Bisnis Jakarta.03.Januari.2010

Page 1

No. 23 tahun IV

8 Halaman

Rabu, 3 Februari 2010

Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com

Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771

Pemerintah Talangi Utang LN JAKARTA - Pemerintah mengidentifikasi terdapat dana talangan pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) sebesar Rp 2,56 triliun yang membebani anggaran negara karena belum mendapat penggantian dari Pihak Pemberi PHLN (PPHLN) namun telah ditalangi pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPR Jakarta, kemarin, menyebutkan, masalah itu terkait uang muka Bendahara Umum Negara (BUN) sebesar Rp 3,73 triliun yang belum dapat teridentifikasi penagihannya. Pemerintah telah mengidentifikasi dan melakukan pemetaan terhadap 257 PHLN yang membebani dana talangan pemerintah dan belum mendapat pengantian dari pihak PPHLN (backlog). “Berdasarkan upaya ini, sisa dana talangan pemerintah yang belum mendapat penggantian dari pemberi PHLN yang berstatus closed dan tidak dapat digantikan mencapai Rp 2,56 triliun,” katanya. Menkeu menyebutkan, pemerintah tengah membentuk tim koordinasi penanganan backlog. Pemerintah juga akan melakukan verifikasi untuk mengidentifikasi uang muka yang masih layak maupun tidak layak untuk ditagihkan kepada PPHLN. “Kita juga akan mengambil langkah-langkah penyelesaian untuk setiap uang muka yang telah teridentifikasi,” kata Menkeu seperti dikutip Antara. Tim telah melakukan pemetaan terhadap 257 PHLN yang meliputi IBRD, ADB, JICA/JBIC/OECF, IFAD, USAID, ITTO, Australia, Uni Eropa, JEXIM, IDB, IDA. Juga lembaga lainnya yang dianggap telah membebani dana talangan pemerintah dengan total nilai yang belum mendapatkan pengantian dari pihak PPHLNB sebesar Rp 4,38 triliun. Salah satu contoh dana talangan pemerintah adalah hibah ADB terkait proyek pendukung darurat gempa bumi dan tsunami Nangroe Aceh Darussalam. Angka Rp 4,38 triliun tersebut berbeda dengan total nilai akun uang muka dari rekening BUN sebesar Rp 3,73 triliun tadi, seperti dalam laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2008 yang telah diaudit. Menurut Menkeu, hal itu terjadi karena angka pada LKPP 2008 hanya jumlah surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) rekening khusus yang membebani dana talangan selama 2008. “Seharusnya disajikan jumlah SP2D rekening khusus yang membebani dana talangan sejak 19992008 setelah diperhitungkan dengan pengantian dana talangan dari PPHLN,” katanya. Data Kementerian Keuangan menunjukkan, penggunaan dana talangan pemerintah sejak 1999 sampai 31 Desember 2008 mencapai Rp 21,79 triliun. Penggunaan dana talangan pemerintah untuk PHLN yang berstatus on going sampai 31 Desember 2008 sebesar Rp 4,99 triliun sedangkan pengantian dana talangan pemerintah dari pihak PPHLN sampai 31 Desember 2008 mencapai Rp 3,16 triliun. Penggunaan dana talangan pemerintah atas PHLN yang berstatus sudah closed dan belum mendapat penggantian dari pihak PHLN sebesar Rp 2,55 triliun merupakan backlog abadi kerena sudah tidak mungkin dapat digantikan oleh PPHLN. (ant)

KURS RUPIAH 9.000

9.355

9.365 9.500

9.381

10.000 28/1

1/2

2/2

Bisnis Jakarta/ant

KINERJA BI - Deputi Gubernur Bank Indonesia S Budi Rochadi (kiri), dan Muliaman D Hadad memberi keterangan soal kinerja Bank Indonesia dan perkembangan masalah perbankan terkini dengan Komisi XI DPR, di Jakarta, kemarin.

