Bisnis Jakarta - Rabu, 02 Februari 2011

Page 1

No. 23 tahun V

8 Halaman

Rabu, 2 Februari 2011

Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com

Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771

Ekspor Nonmigas 2010 Lampaui Target JAKARTA - Ekspor produk nonmigas Indonesia selama tahun 2010 mencapai 129,7 miliar dolar AS atau meningkat 33 persen dibanding tahun 2009, sehingga melampaui target peningkatan ekspor yang ditetapkan pemerintah kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. Saat menyampaikan keterangan pers di kantor Kementerian Perdagangan Jakarta, kemarin ia mengatakan, dalam Rencana Mari Elka Pangestu Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pemerintah menargetkan peningkatan ekspor sebesar tujuh persen sampai 8,5 persen dan kemudian direvisi menjadi 16 persen sampai 18 persen. “Dan yang menggembirakan, peningkatan ekspor nonmigas selama 2010 didukung oleh semua sektor baik pertambangan, industri, maupun pertanian,” katanya. Ekspor nonmigas dari sektor pertambangan tercatat naik 35,4 persen, sektor pertanian naik 14,9 persen dan sektor industri meningkat bermakna sebesar 33,5 persen. Ia menjelaskan pula bahwa peningkatan volume ekspor dan harga komoditas internasional merupakan pendorong utama penguatan ekspor nonmigas selama tahun 2010. Produk-produk ekspor utama yang mengalami kenaikan harga tertinggi, menurut dia, antara lain karet (67,3 persen), sawit (25,7 persen), dan kakao (23 persen). Sementara ekspor produk manufaktur yang volumenya meningkat bermakna terdiri atas otomotif (37,6 persen), alas kaki (34,1 persen), elektronik (17 persen) serta tekstil dan produk tekstil (13 persen). Lebih lanjut Menteri Perdagangan menjelaskan bahwa pada 2010 pasar tujuan ekspor nonmigas Indonesia berubah konsentrasinya. “Pangsa lima pasar ekspor nonmigas utama yakni Jepang, China, AS, Malaysia dan Singapura mencapai 47 persen dan konsentrasinya telah berubah,” katanya. Menurut dia, China yang pada 2009 menempati posisi ketiga dalam daftar negara tujuan ekspor terbesar Indonesia pada 2010 menggeser posisi AS dan naik ke posisi kedua. “Sejak tahun 2009, India juga menggeser posisi Malaysia. Pangsa pasar Indoa sekarang 7,6 persen sedang Malaysia hanya enam persen,” katanya. (ant)

Inflasi Tinggi

BI Rate Belum Perlu Naik JAKARTA - Pengamat ekonomi, Agustinus Prasetyantoko, mengatakan bahwa Bank Indonesia belum perlu menaikkan suku bunga acuan BI rate, meski inflasi Januari mencapai 0,89 persen. “Inflasinya bukan persoalan moneter, tetapi ini urusan fiskal, karena kontribusi terbesar dari kenaikan harga bahan makanan. Jadi BI rate belum perlu dinaikkan,” kata Prasetyantoko di Jakarta, kemarin. Pengamat dari Unika Atmajaya ini bahkan menilai BI rate belum perlu dinaikkan sampai kwartal pertama tahun ini karena jika dinaikkan bisa kontraproduktif dengan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. “Yang bahaya pada kwartal II, jika April pemerintah jadi melaksanakan pembatasan BBM bersubsidi. Itu akan menyulut inflasi lebih besar. Mau tidak mau BI harus menaikkan BI rate,” katanya. Pembatasan penggunaan BBM bersubsidi, kata Prasetyantoko, akan menimbulkan dampak berantai yang besar sekali, meski kendaraan umum dan kendaraan roda dua masih diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi. “Harga mi-

nyak internasional sekarang sudah 100 dolar AS per barel. Jika pembatasan jadi diberlakukan, kenaikan BBM non subsidi jadi tinggi sekali,” katanya. Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Januari mencapai 0,89 persen dengan penyumbang terbesar adalah kelompok bahan makanan sebesar 2,21 persen, kelompok makanan jadi, minuman rokok dan tembakau sebesar 0,49 persen, kelompok perumahan, air dan listrik sebesar 0,48 persen dan kelompok sandang 0,15 persen. Tekanan inflasi yang tinggi membuat pasar mendesak BI untuk menaikkan BI rate yang sejak Agustus 2009 bertahan di posisi 6,50 persen. Namun, Bank Indonesia sudah menyatakan bahwa menaikkan BI rate adalah jalan terakhir untuk mengatasi tekanan inflasi karena menaikkan BI rate bisa memicu persoalan baru dan akan mengundang masuknya dana-dana asing membeli portofolio Indonesia. (ant)

KURS RUPIAH 9.035

8.500 9.000

9.043 9.500

9.082 28/1

31/1

1/2

Bisnis Jakarta/ant

BATIK IMLEK - Dua model mengenakan busana Batik Gong Xi Fa Cai karya Sony Radji, saat peragaan di TITD Hong San Ko Tee Surabaya, kemarin. Busana berbahan dasar Batik Gusti Ayu tersebut, memadukan gaya Eropa dan China dalam nuansa Imlek.

