Bisnis Jakarta - Rabu, 01 September 2010

Page 1

No. 167 tahun IV

8 Halaman

Rabu, 1 September 2010

Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com

Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771

Target Defisit RAPBN 2011 Rp 115,7 Triliun JAKARTA - Postur RAPBN 2011 disusun dengan target defisit fiskal sebesar Rp 115,7 triliun atau sekitar 1,7 persen dari produk domestik bruto (PDB). “Postur RAPBN 2011 tersebut disusun sesuai dengan tema rencana kerja pembangunan 2011 guna mendukung sasaran pembangunan,” kata Agus Martowardodjo di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Defisit fiskal tahun 2011 tersebut berasal dari pendapatan negara dan hibah yang direncanakan mencapai Rp1.086,4 triliun dikurangi dengan belanja negara yang direncanakan mencapai Rp 1.202,0 triliun. Dengan konfigurasi kebijakan fiskal yang demikian, kata dia, maka RAPBN 2011 akan memberikan dampak terhadap sektor riil berupa konsumsi pemerintah yang diperkirakan mencapai Rp 610,1 triliun atau sekitar 8,7 persen terhadap PDB. Selain itu pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) dari kegiatan investasi pemerintah yang diperkirakan mencapai Rp 209,0 triliun atau sekitar 3,0 persen terhadap PDB. Menurut dia, tingkat konsumsi dan investasi pemerintah tersebut diharapkan dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi serta membantu upaya mengurangi pengangguran sekaligus diperkirakan dapat memberikan dampak ekspansif terhadap sektor moneter. Hal ini, sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan alokasi anggaran belanja secara terukur dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi tanpa harus memberikan tekanan yang berlebihan pada keseimbangan moneter yang dapat memicu meningkatnya laju inflasi. (ant)

Optimalisasi Penerimaan Pajak Terus Dilakukan JAKARTA - Optimalisasi penerimaan perpajakan akan terus dilakukan sehingga dapat meningkatkan tax ratio (rasio pajak). “Untuk mencapai sasaran penerimaan akan dilakukan langkah optimalisasi penggalian potensi pajak, mengingat terdapat potensi penerimaan perpajakan yang hilang, seperti BPHTB dan sebagian PBB sektor pedesaan dan perkotaan serta kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih,” ujar Menkeu Agus Martowardojo di Jakarta, kemarin. Pemerintah dengan program ekstensifikasi dan intensifikasi terus berupaya melakukan reformasi birokrasi terutama dalam tubuh Ditjen Pajak, khususnya pembenahan sumber daya manusia dan sistem pendukung. Tax ratio pada 2011 ditetapkan 12 persen atau meningkat 0,1 persen diban-

dingkan 2010 dan angka tersebut dibandingkan dengan negara-negara lain relatif rendah. “Di Indonesia, perhitungan tax ratio hanya mencakup penerimaan perpajakan pusat, tanpa memperhitungkan penerimaan yang berasal dari pajak daerah dan penerimaan dari sumber daya alam, sebagaimana diterapkan di negara-negara lain,” ujarnya. Sementara pada 2011, Menkeu mengharapkan penerimaan perpajakan mencapai Rp 839,5 triliun atau meningkat 12,9 persen dari APBNP 2010. Perkembangan penerimaan perpajakan dari tahun ke tahun menunjukkan perbaikan yang cukup pesat, karena dalam empat tahun terakhir, penerimaan mengalami pertumbuhan rata-rata 15,6 persen. (ant)

Proyeksi Pertumbuhan 6,3 Persen Dinilai Realistis JAKARTA - Pemerintah menilai proyeksi pertumbuhan ekonomi 2011 sebesar 6,3 persen merupakan proyeksi yang realistis sejalan dengan perkiraan kondisi perekonomian 2011. “Merupakan perkiraan yang realistis di tengah situasi pemulihan ekonomi global yang masih diliputi ketidakpastian berkenaan dengan krisis utang dan defisit fiskal beberapa negara di kawasan Eropa dan melambatnya kegiatan ekonomi Amerika Serikat dan beberapa negara industri lainnya,” kata Menkeu Agus Martowardojo di Jakarta kemarin. Ketika menyampaikan jawaban pemerintah atas pemandangan umum fraksi-fraksi DPR atas RAPBN 2011, Menkeu mengatakan, perkiraan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 per-

sen itu diharapkan berasal dari permintaan domestik dan membaiknya sisi penawaran. Pada 2011, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen, laju inflasi diharapkan dapat dikendalikan pada level sekitar 5,3 persen. Perkiraan inflasi itu didasarkan pada pertimbangan bahwa peningkatan kegiatan ekonomi diperkirakan dapat terus diimbangi oleh meningkatnya kapasitas produksi, seiring dengan membaiknya investasi. Proyeksi inflasi 2011 itu juga telah memperhitungkan potensi tambahan tekanan inflasi yang bersumber dari kebijakan penyesuaian administered prices secara terbatas. (ant)

