskan Sudan dari banyaknya gejolak permasalahan, satu di antara sederet bagian kisah di Sudan adalah terjadinya perang saudara. Namun yang tidak kalah menariknya, justru negara ini menjadi salah satu tujuan dari pelajar-pelajar dari berbagai belahan negara lain untuk mendalami ilmu-ilmu keislaman. Mengapa demikian? Tentu ada hal yang istimewa, bukan? Banyak fenomena yang menarik yang dapat kita temukan di Sudan, demikian pula banyak hal-hal yang masih tersembunyi dari negeri ini, peristiwa-peristiwa yang menegangkan, cerita-cerita perjuangan, dan kisah-kisah yang mengagumkan, sehingga hal ini perlu untuk kita ungkap. Di kesempatan ini, Majalah El-nilein edisi ke-2 akan mengetengahkan pembahasan yang sesuai dengan judul “Sudan: The Untold Story” semoga menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca. Selamat menikmati! Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh Terima kasih, Salam Redaksi.

KRU Lembaga El-Nilein 2021 - 2022 Direktur : Faradilla Awwaluna Musyaffa’ Sekretaris : Nailul Rohmatul Muwafaqoh Bendahara : Atik Fitriyati, Daniel Zia Ulhaq Pimpinan Redaksi : Toni Suhendra Staf Redaksi : Falah Azis, Amatullah Amalia Nur Santoso, Amanda Dheazeta Sugandi, Suprianto, Zaid Abdul Aziz, Lukman Al-Khakim, Hasan Albanna, Syuhada Abdi Rauuf, Nur Wahid, Kuni Abida Kamila, April Setiawan Arya Kurniantoro, Laili Maya Ramadani Staf Media Designer : Fauziyyah Yahdiyani, Muhammad Saifurrohman Layouter : Nur Syafinatusyikah, Muhammad Saifurrohman Podcaster : Hadziq Mubarok, Tengku Rahmad, Kurnia Nur Khodijah, Urfa Salsabilatul Jannah


TABLE OF

CONTENT 36

MUSLIMAH

40

bilingual

KAJIAN UTAMA 1

42

RESENSI

12

kajian utama 2

46

KULINER

19

opini 1

04

Ketika Tarekat Mahdi Sudan Membuat Kolonial Inggris Kocar-kacir

Keterlibatan China Terhadap Konflik Sudan

Sudan dan Warna-warni Kajiannya

23

Opini 2

27

liputan khusus

31

Khartoum Rasa Bandung 90-an

Sudan Bertahan Dibalik Abrakadabra Kurs Uang

51 55 56

Fatima Ahmed Ibrahim : Pionir Kebebasan Berolitik Perempuan di Sudan

Sudan : an Undiscovered Life

Sudanese Life-tale : You Will Die at Twenty

Sudan Cuisine Corner

SASTRA

Tangan-tangan Pencari Surga

Kamus dariji sudan Kosakata dan Percakapan

cari kata

Rubrik Bonus Berhadiah

wawancara

Pilih Saja Tempat Lain Jangan ke Sudan

Sumber gambar : Team PPI Sudan Documentary (Rahmatullah Hidayat, Ahmad Hafidz, Mufi Biahdi, Hamizan Husein, Muhammad Saifurrohman, Roziqien Mahfud, Yusuf Zakaria, Zalfa Ahmad) Pixabay, Pinterest, Unsplash (Abdul Aziz Mohamed, Ahmed Babiker, Mohammad Eissa, Yusuf Yassir, Jana Sabeth, Scott Rodgerson), Instagram (@ faizabubak), Getty Images, Swedishnomad, El-Nilein Crew (Atik Fitriyati).


Kajian Utama

Ketika Tarekat Mahdi Sudan Membuat Kolonial Inggris Kocar-kacir

Muhammad Ahmad menggalang kekuatan dengan menggunakan Religio-Politik atau Politik-Agama yang terbukti mampu mengusir kolonial Inggris walaupun dengan senjata yang jauh dari kata profesional. Semangat jihad pasukan yang dipimpin Tarekat Mahdi Sudan menjadi bukti kuatnya Islam di negeri Sudan.

Oleh : Lukman Al Khakim University of the Holy Quran and Islamic Science

4

Majalah El-Nilein


Makam Al-Mahdi Omdurman, Sudan

Majalah El-Nilein

5


D

ulunya Sudan dikenal dengan nama Nubia, nama kerajaan yang telah lama menduduki Sudan sekitar 2000 SM dari peradaban primitif hingga terbentuk suatu peradaban yang dikenal dengan Peradaban Nubia. Peradaban ini telah lama dibangun jauh sebelum Islam disebarluaskan ke penjuru dunia. Wilayah kekuasaannya terbentang sepanjang Sungai Nil dari selatan Aswan (Mesir sekarang) hingga ke selatan petemuan Sungai Nil Biru dengan Nil Putih (Khartoum sekarang).

6

Sudan awalnya bukan negara Islam, karena kerajaan Nubia sendiri menganut kepercayaan Kristenitas. Islam dapat masuk ke wilayah Nubia saat Mesir dikuasai oleh bangsa Arab dengan Gubernur Amr bin Ash kala itu. Saat itu, kerajaan Nubia berusaha menguasai wilayah selatan Mesir sehingga terjadilah pertempuran di antara keduanya. Dari pertempuran tersebut, Nubia takluk atas Mesir sehingga dibuatlah perjanjian yang mengharuskan Nubia ada dalam kekuasaan Mesir 6 abad lamanya. Maka tak heran kebudayaan di Mesir dan Sudan tidak jauh berbeda, seperti dibangunnya pyramid untuk makam para raja sebagai bentuk penghormatan.

Majalah El-Nilein


Perjanjian tersebut menjadikan bangsa Islam Mesir dan bangsa Kristen Nubia sedikit demi sedikit memberikan pengaruh, termasuk dalam hal beragama. Banyak orang Arab yang berdatangan dan menetap di wilayah Nubia, tepatnya di wilayah Soba, dekat dengan Khartoum. Kemudian terjadilah beberapa pernikahan di antara penduduk kedua wilayah tersebut pada abad ke-13 dan 14 yang kemudian menjadikan banyak penduduk pribumi memeluk Islam. Pada akhirnya, dua kerajaan Kristen di Nubia tak mampu bertahan karena sebagian rakyatnya memeluk Islam, kemudian diperparah dengan adanya perpecahan di antara mereka. Masuknya Islam dan Penjajahan Kolonial Inggris

Isma’iliyah, dan Hindiyah.

Pada abad ke-15 berdiri kerajaan Islam pertama bernama kerajaan Funj di Sudan dan mampu melakukan islamisasi terhadap pribumi. Keislaman di Sudan terbilang sangat kuat karena sudah berlangsung sebelum kerajaan Funj berdiri, yang kemudian menjadi faktor munculnya banyak tarekat, seperti; Qadiriyah yang merupakan tarekat pertama yang ada di Sudan, kemudian Syadziliyah, Majdzubiyah, Sammaniyah, Mirghaniyah,

Namun kerajaan Funj hanya bertahan kurang lebih 300 tahun saja karena Gubernur Usmani di Mesir, Muhammad Ali Pasha, menaklukan sebagian besar wilayah Sudan, mengambil alih pemerintahan, dan membentuk rezim atas Sudan pada tahun 1820. Mereka menekan pergerakan kaum sufi dan memberlakukan mazhab Hanafi dalam pemerintahan kepada rakyat Sudan yang menganut mazhab Maliki. Saat itu Sudan berada dalam kendali penguasa Islam Turki-Mesir. Tak lama kemudian, Inggris menaklukkan Mesir pada tahun 1882 d a n m e n j a d i k a n Me si r sebagai daerah proteksinya. Lalu Majalah El-Nilein

7


Inggris membuka peluangnya membentuk pemerintahan di Sudan dan mengatur segala administrasi dan pemerintahan hingga tingkat gubernur. Penguasa Inggris kemudian membenamkan kekuasaannya lebih dalam dengan mengangkat Jendral Charles Gordon sebagai Gubernur untuk memerintah seluruh wilayah Sudan. Banyak penindasan dan ketidakadilan terjadi yang disebabkan oleh kolonial Inggris. Para ulama yang melakukan perlawanan sengaja dihilangkan dan perdagangan budak, yang saat itu masih berlaku, diabolisi oleh penjajah. Tak hanya itu, penjajah bahkan berusaha memecah belah wilayah Arab termasuk Sudan dan menghancurkan p e ra nan i l mu-i l mu k ei s l a m a n

dan le m b a g a - le m b a g a pendidikan yang kemudian mereka menggantinya dengan sekolah modern ala Eropa. Sudan yang sejak lama ingin memberlakukan hukum Islam sebagai hukum negara dan menjadikan Sudan sebagai negara Islam, namun dengan adanya kolonial Inggris, Islam menjadi tertekan pergerakannya dan hukum Islam hanya dijadikan sebagai hukum personal saja, seperti; pernikahan, perceraian, waris, wasiat, dan wakaf. Atas dasar tersebut, banyak kaum muslim terutama kaum sufi yang melakukan perlawanan terhadap kolonial Inggris. Dari sini, muncullah gerakan yang dimotori oleh salah seorang sufi bernama Muhammad Ahmad yang mana di kemudian hari gerakan ini dikenal dengan Perang Mahdist.

Rekam jejak kelahiran tarekat Mahdiyah

sistem kepemerintahan, bahkan menjadi pasukan garda terdepan dalam menghadaPada saat itu, gerakan tarekat terus berkem- pi kolonial di negaranya. Salah satu tokoh bang menjadi suatu organisasi yang sufi yang melakukan perlawanan terhadap bergerak dalam bidang pendidikan sosial. kolonial adalah Muhammad Ahmad. Kemudian mereka berkembang tidak hanya sebagai gerakan agama dan menjauhi Muhammad Ahmad adalah pendiri tarekat keduniawian, melainkan mereka tampil Mahdiyah, lahir di Labab, Donggola pada tasebagai gerakan politik dan terlibat dalam hun 1844. Ia merupakan anak seorang pem8

Majalah El-Nilein


buat perahu, namun Muhammad Ahmad tak berminat mengikuti jejak sang ayah dan memilih menjadi pengembara ilmu. Masa kecilnya ia habiskan untuk mempelajari AlQur’an di perkampungannya, lalu di masa remajanya ia terus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari ilmu hingga akhirnya ia berguru kepada Syekh Muhammad Dikair di Khartoum. Kehausannya terhadap ilmu membuatnya mendalami ilmu tasawuf dengan Syekh Muhammad Syarif dari tarekat Samaniyah hingga menjadi seorang sufi. Namun, kedekatannya dengan Syekh Muhammad Syarif menjadi renggang ketika gurunya tersebut mengadakan ihtifal dengan pesta dan tarian. Kemudian Muhammad Ahmad memprotes acara tersebut dengan alasan tak sesuai dengan ajaran tasawuf, yang mana protes tersebut membuat Syekh Muhammad Syarif mengusir dan mengeluarkannya dari tarekat Samaniyah. Kejadian tersebut membuat Muhammad Ahmad merasa sangat menyesal, namun apa daya itu semua sudah terjadi. Akhirnya, ia bertekad merevolusi dirinya sendiri dan membuat tarekat baru bernama tarekat Mahdiyah yang berdakwah dalam memberantas kemaksiatan dan membersihkan kedurhakaan, termasuk melawan penjajahan. Dalam dakwahnya, ia menyebutkan enam perbuatan baik sebagai seorang sufi, yaitu; merendakan diri, lemah lembut,

Majalah El-Nilein

sedikit makan, sedikit minum, bersabar, dan berziarah kepada orang-orang saleh. Kemudian ia menambahkan enam perbuatan baik tarekat Mahdiyah, yaitu; berperang, suci, bijaksana, teguh pendirian, percaya pada Allah, tawakal, dan persatuan di antara pengikut tarekat Mahdiyah. Dalam perjalanan dakwahnya, ia bertemu dengan Abdullah ibn Muhammad At-Ta’asiji yang akan menemaninya berjuang dalam berdakwah dan mengusir penjajah kolonial. Abdullah ibn Muhammad At-Ta’asiji ini yang nantinya akan menjadi pengganti dan penerus kepemimpinan Muhammad Ahmad. Selanutnya ia mengirim surat ke berbagai daerah dan menyatakan bahwa dirinya adalah Mahdi (penyelamat yang ditunggu-tunggu) serta meminta bantuan dan dukungan atas misi dakwahnya. Dengan adanya penjajahan kolonial yang telah membawa banyak penderitaan terhadap warga pribumi, ditambah adanya bencana yang mengakibatkan kelaparan dan kekeringan di banyak wilayah Sudan, maka Muhammad Ahmad benar-benar tampil bagaikan Imam Al-Mahdi yang kedatangannya ditunggu-tunggu untuk membawa perdamaian dan membebaskan masyarakat dari penjajahan kolonial. Maka dimulailah gerakan perlawanan yang dipimpin oleh Muhammad Ahmad dari tahun 1881 sampai 1885. Sedangkan Perang Mahdist terjadi dari tahun 1881 sampai 1899.