Tingginya Inflasi

Bukti Kelemahan Pemerintah Urus Pangan JAKARTA - Tingginya inflasi pada Januari, yang lebih banyak disumbang dari kenaikan harga bahan makanan membuktikan kelemahan Pemerintah dalam mengurus pasokan dan distribusi pangan. “Kalau Januari kemarin masalahnya bukan lagi cuaca tetapi distribusi, baik distribusi fisik atau infrastruktur juga distribusi non fisik seperti perilaku spekulasi,” kata pengamat ekonomi Agustinus Prasetyantoko di Jakarta, kemarin. Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Januari mencapai 0,89 persen, dengan penyumbang terbesar adalah kelompok bahan makanan 2,21 persen, kelompok makanan jadi, minuman

rokok dan tembakau sebesar 0,49 persen, kelompok perumahan, air dan listrik sebesar 0,48 persen dan kelompok sandang 0,15 persen. Pengajar di Unika Atmajaya ini menilai, persoalan distribusi pangan sebenarnya bukan persoalan baru, karena selalu terjadi setiap tahunnya. “Ini menyedihkan karena ini bukan persoalan baru. Pemerintah tidak pernah belajar dari masalah yang terus berulang setiap tahunnya,” katanya. Seharusnya, kata Prasetyantoko Pemerintah sudah mengantisipasi problem distribusi pangan dengan memperbaiki semua infrastruktur terkait seperti sarana transportasi dan moda transportasi. Sementara untuk mengu-

rangi spekulan, operasi pasar yang bisa dilakukan Pemerintah sering terkendala karena harus menunggu permintaan Pemda. “Pemerintah harus meyakinkan pasar bahwa stok pangan ada dan cukup. Impor yang dilakukan juga harus jelas jadwal waktunya dan benahi distribusi,” katanya. Secara keseluruhan, inflasi Januari 2011 dibanding Januari 2010 (year on year/ yoy) mencapai 7,02 persen dan sementara inflasi inti (inflasi di luar indeks harga konsumen) yoy mencapai 4,18 persen. Inflasi yoy lebih tinggi dari inflasi di Desember yang mencapai 6,96 persen, sedangkan inflasi inti Januari mencapai 0,49 persen. (ant)

Pemerintah Kaji Tambahan Modal PPA JAKARTA - Kementerian BUMN menyatakan akan mengkaji tambahan modal sekitar Rp 1 triliun untuk PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dalam rangka tugas melakukan revitalisasi dan restrukturisasi 14 perusahaan milik negara pada tahun 2011. “Tentu, mereka (PPA) memerlukan tambahan penyertaan modal negara (PMN) untuk menyehatakan kinerja sejumlah BUMN. Tapi sejauh ini mereka belum menyampaikan usulan tambahan,” kata Menteri BUMN Mustafa Abubakar, di Dewan Perwakilan Daerah-RI, Jakarta, kemarin. Menurut Mustafa, jumlah tambahan modal untuk PPA akan tergantung seberapa kebutuhan dana yang dibutuhkan untuk menyehatkan perusahaan menjadi pasien PPA. “Jumlah perusahaan yang ditangani PPA memang besar, tapi dari sisi kebutuhan dana masing-masing perusahaan tidak terlalu besar, kecilkecil,” ujar Mustafa. Berdasarkan data Kementerian BUMN “Outlook BUMN 2011”, sebanyak 14 BUMN masuk dalam program restrukturisa-

Mustafa Abubakar

si 14 BUMN, di mana sebagian besar di antaranya merupakan kelanjutan dari program restrukturisasi tahun 2010. Ke-14 perusahaan milik negara tersebut, meliputi PT Kertas Kraft Aceh, PT Boma Bisma Indra, PT Dirgantara Indonesia, PT Balai Pustaka, Perum Perusahaan Film Negara (PFN), PT Industri Sandang, PT Iglas, PT Varuna Tirta Prakarsya. Selanjutnya, PT Primissima, PT Pal, PT Industri Kapal Inodnesia, PT Waskita Karya, PT Djakarta Lloyd, PT Merpati Nusantara Airlines, PT Survey Udara Penas. PT Kertas Kraft Aceh, PT Boma Bisma Indra, PT Dirgantara Indonesia, dan PT Balai Pustaka penangangan-