KURS RUPIAH 8.500 9.000

8.985

9.008

9.500 29/8

30/8

9.035 31/8

Bisnis Jakarta/ant

CEK STOK BBM - Seorang petugas mencatat jumlah BBM yang telah diangkut truk tangki pengangkut BBM, di Pertamina Instalasi Pengapon, di Semarang, Jateng, kemarin.

DPR Tolak Kenaikan TDL 2011 JAKARTA - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat menolak rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik rata-rata15 persen mulai awal 2011. Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Dito Ganinduto di Jakarta, Selasa mengatakan pemerintah jangan lagi membebani rakyat setelah kenaikan TDL per 1 Juli 2010. “Masih banyak opsi lain yang bisa dilakukan pemerintah menutupi kekurangan subsidi sebesar Rp 12,7 triliun,” katanya. Menurut dia, pemerintah

harus memperjuangkan pengalihan sebagian kontrak ekspor gas ke Singapura buat memenuhi kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Tawar, Bekasi, Jawa Barat. Dito menghitung, dengan mengalihkan gas dari Singapura sebanyak 100 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), biaya subsidi yang bisa dihemat mencapai Rp 6 triliun per tahun. “Pengalihan gas dari Singapura merupakan opsi yang paling mungkin saat ini. Pipanya sudah ada dan langsung tersambung

ke Muara Tawar,” ujarnya. Di sisi lain, PT PLN (Persero), menurut dia, bisa melakukan efisiensi termasuk dalam transaksi pembelian batu bara agar bisa lebih menekan pengeluaran subsidi. Hal senada dikemukakan anggota Komisi VII DPR lainnya dari Fraksi PAN Alimin Abdullah dan Candra Tirta Wijaya. Menurut Alimin, Singapura tentu tidak keberatan kalau hanya mengurangi 100 MMSCFD. “Kami tunggu betul langkah pemerintah me-

TDL Bukan Penyebab Tunggal Subsidi Turun JAKARTA - Rendahnya perhitungan perkiraan subsidi listrik pada 2011 tak sematamata disebabkan oleh kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 15 persen sejak Januari 2011. Agus Martowardojo menyebutkan, dalam RAPBN 2011, perkiraan subsidi listrik yang diusulkan pagu sebesar Rp 41,0 triliun, atau lebih rendah sebesar Rp 14,1 triliun dibandingkan dalam APBNP 2010. Untuk menekan beban subsidi listrik pada 2011, pemerintah dan PLN akan melakukan upaya-upaya menekan biaya

pokok penyediaan (BPP) listrik, khususnya yang terkait dengan diversifikasi energi primer (fuel mix) di pembangkitan tenaga listrik. Langkah itu dilakukan antara lain melalui optimalisasi penggunaan gas dan mengurangi penggunaan BBM (minyak solar dan minyak bakar), peningkatan pemanfaatan batubara, dan pengembangan pemanfaatan energi terbarukan seperti panas bumi. Selain itu pemerintah juga akan berupaya untuk menerapkan program penghematan tenaga listrik melalui penurunan “losses” tenaga listrik

pada 2011 menjadi 9,35 persen atau lebih rendah dibandingkan 2010 sebesar 9,41 persen. “Oleh karena itu lebih rendahnya perhitungan subsidi listrik pada 2011 tidak semata-mata disebabkan oleh kenaikan TDL sebesar 15 persen sejak Januari 2011,” tegas Menkeu. Sesuai dengan ketentuan perundangan, maka usulan kenaikan TDL tahun 2011 sebesar 15 persen sejak Januari 2015 masih dalam tataran usulan pemerintah. “Nantinya akan dibahas bersama dengan DPR untuk mendapatkan persetujuan,” kata Menkeu. (ant)

