No. 169 tahun IV
8 Halaman
Jumat, 3 September 2010
Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com
Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771
Pemerintah Optimis
Inflasi 2010 Terkendali JAKARTA - Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan optimismenya bahwa laju inflasi selama 2010 akan terkendali pada kisaran lima plus minus satu persen. “Kita masih optimis lima plus minus satu persen akan tercapai,” kata Hatta Rajasa di Gedung Kantor Menko Perekonomian Jakarta, kemarin. Hatta mengatakan, tingkat inflasi pada Agustus lebih rendah dibanding Juli, yang menunjukkan upaya pengendalian harga pangan menunjukkan hasil. BPS mencatat laju inflasi selama Agustus 2010 mencapai 0,76 persen, inflasi tahun kalender 4,82 persen dan inflasi year on year sebesar 6,44 persen. Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang ditagih pada Agustus memang memberi efek pada tingkat inflasi. “Ini harus diwaspadai di 2011, ini harus kita lihat dan cermati,” katanya. Semula diperkirakan sumbangan kenaikan TDL terhadap inflasi hanya 0,22 persen namun ternyata kemudian mencapai 0,35 persen. Terkait rencana kenaikan TDL sebesar 15 persen dan memotong subsidi listrik pada 2011, Menkeu Agus Martowardojo mengatakan, itu sudah ada di roadmap pemerintah. “Itu ada dalam roadmap untuk jangka waktu tiga tahun, termasuk juga subsidi pupuk,” katanya. Pemerintah akan menangani subsidi listrik dalam empat tahun dan menangani BBM dalam lima tahun. Meski ada pengurangan subsidi bukan berarti pemerintah tak memperhatikan kaum marginal atau kaum yang susah. “Kita akan ada program khusus untuk mengurusi dan memerdayakan masyarakat yang termarginalkan atau yang miskin, tapi untuk pupuk, listrik, dan BBM perlu suatu roadmap yang intinya membuat APBN lebih sehat,” katanya. (ant)
Rupiah Berpeluang Naik JAKARTA - Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, memperkirakan rupiah pada Jumat berpeluang naik lagi karena sentimen regional masih cukup kuat untuk memicu rupiah bergerak ke arah yang lebih tinggi. Sentimen positif dari eksternal yang didukung dengan membaiknya laju inflasi Agustus 2010 memicu rupiah masih berpeluang untuk naik lagi meski dalam kisaran sempit, katanya di Jakarta, Kamis. Rupiah kemarin sore naik 20 poin menjadi Rp 9.010,00 per dolar. Edwin Sinaga yang juga Dirut Finan Corpindo Nusa mengatakan, peluang rupiah untuk naik lagi masih ada, karena sentimen positif masih cukup kuat. Rupiah sebelumnya dalam dua pekan lalu sempat terpuruk hingga jauh di atas Rp 9.000,00. Hal ini memicu pelaku untuk kembali membeli rupiah, katanya.
Ia mengatakan kenaikan rupiah tidak sebesar apa yang terjadi sebelumnya karena Bank Indonesia (BI) akan tetap menjaga jarak terhadap pergerakan rupiah. Bank Indonesia akan tetap menjaga kisaran rupiah agar tidak melebar lebih jauh. Edwin Sinaga memperkirakan rupiah akan tetap menguat apabila investor asing kembali bermain saham. Hal ini mengingat sahamsaham lapis dua cenderung merosot akibat aksi lepas saham tersebut oleh pelaku pasar. Pembelian saham oleh pelaku akan mendorong rupiah menjadi lebih positif sehingga mengalami kenaikan. Pelaku pasar kemungkinan masih akan membeli karena faktor positif masih ada. (ant)
KURS RUPIAH 8.500 9.000
9.030 9.500
9.010
9.035 31/8
1/9
2/9
Bisnis Jakarta/ant
RAZIA PARSEL - Sejumlah petugas Pemprov DKI Jakarta, memeriksa parsel razia di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, kemarin. Razia ini digelar untuk mencegah peredaran parsel dan makanan yang sudah kadaluarsa.