9


Mulainya perlawanan Al-Mahdi terhadap kolonial Inggris Pada mulanya perlawanan gerakan Al-Mahdi hanya menggunakan tombak, pedang, dan pisau, kemudian dalam waktu tiga tahun mereka memiliki senjata-senjata modern hasil rampasan dari tentara Inggris. Pasukan Inggris berkali-kali mengirimkan bala bantuannya ke Sudan, namun semuanya dapat ditumpas oleh pasukan Al-Mahdi, yang akhirnya pada tahun 1885 pasukan Al-Mahdi berhasil merebut benteng pertahanan pasukan Inggris dan menguasai ibu kota Khartoum. Orang-orang dari kalangan petani dan agamawan turut membantu perlawanan terhadap kolonial Inggris. Para ulama dan pemimpin organisasi Islam juga ikut andil. Mereka menyerukan jihad dan membentuk koalisi-koalisi dengan beberapa suku lain, yang akhirnya terbentuk sebanyak 50.000 pria dari pasukan Al-Mahdi dapat melawan 7.000 pria dan 9 kapal perang kolonial Inggris. Atas pemberontakan ini, pemerintahan Inggris mengangkat kembali Jenderal Charles Gordon menjadi Gubernur di Sudan. Ia dipilih karena mengenal daerah dan masyarakat Sudan. Ia pun ditugaskan untuk memberikan laporan terkait cara terbaik agar orang Mesir yang ada di Sudan tidak terlibat dalam konflik ataupun menjadi korban. Hal ini ia realisasikan sejak kedatangannya di Khartoum pada 18 Februari 1884, yang mana ia mulai mengevakuasi wanita dan anak-anak pulang ke Mesir.

10

Dengan adanya serangan dari pasukan Al-Mahdi yang tak ada habisnya, maka Inggris berkeinginan untuk meninggalkan Sudan. Namun, Gordon khawatir jika Al-Mahdi tidak segera dikalahkan maka akan menguasai Mesir yang masih dalam kekuasaan Inggris saat itu. Akhirnya, Gordon mulai melakukan cara untuk mempertahankan Khartoum dan memilih mengabaikan perintah untuk pergi dari Sudan.

Cahaya kemerdekaan yang terlihat Gordon mulai menganalisa dan memperbaiki hukum di Sudan. Kemudian ia melegalkan perdagangan budak, yang dulunya pernah ia hapus semasa menjabat sebagai gubernur Sudan, karena ia meyakini bahwa perekonomian Sudan bergantung pada perdagangan budak. Selanjutnya, Gordon mendirikan benteng dan parit di bagian selatan dan timur, sedangakan di bagian utara dan barat ia menempatkan beberapa kapal uap yang telah diubah menjadi kapal perang berlapis logam untuk melindungi Sungai Nil. Pasukan Al-Mahdi tiba di Khartoum pada 13 Maret dan bersiap memulai pertempuran. Media telah mengendus pemberitaan terhadap kondisi di Sudan sehingga Ratu Victoria memerintahkan Perdana Menteri William Gladstone untuk membantu Gordon di Khartoum. Akhirnya, Perdana Menteri William Gladstone mengirim Jenderal Sir Garnet Wolseley untuk mengirim bantuan. Namun, untuk mengirim bantuan tersebut memerlukan banyak waktu dalam mengatur pasukan dan persediaan yang dibutuhkan, hal ini menyebabkan bala bantuan datang terlambat. Majalah El-Nilein


Bergabungnya suku-suku di daerah utara membuat Pasukan Al-Mahdi terus bertambah, dan bersiap untuk menyerbu Khartoum. Dengan 5.000 prajurit, Al-Mahdi memerintahkan satu kelompok untuk menyeberangi Sungai Nil dan yang lain menyerang gerbang Massalamieh. Pada malam 25 sampai 26 Januari, Pasukan Al-Mahdi telah membanjiri kota dan membantai pasukan Inggris dan 4.000 penduduk Khartoum, serta kematian Jenderal Gordon. Proses kematian Gordon tidak diketahui secara pasti, ada yang mengatakan ia dibunuh di istana gubernur, ada pula yang melaporkan bahwa ia mati ditembak ketika melarikan diri ke konsulat Austria. Kondisi tubuhnya telah terpenggal dan kepalanya

Majalah El-Nilein

dihadapkan ke Al-Mahdi dengan tombak. Dua hari setelah itu, bala bantuan Wolseley datang dan langsung kembali ke Mesir tanpa melakukan perlawanan terhadap pasukan Al-Mahdi. Perdana Menteri William Gladstone berhak disalakan atas kekalahan pasukan Inggris karena terlambat memberikan perintah bala bantuan ke Khartoum. Dari pertempuran ini, seluruh pasukan Inggris yang berjumlah kurang-lebih 7.000 orang tewas. Sedangkan korban dari pasukan Al-Mahdi tidak diketahui jumlahnya secara pasti. Pada akhirnya, Sudan kembali dikuasai oleh Inggris pada tahun 1898 karena Jenderal Herbert Kitchener mengalahkan mereka pada pertempuran Omdurman.

11


Kajian Utama

China Terhadap Konflik Sudan

Keterlibatan

N

egara-negara di Afrika memang kaya akan sumber daya minyaknya, salah satunya Sudan. Selain kaya akan sumber minyaknya, Sudan sendiri juga menjadi perhatian Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dikarenakan konflik yang tak berkesudahan dan banyak memakan korban. Semenjak tahun 2011 yang lalu, Sudan Selatan resmi memisahkan diri dari Sudan sebab mendapat perlakuan yang tidak adil dari Pemerintah yang memprioritaskan pembangunan hanya di wilayah Sudan bagian utara, padahal pendapatan Pemerintah sebagian besar berasal dari sumber minyak yang berada di Sudan Selatan. Konflik yang dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi, ras, dan agama yang berakibat akan terjadinya perang saudara. Perang pertama yang terjadi pada tahun 1956, dan berakhir dengan ditandatanganinya perjanjian Addis Ababa Agreement pada tahun 1972. Perjanjian tersebut kemudian berakhir pada tahun 1983 saat Presiden Ja’far Nimeiri memberlakukan politik Arabisasi dan Islamisasi Sudan Selatan, setelahnya berlanjut dengan dibentuknya kelompok kontra Pemerintah di Darfur yang bernama Sudan People’s Liberation Movement/Army (SPLM/A) dan Justice and Equality Movement (JEM) yang mana dua kelompok ini menginginkan kebijakan dari Pemerintah yang berlaku adil terhadap pembangunan di wilayah Sudan, sedangkan dari sisi Pemerintah, dibentuklah kelompok yang bernama Janjaweed untuk mengatasi dua kelompok ini. Konflik antara kedua negara tersebut masih terus panas setelah Sudan Selatan merdeka, disebabkan setidaknya ada empat hal: pertama, berkaitan dengan penetapan harga pipa minyak, sebagian besar sumber minyak yang berada di wilayah Su-

12

dan Selatan dengan perusahaan yang aktif yaitu Petrodar, Petro Energy dan Greater Nile Petroleum Operating Company (GNPOC), dan White Nile Petroleum Operating Company (WNPOC) atau Thar Jath, sedangkan di Sudan hanya GNPOC, Majalah El-Nilein


Sudan Selatan membutuhkan pipa minyak milik Sudan untuk mengekspor minyaknya, namun terjadi perselisihan harga antara kedua negara sehingga menyebabkan konflik baru. Kedua, berkaitan dengan kepemilikan wilayah yang belum final yaitu wilayah Kordofan Selatan, Nil Biru, dan kota Abyei. Ketiga, berkaitan dengan konflik internal Sudan Selatan antara Presiden Salva Kiir dan mantan Wakil Presiden Rick Machar. Dalam upaya penghentian perselisihan tersebut, Intergovernmental Authority on Development membantu penyelesaiannya, sehingga menghasilkan perjanjian Compromise Agreement on the Resolution of the Conflick in the South Sudan. Namun tidak lama

Salva Kiir Mayardit President of South Sudan Majalah El-Nilein

dari itu, perjanjian tersebut dilanggar oleh SPLM/A. Keempat, berkaitan dengan kepemimpinan Omar Basyir yang menjabat selama 30 tahun, sehingga menyebabkan masyarakat Sudan kurang puas atas kepemimpinannya. Omar Basyir juga didakwa oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada tahun 2009 dengan tuduhan tindak kriminal yang terjadi di Darfur. Kepemimpinannya berakhir dengan digantikan oleh Abdalla Hamdok, seorang ahli ekonomi pada tanggal 1 September 2019. Perkembangan pesat dalam dunia pecaturan ekonomi internasional tentu juga berbanding lurus dengan persaingan yang terjadi. Amerika Serikat dan China merupakan negara yang cukup berdaya saing tinggi dalam pencarian sumber daya alam terutama minyak. Keterlibatan China di Sudan sudah berlangsung dari awal sebelum kemerdekaan Sudan Selatan diresmikan, China sudah dari awal menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan Sudan. Sejak awal, China memang memiliki kebijakan non-intervensi yaitu pemimpin politik menghindari hubungan dengan negara lain dan tidak ikut terlibat dalam perang yang tidak bersifat mempertahankan diri. Secara sederhana kebijakan non-intervensi ini artinya hubungan atau kerja sama China dengan Sudan 13


yang hanya sebatas bisnis, di luar itu hanyalah strategi China terhadap Sudan untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Namun, ketika Omar Basyir dituduh melakukan tindak kriminal di wilayah Darfur, China justru menyatakan bahwa penyebab utama adanya konflik tersebut adalah kemiskinan dan pembangunan yang tidak maju. Kemudian China dengan cepat menurunkan sekitar 400 pasukan untuk menjaga sumur minyaknya di wilayah tersebut, secara tidak langsung China menentang resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh PBB maupun forum internasional terhadap Sudan. China di sini berposisi sebagai imparsial, yaitu bersikap tidak memihak dan netral terhadap kedua negara tersebut, artinya China memiliki peran keadilan dan tidak berpihak kepada satu negara ketika membantu menyelesaikan konflik yang terjadi antara kedua negara tersebut. Kemudian imparsial juga dimaksudkan sebagai pihak yang besikap netral serta ikut dalam membantu penyelesaian konflik, namun dibatasi dengan aturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Sikap imparsial ini dapat dilihat dari beberapa indikator, contohnya; China memiliki komitmen untuk kepentingan kedua negara, tidak mendapatkan keuntungan pribadi terhadap keputusan ataupun hasil yang ditentukan atas kesepakatan kedua negara. Sikap netralitas juga ditunjukan China ketika Presiden Sudan Selatan Salva Kiir berkunjung ke China dan Salva Kiir memberitahukan keadaan atau konflik yang sedang terjadi antara Sudan dengan Sudan Selatan, atas pemberitahuan itu China bersikap netral dengan menjadi pihak yang berada

di tengah konflik tanpa berpihak di antara keduanya. Kemudian China juga berjanji akan memberi pinjaman kepada Sudan Selatan untuk pembangunan-pembanguan infrastruktur yang ada di sana. Sikap-sikap ini merupakan peran dari China terhadap kedua negara tersebut. Kerja sama China dengan Sudan maupun Sudan Selatan tak terlepas dari kepentingan ekonomi, di mana China menempati posisi pertama sebagai negara pengimpor minyak Sudan sebesar 66% dan merupakan inverstor asing terbesar di Sudan dengan perusahaan China National Petroleum Corporation (CNPC) dengan sekitar US$ 5 miliar dalam pembangunan ladang-ladang minyak. CNPC memiliki 50% keuntungan dari kilang minyak yang berposisi dekat Khartoum yang mana mereka bekerja sama dengan Pemerintah Sudan sejak tahun 1999. China bukan satu-satunya negara pengekspor minyak yang ada di Sudan, akan tetapi keterlibatan China menjadi perhatian internasional karena ikut masuk dalam konflik yang terjadi antara kedua negara. Namun, sekali lagi keterlibatan China dalam konflik yang terjadi antara Sudan dan Sudan Selatan berdasarkan kepentingan perekonomian untuk pemenuhan kebutuhan dalam internal negaranya sendiri. Oleh sebab kepentingan itulah, memicu keterlibatan China dalam konflik yang terjadi di Sudan, yang salah satu alasannya adalah untuk mempertahankan CNPC yang merupakan pemasok sumber minyak mereka. Usaha China untuk mendamaikan Sudan dan Sudan Selatan salah satunya dengan mengadakan pertemuan yang mengundang