Belum Ada Rencana Pembatasan BBM Bersubsidi JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan belum ada rencana Pemerintah melakukan pembatasan penyaluran Bahan Bakat Minyak (BBM) bersubsidi tahun ini yang dialokasikan sebanyak 36,5 kilo liter. “Belum, kita baru melakukan upaya-upaya pengawasan dengan sistem, kalau terjadi penyimpangan penggunaan dan penyelundupan, dari itu saja kita sudah melakukan penghematan,” katanya usai mengikuti rapat koordinasi dengan Bank Indonesia di Gedung BI, Jakarta, kemarin malam. Hatta mengakui memang ada potensi meningkatnya konsumsi BBM bersubsidi karena pertumbuhan industri otomotif termasuk sepeda

motor yang sangat pesat. “Baru ada kemungkinan karena melihat pertumbuhan otomotif dan sepeda motor, tapi jangan dikatakan melampaui kuota, belum tentu, karena sedang melakukan pengawasan penggunaannya,” ujarnya. Hatta menambahkan saat ini pemerintah masih melakukan kajian langkah-langkah penghematan konsumsi BBM bersubsidi dan belum memutuskan kebijakan apapun. “Belum diputuskan, jangan dispekulasikan dulu, pemerintah melakukan berbagai macam excercise di dalam penghematan itu tapi belum sampai pada memutuskan menggunakan ini itu. Kita baru meningkatkan pengawasan pada penggunaan BBM bersubsidi,” tuturnya. (ant)

negosiasi pengalihan gas ini,” katanya. Ia mengatakan pemenuhan gas buat pembangkit merupakan salah satu kewajiban pemerintah melindungi rakyatnya. “Rakyat tentu amat terbebani kalau TDL harus naik lagi,” katanya menambahkan. Alimin juga menyoroti kebijakan PLN yang menambah subsidi melalui penambahan bahan bakar minyak untuk kebutuhan genset di seluruh Indonesia. Sesuai Nota Keuangan RAPBN 2011, alokasi subsidi listrik sebesar Rp 41,02 tri-

liun yang terdiri atas subsidi berjalan Rp 36,44 triliun dan kekurangan subsisi 2009 Rp 4,58 triliun. Penetapan subsidi Rp 41,02 triliun itu dengan asumsi pertumbuhan konsumsi listrik 7,4 persen, margin subsidi 8 persen, dan kenaikan TDL 15 persen mulai 2011. Pemerintah menghitung, kalau TDL tidak naik awal 2011, maka kebutuhan subsidi tahun berjalan akan naik menjadi Rp 49,14 triliun, atau bertambah Rp 12,7 triliun dibandingkan Nota Keuangan. (ant)

Rasio Pembayaran Bunga Utang Cenderung Turun JAKARTA - Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan bahwa rasio pembayaran bunga utang terhadap belanja negara dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan yang secara relatif semakin menurun. “Ini mengindikasikan bahwa pemerintah semakin memiliki ruang untuk membiayai pembangunan nasional,” kata Menkeu dalam Jawaban Pemerintah atas pemandangan umum fraksi-fraksi DPR atas RAPBN 2011 yang disampaikan dalam rapat paripurna DPR di Jakarta, kemarin. Ia menyebutkan, jika dibandingkan dengan belanja negara, maka pada tahun 2005, total pembayaran bunga utang mencapai sekitar 12,8 persen dari total belanja negara. “Sementara pada 2011, proporsi tersebut diperkirakan akan jauh turun hingga menjadi 9,7 persen,” katanya. Sebelumnya Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mempertanyakan mengapa pembayaran bunga utang pada 2011 cukup besar padahal defisit sudah turun. Menurut Menkeu, pembayaran bunga utang merupakan dampak dari pengadaan/ penerbitan utang yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Jumlah

pembayaran bunga utang itu setiap tahunnya mengalami fluktuasi, sesuai schedule waktu pembayarannya, dan realisasi variabel yang mempengaruhinya seperti outstanding, nilai tukar, dan tingkat bunga referensi. Sementara itu terkait pengendalian outstanding utang, menurut Menkeu, selain ditentukan oleh adanya besaran defisit yang harus dibiayai melalui utang, juga ditentukan oleh komposisi menurut currency dan dipengaruhi pergerakan nilai tukar. “Karena itu pemerintah senantiasa mengutamakan sumber utang domestik dengan mata uang rupiah, dan mengurangi utang dengan mata uang valas, terutama yang memiliki volatilitas tinggi,” katanya. Pemerintah juga menyatakan sependapat dengan pandangan perlunya meningkatkan kemandirian ekonomi secara penuh dengan mengurangi ketergantungan kepada pinjaman luar negeri melalui upaya pengembangan pasar domestik surat berharga negara (SBN), dengan memprioritaskan penerbitan SBN di dalam negeri. “Upaya tersebut tercermin dari pinjaman luar negeri yang dipertahankan dalam jumlah negatif, dengan memaksimalkan sumber utang yang berasal dari pasar keuangan,” kata Menkeu. (ant)

Pemimpin Umum : Satria Naradha, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Suja Adnyana, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Hardianto, Ade Irawan, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D. Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602, Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.

Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.