Bisnis Jakarta - Senin, 05 Juli 2010

Page 1

No. 126 tahun IV

8 Halaman

Senin, 5 Juli 2010

Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com

Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771

Kepatuhan WP Naik JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat rasio kepatuhan Wajib Pajak (WP) dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan hingga April 2010 telah mencapai 54,84 persen atau 7,73 juta Wajib Pajak. “Jumlah SPT diterima mencapai 7.733.271 dari total WP terdaftar wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh sebesar 14.101.933,” ujar Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Petrus Tambunan saat jumpa dengan wartawan di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, belum lama ini. Pada 2009 rasio kepatuhan WP hanya 5.413.114 atau sebesar 52,61 persen dengan jumlah WP terdaftar sebanyak 10.289.590. Ia menambahkan untuk meningkatkan kepatuhan penyampaian SPT, pihaknya menginventarisasi WP dan PKP yang tidak atau belum menyampaikan SPT Tahunan PPh dan SPT PPN untuk tahun pajak/masa pajak sebelumnya dan tahun berjalan. Kemudian, Ditjen Pajak menerbitkan dan mengirimkan teguran, imbauan, surat tagihan pajak, memberikan sosialisasi perpajakan menyangkut pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan kepada WP, terutama WP baru. Ditjen Pajak akan mengirimkan surat ucapan terima kasih kepada 1.000 WP orang pribadi potensial yang SPT Tahunan PPh-nya diterima tepat waktu dengan contoh surat yang ada. Sementara untuk mengamankan penerimaan pajak, Ditjen Pajak juga melakukan beberapa upaya intensifikasi yang terdiri dari beberapa antisipasi yaitu pembayaran yang wajib disetorkan dan dibayarkan WP perperiode akan diawasi secara intensif agar tidak terjadi distorsi, terutama kepada seluruh WP besar. “Kita liat bagaimana pembayarannya, baru pengawasannya dilakukan per individu dan per jenis untuk tahun berjalan,” ujar Petrus. (ant)

Penerimaan Cukai Rp 32,13 Triliun JAKARTA - Penerimaan cukai pada semester pertama tahun ini telah mencapai Rp 32,13 triliun, atau 54,2 persen dari target yang ditetapkan pada APBN-P. Data Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan yang diterima ANTARA, di Jakarta, Jumat, menunjukkan penerimaan cukai tersebut surplus 1,18 persen dibandingkan periode sama 2009 sebesar Rp 26,3 triliun. Penerimaan Bea Masuk (BM) juga mencapai Rp 9,496 triliun atau 62,9 persen dari target APBN-P, meningkat 1,09 persen dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 8,461 triliun. Sedangkan penerimaan Bea Keluar (BK) semester pertama 2010 mencapai Rp 1,815 triliun atau 33,3 persen dari target APBN-P. Menurut Dirjen Bea dan Cukai Thomas Sugijata, asumsi yang belum mencapai target adalah penerimaan bea keluar, karena target hingga Juni seharusnya dapat mencapai sebesar Rp 2,7 triliun. “Artinya, baru mencapai sekitar 31,94 persen untuk target tahunan,” ujarnya. Ia menambahkan penerimaan Bea Keluar masih terkait dengan kebijakan perdagangan. “Itu untuk perlindungan, seperti CPO, dan lain sebagainya itu kan sangat tergantung dari kebijakan masalah berapa besarnya harga patokan ekspor, berapa besarnya tarif, itu kan masalah kebijakan perdagangan. Dan memang ini meskipun ada targetnya tapi bagi bea cukai tidak kontrolabel,” ujarnya. (ant)

Bisnis Jakarta/ant

INFLASI IBUKOTA - Deden (27) memilih cabai merah dagangannya di Pasar Inpres, Jakarta Pusat, Sabtu pekan lalu. Cabai merah merupakan penyumbang terbesar naiknya inflasi ibukota Jakarta dari 0,25 persen di bulan Mei menjadi 0,73 persen di bulan Juni.

OJK Bebani Perbankan JAKARTA - Pendirian lembaga Otoritas Jasa Keuangan yang diamanatkan undangundang harus terbentuk pada akhir tahun ini akan menjadi beban perbankan, kata pengamat perbankan Ryan Kiryanto di Jakarta, kemarin. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini, menurut dia, bakal membebani perbankan karena institusi ini akan menarik biayabiaya dari perbankan dan lembaga keuangan nonbank yang menjadi objek pengawasannya. Beban akibat biaya itu muncul, lanjut dia, karena selama ini Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan terhadap perbankan tidak menarik biaya atau iuran sepeser pun. “Jelas itu akan menambah beban bagi bank karena selama ini tidak ada pungutan untuk pengawasan oleh BI. Biaya ini akan menambah over head cost perbankan yang bisa memengaruhi naiknya suku bunga kredit,” kata ekonom dari BNI itu. Dalam naskah RUU OJK yang sudah sampai di DPR, pada Pasal 30 disebutkan bahwa OJK dalam rangka membiayai kegiatannya menetapkan dan memungut biaya yang wajib dibayar oleh industri jasa keuangan sesuai dengan ke-

