No. 170 tahun IV
8 Halaman
Senin, 6 September 2010
Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com
Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771
Besar Kecil Anggaran Tak Masalah JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan besar kecilnya anggaran pemberdayaan koperasi dan UKM (KUKM). “Seberapapun anggaran tidak masalah, karena yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan anggaran tersebut secara efektif dan efisien. Bukan besarannya,” kata Menteri Sjarifuddin Hasan, di Jakarta, Sabtu kemarin. Sebelumnya pihaknya telah mengusulkan tambahan anggaran dalam RAPBN tahun anggaran 2011 sebesar Rp 1,531 triliun untuk program peningkatan daya saing KUKM belum mendapat persetujuan Bappenas dan Kementerian Keuangan. Namun, pihaknya masih tetap mengupayakan usulan tambahan anggaran tersebut mengingat usulan tambahan anggaran RAPBN tahun anggaran 2011 untuk Kementerian Koperasi dan UKM sebesar Rp1.531.840.000 tersebut telah disetujui Komisi VI DPR RI pada Rapat Kerja tanggal 16 Juni 2010. Di samping itu, pihaknya juga telah mengusulkan pemanfaatan anggaran sektor pendidikan tahun anggaran 2011 sebesar Rp 2.016.300.000.000 kepada Deputi Menteri PPN/Bappenas. “Tapi kalau anggaran kita tetap terbatas, tentu kita akan tetapkan skala prioritas dalam pelaksanaan program pemberdayaan KUKM,” katanya. Pihaknya memprioritaskan program-program yang mendorong kebangkitan UKM berikut mengaktifkan koperasi-koperasi yang selama ini dorman. “Bagi koperasi dan UKM yang sudah aktif, kita tingkatkan agar daya saingnya semakin baik, termasuk bagaimana agar marketnya semakin luas,” katanya. Pihaknya juga mengupayakan selalu terjadi kenaikan kelas pelaku usaha dari usaha kecil menjadi usaha menengah dan meningkat menjadi pelaku usaha besar. Untuk itu, menteri bertekad melakukan program pendampingan dan fasilitasi termasuk perkuatan pendanaan bagi pelaku KUKM. “Untuk koperasi kita dorong agar jumlah yang aktif makin meningkat melalui Gerakan Masyarakat Sadar Koperasi (Gemaskop),” katanya. (ant)
Kenaikan GWM
Tak Pengaruhi Suku Bunga JAKARTA - Dirut Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sofyan Basyir memperkirakan keputusan Bank Indonesia menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) primer dari lima menjadi delapan persen tidak akan mempengaruhi suku bunga kredit bank itu. “Setiap tambahan GWM pasti akan menambah beban. Seberapa jauh kita akan pelajari. Tapi kalau naiknya tidak banyak itu tidak terlalu pengaruhi cost of fund dan suku bunga,” kata Sofyan di Jakarta, Sabtu kemarin. Ia mengatakan, pihaknya segera akan melakukan kajian terhadap dua kebijakan BI terkait GWM dan loan to deposit ratio (LDR). Sehari sebelumnya, BI mengumumkan kebijakan menaikkan GWM primer dari lima persen menjadi 8 persen dari dana pihak ketiga (DPK) rupiah, yang bertujuan untuk menyerap kelebihan dana (ekses likuiditas) di per-
bankan yang berlaku mulai 1 Nopember 2010. Selain itu, BI juga mengeluarkan ketentuan GWM berdasarkan LDR dengan batas bawah 78 persen dan batas atas 100 persen untuk mendorong fungsifungsi intermediasi perbankan dengan berlandaskan prinsip kehati-hatian, yang mulai diterapkan pada Maret 2011. Untuk kebijakan GMW berdasarkan LDR, Sofyan mengatakan BRI tidak akan memiliki masalah karena LDR BRI sudah berada dalam kisaran yang ditentukan BI. “Kita tinggal melaksanakan kucuran kredit, karena undisbursement loan di BRI memang cukup besar,” katanya. Sekretaris Perusahaan BRI Mohammad Ali mengatakan LDR BRI sampai Juni 2010 telah mencapai 85 persen. (ant)
Pekan Ini Rupiah Stabil JAKARTA - Pengamat pasar uang Farial Anwar memperkirakan nilai tukar Rupiah pada pekan depan masih stabil, karena pelaku pasar masih hati-hati menyikapi pasar yang masih tak menentu. “Stabilnya rupiah memang dikehendaki pasar,” kata Farial Anwar. Rupiah pada Jumat kemarin mencapai Rp 9.002 atau turun satu poin. Menurut dia, stabilnya rupiah membuat para eksportir maupun importir serta konsumen dapat melakukan kegiatan usaha. “Posisi rupiah saat ini membuat pelaku bisnis itu dapat menghitungkan produk jualnya di pasar ekspor,” ucap Direktur Currency Management Group itu. Kalau melihat pasar global, Rupiah seharusnya bisa menguat karena membaiknya harga minyak dunia. Meski melemahnya dolar terhadap mata uang utama Asia di pasar regional memberikan nilai positif
terhadap rupiah, namun rupiah sulit bergerak naik. “Hal ini karena BI menjaganya agar Rupiah tetap berada dalam kisaran sempit,” ucapnya. Menurut dia, posisi rupiah sudah cukup baik dalam kisaran yang sempit, tidak bergejolak, kalau turun naik maka dikhawatirkan akan membuat pasar tak menentu. “Kami harapkan Rupiah masih dalam kisaran yang tidak melebar sehingga posisinya masih berada dalam kisaran Rp 8.935 sampai Rp 8.950 per dolar,” katanya. Apalagi BI juga tetap mempertahankan BI Rate pada 6,5 persen agar likuiditas rupiah tetap terjaga. Hal ini disebabkan laju inflasi Agustus 2010 yang mencapai 0,76 persen lebih baik dibanding bulan Juli. (ant)
Bisnis Jakarta/ant
RESOSIALISASI - Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Djaelani Sutomo (3 kiri) didampingi GM Pemasran BBM Retail Region IV Iwan Hartawan menyampaikan resosialisasi cara aman menggunakan LPG 3 kg kepada warga di Kelurahan Tanjung Mas Semarang, Jateng, kemarin.
