No. 25 tahun V
8 Halaman
Senin, 7 Februari 2011
Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com
Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771
Bisnis Jakarta/ant
TARGET INVESTASI – Pemerintah menargetkan meraih investasi Rp 150 miliar Dolar AS. Angka itu dinilai bisa mempercepat pembangunan di segala bidang.
Kenaikan BI Rate
Dinilai Tepat
Investasi Ditarget 150 M Dolar AS JAKARTA - Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, pemerintah menargetkan investasi sebesar 150 miliar dolar AS di Indonesia untuk mempercepat pembangunan di berbagai bidang. “Tadi soal investasi. Jadi kita menginginkan 150 miliar dolar AS investasi,” kata MS Hidayat setelah menghadiri rapat kabinet terbatas tentang dunia usaha di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat lalu. Investasi itu antara lain untuk mengembangkan sektor pertanian, pertambangan, dan sejumlah industri yang mampu memberikan nilai tambah. Perhitungan lebih rinci tentang investasi itu akan dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sementara itu, Kepala BKPM Gita Wirjawan yang ditemui secara terpisah menjelaskan, investasi 150 miliar dolar AS itu terbagi menjadi dua, yaitu dari investor dalam negeri sebesar 50 miliar dolar AS dan investor luar negeri sebesar 100 miliar dolar AS. “Ini dengan konsep kemitraan antara luar dengan dalam negeri,” kata Gita. Lokasi investasi akan tesebar di Indonesia bagian barat, tengah, dan timur. Dia berharap target investasi itu akan tercapai dalam 3-5 tahun, sejak 2011. Ia menyebut sejumlah negara sebagai calon investor potensial, antara lain India (15 miliar dolar AS), Korea (15 miliar dolar AS), Jepang (59 miliar dolar AS), Perancis (4 miliar dolar AS), dan Rusia (2 miliar dolar AS). Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, target investasi itu adalah salah satu upaya untuk mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi nasional. Hatta mengaku telah memaparkan di hadapan presiden bahwa dalam waktu dekat akan ada rapat kerja dengan dunia usaha. Setelah itu juga akan ada rapat dengan BUMN pada 21 Februari 2011. “Dari situ nanti kita tahu komitmen BUMN dalam investasi infrastruktur berapa,” katanya. Kemudian, pemerintah akan menggelar rapat dengan dunia usaha secara lebih luas pada 28-29 Maret 2011. Dia berharap, koordinasi dengan dunia usaha itu akan memunculkan visi ekonomi Indonesia, khususnya komitmen BUMN dalam pembangunan. (ant)
JAKARTA - Pengamat ekonomi Ryan Kiryanto menilai keputusan Bank Indonesia menaikkan BI rate 25 basis poins menjadi 6,75 persen sudah tepat dan sesuai dengan ekspektasi pasar mengingat realisasi inflasi Januari yang cukup tinggi. “Ekspektasi inflasi di bulan-bulan berikutnya merupakan faktor pendorong kenaikan BI rate. Untuk itu apresiasi untuk BI yang berani naikkan BI rate,” kata Ryan di Jakarta. Menurutnya, ancaman inflasi ke depan masih tinggi karena krisis pangan dan ekses krisis politik di Mesir yang mendongkrak harga minyak dunia menembus 100 dolar AS per barel. Sementara, harga bahan pangan yang tinggi akibat anomali cuaca ekstrim memperburuk kondisi sehingga gagal panen dan harga sembako melonjak terus menekan laju inflasi. Namun, ia melihat kenaikan BI rate secara gradual atau bertahap akan mendorong kenaikan suku bunga perbankan dan akan menjadi sentimen negatif untuk industri perbankan.
