No. 150 tahun IV
8 Halaman
Jumat, 6 Agustus 2010
Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com
Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771
Target Kunjungan Wisman Dinaikkan JAKARTA - Sesditjen Pemasaran Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Noviendi Makalam, mengatakan pemerintah berencana menaikkan target kunjungan wisman menjadi 7,6 juta pada 2011. “Kami membuat skenario optimistis, yakni target kunjungan wisman tahun 2011 sebanyak 7,6 juta orang,” kata Sekretaris Ditjen Pemasaran Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar), Noviendi Makalam, di Jakarta, Kamis. Ia mengatakan, angka itu naik dibandingkan target 2010 yang dipatok sebesar 7 juta wisman sampai tutup tahun ini. Namun, pihaknya juga menyusun target moderat untuk tahun depan yakni sebanyak 7,3 juta wisman dan target pesimis sebanyak 6,8 juta wisman. “Dasar pertimbangan untuk menaikkan target pesimistis adalah perkembangan yang terjadi dalam 18 bulan terakhir,” tutur Noviendi menambahkan. Pihaknya memperhitungkan, dalam 18 bulan terakhir terjadi tren pertumbuhan pariwisata yang terus positif, bahkan hingga semester 1 2010 tumbuh 14 persen. Ia berharap pertumbuhan positif tersebut dapat terus bertahan sampai dengan akhir tahun, sehingga target 7 juta wisman dapat tercapai dan pertumbuhan dua digit itu diharapkan dapat berlanjut hingga tahun depan. Sampai saat ini, pihaknya masih fokus menggarap 10 target pasar wisata utama yang diantaranya Singapura, Malaysia, dan Australia. (ant)
BI Rate Akhir Tahun Diprediksi Naik Tipis JAKARTA - Pengamat perbankan, Irfan Kurniawan mengatakan, Bank Indonesia kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) pada akhir tahun 2010 sebesar 25 basis poin menjadi 6,75 persen. Laju inflasi yang terus menguat akan memaksa BI menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 6,75 persen setelah ke-13 kalinya dipertahankan, kata Irfan Kurniawan di Jakarta, Kamis. Irfan, yang juga analis PT First Asia Capital mengatakan, desakan inflasi yang sangat kuat membuat BI sulit untuk mempertahankan suku bunga acuan itu. “Kami memperkirakan BI akan segera menaikkan BI Rate untuk menekan laju inflasi yang makin kuat,” ucapnya. Kenaikan 25 basis poin, tak akan mendorong perbankan menaikkan suku bunga kreditnya yang saat ini mencapai 14,5 persen. Apabila bunga kredit itu juga naik, maka sektor investasi akan semakin tidak jalan. Karena itu, BI harus dapat memantau perbankan agar tidak mengikuti apa yang di-
lakukannya, sehingga investasi berjalan dengan baik, dan permintaan kredit juga akan tumbuh dengan lancar. “Kami optimis perbankan mempunyai kebijakan yang lebih baik dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi tumbuh lebih cepat,” katanya. Indonesia, saat ini merupakan pasar yang paling menarik dari pasar Asia lainnya, karena tingkat suku bunga yang tinggi, dan stabilitas politik yang terjaga, serta pertumbuhan ekonomi yang semakin baik. Faktor tersebut merupakan daya tarik bagi asing untuk lebih aktif bermain di pasar Indonesia. Ke depan, Indonesia akan diperhitungkan dunia sebagai negara yang maju dan berkembang dengan pesat, asalkan sektor riil dapat berjalan dengan baik. Selama ini sektor riil masih berjalan di tempat, karena pemerintah masih mencari dana dukungan untuk mendorong sektor rill itu tumbuh. (ant)
Rupiah Kembali Di Bawah Rp 9.000 JAKARTA - Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank, kemarin sore kembali naik di bawah Rp 8.950 per dolar akibat aksi beli pelaku pasar akibat isu positif dari eksternal, meski sejak pagi rupiah tertekan pasar. Nilai tukar rupiah terhadap dolar naik tujuh poin menjadi Rp 8.937-Rp 8.947 per dolar dibanding penutupan hari sebelumnya Rp 8.942-Rp 8.952. Analis PT Bank Himpunan Saudara Tbk, Rully Nova di Jakarta, mengatakan, kenaikan rupiah pada sesi sore sebenarnya sudah diduga, karena pelaku pasar pada siang hari telah mengurangi aksi lepas rupiah. “Kami optimis rupiah
masih akan dapat bergerak naik karena sentimen positif pasar makin kuat,” ucapnya. Kenaikan rupiah itu, karena pasar makin positif, setelah mereda isu redenominasi dan kekhawatiran atas laju inflasi tinggi. Kondisi ini memicu pelaku melakukan aksi beli terhadap rupiah, sehingga mata uang Indonesia bergerak naik setelah dua hari lalu melemah. Pasar uang domestik, kemungkinan kembali bergairah, karena pelaku pasar kembali aktif melakukan pembelian sambil menunggu BI Rate naik. (ant)
KURS RUPIAH 8.500 9.000
8.937
8.938 8.942
9.500 3/8
4/8
5/8
Bisnis Jakarta/ant
TARGET REDENOMINASI - Bank Indonesia menargetkan menyelesaikan studi redenominasi atau penyederhanaan nilai tukar rupiah pada akhir 2010 dan menargetkan redenominasi rupiah tuntas pada 2022.