14

Majalah El-Nilein


pada tahun 1965-1985, yang mana kala itu Sudan juga membeli persenjataan dari China. Minyak yang berada di Sudan sudah diketahui sejak lama, akan tetapi kapasitas finansial yang terbatas sehingga proses ekstraksi mulai dilakukan ketika Chevron Corporation menjadi yang pertama melakukan usaha tersebut pada tahun 1960-an. Kemudian berakhir pada tahun 1980an setelah meletusnya perang saudara di Sudan. China datang melalui sahamnya di Greater Nile Petroleum Operating Company (GNPOC). GNPOC merupakan satu-satunya proyek investasi yang dimilki oleh SOE China yaitu China National Petroleum Company (CNPC) yang berkolaborasi dengan Kementerian Energi Sudan untuk menanamkan investasinya sebesar US$ 300 juta di sumur minyak Heglig dan Unity. Peran China bukan hanya terlihat dalam hal produksi minyak semata, keterlibatan China dengan Sudan juga melalui Presiden Sudan dan Presiden Sudan Selatan. Namun, yang hanya menghadiri undangan itu hanya Presiden Sudan Selatan. China tetap bersikap netral dan berperan sebagai pihak ketiga untuk mendamaikan kedua negara, akan tetapi bukan sebagai mediator. Alasannya, karena mediator tidak boleh dari pihak luar Uni Afrika, karena dapat menjadikan konflik semakin menjadi rumit dan juga bisa menjadi ancaman baru bagi kedua negara. Setelah terjadi kesepakatan antara Sudan dan Sudan Selatan dengan pihak penengah Uni Afrika, tercapailah suatu kesepakatan seperti; mengizinkan ekspor minyak dari Sudan Selatan melalui Sudan dengan kesepakatan Sudan Selatan membayar pipa transit senilai US$ 9,48 per barrel di Sudan. Kerja sama untuk saling membantu juga dilakukan oleh China dan Sudan dengan cara Sudan menjual minyaknya ke China, sedangkan China mengekspor persenjataan ke Sudan. Hal ini juga pernah terjadi pada pemerintahan Presiden Ja’far Nimeiri Majalah El-Nilein

15


jasa pinjaman dan bantuan luar negeri, dan hal ini dilakukan untuk membangun kepercayaan dari Sudan, misalnya CNPC bekerja sama dengan Pemerintah Sudan dalam pembangunan infrastruktur dengan nilai proyek US$ 1 triliun sekaligus CNPC bertindak sebagai pemimpin lapangannya. Sebagai contoh proyeknya adalah proyek Harbin Power Company yang mendapat pinjaman dari China untuk meningkatkan kapasitas hidroenergi serta jalur transmisi sepanjang 1.700 kilometer. Peminjaman uang yang diperoleh dari China tersebut digunakan untuk membangun proyekproyek seperti; peningkatan kapasitas listrik, peralatan air, irigasi, pengeboran minyak, dan pelabuhan Sudan. Kebijakan-kebijakan luar negeri yang dibuat oleh China mulai mendapat perhatian dari internasional setelah merubah atau menyesuaikan terhadap konflik yang ada di Sudan. Ada tiga alasan atas perubahan itu: pertama, China semakin menunjukan sensitivitasnya yang tinggi atas tuduhan negatif dunia internasional. Kedua, pengkajian ulang politik China terhadap dunia internasional. Ketiga, merupakan titik perubahan kebijakan China tahun 2007 akibat semakin banyaknya serangan-serangan pemberontak kepada instalasi milik China yang berada di Sudan. Keterlibatan China dengan sikap imparsial dalam konflik yang dihadapi oleh Sudan dan Sudan Selatan melahirkan pembuktian-pembuktian, yang berarti China menginginkan perdamaian terhadap kedua negara tersebut, juga memberikan dukungan kepada kedua negara atas apa pun keputusan dan hasil dari kesepakatan mereka. Oleh : Toni Suhendra Gabra Scientific College

16

Majalah El-Nilein


Majalah El-Nilein

17


18

Majalah El-Nilein


Opini

Sudan dan Warna-warni Kajiannya

Oleh : Arya Kurniantoro International University of Africa Majalah El-Nilein

Ke Sudan, ngapain!?” Menuntut ilmu tentunya. Mereka yang belum berangkat, yang sedang menempuh studi di Sudan, atau mereka yang sudah lulus pun mesti akan menjawab demikian. Tidak ada yang berpikiran datang ke Sudan hanya untuk berbisnis, berorganisasi, ataupun sekedar jalan-jalan. 19


Negara ketiga dengan jumlah mahasiswa Indonesia terbanyak setelah Mesir dan Yaman di kawasan Timur Tengah ini, sudah menjadi tempat pilihan studi Islam untuk wilayah Timur Tengah sejak lama. Namun, masih banyak yang bertanya perihal berbagai kajian yang ada di Sudan. Seperti apa sih kajian di Sudan itu? Apakah kompak dengan satu warna dan golongan? Atau warna-warni dengan berbagai kelompok dan pemahaman yang berbeda? Tanpa menafikan kesatuan umat Islam dalam ukhuwah dan iman, perbedaan golongan dalam umat Islam memanglah ada. Perbedaan dalam bermazhab fikih, bermazhab akidah, dan pro-kontra terhadap tasawuf membuat adanya tiga golongan umum dalam dunia kajian di Sudan yaitu; ahlus sunnah wal jamaah (aswaja), salafi, dan golongan netral. Tiap golongan pun terbagi menjadi beberapa kelompok sehingga membuat warna kajian di Sudan beragam. Bedasarkan fokus dan tujuan penyampaian ilmu, secara garis besar kajian di Sudan terbagi menjadi dua tipe yaitu; kajian riwayah dan kajian diroyah. Kajian riwayah identik dengan kajian yang cepat dan ringkas dengan metode membaca cepat apa yang tertulis di kitab, yang kemudian di akhir majelis, syekh akan memberikan lembar ijazah sanad atas apa yang murid dengar. Kajian riwayah sama’ ini biasa diadakan di beberapa momentum khusus dalam Islam, seperti; sanadan Syamail Muhammadiyah pada momentum maulid Nabi saw, hadis fadilat Asyura dan Arafah yang diadakan pada momentumnya masing-masing, ataupun sama’ sanadan hadis Kutubus Sittah dari Shahih Imam Bukhari, Shahih Imam Muslim, dan berbagai kajian lainnya yang bersifat ringkas. Kajian riwayah amat digemari seluruh mahasiswa, karena di kajian inilah semua golongan biasa duduk bersama tanpa melihat perbedaan satu sama lain. Berbeda dengan riwayah, kajian diroyah bersifat rutin dan berkala dalam jangka waktu yang panjang dengan orientasi utama syekh untuk memahamkan murid. Dalam sepekan, satu kajian bisa didapatkan dua pertemuan dengan durasi tiap pertemuan kisaran satu jam. Kajian diroyah biasa ditemukan rutin sepanjang tahun tanpa mengikuti momentum khusus dalam Islam. Tipe kajian ini terdapat dalam hampir semua bidang keilmuan, mulai dari ilmu nahwu, sharaf, fikih, akidah, tasawuf, tafsir Al-Qur’an, syarh hadits, tajwid, ulu20

Majalah El-Nilein


mul qur’an, dan berbagai bidang keilmuan Tiga golongan umum yang disinggung di awal pembahasan yaitu golongan aswaja, lainnya yang terdapat di Sudan. salafi, dan netral memiliki kajian dan syPada awal kedatangannya, mayoritas ma- ekhnya masing-masing. Mayoritas mahahasiswa akan mulai beradaptasi dengan siswa Indonesia dengan golongan aswaja bahasa Arab sehingga kajian utama yang akan memilih untuk mengkaji fikih dengan biasa diminati ialah kajian diroyah baha- mazhab Syafi’i kemudian membaca kitab sa Arab berupa ilmu nahwu dengan kitab Safinatun Najaah atau Fathul Qorib, daTuhfatus Saniyyah dan ilmu sharaf dengan lam akidah akan Asy’ari dengan membaca kitab Matnul Binaa. Dalam kajian ilmu ba- Aqidatul Awam ataupun Jauharoh Tauhid, hasa Arab seperti ilmu nahwu, sharaf, dan sedangkan dalam tasawuf mereka akan balaghah ini tidaklah ditemukan perbedaan membaca Ayyuhal Walad ataupun Bidayatdalam pemahaman, sehingga setiap golon- ul Hidayah karya Imam Al-Ghazali. gan biasa duduk bersamaan. Golongan salafi dalam fikih akan membaca Pada tingkatan selanjutnya, mahasiswa Fiqh Muyassar, dalam akidah dengan membisa meneruskan kajian menuju cabang baca Ushuul Tsalaatsah ataupun Qowaa’idilmu lainnya dengan terus berguru kepa- ul Arba’ karya Imam Muhammad bin Abdul da syekh. Para syekh yang digemari ma- Wahab, dalam tazkiyah mereka akan memhasiswa Indonesia di Sudan berasal dari baca Tazkiyatun Nafs karya Imam Ibnu berbagai negara seperti; Sudan, Yaman, Taimiyyah, serta mendalami berbagai kajiMesir, Saudi, Libya, dan negara lain den- an tafsir atau berbagai cabang ilmu hadis gan spesialisasi ilmu masing-masing. Ada secara mendalam. yang spesialisasi tahfiz Al-Qur’an dengan sanad qiraat, ilmu tafsir, hadis, fikih, ushul Adapun golongan netral akan menempatfiqih, akidah, tasawuf, bahasa Arab, dan kan diri sesuai dengan minat dan kebutuberbagai spesialisasi studi Islam lainnya han tiap individu, biasanya mereka memyang bisa diambil sesuai dengan minat ma- fokuskan diri dalam tahfiz Al-Qur’an, nahwu hasiswa. dan sharaf, balaghah, serta berbagai kajian fikih, akidah, dan tazkiyah lainnya. Mereka Majalah El-Nilein

21


memilih untuk tidak banyak menyelami berbagai ikhtilaf yang terjadi di antara banyak golongan. Begitulah warna-warni kajian di Sudan, tiap golongan memiliki kajiannya masing-masing menyesuaikan pemahaman yang diyakini. Hal ini bukanlah sebuah aib atau keniscayaan. Mengingat hadis Nabi Muhammad saw akan terpecahnya umatnya menjadi tujuh puluh tiga kelompok. Walaupun demikian, kelompok tersebut masih digolongkan nabi sebagai umatnya, juga sebagai umat Islam. Imam Al Baghdadi (wafat 429 Hijriah) dalam kitabnya Al Farqu Bainal Firoq (Perbedaan antara Kelompok-Kelompok Islam) menyikapi hadis Nabi saw tersebut, Beliau berkata: “Umat Islam (yang digolongkan sebagai golongan yang selamat) yaitu mereka yang men-

yatakan alam semesta itu tercipta, lalu mengesakan Pencipta alam tersebut (Allah) dan mengakui sifat qidam-Nya, tidak menyerupakan-Nya dengan makhluk, serta mengakui nubuwwah Nabi Muhammad saw dan bersaksi bahwa Nabi diutus untuk seluruh umat manusia, serta mengakui syariatnya dan apa pun yang berasal darinya itu merupakan kebenaran, mengakui AlQur’an sebagai sumber hukum syariat, dan mengakui Ka’bah sebagai kiblat salat. Barang siapa yang mengikrarkan demikian dan tidak berpaham bidah yang mengacu kepada kekufuran, maka dia adalah seoarang sunni muwahhid.” Berangkat dari perkataan Imam Baghdadi tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa 3 golongan beserta berbagai kajiannya di Sudan ini masih berada dalam koridor umat bersaudara dalam Islam dan iman. Meskipun perbedaan dalam banyak hal memanglah ada, tetapi bukankah perkara yang kita sepakati lebih banyak daripada apa yang kita berselisih atasnya? Maka pada akhirnya, sikap paling bijaksana yang dapat kita lakukan ialah saling membantu dalam hal yang kita sepakati dan saling berlapang dada atas apa yang kita berselisih padanya. Sebagaimana perkataan Sayyid Rasyid Ridha: ‫نتعاون فيما اتفقنا عليه و يعذر بعضنا بعضا فيما اختلفنا فيه‬ Juga sebagaimana firman Allah Swt: ِ ِ َّ ‫صموا ِبحب ِل‬ ِ ‫ۚو‬ ‫يعا َوَل تَ​َف َّرُقوا‬ ْ َ ْ َ ُ َ‫اعت‬ ً ‫للا َجم‬ “Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada agama Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai”. (Surat Ali Imran: 103)

22

Majalah El-Nilein


Opini

Khartoum Rasa Bandung 90-an “Sudan, aku rindu.” “Jangan rindu, rindu itu berat, mending sambat saja.”