Hanya 39 Persen Perbankan Setujui OJK JAKARTA - Survei yang dilakukan Perhimpunan BankBank Umum Nasional (Perbanas) menyatakan, sekitar 39 persen perbankan nasional setuju adanya Otoritas Jasa keuangan. “Dan 41 persen yang tidak setuju adanya OJK, sementara 20 persen lainnya netral,” kata Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono di Jakarta, Jumat kemarin. Menurut dia, melihat hasil
survei yang dilakukan kepada 60 direksi dan komisaris bank di Indonesia ini, masalah OJK sebenarnya tidak begitu ditolak oleh kalangan perbankan. “Apalagi sebenarnya masalah OJK ini kan telah diputuskan sejak 2004 melalui UU BI. Jadi sebenarnya bukan lagi saatnya untuk mempertanyakan OJK, kecuali ada gerakan untuk merevisi UU tentang BI, tapi inikan tidak ada,” katanya.
Menurut Sigit , yang terpenting saat ini adalah bentuk OJK ke depan. “Bagaimana seharusnya bentuk dari OJK tersebut, dan berpikir jangka panjang,” katanya. OJK tentunya akan mempertimbangkan peranan perbankan dalam jasa keuangan yang sangat dominan. Meski dari sekitar 3000 lebih perusahaan jasa keuangan di Indonesia, ternyata bank umum hanya 121 buah , namun
Aturan GWM
Atasi Tekanan Inflasi Desember JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution mengatakan kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) primer dari 5 persen menjadi 8 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berlaku November 2010 akan bisa mengatasi tekanan inflasi bulan Desember yang cenderung tinggi. “Kita melihat sebetulnya kalau pergerakan inflasi pada bulan-bulan Oktober, November itu tidak terlalu (besar). Desember itu sebenarnya yang bisa naik kembali,” kata Darmin. Aturan baru mengenai GWM primer itu, menurut Darmin, digunakan agar pengendalian inflasi tidak hanya
menggunakan instrumen BI Rate saja. “Kita tidak mengatakan mengubah, kita instrumen kebijakannya tidak melulu menggunakan BI Rate tapi juga menggunakan GWM,” ujarnya. Instrumen GWM untuk mengendalikan inflasi memang belum banyak digunakan di dunia namun khusus di wilayah Asia instrumen itu banyak diterapkan. “Kita melihat, tentu tidak hanya ini, kita lihat hal lain yang kita kombinasi dengan pemerintah yang kita lakukan, tapi biasanya itu bukan kebijakan yang spesifik Bank Indonesia,” tuturnya. BI juga memiliki tim pengendalian inflasi di setiap daerah dan provinsi yang akan me-
lengkapi upaya pengendalian inflasi. “Itu juga pasti kita akan gunakan, sehingga ini tidak bisa hanya dengan satu atau dua macam kebijakan,” ujarnya. Menurut dia, penambahan instrumen GWM untuk pengendalian inflasi diperlukan karena pola pergerakan inflasi tidak selalu sama setiap tahunnya. “Polanya tidak selalu sama setiap tahun, kadang-kadang dia terjadi deflasi, kadang-kadang lebih kurang datar saja. Jadi, ini benar-benar bercampur berbagai pengaruh ini susah diprediksi. Jadi artinya ada pengaruh musim, ada pengaruh administered prices, ada pengaruh ekspektasi sudah mulai masuk,” tuturnya. (ant)
Cadangan Devisa Capai 81,3 Miliar Dolar JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa Indonesia per 31 Agustus 2010 mencapai 81,3 miliar dolar AS. “Cadangan devisa 31 Agustus sebesar 81,3 miliar dolar AS. Setara dengan kebutuhan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang pemerintah,” kata Gubernur BI Darmin Nasution. Arus masuk modal asing dalam bentuk penanaman modal asing (PMA) meningkat cukup pesat meskipun arus masuk portfolio asing masih tetap dominan. “Hal ini sejalan dengan membaiknya persepsi positif investor asing terhadap prospek ekonomi Indonesia,” ujarnya. Namun, di sisi neraca perdagangan, surplus diperkirakan akan menurun akibat me-