tentuan peraturan perundangundangan. Sementara dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan jenis biaya yang dapat ditetapkan, antara lain berupa biaya terhadap perizinan, pendaftaran, pengesahan, pengawasan, pemeriksaan, penelitian, dan transaksi perdagangan efek. Biaya tersebut ditagih secara bulanan, tahunan, atau sewaktuwaktu sesuai karakteristik biaya yang dimaksud. Ryan menilai jika setiap kegiatan industri keuangan harus dikenai biaya tentu akan sangat memberatkan pelaku industri karena selama ini setiap kegiatan seperti di perbankan hanya wajib melaporkannya saja ke BI tanpa harus dikenai biaya. “Kalau semua kegiatan seperti perizinan, pendaftaran, dan lain-lain yang jumlahnya sangat banyak di perbankan dikenai biaya, tentu bebannya berat, apalagi bagi bank-bank kecil,” kata Ryan. Selain itu, dengan biaya yang dibayarkan industri yang diawasi, Ryan menilai independensi OJK sangat gampang goyah karena mereka hidup dari biaya yang ditarik industri keuangan. “Selama ini kan pengawasan

oleh BI tidak menimbulkan masalah bagi perbankan, kenapa tidak tetap di BI saja untuk pengawasan perbankannya,” katanya. Ryan berpendapat sebaiknya rencana pendirian OJK kembali dipikir matang-matang oleh pemerintah agar tidak menimbulkan komplikasi-komplikasi yang berdampak pada munculnya ketidakpastian di sektor keuangan, terutama perbankan yang menguasai 80 persen sektor keuangan Indonesia. “Kalau OJK lebih banyak ‘mudharat’-nya kenapa harus dipaksakan? Undang-undang yang mengamanati pendirian OJK kan bukan kitab suci yang tidak bisa diubah. Jadi batas waktu pendirian OJK 31 Desember 2010 bisa saja diamandemen dengan mempertimbangkan kepentingan nasional,” katanya. Selain itu, Ryan juga menyarankan agar DPR dalam pembahasan RUU OJK ini mendengar masukan dari pemangku kepentingan, seperti Bank Indonesia dan perbankan, serta tidak memaksakan pendirian OJK jika ternyata memberatkan industri keuangan dan mempersulit kegiatan moneter yang dilakukan BI. (ant)

Bisnis Jakarta/ant

LISTRIK MURAH - Ketua Umum DPD Asosiasi Kontraktor Listrik Nasional (Aklinas) Jatim, Arda Netaji (2 kiri), di Surabaya, Sabtu. Aklinas akan mengupayakan tarif murah kepada pemasang baru.

BI, OJK- LPS Bisa Inspeksi JAKARTA - Kepala Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) A Fuad Rahmany mengatakan, dalam Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (RUU OJK) Bank Indonesia sebagai otoritas moneter diperbolehkan melakukan inspeksi langsung bersama Pengawas Perbankan dari OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). “Ini wajib dilakukan karena ada dalam RUU,” ujarnya dalam Sosialisasi RUU OJK di Jakarta, akhir pekan lalu. Fuad menambahkan, dalam RUU OJK itu juga diatur agar terbentuknya database bersama yang terintegrasi antartiga institusi itu. Selain itu, Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan LPS

merupakan anggota Forum Stabilitas Sistem Keuangan yang berkoordinasi secara rutin untuk melakukan pengawasan makroekonomi, pertukaran informasi tentang profil industri keuangan, dan menyempurnakan protokol manajemen krisis. Dengan demikian, Fuad menegaskan, dengan adanya OJK, BI tidak akan kesulitan mendapatkan data perbankan meski unit pengawas perbankannya dikeluarkan dari struktur dan dimasukkan dalam struktur OJK. “Masalah kliring, sistem pembayaran dan RTGS masih akan diurus oleh BI. bukan OJK,” tambahnya. Fuad menjelaskan pembentukan OJK bukan berarti memperluas kewenangan Bapepam. (ant)

Kadin Mestinya Jadi Pendamping JAKARTA - Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto menyatakan Kadin diharapkan dapat menjadi pendamping semua pelaku usaha sehingga dapat mewujudkan harmoni antara kebijakan pemerintah dan kepentingan pelaku ekonomi terutama di daerah. “Kepemimpinan yang matang, berpengalaman dan visioner dibutuhkan untuk mengayomi kepentingan setiap anggota Kadin agar dinamika organisasi tetap berada dalam harmoni,” ujar Suryo yang juga Kandidat Ketua Umum Kadin. Ia menambahkan, kematangan dan kapabilitas diperlukan, karena setiap anggota KADIN harus menjadi solusi untuk mengatasi tantangan organisasi dan bangsa di masa mendatang. Dalam konteks daerah, Kadin daerah menjadi solusi bagi ham-

batan pembangunan di daerah. Kadin, lanjutnya, ke depan harus direvitalisasi karena perkembangan dan dinamisasi berjalan cepat dan Kadin harus memposisikan kembali tugasnya sebagai motor utama pembangunan yang tidak boleh ditinggalkan. Menurut Suryo, revitalisasi Kadin adalah penguatan organisasi dengan menitikberatkan pada reposisi Kadin baik di pusat maupun di daerah, pemberdayaan daerah, dan peningkatan posisi tawar usaha kecil menengah dengan pemerintah. “Diperlukan Kadin sebagai lembaga yang tidak hanya terdiri dari sekumpulan pengusaha, namun, juga kearifan, sekumpulan inisiatif, gagasan, dan dedikasi untuk kembali menata pola pikir dan tindakan dalam penciptaan serta implementasi kebijakan strategis ekonomi,” ujarnya. (ant)

Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi : Satria Naradha, Wakil Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Wirata, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Ahmadi Supriyanto (Koordinator Liputan), Suharto Olii, Indu P Adi, Achmad Nasrudin, Hardianto, Darmawan S Sumardjo, Heru B Arifin, Asep Djamaluddin, Ade Irawan, Ipik Tanoyo, Bambang Hermawan, Fellicca, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D.Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602 Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.

Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Bisnis Jakarta - Senin, 05 Juli 2010 by e-Paper KMB - Issuu