I

ndonesia pernah digegerkan dengan kisah cinta sepasang kekasih yang sangat romantis, kisah cinta yang membuat banyak orang pun iri akan hal tersebut, termasuk aku. Dilan, sebuah kisah yang diambil dari kejadian nyata, lalu menjadi sebuah film yang mengundang banyak pasang mata tertuju pada kisah romantisme anak SMA tahun 90-an di Bandung. Bukan tentang kisah roman picisan antara Dilan dan Milea

Majalah El-Nilein

yang akan kita telusuri lebih dalam, bukan juga tentang kota Bandung yang memiliki sebutan kota kembang untuk kita orek-orek lebih dalam lagi sejarahnya dengan kebudayaan dan keindahan bunga hakiki maupun majasi yang terdapat padanya. Namun di sini, kita akan membahas sebuah cocokologi yang mana ada beberapa fakta yang muncul bahwasanya negeri Sudan adalah gamba-

ran Indonesia pada tahun 90-an. Banyak hal yang terjadi dalam kehidupan duniawi ini, berbagai macam kejadian yang berbeda dialami setiap orang yang berbeda pula, tetapi tak sedikit juga yang mengalami kejadian sama pada individual masing-masing orang, walaupun mereka berada di tempat yang jauh berbeda, bahkan di rentang waktu yang juga jauh 23


berbeda, tetapi semua itu merupakan fakta yang telah menjadi hukum alam, fakta yang tidak bisa ditolak oleh semua orang, dan fakta yang tidak akan bisa diubah-ubah diksinya oleh orang lain. Kejadian tersebut juga tidak hanya dialami oleh individual manusia saja, perkumpulan orang, kelompok, lembaga, organisasi, bahkan antar sebuah negara pun dapat mengalami hal semacam itu. Jika negara tersebut bertetangga, mungkin masih masuk dalam akal jika hal tersebut dapat terjadi, karena banyak sejarah mengatakan bahwa kedua belah negara pada hakikatnya merupakan satu ras, satu rumpun, bahkan sebelumnya satu-kesatuan dalam negara, tetapi hal aneh terjadi saat kedua negara tersebut bertepatan pada jarak yang jauh, ras yang berbeda, bahkan benua yang berbeda juga.

24

Sudan yang secara geografisnya terletak di Afrika Timur, negara itu juga masih dalam wilayah yang berasal dari bangsa Arab, memiliki beberapa kesamaan peristiwa dengan ibu pertiwi, padahal jarak antara kedua negara tersebut sangatlah jauh, tak hanya perihal jarak, bahkan keduanya terdapat di benua yang berbeda. Indonesia di Asia dan Sudan di Afrika. Hubungan kedua belah pihak bisa dikatakan cukup dekat, terlebih pada awal-awal masa kemerdekaan Sudan, yang mana Indonesia turut andil pada kemerdekaan negeri Sudan ini dalam pengakuannya yang terjadi saat Konferensi Asia Afrika di Bandung. Tetapi bukan berarti itu sebagai dalih bahwa kedua belah pihak tersebut memiliki persamaan dalam problematika kenegaraan, bahkan yang tak masuk akal adalah problematika itu ibarat kata Indonesia yang merupakan cerminan Sudan 20 tahun ke depan. Majalah El-Nilein


menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia dari tahun 1967-1998. Keduanya tidak hanya memiliki kesamaan pada pangkat sebelum menjabat menjadi presiden, tetapi juga masa bakti mereka yang menjabat lebih dari 30 tahun lamanya, juga menjadi titik kesamaan berikutnya.

Dalam problematika kepresidenan misalnya, Indonesia dan Sudan memiliki presiden yang sama-sama pernah menjabat sebagai jendral dari tentara di dua negara tersebut, dan mereka juga sama-sama pernah menjabat dengan masa jabatan yang lama yaitu, Omar al-Bashir yang menjabat dari tahun 1989-2019 adalah mantan jendral negara Sudan yang menjadi Presiden Sudan kala itu. Seperti halnya Sudan, Indonesia juga memiliki presiden yang juga pernah menjabat sebagai jendral Tentara Nasional Indonesia, siapa yang tak kenal dengan sosok Soeharto yang dijuluki Bapak Pembangunan Indonesia, terkenal dengan guyonan “Enak Jamanku to?” Itu? Ya, Soeharto Majalah El-Nilein

Menjadi sebuah kebetulan atau tidak, 20 tahun yang lalu sebelum Omar al-Bashir ditujuk sebagai pemimpin negara Sudan adalah awal dari Soeharto memimpin Indonesia, dan 20 tahun yang sebelum Omar al-Bashir purna dari jabatanya, pun merupakan akhir dari masa kepemimpinan Soeharto. Mereka diturunkan dengan cara yang sama, yaitu dengan cara reformasi, meski masalah atau alasan mereka diturunkan berbeda. Tak hanya sampai di situ, dampak setelah keduanya turun pun dirasakan oleh masyarakat di kedua negera tersebut. Inflasi besar-besaran, ketidakstabilan kondisi politik negara, bahkan keamanan negara pun mulai menurun dari kedua belah negara tersebut. Bagaiaman pandangan kalian? Apakah problematika di atas belum cukup kuat untuk menjadikan alasan bahwasanya Sudan adalah gambaran masa lalu Indonesia saat ini? Apakah masih butuh beberapa

25


bukti lain agar kalian lebih percaya bahwasanya Indonesia dan Sudan memiliki kesamaan peristiwa penting? Indonesia dan Sudan juga sama-sama pernah melepaskan sebagian dari wilayahnya untuk menjadi negara baru. Timur Leste diakui oleh PBB pada 30 Agustus 1999 sebagai negara baru dari pecahan Indonesia setelah melalui aksi dramastis oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Sudan Selatan juga begitu, negara yang akhirnya merdeka pada 9 Juli 2011 setelah melewati perang panjang melawan Sudan, wilayah yang dikenal kaya akan minyak bumi itu terpaksa dilepas oleh Omar al-Bashir agar bisa menjaga kestabilan keamanan negara dan politik antar negara lain dengan Sudan. Lalu bagaimana dengan sifat sosial? Apakah Indonesia dan Sudan memiliki sifat sosial yang sama? Pada hakikatnya masyarakat Benua Afrika terkenal dengan sifat atau wataknya yang keras, tak sedikit dari orang Afrika yang memiliki jiwa sosial yang rendah, mereka terkenal dengan wataknya yang keras, tetapi berbeda dengan Sudan. Penduduk Sudan asli, mereka ramah dan memiliki jiwa sosial yang tinggi, terus bagaimana dengan budaya? Indonesia adalah negara yang penuh dengan berbagai macam kebudayaan di dalamnya, dan negara sekelas Sudan pun tak sanggup untuk menyaingi budaya ibu pertiwi. Banyak kesamaan bukan berarti satu perihal, jangan sampai kalimat “Indonesia adalah cerminan Sudan di masa mendatang”, sebagai patokan hingga kita mengira-ngira akan terjadi sesuatu di negeri ini di masa yang akan datang.

26

Ingat! Kita bukan dukun yang katanya bisa menerawang masa depan, bukanlah paranormal yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi, dan bukan juga pemilik mata rinegan yang bisa menembus ruang dan waktu. Semua itu hanyalah takdir, hanyalah bukti kebesaran yang Maha Mengatur segalanya, kita hanya bisa menerima, meneliti, menelaah apa yang terjadi, dan mengambil hikmah dari setiap apa yang didapatkan dari apa yang kita pahami ini. Biarkan Indonesia selalu menjadi ibu pertiwi, biarkan Indonesia menjadi negeri yang kaya akan budaya, biarkan Indonesia menjadi “tanah air beta”, karena kebinekaan di Indonesia tidak ada duanya, gotong-royongnya tidak ada yang bisa menandingi, dan memahami dengan sesama adalah bukti bahwa Indonesia merupakan negeri yang terkenal akan masyarakatnya yang ramah. Biarkan Sudan menjadi negeri yang penuh dengan memori, biarkan Sudan menjadi negeri yang dipenuhi rasa tawakal dan syukur, biarkan Sudan menjadi negeri bagai mutiara hitam di bumi ini. Kita hanya bisa berdoa, semoga negeri ini diberikan keberkahan, rahmat, dan anugerah-Nya, semoga negeri ini kembali ke masa kejayaannya, dan semoga setiap hamba yang terdapat di dalamnya selalu diberikan nikmat iman, nikmat takwa, dan nikmat ihsan dalam menjalani kehidupannya.

Oleh : Daniel Zia Ulhaq International University of Africa

Majalah El-Nilein


Liputan Khusus

Sudan:

Bertahan di Balik Abrakadabra Kurs Uang

Sudan merupakan negara dengan tingkat inflasi tinggi dengan lonjakan hingga 422.78 persen di pertengahan 2021. Krisis ekonomi yang berakibat pada melemahnya nilai tukar mata uang Pound (SDG) terhadap Dolar AS (US$) memengaruhi pergolakan kehidupan di Sudan. Dalam kesempatan ini, El-Nilein menelusuri fenomena ketidak-stabilan kurs uang Sudan yang melibatkan langsung mahasiswa, pelaku usaha, dan beberapa lapisan penduduk sekitar. Seperti apa fenomena ‘Abrakadabra’ kurs ini berdampak bagi mereka. Berikut 5 negara dengan inflasi terbesar di dunia. Beberapa ulasan yang disajikan Google mencatat statistik negara dengan tingkat inflasi terbesar beserta persentase inflasi mata uangnya. Sebuah nama negara yang terletak di Afrika Utara dengan garis pantai yang memanjang 530 mil menghadap Laut Merah bernama Sudan mencatat rekor bertahan akan fenomena inflasi mata uangnya dengan update terakhir dengan kenaikan yang menyentuh angka 422.78 % pada Juni 2021 lalu. Sejak masa transisi pemerintahan yang ditandai dengan lengsernya Presiden Omar al-Bashir pada 2019, Sudan tetap harus berjuang keras menghadapi krisis ekonomi yang ditandai dengan inflasi deras, kekurangan mata uang yang kronis, dan pasar gelap yang merajalela dan tidak stabil. Kebijakan devaluasi mata uang (menurunkan nilai mata uang terhadap nilai mata uang asing) yang merupakan reformasi pertama yang diminta donatur asing dan Dana Moneter Internasional (IMF) justru Majalah El-Nilein