nya masih dalam tahap penyusunan restrukturisasi dengan pola pencarian mitra strategis. Sementara Perum PFN dipertimbangkan untuk dilikuidasi yang selanjutnya menjadi Badan Layanan Umum pada Depkominfo. Menurut catatan PPA, hingga Oktober 2010 dana restrukturisasi yang sudah disuntik kesejumlah BUMN berkisar Rp 1,5 triliun, antara lain untuk Merpati Nusantara Airlines (MNA) sebesar Rp 300 miliar, Waskita Karya Rp 475 miliar, PT Pal Indonesia Rp 425 miliar, Kerta Kraft Aceh Rp 125 miliar, Industri Sandang Rp 25 miliar, dan Dirgantara Indonesia Rp 170 miliar. Besarnya jumlah BUMN yang masuk dalam daftar restrukturisasi tersebut, PPA mengusulkan penyertaan modal pemerintah pada tahun ini sebesar Rp 1 triliun. Sebelumnya, pada tahun 2008 PPA memperoleh dana Rp 1,5 triliun, pada 2009 sebesar Rp 1 triliun, sedangkan pada tahun 2010 perusahaan yang merupakan kelanjutan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) ini tidak mendapat pasokan dana dari pemerintah. (ant)

Impor Indonesia Naik 40 Persen JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total nilai impor Indonesia selama Januari-Desember 2010 sebanyak 135,61 miliar dolar AS, naik 40,05 persen dibanding periode yang sama 2009. Kepala BPS Rusman Heriawan saat menyampaikan berita resmi statistik di Jakarta, kemarin mengatakan, peningkatan impor terjadi pada komoditas migas dan nonmigas. Nilai impor migas selama 2010 sebesar 27,36 miliar dolar AS atau naik 44,16 persen dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan impor migas lebih disebabkan oleh peningkatan impor minyak mentah yang mencapai 1,12 miliar dolar AS (15,16 persen) dan hasil minyak sebesar 6,89 miliar dolar AS (61,93 persen). “Impor gas juga meningkat 374,1 juta dolar AS atau 76,49 persen,” katanya. Sementara impor nonmigas selama Januari-Desember 2010 tercatat 108,24 miliar dolar

AS atau naik 39,04 persen dibanding periode yang sama 2009. Menurut Rusman, selama 2010 impor nonmigas utamanya terdiri atas mesin dan peralatan mekanik (18,49 persen), peralatan listrik (14,44 persen), besi dan baja (5,89 persen) serta kendaraan bermotor dan bagiannya (5,30 persen). “Impor barang konsumsi hanya 7,37 persen, terbesar adalah impor bahan baku dan penolong untuk industri manufaktur mencapai 72,78 persen,” kata Rusman. Negara yang paling banyak memasok barang impor Indonesia selama 2010, menurut catatan BPS adalah China (18,19 persen), disusul Jepang (15,62 persen), Singapura (9,29 persen), AS (8,58 persen) dan Thailand (6,85 persen). “Jepang dan China merupakan negara penyumbang peningkatan impor yang paling besar selama 2010,” katanya. (ant)

Pasar SUN Bereaksi Negatif Terhadap Inflasi JAKARTA - Pengamat ekonomi Mirza Adityaswara mengatakan selama Januari 2011 pasar Surat Utang Negara (SUN) sudah bereaksi negatif atas tingginya tekanan inflasi di Indonesia. “Dalam satu bulan ini pasar SUN sudah bereaksi negatif terhadap tingginya inflasi. SUN dijual, yield SUN sudah naik sekitar 150 basis poin atau 1,5 persen menjadi 9,0 persen untuk SUN berjangka waktu 10 tahun,” kata Mirza di Jakarta, kemarin. Menurutnya, jika pasar SUN bereaksi lebih buruk atas inflasi Januari maka yield SUN akan naik lagi sehingga biaya penerbitan SUN dan obligasi bagi pemerintah dan bagi emiten akan semakin me-

ningkat. “Jika itu yang terjadi maka BI perlu memberikan sinyal menaikkan bunga 0,25 persen,” katanya. BPS Selasa ini mengumumkan inflasi Januari yang mencapai 0,89 persen, sehingga laju inflasi year on year (Januari 2011 dibanding Januari 2010) mencapai 7,02 persen. Sementara inflasi inti (inflasi non indeks harga konsumen) year on year turun sedikit dari 4,23 persen pada Desember 2010 ke 4,18 persen, tetapi total inflasinya naik dari 6,96 persen pada Desember ke 7,02 persen. “Jadi pasar masih menunggu reaksi moneter yang akan dilakukan BI untuk mengatasi inflasi tersebut,” kata Mirza. (ant)

Pemimpin Umum : Satria Naradha, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Suja Adnyana, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Hardianto, Ade Irawan, Bogor : Aris Basuki, Depok : Rina Ratna, Kontributor Bekasi : Muhajir, Nendi Kurniawan, Safa Aris Muzakar, Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D. Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602, Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.

Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI

Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Bisnis Jakarta - Rabu, 02 Februari 2011 by e-Paper KMB - Issuu