Pengawasan Bank

BI Tolak Pemisahan JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengisyaratkan menolak pemisahan fungsi pengawasan bank dari bank sentral untuk kemudian digabung ke dalam lembaga tersendiri yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Dari pengalaman krisis tidak ada model pengawasan apapun yang dapat menjamin tidak ada krisis keuangan, baik terpisah maupun pengawasan oleh bank sentral,” kata Deputi Gubernur BI Budi Rochadi dalam rapat dengar pendapat Komisi XI DPR di Jakarta, kemarin. Ia mencontohkan, di Inggris yang pengawasan banknya sudah terpisah dari bank sentral justru mengalami kesulitan mengakses ke masing-masing individual bank, sehingga tindakan pencegahan sulit dilakukan jika terjadi ancaman krisis. Sementara di Amerika Serikat yang pengawasan banknya masih bergabung di bank sentral mengalami kelemahan dalam pengawasan non bank.

“Dari pengalaman krisis tahun 2008 dapat diambil pelajaran pentingnya pengawasan resiko sistemik oleh bank sentral karena mempunyai peran mengatasi krisis likuiditas lembaga keuangan dalam posisinya sebagai ‘lender the last resort’,” katanya. Ia menyebutkan, pemisahan pengawasan sebagaimana diamanatkan UU 23 tahun 1999 tentang BI akan mengakibatkan kurang optimalnya peran pengawasan BI dalam jalankan tugas sebagai otoritas moneter dan sistem perbankan. “Struktur paling tepat dengan memperhatikan perkembangan nasional dan global adalah pengawasan bank tetap di bank sentral,” katanya. BI menyadari bahwa di masa mendatang, pengawasan bank perlu terus disempurnakan termasuk masalah pelaporan, infrastruktur, dan penguatan pengawasan. Budi menjelaskan, UU BI memang mengamanatkan pe-

misahan pengawasan bank dari bank sentral untuk kemudian digabung ke dalam lembaga pengawasan yang mengawasi semua jasa keuangan (tidak hanya bank). “Terjadinya krisis ekonomi 1997/1998 menjadi latar belakang pemisahan pengawasan perbankan dari BI. Wacana itu disepakati pemerintah dan DPR dan dirumuskan dalam Pasal 34 UU 23 tahun 1999 tentang BI,” katanya. Alasan pemisahan pengawasan bank dari BI dan penggabungan ke lembaga pengawasan lain (OKJ) adalah untuk peningkatan efektivitas pengawasan jasa keuangan dan menghindari konflik kepentingan antara otoritas moneter dengan pengawasan. Sementara itu mengenai pengawasan yang berlangsung saat ini, Budi menjelaskan, hasil pengawasan bank berisi informasi keadaan individual bank termasuk tingkat kesehatan bank. (ant)

Peluang 60 Persen JAKARTA - Peluang keberhasilan pemerintah Indonesia melakukan permintaan negoisasi 228 pos tarif berkenaan penerapan perdagangan bebas Asean–China Free Trade Agreement (AC-FTA) berkisar hanya 60 persen.Saat ini, pemerintah tengah mengkaji sejumlah bahasan mengenai pola srategi yang akan ditepuh dalam perundingan dengan China. Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat menyatakan, upaya menegosasi terkait penerapan pasar bebas AC-FTA terus dilakukan. Kemungkinan keberhasilan permohonan permintaan negosiasi 228 pos tarif tersebut sejauh ini adalah sebesar 60 persen. Hidayat menambahkan, pemerintah tengah membahas seputar renegosiasi tarif dan strategi apa saja yang akan digunakan. Dalam hal ini pihaknya akan bersifat proaktif dengan memberikan amunisi dan strateginya. Kendati begitu, se-

tiap strategi diplomasi itu akan menggunakan tolak ukur terutama dari segi kinerja ekspor

MS Hidayat

“Terpenting, itu merundingkan strateginya. Tidak bisa saya kasih tahu strateginya tidak boleh saya beberkan. Kita serahkan itu ke negosiator,” tukasnya. Hidayat menjelaskan, pihaknya akan mengukur dan

menghitung perbedaan sektor industri China da Indonesia. Tidak hanya dihitung secara keseluruhan, kalkulasi akan dilakukan per sektor, termasuk yang membedakan untuk mencari celah dan strategi di dalamnya. “Mengenai perbandingan dengan sektor industri China, tolong dilihat satu per satu. Satu lagi, jam kerja disana itu dalam seminggu 45 jam, di sini 40 jam. Komponen yang tidak membuat kompetitif saya ukur dan hitung sekarang. Jadi buat saya jelas nanti 5 tahun lagi PR nya apa. Karena di 2015 akan berlaku Asean Economic Community (AEC),” tukas Hidayat. Kesempatan terpisah, ekonom Indef Bustanul Arifin berpendapat, pembahasan ulang terhadap butir kesepakatan mendesak dilakuan.Namun, istilahnya bukan renegoisasi, pasalnya dalam komunikasi internasional, hal itu berkesan penolakan. (ind)