27


dianggap sebagai kebijakan keras yang memicu protes di beberapa wilayah karena meroketnya biaya hidup dan penghapusan subsidi bahan bakar minyak. Melemahnya nilai tukar mata uang Pound Sudan (SDG) terhadap Dolar AS (US$) berdampak pada kenaikan bahan pokok, bahan bakar, bahkan kenaikan pajak dan pembayaran jasa di setiap sektor, termasuk pendidikan seperti biaya pengambilan ijazah, legalisir, dan pengurusan ijin tinggal. Dikutip dari tradingeconomics.com statistik inflasi Sudan sejak Agustus 2020 menggambarkan kenaikan yang signifikan akan laju inflasinya hingga menjadikan negara ini terancam hiperinflasi jika defisit dan anggaran negara semakin tidak terkendali. Inflasi menyebabkan ketidak-stabilan kurs Pound (SDG) setiap harinya. Fenomena perubahan kurs mata uang Pound (SDG) bahkan bisa terjadi hingga tiga kali dalam sehari ketika ketidak-stabilan kurs ini berada dalam fase yang menjadi-jadi. Masyarakat yang tinggal di Sudan harus selalu siap menghadapi fenomena ‘Abrakadabra’ dari kurs uang yang tidak menentu dan sukar terprediksi kapan mencapai titik stabil. Bertahun-tahun Sudan terkukung di balik krisis ekonomi yang berdampak pada semua lini kehidupan. Pengangguran, ke28

langkaan bahan pokok, hingga tidak adanya uang di mesin tarikan ATM menjadi beberapa dampak di balik kasus ini. Merekam Nilai Kurs Pound Sudan (SDG) Terhadap Dolar AS (US$) Lima Tahun Terakhir “Kenaikan yang terjadi tinggi sekali ...” tutur Roni, salah satu pemilik jasa transfer yang sudah berkecimpung di jasa penukaran uang sejak tahun 2014 silam. “Pada Desember 2017 kurs Pound Sudan (SDG) terhadap 1 USD masih menyentuh kisaran 2.500 SDG hingga 2.700 SDG.” Dalam kesempatan tersebut, beliau memberi data nilai kurs pound Sudan terhadap dolar AS selama lima tahun terakhir. Roni juga membenarkan adanya kenaikan yang signifikan setiap tahunnya terhadap nilai pound Sudan. “Pada tahun 2017 dengan kurs sejumlah itu, biaya sewa rumah masih menyentuh angka 2.500 SDG per bulannya. Coba bandingkan dengan sekarang, tahun 2021 harga sewa rumah bisa dibilang naik tiga kali lipat. Pada September 2021 saja, sudah menyentuh angka 80.000 SDG per bulannya.” Menjadi seseorang yang membuka usaha di Sudan dan bersentuhan langsung dengan kurs mata uang yang tidak stabil, beliau Majalah El-Nilein


menjelaskan beberapa kendala dan resiko yang dialaminya dalam menghadapi naikturun kurs Sudan yang sudah seperti mantra Abrakadabra. Dalam menghadapi fenomena ini, jasa transfernya harus selalu menemukan informasi paling update tentang rate terbaru Pound Sudan, “Hal yang melelahkan adalah ketika kita menerima kenyataan bahwa kurs sedang tidak stabil. Pernah satu waktu itu, nilai mata uang Pound Sudan berganti tiga kali dalam sehari. Pagi, siang, malam, untuk kemudian berganti lagi pada pagi di hari besoknya, kita harus selalu bersiap menghadapi kurs yang berubah.” Sebagai penyedia jasa keuangan yang bersentuhan langsung dengan kurs terkini Pound Sudan, beliau menuturkan bahwa melemahnya nilai mata uang Sudan berdampak pada kerugian usaha jasa transfer. Hal ini dikarenakan stok Pound Sudan yang ada akan selalu mengikuti kurs yang melemah, ketidak-stabilan inilah yang menyebabkan timbunan stok Pound yang melemah menjadi sebab-musabab kerugian. Menelisik lemahnya nilai tukar Pound Sudan terhadap Dolar AS mau tidak mau memicu permasalahan ekonomi yang tak hanya dirasakan oleh masyarakat Sudan pada umumnya, namun juga WNI yang tinggal di Sudan. Hal yang paling mudah dicermati Majalah El-Nilein

adalah tentang harga-harga barang di pasaran yang terus melonjak. Sedikitnya dolar yang beredar di Sudan juga menjadi salah satu pemicu mengapa inflasi masih terjadi kendati sanksi dari Amerika dan embargo ekonomi telah sepenuhnya dicabut. Bertahan di Balik Abrakadabra Kurs Uang ‘Ammu Khalid, seorang sopir riksyah (bajaj) yang ngetem di depan kampus IUA, langsung mengangguk ketika penulis bertanya kesediaan beliau menjelaskan dampak ‘Abrakadabra’ kurs uang Sudan. Menjadi mantan karyawan yang di-PHK sepuluh tahun silam hingga banting setir menjadi sopir dan mengalami langsung krisis ekonomi di Sudan diakuinya tidaklah mudah. Penghasilan menjadi sopir riksyah yang tidak menentu setiap hari ditambah dengan biaya hidup yang tinggi, termasuk harga roti sebagai bahan makanan pokok yang menukik naik menjadi kendala utama. Beliau juga menuturkan bahwa transisi kekuasaan di pemerintah mengambil kebijakan ekonomi jangka panjang yang dampaknya tidak bisa langsung dirasakan dalam jangka waktu dekat. Hal serupa dirasakan juga oleh Shalahuddin, seorang penjaga toko kue manis, yang mengamini tentang sukarnya bertahan di situasi ekonomi 29


Sudan dengan kurs abakadabra Pound Sudan (SDG). Hal yang paling terasa adalah kenaikan harga bahan pokok produksi pembuatan kue dan muwasholat (angkutan umum), “Bahan pokok untuk produksi naik. Halawiyat di toko kami yang dulu seharga 700 SDG naik ke angka 1.200 SDG. Adapun biaya muwasholat seharga 400 pound untuk tarif pulang-pergi itu mahal sekali bagi kalangan seperti kita,” tuturnya. Bagi mahasiswa Indonesia, fenomena ini juga menjadi sebuah dilema, terutama dalam perencanaan finansial menilik kurs Sudan yang jarang sekali menyentuh kestabilannya. Selain itu, bagi mahasiwa yang tidak mendapat kiriman dari orang tua dan memutuskan membuka usaha, dampak dari melemahnya kurs dengan melonjaknya biaya produksi menjadi problematika tersendiri. Bisakah Bertahan? Beberapa kebijakan ekonomi yang dilakukan pemerintah guna mengeluarkan Sudan dari jeratan krisis dan melemahnya mata uang terus dilakukan. Kendati pro-kontra masih mewarnai keberlangsungannya, para masyarakat Sudan tetap optimis ke depannya Sudan akan memiliki perekonomian yang lebih baik. “Terlepas dari banyaknya kebijakan dan teori. Kita mengerti, bahwa berbaik sangka pada Tuhan disertai usaha menjemput rezeki adalah kunci penting,” tutur Ammu Khalid ketika ditanya bagaimana cara terbaik menghadapi situasi kurs uang Sudan yang seperti mantra Abrakadabra ini. Oleh : Faradilla Awwaluna Musyaffa’ International University of Africa 30

Majalah El-Nilein


Wawancara

Pilih Saja Tempat Lain, Jangan ke Sudan “Saat itu saya mau langsung pulang.” Syekh Hamzah melanjutkan ceritanya, “Saya langsung menelepon orang tua untuk menceritakan keadaan di Sudan, saya bilang ke mereka bahwa saya mau pulang saja, tapi jawab mereka, sabar dulu. Setahun, dua tahun, hingga akhirnya saya terbiasa dengan keadaan Sudan. Ketika libur tahun pertama, kedua, dan ketiga, saya sempatkan pergi ke ujungujung kota di Khartoum untuk kerja proyek pembangunan gedung-gedung, lumayan bisa untuk membeli sabun,”

Wawancara Syekh Dr. Hamzah Abu Bakar Mahmud Zakaria Idris Oleh : April Setiawan Mahasiswa Kuliah Jabrah Al-‘Ilmiah Sudan

Majalah El-Nilein

31


Syekh Dr. Hamzah Abu Bakar Mahmud Zakaria Idris

I

nternasional University of Africa (IUA) salah satu ikon Republik Sudan. Mahasiswa dari belahan dunia pun berbondong-bondong ingin belajar ke IUA, termasuk sebagian besarnya adalah orang Indonesia. Pada 2010 lalu, tercatat lebih dari 6.000 mahasiswa yang tengah berkuliah di kampus tersebut .

studi di IUA mendapatkan beasiswa penuh, mulai dari tempat tinggal berasrama, makan tiga kali sehari, dan SPP secara gratis. Beasiswa tersebut terakhir diberikan pada tahun 2019 lalu. Tahun ini, beasiswa paling tinggi hanya lsekitar 50% saja, dengan begitu mahasiswa yang masuk di IUA pada tahun ini harus membayar SPP mulai dari Sebagian besar mahasiswa US$ 500, US$ 1.000, hingyang sedang menempuh ga US$ 2.000 per tahunnya.

32

Majalah El-Nilein


Kendati demikian, masih saja ada mahasiswa yang berangkat ke Sudan. Ada yang tetap berkuliah di IUA, ada juga yang berpindah ke kampus lain dengan biaya yang lebih terjangkau, misalnya Jami’ah Qur’an Madani, Kuliah Jabroh Al-‘Ilmiah, dan lainnya. Memang sekarang ini Sudan tidak sedang dalam kondisi baik, terutama pasca kudeta pemerintahan Omar al-Bashir pada awal 2019 lalu. Kenaikan bahan pokok dan juga biaya-biaya administrasi terkait perkuliahan bisa mencapai 500%, misalnya saja biaya untuk mu’adalah (cap ijazah) di Ta’lim ‘Ali Sudan (Menteri Pendidikan) yang mencapai lima puluh dolar untuk saat ini, yang mana sebelumnya hanya berkisar lima dolar saja. Untuk menambah sedikit pandangan tentang Sudan, kita juga perlu bertanya dengan mereka yang sudah lama belajar di Negeri Dua Nil ini. Pada wawancara kali ini, narasumber kita adalah seseorang yang sudah sepuluh tahun berkuliah di Sudan, mulai dari sarjana muda (S1) hingga program doktoral (S3). Beliau merupakan ulama yang sangat dikenal dan dekat dengan mahasiswa-mahasiswa yang tinggal di Asrama Maududi. Beliau adalah Syeikh Dr. Hamzah Abu Bakar Mahmud Zakaria Idris.

jenjang yang lebih tingga pada tahun 2011 dengan berkuliah ke Sudan di IUA jurusan Dirasat Islamiah hingga 2015. Selanjutnya, dari tahun 2016 hingga 2018, beliau melanjutkan program magister di University of The Holy Qur’an and Islamic Science dengan program studi (prodi) Tafsir dan Ulumul Qur’an. Pada 2020 lalu, beliau berhasil menyelesaikan program doktoral dengan predikat mumtaz (cumlaude) di IUA prodi Tafsir dan Ulumul Qur’an. Sekarang beliau bekerja sebagai dosen pembantu jurusan Tafsir dan Ulumul Qur’an, dan Qiraat dan Ulumul Qur’an di kampus yang memberi beliau gelar doctor tersebut. Beliau menceritakan pengalaman pertama kalinya ke Sudan. “Ketika di bandara Khartoum lepas turun dari pesawat, waktu itu sedang musim panas, saking panasnya membuat mata perih untuk memandang ke tempat yang agak jauh,” ucap beliau. Lalu melanjutkan, “Saat itu saya mau langsung pulang.” Syekh Hamzah melanjutkan ceritanya, “Saya langsung menelepon orang tua untuk menceritakan keadaan di Sudan, saya bilang ke mereka bahwa saya mau pulang saja, tapi jawab mereka, sabar dulu. Setahun, dua tahun, hingga akhirnya saya terbiasa dengan keadaan Sudan. Ketika libur tahun pertama, kedua, dan ketiga, saya sempatkan pergi ke ujung-ujung kota di Khartoum untuk kerja proyek pembangunan gedung-gedung, lumayan bisa untuk membeli sabun,” tutur beliau.

Syekh Dr. Hamzah Abu Bakar Mahmud Zakaria Idris, sering dipanggil Syekh Hamzah, merupakan Dosen qiraat yang berasal dari Ghana. Lahir di Tamale sebelah utara Ghana pada 22 April 1987. Selama sepuluh tahun menempuh pendidikan di negaranya, lalu beliau melanjutkan Pendidikan ke Majalah El-Nilein

33


Terkait menuntut ilmu, apalagi ilmu agama, beliau menegaskan bahwa ilmu tidak didapatkan kecuali dengan kesungguhan, hingga terasa keletihan. Pergi kuliah pagi hingga sore, lanjut ikut kajian kitab-kitab, ada waktu luang yang sebagian dipakai untuk tijarah (berdagang). Itulah al-’ilmu labudda minatta’b, menuntut ilmu harus merasakan lelah, insyaallah akan kita dapatkan keberkahan dari menuntut ilmu itu. Insyaallah pada 20 September bulan ini, Syekh Hamzah akan safar ke negaranya, apakah beliau akan kembali ke Sudan? “Laa, laa urid wa lan urid (tidak, saya tidak akan pernah mau kembali),” jawab beliau. Beliau kemudian melanjutkan, “Jauh sekali apa yang saya rasakan dahulu dibanding dengan sekarang, sekarang Sudan benar-benar lagi tidak baik. Dahulu pada tahun 2011 muadalah (cap ijazah) hanya berkisar 21 SDG, sekarang sudah US$ 50, belum lagi fash tibb (cek darah untuk visa), dan lain-lain.”