Kajian Redenominasi
Ditargetkan Selesai Akhir 2010 BOGOR - Bank Indonesia menargetkan kajian atau studi tentang redenominasi rupiah selesai pada akhir 2010 untuk kemudian disosialisasikan kepada masyarakat. “Studi itu paling lambat sampai akhir tahun, paling lambat, kalau bisa lebih cepat,” kata Gubernur Bank Indonesia (BI) terpilih, Darmin Nasution ketika ditemui di sela-sela rapat kerja nasional di Istana Bogor, kemarin. Darmin menegaskan, sebagian besar konsep tentang redenominasi sudah selesai dibahas. Saat ini, tim dari BI sedang membahas tentang sistem informasi perbankan.
“Kalau konsepnya sendiri sudah ada,” katanya. Setelah studi redenominasi benar-benar sudah selesai, BI akan segera melakukan sosialisasi hingga ke daerah. Perwakilan BI di daerah, kata Darmin, akan dilibatkan dalam sosialisasi itu. “Sehingga tak perlu kita harus dari Jakarta pergi ke daerah,” kata Darmin menambahkan. Pada saat yang sama, BI juga akan membahas hal itu dengan pemerintah dan DPR. Jika konsep tentang redenominasi rupiah itu disetujui, kemungkinan BI akan mengusulkan agar konsep tersebut dimasukkan sebagai Daftar Inventarisasi Ma-
salah (DIM) Rancangan Undang- undang Mata Uang. Pelaksanaan redenominasi rupiah kemungkianan akan dilaksanakan secara bertahap. Ia memperkirakan, implementasi kebijakan itu membutuhkan waktu selama tiga tahun. Sebelumnya, dijelaskannya, redenominasi rupiah bukanlah sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. “Redenominasi sama sekali tidak merugikan masyarakat karena berbeda dengan sanering atau pemotongan. Dalam redenominasi nilai uang terhadap barang (daya beli) tidak akan berubah,
yang terjadi hanya penyederhanaan dalam nilai nominalnya berupa penghilangan beberapa digit angka nol,” kata Darmin. Darmin menambahkan redenominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju ke arah yang lebih sehat, sedangkan sanering adalah pemotongan uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat, yaitu dengan memotong nilai uangnya saja. Dalam redenominasi, baik nilai uang maupun barang, hanya dihilangkan beberapa angka nolnya saja. “Dengan demikian, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang
dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran (uang),” katanya. Keberhasilan redenominasi akan sangat ditentukan oleh berbagai hal yang saat ini sedang dikaji, sebagaimana telah dilakukan oleh beberapa negara yang telah sukses menerapkannya. Beberapa faktor yang mendukung suksesnya pelaksanaan redenominasi adalah ekspektasi inflasi yang berada pada kisaran rendah dengan pergerakan yang stabil. Kemudian stabilitas perekonomian yang terjaga, adanya jaminan terhadap stabilitas harga, serta adanya kebutuhan dan kesiapan masyarakat. (ant)
Ekspansi Kredit Pansus Optimistis Dorong Pertumbuhan Semester I Tuntaskan OJK Tahun Ini
JAKARTA - Pengamat ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengatakan ekspansi kredit perbankan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I 2010 hingga 5,9 persen. “Pertumbuhan tersebut dipicu oleh ekspansi kredit perbankan yang mencapai 18 persen,” ujarnya kemarin. Ekspansi pemberian kredit perbankan akan lebih meningkat pada semester II dengan diikuti ekspansi fiskal belanja pemerintah yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi. “Diperkirakan semester II ekspansi kredit akan lebih tinggi lagi, sekitar 20 persen,” ujarnya.