Ekspor Segera Pulih JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ada indikasi pemulihan ekonomi terjadi pada sektor perdagangan khususnya pada sektor ekspor pada 2010. “Kita melihat perkembangan angka terakhir dan memberikan indikasi ada pemulihan pada sektor ekspor,” ujarnya seusai rapat paripurna di gedung DPR RI Jakarta, kemarin. Ia mengatakan berdasarkan data BPS, pada 2009 situasi perekonomian digambarkan tidak mengalami kondisi negatif yang terlalu dalam, maka pada 2010, ketika pemulihan ekonomi mulai terjadi, sektor ekspor diharapkan dapat memberikan kontribusi positif. “Pemulihan pada 2010 terutama ekspor diharapkan dapat memberikan kontribusi positif,” ujarnya. Menurut dia, dominasi produk yang masih menjadi unggulan sektor ekspor Indonesia adalah bahan baku dan bahan mentah industri (raw material) serta CPO dan batubara.

Namun, ia menambahkan pemulihan ekspor tidak ada korelasinya dengan impor barang karena impor komponen barang manufaktur masih tinggi bagi Indonesia. “Tingginya ekspor dan impor akan memperkuat neraca pembayaran dan akan memberikan pondasi stabilisasi perekonomian ke depan, apalagi ketergantungan negara lain kepada bahan mentah kita sangat tergantung dari harga di pasaran,” ujarnya. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan menambahkan perjanjian perdagangan bebas China-ASEAN (ACFTA) akan memberikan peluang bagi perekonomian Indonesia terutama ekspor sumber daya alam. “Kita punya peluang, resource base (sumber daya alam), peluang inilah yang kita riset lebih detail, itu suka nggak suka tarif nol persen menjadi peluang ekspor kita. Misalnya CPO yang ke China itu, kalau semangatnya ‘free trade’ (perdagangan bebas) kan tarifnya nol juga di sana, sehingga peluang eskpornya jadi lebih tinggi,” katanya. (ant)

Disiapkan, Neraca Nasional JAKARTA - Pemerintah menyiapkan penyusunan neraca nasional yaitu neraca konsolidasi antara neraca keuangan pemerintah dengan Bank Indonesia (BI) yang diharapkan dapat diselesaikan pada 2010. Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, Hekinus Manao di Gedung DPR Jakarta, kemarin, menyebutkan, pemerintah memang sudah lama berniat untuk membuat satu neraca konsolidasi yang bisa bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Namun hal itu tidak bisa serta-merta dilakukan mengingat perbedaan karakter yang dimiliki oleh neraca pemerintah dan BI. “Kita mungkin akan membuat neraca yang sifatnya ‘trial’ atau uji coba pada akhir tahun ini,” kata Hekinus. Menurut dia, proses

penyusunan neraca nasional tersebut dilakukan oleh sebuah tim gabungan yang dibentuk oleh pemerintah bersama BI. Neraca nasional itu akan mempermudah pihak luar melihat tingkat kesehatan makro ekonomi Indonesia. “Ini bisa mendorong pihak luar untuk melihat keseluruhan neraca kita,” katanya. Selain itu, neraca nasional juga berguna untuk mengukur tingkat kekuatan ekonomi Indonesia. Termasuk di dalamnya mengenai pengelolaan keuangan negara. Ia menyebutkan, sewaktuwaktu keuangan pemerintah akan mengalami goncangan jika dihadapkan oleh kewajiban membayar utang dalam bentuk valuta asing (valas). Sementara, pemerintah memiliki keterbatasan sumber dana valas. Keberadaan neraca nasional berpotensi untuk meredam kemungkinan adanya goncangan itu. (ant)

Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi : Satria Naradha, Wakil Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Nariana Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Ahmadi Supriyanto (Koordinator Liputan), Suharto Olii, Indu P Adi, Achmad Nasrudin, Hardianto, Darmawan S Sumardjo, Heru B Arifin, Asep Djamaluddin, Ade Irawan, Ipik Tanoyo, Bambang Hermawan, Fellicca, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D.Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602 Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.

Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.