34

“Saya tidak merekomendasikan orang-orang untuk berkuliah ke Sudan, lebih baik pilih tempat lain yang lebih aman,” pungkas musyrif Rumah Daurah Khandak tersebut. Beliau juga berkata, “Saya sedikit pun tidak benci dengan Sudan, bahkan saya sangat mencintainya, tetapi memang sekarang kondisi Sudan sedang tidak baik”. Dalam kesempatan lain ketika beliau mengisi khutbah Iduladha kemarin, beliau mengajak para mahasiswa agar selalu mendoakan kebaikan kepada kampus IUA, dan juga kebaikan pada negeri Sudan ini, serta mengutuk keras terhadap orangorang yang berniat buruk terhadap kampus tersebut. Nasihat beliau kepada para penuntut ilmu di Sudan atau di mana pun berada, “Jangan pernah Anda menyia-nyiakan waktu. Akan terasa sangat menyesal nanti kalau masa-masa sekarang lalai dengan waktu luang yang dimiliki. Jagalah sebaik mungkin waktumu.”

Majalah El-Nilein



Muslimah

FATIMA AHMED IBRAHIM Pionir Kebebasan Berpolitik Perempuan di Sudan “Perempuan ingin berpartisipasi dalam kehidupan politik dan pengelolaan negara dengan laki-laki. Untuk mengarahkan kebijakan negara demi kepentingan anak-anak, serta perempuan, laki-laki dan masyarakat secara keseluruhan.” – Fatima Ahmed Ibrahim. Seorang politikus feminis Sudan, Fatima Ahmed Ibrahim adalah perempuan pertama yang terpilih menjadi anggota parlemen di Afrika dan Timur Tengah. Terlahir dalam keluarga menengah yang terpelajar di Khartoum, Sudan. Ayahnya seorang guru dan ibunya termasuk dalam wanita generasi awal yang melanjutkkan pendidikannya hingga jenjang perguruan tinggi. Kakeknya yang merupakan salah satu kepala sekolah terkemuka di Sudan dan juga seorang imam di lingkungannya. Latar belakang pendidikan Fatima menjadikannya pribadi yang bisa memimpin dan mengorganisir orang lain untuk bersuara tentang masalah sosial, demokrasi, dan hak-hak mereka.

ga yang sadar akan politik. Ayahnya dicopot dari jabatan sebagai pengajar sekolah negeri karena menolak mengikuti aturan kolonial Inggris tentang pengajaran dalam bahasa Inggris. Kakaknya Salah, seorang penulis, dosen, juga penyair aktif dalam gerakan anti-kolonialisme yang berusaha membawa sistem demokrasi ke Sudan.

Selama manempuh pendidikannya di Sekolah Menengah Puteri Omdurman, dengan menggunakan nama pena, Fatima mulai menulis di surat kabar yang berisikan tentang kritik kolonial serta mengadvokasi hak-hak perempuan. Selain itu, ia juga mulai menerbitkan madingnya sendiri (koran yang ditempel di dinding tempat umum, mirip seperti portal berita modern saat ini). Tulisannya Selain latar belakang pen- dinamai Elra’edda yang bedidikannya, Fatima juga rarti “Gadis-Gadis Terkemutumbuh dalam keluar- ka”. Topik pembahasannya 36

Majalah El-Nilein


terfokus pada isu-isu hak perempuan, penindasan kolonialisme, dan demokrasi. Ketika sekolah menghapuskan pelajaran sains dan menggantinya dengan pelajaran “ilmu keluarga”, karena dianggap lebih cocok untuk anak perempuan, Fatima tidak tinggal diam. Dia memprakarsai pemogokan perempuan pertama di Sudan hingga pelajaran sains diadakan kembali. Di usianya yang ke-14 tahun, Fatima memulai gerakan Asosiasi Perempuan Intelektual sebagai bentuk protes kepada pihak Inggris yang membatasi peran perempuan dalam masyarakat. Terinspirasi oleh Dr. Khalda Zahir dan Fatima Talib, dua orang perintis Asosiasi Perempuan yang mempunyai fokus untuk mendidik dan memobilisasi perempuan, yang mana pada tahun 1952 mereka bersama-sama mendirikan Persatuan Wanita Sudan (SWU).

SWU sendiri menentang propaganda kolonial dan memperjuangkan hak perempuan atas status hukum, hak untuk menyetujui pernikahan, hak untuk memilih dan dipilih, hak untuk bekerja, serta hak-hak perempuan lainnya seperti; gaji yang sebanding, tunjangan cuti hamil, pensiun, dan penghapusan undang-undang yang mengharuskan perempuan kembali ke suaminya yang kasar. Ketika Sudan jatuh di bawah rezim militer, saudara laki-laki Fatima mulai membahas literatur sosialis dan komunis dengannya, memperluas pandangan politiknya yang mengarah pada keanggotaannya di Partai Komunis Sudan (SCP). Tak butuh waktu lama bagi Fatima untuk menjadi anggota komite pusat partai, SCP adalah partai pertama yang mengizinkan perempuan ikut bergabung di dalamnya. Di tahun berikutnya Fatimah semakin gencar mengeksplorasi isu-isu hak asasi manusia dan secara vokal menentang rezim diktator militer Abboud, serta menjadi Pimpinan Redaksi Sawt Al-Mara (Women Voice) meskipun faktanya perempuan dilarang bekerja sebagai jurnalis. Fatima mulai merubah cara pandang wanita di Sudan. Dia menikah dengan Al-Shafi’, yang merupakan seorang pemimpin serikat pekerja yang dihormati dan dia menjadi terkenal sebagai pemimpin revolusi kemerdekaan 1964. Kemenangan nir-kekerasan akan membuat diktator secara sukarela angkat kaki dan membubarkan rezimnya. Kehadirannya di depan publik menginspirasi banyak perempuan lain untuk ikut andil dalam urusan politik. Setahun kemudian, dia terpilih sebagai wanita

Majalah El-Nilein

37


pertama yang mengisi salah satu kursi parlemen Sudan yang baru dibentuk. Namun tak lama kemudian, Presiden terpilih Nimeiri mulai menyalahgunakan kekuasaannya untuk menekan oposisi, termasuk menyerang pimpinan oposisi dan mulai melarang serikat pekerja dan serikat wanita Sudan. Nimeiri menangkap para pemimpin serikat termasuk suami yang dinikahinya tiga tahun sebelumnya, mereka kemudian dipenjara dan dieksekusi. Fatima juga dijadikan sebagai tahanan rumah selama dua tahun dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup. Meskipun begitu, ia tetap berpartisipasi dalam kegiatan demokrasi underground. Setelah itu, Fatima comeback sebagai sosok yang berbicara tentang perubahan sosial dari perspektif sosial feminis. Pada tahun 1985, Sudan kembali menggunakan sistem pemerintahan demokrasi, saat itu Fatima kembali mengajukan diri sebagai perwakilan perempuan di pemerintahan yang baru. Namun, setelah beberapa tahun, pemerintahan demokrasi sekali lagi kembali digulingkan, kali ini oleh Omar alBashir dan Front Islam Nasional. Pada tahun 1991, Omar al-Bashir memberlakukan undang-undang yang ketat bagi perempuan, mewajibkan mereka mengenakan jilbab, mengecualikan mereka dari posisi politik, dan mengembalikan dominasi laki-laki dalam rumah tangga. Orangorang yang menganut kepercayaan komunis dan sekuler dibabat, Fatima ditangkap ketika dalam perjalanan, tetapi amnesti internasional menjamin pembebasannya. Kemudian Fatima pergi ke pengasingannya di London bersama putranya Mohammed. Ketika di pengasingannya, Fatima merintis cabang serikat perempuan di London dan terpilih sebagai Presiden Federasi Demokrat Internasional Perempuan di tahun berikutnya. Dia adalah wanita muslim pertama dari Afrika yang memegang posisi ini. Dia juga dianugerahi penghargaan PPB untuk prestasi luar biasa di bidang hak asasi manusia dua tahun kemudian. Pada tahun 2005, di bawah tekanan internasional menyusul dakwaannya sebagai penjahat perang, yang mana Presiden Omar al-Bashir berupaya berdamai dengan pasukan oposisi. Fatima kemudian kembali ke Sudan untuk ditunjuk sebagai deputi di parlemen. Ia memenangkan penghargaan Ibn Rusyd sebagai pengakuan atas kampanyenya dalam menyuarakan hak-hak perempuan 38 36

Majalah El-Nilein


dan keadilan sosial di dunia Arab pada tahun 2006. Namun pada tahun berikutnya, dia mengumumkan pensiunnya dari dunia politik pada usia 74 tahun, ia menyatakan, “Sekarang adalah waktu untuk menyerahkan panji kepada kaum muda,” dan ia menyeru pemuda pemudi untuk maju dan menggantikannya. Saat ini, banyak orang Sudan yang menanggapi seruannya namun tak sedikit yang terpaksa menyembunyikan identitasnya karena takut akan penindasan Pemerintah. Kampanye SWU telah membuat perubahan yang signifikan pada kehidupan perempuan di Sudan, dan dapat mengembalikan hak yang selama ini hilang dari tempat mereka bekerja. Juga termasuk undang-undang yang mengharuskan laki-laki meminta persetujuan perempuan untuk menikah, penghapusan undang-undang yang menuntut kepatuhan istri, perceraian dalam kasus pelecehan, dan pemeliharaan anak-anak dari perceraian. Sebagai seorang wanita religius dan putri seorang imam, Fatima lebih dari mampu mengutip Al-Qur’an sebagai jawaban untuk orang yang mencoba membatasi peran wanita menggunakan argumen agama. Dia tetap berkomitmen pada feminisme materialis dan menolak fokus liberal pada identitas: “Prioritas gender apa yang dimiliki seorang wanita yang anaknya sekarat karena kelaparan di pelukannya sendiri?” Dia bertanya. Dia juga berkomitmen pada redistribusi ekonomi yang meragukan kapasitas perempuan untuk membebaskan diri mereka sendiri dalam masyarakat kapitalis: “Perempuan tidak akan pernah setara dengan laki-laki dalam masyarakat yang di mana laki-laki tidak setara dengan laki-laki,” katanya. Majalah El-Nilein

Dia meninggal di London pada 12 Agustus 2017. Jenazahnya diterbangkan kembali ke Khartoum untuk dimakamkan dengan protokol kenegaraan karena jasanya bagi politik dan sejarah Sudan. Pemakaman ini menunjukkan pentingnya politik radikal Fatima bagi orang-orang Sudan yang progresif. Para pelayat meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah dan mengusir perwakilan pemerintah dari upacara pemakaman tersebut. Oleh : Amatullah Amalia Nur Santoso University of The Holy Quran and Islamic Science

39


Oleh : Falah Azis International University of Africa

SUDAN

An Undiscovered Life One of the best parts I ever saw in Sudan is about how to live here. Life is not only how to survive and get some benefits we want. But, how to manage and put ourselves into deep life with society and nature. Sudan has a lot of unseen things that are rarely exposed. This is what we call “Sudan: An Undiscovered Life’’.

40

So, in this part, the writer just wants to talk about an undiscussed topic that sometimes appears in the middle of people and has no reference. And principally, Sudan has a long history of founding of this country. There are many scientists talking about this land that really relate and same with Egypt historically in the sight of culture and system of government. Majalah El-Nilein


infrastructure, and Sudan didn’t have any iconic cities or buildings. Here, we try to look at another side from Sudan. Clearly, when we talk about infrastructure in Sudan totally too far from development. But, if we talk about faithfulness perhaps, we’ll be ashamed by Sudanese practitioners. It was the kind of value we could get from the Sudanese society. I think God is fair, creating people with different characters and cultures. Then we could learn how Sudanese could practice His gospel in any condition. As Cak Nun compares between eastern people and western people, that eastern people are living not only for material prospects, while western people are living for the sake of material goods. They just focus on improving the display appearance, not the soul. And it is different from what eastern people do. They don’t care about the physical but the soul is more important than the display. First impression for who never visit Sudan, perhaps will see that Sudan just likes hell court. Maybe it’s too far. But, this impression has been an icon of Sudan. Well, when we see Sudan only from this sight, it was too heavy to tell about the wellness of Sudan. But, let’s get a flashback to the past, when Sudan was still a kingdom, they haven’t accepted Islam as the way of life, but today the history is changed. As we see today, Sudan is not too popular in the world when we compare it with another rich country. Basically, if we see from this case, Sudan is still in a decreased condition for this era or even when we try to take a walk in some street in Sudan, we’ll find that Sudan is so far behind in Majalah El-Nilein

So, here we could get the point of this case. Even though Sudan does not have much wealth, there is another value we could get from Sudan. One of the biggest aspects in life and it will be continued until hereafter, that is spirituality. For example, when we take a walk around Sudan, perhaps we will be surprised when we see a group of people are gathering beside the road to practice congregational prayer when it’s called to prayer, and they don’t care whatever the condition. Like Sudanese proverb said, “Love for something makes a man blind and deaf.” Here, we see that we may love something, but not too much. Because it causes us to forget something bigger than what we think is big. 41


Sudanese Life-Tale: You Will Die at Twenty 42

Majalah El-Nilein


Sudanese Life-Tale : You Will Die at Twenty Judul film Genre Rate Pemain Tahun Rilis

: You Will Die at Twenty : Drama : 7.1/10 (IMDb) 87% (Rotten Tomatoes) : Mustafa Shehata, Bonna Khalid, Islam Mubarak, Mahmoud Alsarraj : 2019

F

ilm garapan Amjad Abu Alala menampilkan scene pertama dalam film ini begitu mengesankan. Dengan latar belakang pedesaan Sudan, pembukaan kisah diawali dengan sajian pemandangan estetik dari budaya setempat beserta pemuka agama (syekh) dan seorang Ibu bernama Sakina (Islam Mubarak) yang sedang menggendong anaknya yang baru lahir, Muzammil (tokoh dewasa diperankan oleh Mustafa Shehata), bersama iring-iringan warga. Mereka berjalan menuju perayaan kelahiran untuk meminta do’a dan keberkahan. Suasana sakral khas peristiwa adat sangat terasa dalam scene tersebut.