20 Bank Likuidasi Masih Nunggak JAKARTA - Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengungkapkan, hingga saat ini masih terdapat lebih dari 20 bank likuidasi yang memiliki tunggakan kepada negara. “Ada sekitar 20-an bank lebih yang tagihannya belum diselesaikan karena sudah tidak ada jaminannya, dan itu merupakan tagihan negara yang bermasalah jadinya,” kata Menkeu
usai mengikuti rapat koordinasi di Kantor Menko Perekonomian Jakarta, Kamis. Ia menyatakan, pihaknya mendukung berbagai upaya termasuk langkah-langkah yang dilakukan Kejaksaan Agung untuk menagih atau menggugat pemilik bank likuidasi dimaksud. Sebelumnya Kejaksaan Agung mengirim surat yang
meminta Menkeu melakukan gugatan terhadap Sjamsul Nursalim (eks Bank BDNI) atas wanprestasi atau tunggakan yang bersangkutan kepada negara. Menurut Menkeu, pihaknya secara teratur memfllow up perkembangan tagihan-tagihan pemerintah atas bank-bank yang dilikuidasi yang kemudian ditangani BPPN dan menjadi masalah
Pemotongan Subsidi
Tak Otomatis Naikkan TDL JAKARTA - Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan bahwa pemotongan subsidi listrik tidak otomatis berarti kenaikan tarif dasar listrik (TDL). “Kalau bicara pemotongan subsidi tidak otomatis kenaikan TDL, jangan berpikir dulu ke arah itu, itu hanya salah satu,” kata Hatta Rajasa di Gedung Kantor Menko Perekonomian Jakarta, kemarin. Menurut dia, produksi listrik masih bisa diefisienkan seperti mengganti penggunaan BBM menjadi bahan bakar lain seperti batu bara. “Ini yang akan dibicarakan pemerintah dengan DPR, jadi kita tidak bisa
mengatakan, dengan penurunan subsidi maka itu otomatis TDL akan naik. Belum tentu,” katanya. Hatta menyebutkan, pemerintah telah menyiapkan roadmap pengelolaan subsidi termasuk subsidi listrik untuk jangka menengah dan panjang. “Itu bukan untuk sekarang atau satu-dua tahun, tapi untuk jangka menengah dan panjang yang intinya adalah bagaimana subsidi kita yang harusnya tetap diberikan kepada masyarakat tapi tepat sasaran,” katanya. Roadmap itu tak hanya subsidi listrik tetapi juga untuk pupuk dan BBM dan roadmap
tersebut memerlukan pengkajian yang mendalam dan komprehensif. “Tidak bisa ujugujug diterapkan karena semua aspek harus dilihat, aspek terhadap inflasi, daya beli, dan kemampuan masyarakat kita,” katanya. Ia menegaskan, berkurangnya subsidi bukan berarti kenaikan TDL. “Belum tentu ke arah itu, karena bisa saja dilakukan penurunan biaya pembangkit, meningkatkan efisiensi, menurunkan ‘losses’, dan banyak lainnya. Inilah yang akan dibahas oleh Menteri ESDM dan Komisi VII DPR,” katanya. (ant)
Atasi Defisit Perdagangan
Tingkatkan Ekspor Migas JAKARTA - Menteri Keuangan Agus Martowardojo menilai sektor migas menjadi penyebab neraca perdagangan Indonesia Juli 2010 mengalami defisit sehingga perlu upaya meningkatkan ekspor migas. “Jadi perlu upaya meningkatkan ekspor khususnya migas,” kata Menkeu usai rapat koordinasi di Kantor Menko Perekonomian Jakarta, kemarin. Ia menyebutkan, saat ini Indonesia mengandalkan ekspor migas berupa gas sedangkan untuk minyak bumi, Indonesia merupakan importir sehingga membebani APBN. Sebelumnya BPS mencatat, neraca perdagangan RI mengalami defisit pada Juli 2010 sebesar 128,7 juta dolar AS. Namun secara kumulatif masih surplus yaitu mencapai 9,46 miliar dolar AS. Ketika ditanya apakah adanya defisit dalam neraca perdagangan itu akan mengubah berbagai asumsi terkait dalam pembahasan
RAPBN 2011, Menkeu mengatakan, tidak ada asumsi yang terkait langsung dengan neraca perdagangan. “Sekarang memang masih dalam diskusi asumsi, tapi sebenarnya tidak ada asumsi yang langsung terkait dengan neraca perdagangan,” katanya. Sementara itu terkait dengan gratifikasi berupa parsel dan bingkisan menjelang lebaran ini, Menkeu mengingatkan bahwa pihaknya melarang pegawai Kementerian Keuangan menerima gratifikasi. “Itu kita tekankan bahwa bentuk-bentuk yang menimbulkan konflik kepentingan, bentuk-bentuk yang menerima apalagi meminta itu tidak diperbolehkan, dan itu kita ingatkan terus,” katanya. Ia menyebutkan, menjelang lebaran ini, pihaknya melalui Sekretariat Jenderal kembali mengingatkan hal itu.”Itu nanti diterbitkan Sekjen, nanti saya ingatkan bahwa peringatan itu dikeluarkan,” katanya. (ant)