Perkiraan pertumbuhan pada semester II nanti akan mencapai angka yang sama dengan semester I. Namun, pertumbuhan ini harus waspada terhadap pengaruh kenaikan tarif dasar listrik (TDL) serta laju inflasi. “Semester II akan terjadi pertumbuhan ekonomi yang minimal sama. Sebenarnya pertumbuhan bisa lebih tinggi lagi, namun terkoreksi oleh kenaikan TDL dan inflasi,” ujarnya Untuk itu, dia optimistis dan memprediksi pertumbuhan ekonomi keseluruhan pada 2010 akan mencapai angka enam persen, lebih tinggi dari asumsi pemerintah. “Saya
yakin overall 2010, pertumbuhan ekonomi kita bisa tembus angka enam persen, yang berarti lebih tinggi dari target pemerintah 5,8 persen,” ujarnya. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi selama semester I2010 mencapai 5,9 persen daripada semester I-2009. Deputi Neraca dan Analisis Statistik BPS, Slamet Sutomo, menjelaskan pertumbuhan tersebut didukung oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,5 persen, pembentukan modal tetap bruto 8,0 persen, ekspor dan impor masing-masing 17,2 persen dan 20,1 persen. “Untuk konsumsi pemerintah turun 8,9 persen,” ujarnya. (ant)
Penyerapan Tenaga Kerja Belum Maksimal JAKARTA - Badan Pusat Statistik menilai penyerapan tenaga kerja belum maksimal meski pertumbuhan ekonomi selama semester I tahun 2010 mencapai 5,9 persen. “Penyerapan tenaga kerja belum secara mantap, mudah-mudahan nanti bisa lebih baik,” kata Deputi Neraca dan Analisis Statistik BPS Slamet Sutomo di Jakarta, Kamis. Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa melampaui target pemerintah yang dipatok 5,9 persen bahkan melampaui 6 persen. “Kalau bisa 7 persen baru kita bisa berharap banyak tenaga kerja yang terserap apalagi disertai peningkatan keterampilan,” ujarnya. Seharusnya, setiap pertumbuhan ekonomi
sebesar satu persen akan menyerap tenaga kerja sebanyak 500 ribu orang. Slamet menjelaskan, fenomena yang terjadi sekarang adalah sektor pertanian yang selama ini menyerap banyak tenaga kerja mulai ditinggalkan. Sementara itu, industri tidak bisa menyerap karena terpengaruh krisis sehingga sektor yang berkembang saat ini adalah nontradable sector. Slamet mengatakan, fenomena tersebut telah terjadi sejak lama seiring bertambahnya tenaga kerja di sektor informal. “Sektor informal produktivitasnya rendah, jadi mereka harus diberi pelatihan agar produktivitasnya bertambah,” tuturnya. (ant)
JAKARTA - Ketua Pansus pembahasan RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nusron Wahid menyatakan optimistis pembahasan RUU itu bisa dituntaskan sesuai amanah undang-undang sebelum 31 Desember 2010. “Saya optimistis akhir 2010 akan selesai. DPR akan bergerak cepat, karena selama ini kan kita selalu disorot lambat dalam menyelesaikan undang-undang,” kata Nusron saat dihubungi di Jakarta, Kamis. Meski waktu sidang yang tersisa dalam tahun ini, tidak banyak, Nusron mengatakan Pansus OJK tidak akan kesulitan menyelesaikannya dalam waktu cepat karena persoalan OJK adalah persoalan lama yang telah menjadi wacana publik sejak 10 tahun lalu. “Waktu yang ada cukup karena DPR sudah siap konsep dan dasar pemikiran mengenai OJK. Jadi ini bukan persoalan baru,” katanya. Sedangkan mengenai adanya perbedaan pandangan mengenai format OJK antara Bank Indonesia dan Kemenkeu, Nusron mengatakan pihaknya tidak akan membela salah satu dari lembaga itu. “DPR tidak akan berpihak ke BI
atau Kemenkeu. Kita akan mencari kebijakan yang terbaik buat negara bukan buat BI atau Kemenkeu,” katanya. Nusron mengatakan, pihaknya akan mencari format lembaga pengawas lembaga keuangan bank dan non bank yang kredibel, tranparan, tangguh, kokoh dan punya daya tahan dalam menghadapi krisis yang bersumber dari dalam atau luar negeri. Ditambahkannya, Pansus OJK baru akan memulai sidang pada 18 Agustus mendatang setelah sejak 1 Juli lalu mendapat reses. Sebelumnya, pengamat ekonomi Rimawan Pradiptyo memperkirakan biaya pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) apabila telah terbentuk akan mencapai Rp27-33 triliun. Biaya pembentukan tersebut dihitung dari lingkup pengawasan OJK yaitu sebanyak 91.514 hingga 94.854 kantor pusat dan kantor cabang seluruh Lembaga Keuangan (LK) dengan kemungkinan total akun OJK sebesar Rp 224,8 juta. Pembentukan OJK yang diamanatkan UU BI belakangan menjadi pro dan kontra karena Kemenkeu ngotot tugas pengawasan perbankan harus dipindah dari BI ke OJK. (ant)
Pemimpin Umum : Satria Naradha, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Suja Adnyana, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Hardianto, Ade Irawan, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D. Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602, Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.
Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.