Dari sinilah takdir Muzammil ditentukan ketika syekh mengatakan bahwa usia hidupnya hanya mencapai dua dekade. Hasil prediksi yang di luar kehendak sang ibu kemudian menjadi momok tersendiri ketika memandang Muzammil bahwa ia akan mati di usia dua puluh. Masa kecil Muzammil sangat membosankan sebab ayahnya pergi meninggalkan rumah dan sang ibu melarangnya bermain di luar. Bukan tanpa alasan, hal ini dilakukannya untuk menghindarkan Muzammil dari cemooMajalah El-Nilein

han teman-teman sebaya yang kerap memanggilnya “son of death”. Hingga suatu ketika, karena dirasa sudah tidak tahan lagi, Muzammil nekat keluar dan berlari menuju Sungai Nil. Dengan bertelanjang kaki, ia merasakan pijakan pertama kakinya menyentuh air sungai secara langsung. Tak sadar, Muzammil sudah berada di tengah dan saat itu pula ia mendengar teriakan teman-temannya melontarkan julukan terkutuk tersebut. “Hei Muzammil, kau mau mati sekarang? Apakah kau sudah menentukan jalan kematianmu dengan menenggelamkan diri di sungai? Hahaha…” Ucapan di atas sontak membuat Muzammil marah. Kemudian ia berlari kencang pulang ke rumah. Ia benci hidupnya. Benci akan takdir yang dibawanya. Film ini tidak memiliki dialog panjang dalam menggambarkan emosi. Namun, para pemainnya mampu menunjukkan lewat ekspresi wajah dengan sangat 43


mati hidupmu, maka waktumu hanya akan habis di desa ini. Kau bahkan belum pernah mendatangi Khartoum,” ucapnya mengejek.

baik. Dengan hanya mengamati sorot mata ataupun gerak gerik mereka, kita dapat menyimpulkan sendiri perasaan apa yang tengah mereka alami. Yang menarik dari keseluruhan cerita ini adalah ketika Muzammil disuruh mengantarkan pesanan minuman haram. Ia protes kepada pemilik kios tempatnya bekerja bahwa kita telah melakukan dosa. Si empunya balas meneriaki bahwa Allah Maha Pengampun. Selama kita memohon dan meminta kepadaNya, hidup akan terus berlanjut. Muzammil tak habis pikir mendengarnya. Sewaktu berhadapan dengan pemesan, ia mendapati seorang lelaki paruh baya bernama Sulaiman (Mahmoud Alsarraj) yang belakangan ini diketahuinya merupakan sosok lelaki serampangan tetapi memiliki pengalaman luar biasa hasil dari petualangannya tinggal di berbagai macam negara. Sulaiman kerap berkata kasar dan menyumpahi desa tempat mereka berada, ia tertawa sarkas ketika mendengar takdir yang diceritakan Muzammil kepadanya. “Jika kau tak menik-

44

Banyak hal berlawanan yang ia temukan dalam diri Sulaiman. Tetapi lambat laun, keakraban mulai muncul di antara mereka. Muzammil sering menyambangi rumahnya hanya untuk mendengarkan cerita atau menonton film yang baru ia saksikan pertama kali seumur hidup. Premis yang disuguhkan dalam film ini bisa dibilang teratur dan sedikit mind-blowing. Ketika menikmati setiap adegan di dalamnya, penonton akan selalu dibuat terpukau dengan sinematografi yang apik beserta pengambilan tone yang indah. Agak mengherankan sebab kita bisa merasakan warna lain dari Sudan, negeri yang terkenal dengan kemiskinan dan tidak memiliki pemandangan apapun selain padang pasir kering. Film ini berhasil konsisten memanjakan mata penonton dari awal hingga akhir. Bukan hidup namanya jika tidak berbicara cinta. Kisah romansa juga menjadi bagian dalam film ini. Naiema (Bonna Khalid) berperan sebagai perempuan

Majalah El-Nilein


cantik yang jatuh hati kepada Muzammil sejak kecil. Ia berharap bisa menghabiskan waktu berdua bersama-sama. Namun, Muzammil memilih bersikap acuh sebab pikirannya tak pernah lepas dari takdir yang mengukungnya. Toh ia akan mati pada usia dua puluh. Lantas apa gunanya mempertahankan ini semua? Film ini tayang perdana di Perancis tanggal 12 Februari 2020. Dialog dalam film ini menggunakan bahasa Arab dan kita bisa menemukan banyak kosa kata Dariji (bahasa sehari-hari Sudan). You will die at twenty sudah tersedia dan bisa dinikmati di platform Netflix. Sebanyak 94% pengguna memberikan tombol suka sebagai respon baik. Film ini menjadi film pertama Sudan yang masuk salah satu nominasi Feature Films for The Academy Award of Best International Film pada ajang Oscar. Film ini juga berhasil memenangi penghargaan The Lion of The Future Award for Best Debut Feature dalam ajang festival film di Venice

Worth to Watch! Selain mampu menyajikan kultural Sudan yang jarang diketahui dunia, kisah dalam film ini mengajarkan kita satu hal penting dalam hidup. Dari sekelumit cerita Muzammil di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa semua orang akan mati dan kita hanya perlu menunggu giliran itu tiba. Kemudian dalam prosesnya sangat disayangkan apabila dihabiskan dengan menggerutu terhadap takdir, akan tetapi cobalah untuk menikmati saja setiap detiknya.

Manusia memang tidak pernah bisa lepas dari belenggu baik dan buruk. Selama kita ingat bahwa kehidupan ini sementara, maka akan semakin banyak pula persiapan yang harus dibawa untuk menempati kehidupan kekal yang sebenarnya. Happy watching, Sobat El-Nilein!

Ada dialog epic yang diucapkan Sulaiman ketika usia Muzammil sudah mencapai dua puluh. “Sesekali berbuat dosalah, agar kau mengerti makna dirimu sendiri terlebih juga makna kehidupanmu.”

Oleh : Amanda Dheazetta Sugandi International University of Africa

Majalah El-Nilein

45


SUDAN

CUISINE CORNER Hai sobat Sudann!!! Mau nanya nih, kira-kira sudah pada kenal belum makanan dan minuman khas Sudan? Jangan sampai sudah bertahun-tahun disini tapi belum kepoin mereka. Duh, sayang banget! Padahal ada pepatah “Tak kenal maka tak sayang” tapi khusus kali ini pepatah berubah menjadi “Tak kenal maka tak doyan” ya kan? Setuju nggak? Hehe.

46

Nah, dalam tulisan kali ini, penulis sengaja ngasih sobat Sudan beberapa menu kuliner khas Sudan dan cara membuatnya, agar kalian nggak kepo lagi nih, bahkan bisa buat sendiri di rumah maupun asrama. Terdiri dari makanan dan minuman dengan bahan yang mudah dibuat sampai yang sedikit memakan waktu, tapi jangan khawatir, Majalah El-Nilein


Makanan: 1. Fashuliyah : Kebanyakan masyarakat Sudan menyajikannya pada siang hari. Makanan ini terbuat dari kacang putih rebus, saus tomat, minyak, daging, garam, air, dan bawang merah. Cara membuatnya cukup mudah, yaitu: Panaskan minyak goreng di atas api. Setelah panas, tambahkan daging, saos tomat, dan kacang putih rebus, aduk hingga merata. Kemudian tambahkan air dan garam, diamkan hingga mendidih. Setelah masak, diamkan dan sajikan bersama roti atau nasi. Makanan ini bisa kamu temui di Mat’am Sya’biyah (rumah makan khas Sudan) atau dapur asrama.

https://www.swedishnomad.com/sudanese-food/

Sob! Sebagian bahannya mudah dicari kok. Sengaja banget penulis kasih beberapa cara membuatnya, agar kalian tahu kalau makanan dan minuman khas Sudan itu memang menarik banget dan kebanyakan terbuat dari bahan yang kita konsumsi juga selama ini, loh! Jadi sayang nggak sih kalau hanya tinggal di Sudan tapi nggak pernah sama sekali nyoba buat makanan khas dari Negeri Dua Nil ini? Jadi setelah baca tulisan ini, semoga sobat Sudan pada nggak asing lagi dan nggak takut untuk mencoba makanan dan minuman khas Sudan. Selamat membaca! Selamat membuat! Selamat mencoba! Majalah El-Nilein

2. Balila: Makanan yang populer di kalangan masyarakat Arab ini terbuat dari kacang (buncis) merah yang direbus bersama air dan garam, bisa juga ditambahkan gula atau susu sesuai selera. Makanan yang kaya protein ini bermanfaat untuk mengontrol gula darah, kesehatan jantung, menurunkan berat badan, memenuhi nutrisi ibu hamil, dan mencegah pertumbuhan sel kanker. Nah, makanan ini juga biasanya ada di bazar jamiah atau dapur asrama, bahkan kamu bisa membuatnya sendiri di rumah. 47


3. ‘Aseeda bi Mullah Rub:

https://www.flickr.com/photos/qusai/7418971936

Makanan khas yang sering terdengar oleh kita semua, ’Aseeda, ini terbuat dari tepung terigu, tepung jagung, air, dan sedikit garam. Cara membuatnya sangat mudah, yaitu: Buatlah adonan campuran dari tepung jagung dan tepung terigu dengan takaran 2 banding 5. Setelah itu, masukkan adonan ke dalam air mendidih, aduk hingga merata. Jangan lupa tambahkan garam, kemudian aduk lagi hingga adonan berubah menjadi sedikit kental. Jika dirasa adonan sudah menyatu maka matikan api. Angkat adonan dan dinginkan. Kemudian agar lebih cantik, kamu bisa cetak dengan wadah atau mangkok. Dan untuk Mullah Rub kamu dapat siapkan bawang bombai yang telah dicincang halus, saus tomat, mentega, selai kacang, minyak, bumbu, garam, dan air. Cara membuatnya, tumis bawang bombai dalam minyak panas. Kemudian masukkan saus tomat, mentega, bumbu, dan garam, serta tambahkan sedikit tepung, selai kacang, dan air. Aduk hingga merata sampai matang. Sajikan bersama ‘Aseeda.

4. Sya’ariyah: Ada yang berbeda dari mi satu ini. Makanan ini terbuat dari tepung, vanili, minyak, dan garam. Kemudian dibentuk seperti mi. Cara membuatnya mudah, yaitu: Rebus air di atas api panas. Lalu masukkan adonan berbentuk mi yang sudah jadi. Disusul dengan gula secukupnya dan tambahkan vanili. Jangan lupa apinya kecil saja. Uniknya, Sya’riyah ini memiliki sensasi tersendiri saat memakannya karena bentuknya yang seperti mi namun rasanya manis. Biasanya kamu dapat menemukannya di bazar kampus IUA atau bisa membuatnya sendiri di rumah maupun asrama. Selamat mencoba!

http://www.xinhuanet.com/

48

Majalah El-Nilein


5.