pada 1998. “Kita tingkatkan supaya kita juga belajar dari mahalnya upaya perbaikan industri keuangan dan perbankan di 1998,” katanya. Khusus terkait permintaan Kejaksaan Agung untuk penanganan tagihan negara ke BDNI, Menkeu mengatakan, pihaknya akan mengecek surat dari Kejaksaan Agung. “Kita dukung penuh inisiatif untuk
mengejar tagihan itu, kalau seandainya ada, kami akan respon secepatnya untuk ditandatangani,” katanya. Ketika ditanya berapa besar tagihan negara kepada BDNI, Menkeu mengatakan, tidak tahu persisnya. “Kalau jumlahnya, saya mesti cek ke Pak Hadiyanto (Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan),” kata Menkeu. (ant)
Pembentukan dan Operasi OJK Butuh Rp 40 Triliun JAKARTA - Peneliti Universitas Indonesia (UI) Rofikoh Rokhim memperkirakan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan biaya operasionalnya akan membutuhkan dana hingga Rp 40 triliun. “Apakah itu mahal atau tidak, tergantung. Kalau untuk kebaikan dan menjamin pengawasan yang lebih bagus, ini cost yang tidak masalah,” katanya dalam Focus Group Discussion “Solusi Terbaik Kompromi Pembentukan OJK”, di Jakarta, kemarin. Rofikoh menjelaskan dasar perhitungan biaya itu didapat dengan mengacu Rancangan Undang-Undang (RUU) OJK yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Biaya pembentukan OJK sendiri diperkirakan membutuhkan dana antara Rp 11,24 triliun hingga Rp 20,697 triliun, sedangkan biaya operasionalnya per tahun diperkirakan juga akan berkisar pada angka itu. “Biaya pembentukan itu antara lain untuk membangun 155-310 perwakilan OJK, biaya rekrutmen, pendidikan awal pegawai, dan pembentukan serta pengalihan sistem IT,” ujarnya. Rofikoh menjelaskan biaya pembentukan OJK itu terdiri dari biaya transisi dan biaya jangka panjang. Yang termasuk biaya transisi antara lain untuk pembangunan dan pengalihan sistem IT dan pembentukan juklak dan SOP. Sedangkan biaya jangka panjang antara lain meliputi po-
tensi keluarnya sebagian atau seluruh tenaga pengawas BI akibat pengambilan keputusan dan peningkatan biaya operasional pengawasan akibat cakupan pengawasan yang meningkat tajam. Saat ini, jumlah pengawas perbankan di Bank Indonesia (BI) mencapai 1.437 orang yang mengawasi 2.902 kantor pusat dan cabang bank umum serta BPR. Sedangkan pengawas pasar modal mencapai 860 orang yang mengawasi 1.677 lembaga keuangan non bank non mikro. Jumlah lembaga keuangan nonbank mikro sebanyak 86.504 unit. Jika satu pengawas bertugas mengawasi sekitar 5-10 unit lembaga keuangan non bank mikro, maka akan dibutuhkan tambahan pengawas sekitar 8.650-17.301 orang. Dari sisi jumlah rekening, saat ini terdapat sekitar 224 juta akun bank lembaga keuangan bank dan nonbank, sedangkan total akun di bank umum dan BPR mencapai sekitar 83 juta. “Itu (yang diawasi) akan bertambah hingga 371 persen dari total akun di bank umum dan BPR,” ujarnya. Biaya operasional OJK per tahunnya diperkirakan antara Rp 11,286 triliun untuk skenario terendah dan Rp 20,252 triliun skenario tertinggi. Dana itu diperlukan untuk perawatan perwakilan OJK, biaya operasional dan perawatan IT, biaya training domestik dan luar negeri, biaya gaji pengawas, serta biaya operasional pengawasan. (ant)
Pemimpin Umum : Satria Naradha, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Suja Adnyana, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Hardianto, Ade Irawan, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D. Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602, Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.
Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.