ningkatnya impor yang cukup tinggi sejalan dengan kegiatan ekonomi domestik yang meningkat. “Surplus neraca pembayaran, persepsi risiko investor yang positif, dan menariknya imbal hasil pada akhirnya mendorong penguatan nilai tukar rupiah selama Agustus 2010,” tuturnya. Meski perkembangan impor lebih cepat dari ekspor, namun BI memastikan Indonesia masih akan menikmati surplus neraca perdagangan. Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Juli 2010 mengalami defisit. Darmin memperkirakan defisit tersebut masih bisa terjadi di bulan-builan terakhir 2010. (ant)
menguasai 87 persen total aset dalam jasa keuangan. Sementara itu, terkait dengan pengembangan perbankan, ia mengharapkan adanya rencana dasar atau cetak biru perbankan yang jelas di masa depan. “Saat inikan tidak ada, dan kebijakan cenderung berjangka pendek,” katanya. Cetak biru pengembangan perbankan ke depan dibutuhkan untuk mengantisipasi ada-
nya pergantian rezim dan politik sebagai salah satu ciri demokrasi. “Pengembangan perbankan tidak bisa diserahkan kepada politisi, karena cenderung berpikir jangka pendek,” katanya. Kondisi industri perbankan di Indonesia saat ini yang tersehat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. “Dengan CAR 18 persen dan NPL (non performing loan/kredit macet) 2,98 persen, ini lebih sehat,” katanya. (ant)
LDR Perbankan Ditetapkan 78-100 Persen JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menetapkan ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) berdasarkan Loan to Deposit Ratio (LDR) dengan batas bawah 78 persen dan batas atas 100 persen untuk mendorong pertumbuhan kredit perbankan yang tetap berlandaskan prinsip kehati-hatian. “Bank yang punya LDR di luar kisaran akan kena disinsentif berdasarkan selisih LDR terhadap target. Apabila LDR bank melebihi target dengan kondisi modal yang memadai bank mendapat insentif,” kata Gubernur BI Darmin Nasution. Kebijakan tersebut mulai berlaku pada 1 Maret 2011 untuk memberikan waktu pada bank memenuhi kisaran yang ditetapkan oleh BI. “Keputusan itu didasarkan pada kecederungan ekonomi domestik yang ditandai dengan peningkatan sisi permintaan yang lebih cepat dari respon sisi penawaran,” jelasnya. Kuatnya permintaan domestik terutama terkait kegiatan konsumsi rumah tangga, sementara peran investasi mulai meningkat meskipun belum optimal mendukung perbaikan di sisi suplai. “Tingginya permintaan domestik tersebut mendorong impor meningkat cukup pesat,” tu-
turnya. Menurut Darmin, kuatnya permintaan domestik tersebut terjadi di tengah kecenderungan perlambatan pemulihan ekonomi global yang ditandai oleh perlambatan ekonomi China dan sejumlah negara maju terutama Amerika Serikat dan Jepang. Sementara itu, prospek ekonomi di negara emerging market terutama di Asia secara umum masih mencatat perbaikan. Sebelumnya Darmin Nasution mengatakan, BI menaikkan persentase GWM primer dari 5,0 persen menjadi 8,0 persen dari dana pihak ketiga (DPK) mulai 1 November 2010. Ia mengatakan kenaikan GWM primer itu dilakukan dengan mempertimbangkan adanya potensi tekanan inflasi ke depan sementara BI rate dipertahankan pada level 6,5 persen. “Dewan Gubernur memandang penting untuk menaikkan rasio GWM primer dari 5,0 persen menjadi 8,0 persen dari DPK rupiah, mengingat ekses likuiditas perbankan yang cukup besar,” ujarnya. Atas pemenuhan tambahan GWM sebesar 3,0 persen akan diberikan remunerasi sebesar 2,5 persen per tahun. “Kombinasi kebijakan tersebut dipandang memadai untuk menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan di tengah arus modal yang masih tinggi,” katanya. (ant)
Pemimpin Umum : Satria Naradha, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Suja Adnyana, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Hardianto, Ade Irawan, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D. Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602, Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.
Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.