Madida Al Hilbah:

Terbuat dari tepung jagung, biji kelabat, susu, mentega, gula, garam, dan air. Cara membuatnya, panaskan api terlebih dahulu lalu cairkan mentega di atas panci. Kemudian tambahkan biji kelabat, masukkan air, dan susu cair sesuai selera, aduk hingga merata. Di samping itu, buatlah adonan dari tepung jagung dan air, aduk hingga rata. Setelah menjadi adonan, masukkan ke dalam panci, dan tambahkan garam serta gula secukupnya. Jangan lupa aduk hingga mendidih. Setelah matang, matikan api, angkat, dan sajikan.

Minuman: 1. ‘Asir Qathim: Minuman ini terbuat dari buah kecil seukuran kacang polong yang berwarna oranye yang tumbuh di Sudan barat. Minuman ini sangat bermanfaat bagi penderita anemia. Cara membuatnya cukup buahnya direndam saja sampai melunak lalu diblender dengan lemon atau jeruk. Tambahkan gula secukupnya, boleh tambahkan es batu, blender hingga halus, saring, dan sajikan. Selamat mencoba!

Majalah El-Nilein

2. Hilu Murr Adalah minuman khas Sudan yang biasa diminum pada bulan Ramadan dan terbuat dari biji sebesar jagung jenis ferrite. Minuman ini adalah minuman dari generasi ke generasi di Sudan. Cukup rumit untuk membuatnya dan membutuhkan gula dalam jumlah besar untuk mencapai rasa yang diinginkan. Persiapan minuman khas ini memakan waktu beberapa hari bahkan biasanya dua bulan sebelum Ramadan sudah dipersiapkan. Dibuat dari biji khusus sebesar biji jagung yang direndam air semalam. Sambil menunggu, kamu bisa menghaluskan kurma 49


https://twitter.com/zeeko94/status/

kering (balah) dan haluskan asam Jawa (aerdab). Langkah selanjutnya, campurkan adonan dengan rempah-rempah. Tambahkan minuman karkade (bunga Rossela) sehingga adonan berwarna merah. Setelah itu, pipihkan di atas loyang datar dengan api sedang. Tahap ini disebut “Al-Awsa” . Adonan yang sudah pipih dan mengeras kemudian dilipat sehingga berbentuk seperti lipatan kertas. Cara membuat minumannya cukup rendam adonan kering di dalam air, saring, lalu tambahkan gula dan es batu. Hilu Murr siap disajikan.

3. Aerdab atau Tamr Hindi Atau biasa kita kenal dengan asam Jawa. Cara membuatnya, bersihkan Aerdab kemudian campurkan dengan air hangat dan gula. Diamkan sampai menyatu rasanya. Bisa ditambahkan es batu agar lebih segar. Minuman ini sangat bermanfaat untuk membantu menjaga sistem pencernaan, menjaga kesehatan jantung, mengontrol gula darah, membantu menurunkan berat badan, dan membantu melindungi organ hati. Kamu bisa menemukan Aerdab ini di pasar atau minimarket terdekat di Sudan.

Oleh : Atik Fitriyati International University of Africa

50

Majalah El-Nilein


Oleh : Kuni Abida Kamila International University of Africa

Tangan-tangan

Pencari Surga

Aku masih saja termenung seorang diri di depan perpustakan kampus. Menatap kosong ke depan. Sudah satu jam lebih aku berada di sana. Dan tanpa aku sadari air mataku mengalir. Awalnya hanya setetes, tapi semakin lama air mataku mengalir begitu deras. Semua yang terjadi padaku saat ini memang di luar perkiraan. Bahkan terpikirkan pun tidak.

Majalah El-Nilein

K

ejadian itu begitu cepat terjadi. Rasa takut itu masih saja hinggap. Badanku sedari tadi gemetaran. Aku bingung harus melakukan apa? Untuk berjalan ke asrama pun terasa berat. Kakiku dengan sendirinya melangkah ke kampus. Karena kampus lah tempat paling sepi saat ini. Padahal pagi tadi aku masih menikmati semua kegiatanku hari ini. Pagi ke kampus, siang rapat, dan sore dars. Pukul setengah satu, kuliahku telah usai. Aku segera pergi ke sekretariat PPI. Melewati gedung Fakhomah, lalu belok ke kanan, belok lagi, dan belok lagi. Ya, pokoknya begitulah. Aku tak perlu menjelaskan dengan detail bukan? Bisa-bisa dua halaman hanya untuk menjelaskan di mana PPI. Kalau 51


kau ingin tau lebih jelasnya tanyakan saja ke seluruh mahasiswa Indonesia yang di Sudan mereka pasti akan menjawabnya. Bagiku, PPI adalah tempat yang setidaknya satu minggu sekali aku ke sana. Karenanya, aku tak pernah khawatir sedikit pun kalau aku pergi seorang diri. Lagi pula tempatnya berada di kampung Indonesia, Arkaweet lebih tepatnya. Satu jalan yang hampir dipenuhi oleh orang Indonesia, ya aku sebut saja sebagai kampung Indonesia. Tapi sungguh aku terlalu percaya diri kala itu. Aku terlalu lengah. Aku lupa untuk berserah pada-Nya. Rapat telah usai, jam tiga sore. Lagi-lagi aku segera pergi. Aku tak mau kena marah syekh jadi aku harus bergegas. “Kak, Kyra pamit ya” Aku pamit ke Kak Aisyah selaku kakak koordiantor di departemenku. Kak Aisyah hanya mengangguk, tampaknya ia masih terlalu sibuk. Aku pun segera pergi. Seperti yang kukatakan di awal. Aku lupa untuk berserah diri. Kejadian ini terjadi di belokan Fakhomah. Sebuah motor merah tanpa pelat tepat di belakangku. Awalnya aku kira itu hanya suara motor

52

orang lewat saja. Tapi tanpa aku sadari motor itu berjalan semakin cepat. Dan HAP! Totebag putihku berhasil dijambret. Sangat cepat, sampai-sampai aku tak tahu harus bagaimana. Kakiku tiba-tiba terasa lemas. Badanku gemetaran. Kalau ada yang bilang aku bego. Ya itu benar, aku bego kala itu. Kau suruh aku lari? Teriak? Nggak akan bisa. Coba saja kau berada di posisiku. Kuyakin tujuh puluh lima persen kau akan melakukan hal yang sama denganku. Diam. Aku terduduk di tengah jalan. Seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Beberapa orang menatap heran ke arahku. Bahkan ada yang menghampiriku untuk bertanya. Namun, mulutku tertutup rapat seperti dikunci. Aku diam, benar-benar diam. Lima menit berlalu, akhirnya aku mulai menyadari apa yang terjadi. Aku berdiri, dan tibalah aku disini. Depan perpustakaan kampus. “Eh, Kyra? Lho ngapain di sini?” Tiba-tiba Nadia datang, kawan seangkatanku. Aku segera menghapus air mataku. “Duduk aja,” Tiba-tiba aku teringat Nadia punya nomor umiku. “Nad, numpang nelpon umi dong. Boleh kan?”

Majalah El-Nilein


“Hp-mu kenapa?” “Ini lowbet. Asrama jatahnya mati lampu kan?” Aku sengaja berbohong. Nggak usah heran seberapa pandainya aku dalam berbohong. Aku sangat handal dalam mengelabui. Bagi mereka aku manusia yang paling easy going. Mereka mana tau kalau setiap “Alhamdulillah pasport Kyra di jawazat. Mi, malam aku menangis. gimana? Padahal baru seminggu yang lalu Kyra minta uang umi buat cabut gigi. Mana “Iya mati lampu, belum nyala dari pagi. gak murah lagi.” Jujur saat ini aku ingin Sumpah ya Pak PLN-nya. Malam nyala jam marah. Tapi, aku bingung harus marah ke dua. Pagi mati jam empat. Aya-aya wae. siapa. Kebutuhan pokok menjulang tinggi. Huft.” Nadia sedikit mengumpat sembari Uang pun akhir-akhir ini entah hilang ke duduk di sampingku. Aku segera mencari mana. Perasaan juga gak jajan banyak. Ya nomor umiku. Berdering, dan diangkat. Allah. Apalagi ini? “Assalamualaikum, Mi” Aku sengaja men- “Oh ya udah. Itu namanya takdir Allah, jauh dari Nadia. Kyra. Itu tandanya akan ada rezeki lagi un“Wa’alaikumussalam, kenapa Ky?” Suara tuk kamu. Kamu gak usah bingung. Allah wanita yang tak lagi muda terdengar. Aku itu Maha Kaya. Minta ke Allah. Insya Allah bingung harus menjelaskan dari mana. besok umi transfer ya untuk pegangan. Karena baru seminggu yang lalu aku cabut Yang buat handphone doain aja ada rezeki gigi dengan biaya yang tak sedikit. Gigiku segera ya.” yang bermasalah terpaksa harus dioperasi. Tak enak hati, jika harus meminta uang lagi. Uang jatahku sebulan ke depan ludes seketika. Ditambah handhphone. Selalu saja ada hal yang tak terduga terjadi.

“Mi, maafin Kyra. Padahal adek-adek juga masih di pondok. Umi kalau keberatan dengan Kyra di sini. Kyra bakal pulang kok, Mi.” Aku sama sekali gak menyadari air mataku sudah mengalir deras dari tadi.

“Mi, Maafin Kyra ya...” Aku yakin raut wajah “Nduk, itu pilihanmu. Dulu yang mau ke bingung tergambar jelas diwajahnya. sana siapa? Ya udah selesaikan. Umi gak masalah sama pilihanmu. Selesaikan yang “Ada apa toh, Nduk?” sudah kamu pilih. Perlu berapa kali umi bil“Mi, tas Kyra kena jambret. Uang sebulan ang. Allah tuh Maha Kaya. Gak usah binsama handphone Kyra hilang. Maafin Kyra gung soal biaya.” ya Mi, ngerepotin umi terus.” Suaraku mulai Ya Allah, ciptaanmu sungguh mempesona. bergetar. Aku bersyukur atas terciptanya. Aku ber“Innalillahi, kok bisa? Terus pasport kamu?” syukur terlahir dari rahimnya. Allah jagalah malaikatku ini. Jagalah dia. Sepuluh menit. Hatiku mulai tenang. Nadia yang ternyata sudah di belakangku menatapku penuh dengan rasa khawatir. “Kok bisa itu lho, Kyraaaaa. Kenapa gak cerita? Duh, Ya Allah.” Aku hanya nyengir. Majalah El-Nilein

53


phone. Bisa dipakai kamu dulu katanya. Eh ada lagi yang nawarin. Fatimah, Kak Aisyah juga. Eh, doi kamu juga nih. Gimana mau pinjam punya siapa?” dia menoleh ke arahku dengan tatapan jailnya. Kurang ajar ‘Hati-hati, terjadi penjam- memang dia. Lagi berduka bretan. Tepat di belokan malah dikerjain. Fakhomah. Haromi mengendarai motor. Kerugian “Punya Kak Fatihah aja. uang 14.500 SDG dan satu Yang nawarin pertama.” handphone’ “Yakin, gak mau punya doi Seketika ia diserbu puluhan aja nih? Iphone lhooo!” Aku pesan. Menanyakan siapa menggeleng cepat. yang menjadi korban. Perlu bantuan atau tidak. Dan per- Kau tahu hal yang kusukai tanyaan kepo lainnya. Dan dari Negeri Dua Matahari ini? Yap, rasa kekeluardalam hitungan menit. gaan antar sesama. Ketika “Raaa, nih ada Kak satu orang kena musibah. Fatihah punya dua hand- Semua orang secara serenDasar anak satu ini, sudah berapa lama dia nguping. Kukembalikan handhpne-nya. Dengan sigap ia membuka Whatsapp. Memberi informasi ke seluruh jagad sosmed.

54

tak merangkul. Tanpa memandang derajat mereka. Di mana tidak di semua negara memiliki rasa kekeluargaan ini. Bahkan PPI Sudan pernah mendapat predikat sosial terbaik se-PPI Dunia. Ya karena tak perlu diragukan lagi memang benar adanya. Ini baru sekedar kena haromi. Masih banyak kejadian yang tak pernah tertuliskan. Tentang kebersamaan, dan gotong royong. Mungkin kalau aku ceritakan bisa mencapai dua buku lebih. Kebakaran, kebanjiran, dan kelaparan terbantu oleh tangan-tangan pencari surga. Aku harap ini akan terus terjadi. Terima kasih orangorang baik. Majalah El-Nilein


Oleh : Muhammad Nur Wahid International University of Africa Majalah El-Nilein

55


Dibuat oleh : Syuhada Abdi Ra’uuf

56

Majalah El-Nilein


Sudan: hard to ‘live’ hard to ‘leave’ - MIMIN GANTENG el-nilein


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.