“Tapi naiknya BI rate akan menjaga kestabilan rupiah di tengah apresiasi dolar AS terhadap mata uang lainnya. Pemerintah harus dapat mengendalikan sisi suplai agar inflasi rendah,” katanya. Sebelumnya, rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Jumat kemarin memutuskan menaikkan BI rate sebesar 25 basis poin dari 6,5 persen menjadi 6,75 persen. Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan, keputusan itu diambil sebagai langkah antisipatif untuk mengendalikan ekspektasi inflasi ke depan yang mulai meningkat. Peningkatan ekspektasi inflasi terutama dipicu oleh kenaikan harga volatile foods yang masih tinggi, disamping karena kenaikan harga komoditi global termasuk minyak dan rencana kebijakan Pemerintah di bidang komoditi strategis. Melalui kebijakan moneter dan makroprudensial ini serta langkah-langkah pemerintah mengatasi tingginya harga komoditi, BI meyakini inflasi dapat dijaga pada sasaran 4-6
persen pada 2011 dan 3,5-5,5 persen pada 2012. Namun Dewan Gubernur mewaspadai ekspektasi inflasi yang mulai meningkat terlihat dari inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) yang mencapai 0,89 persen dibanding bulan sebelumnya dan 7,02 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Tingginya inflasi disebabkan tingginya inflasi volatile foods yang mencapai 18,25 persen karena berlanjutnya gangguan produksi dan distribusi bahan pangan khususnya beras dan bumbu-bumbuan. Dewan Gubernur juga memandang pentingnya upaya memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, menghadapi risiko tekanan inflasi ke depan yang diperkirakan masih bersumber dari gangguan produksi dan permasalahan distribusi komoditi pangan dan energi. “Pengendalian kestabilan harga akan terus dilakukan dengan dukungan kebijakan Pemerintah melalui forum Tim Pengendalian Inflasi di tingkat pusat dan daerah,” ujarnya. (ant)
Kenaikan Harga Minyak Hanya Sementara JAKARTA - Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan kenaikan harga minyak dunia akibat krisis di Mesir tidak akan bertahan lama dan tidak akan berdampak buruk terhadap kondisi di Indonesia. “Saya sendiri menganggap situasi Mesir sangat ‘temporary’. Kenapa? Karena Mesir bukan pengekspor minyak. Sehingga tidak begitu besar pengaruhnya,” kata Hatta ketika ditemui di Kantor Kepresidenan, Jakarta. Hatta menjelaskan, kenaikan harga minyak akibat situasi di Mesir adalah fenomena sementara, bahkan ada kecenderungan pasokan minyak yang mencukupi. Dia mencontohkan, negara-negara anggota OPEC sudah berkomitmen untuk meningkatkan produksi minyak. Selain itu, ada tren penurunan permintaan yang akan berpengaruh pada harga minyak yang relatif stabil. Penurunan permintaan itu antara lain terjadi di Amerika, katanya. Meski demikian, Hatta mengaku tetap memantau perkembangan harga minyak bersama Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia sebulan sekali. Fokus koordinasi itu adalah untuk meng-
antisipasi kenaikan harga barang akibat kenaikan harga minyak dunia. Kenaikan harga itu berpotensi menimbulkan inflasi. “Terutama kita menjaga betul inflasi,” katanya. Hal yang sama juga diungkapkan Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Menurut dia, kenaikan harga itu hanya bersifat sementara. Minyak mentah Brent mengalami kenaikan tinggi dalam 28 bulan di atas 103 dolar AS pada Kamis karena krisis politik di Mesir, memunculkan kekhawatiran baru atas pasokan energi di negara-negara kawasan Timur Tengah yang kaya minyak. “Ketidakpastian yang masih terus berlanjut di Mesir telah mendorong harga minyak mentah Brent mencapai 103 dolar per barel semalam, tingkat tertinggi sejak September 2008,” kata analis Kommerzbank, Carsten Fritsch. Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Maret naik ke posisi 103,37 dolar per barel —tingkat tertinggi sejak 26 September 2008. Harga terakhir berada pada kisaran 102,27 dolar pada perdagangan London, turun tujuh sen dibanding penutupan Rabu lalu. Kontrak utama New York, minyak mentah “light sweet” untuk penyerahan Maret turun 22 sen menjadi 90,64 dolar per barel. (ant)
Indonesia Masih Ketergantungan Pangan JAKARTA - Meskipun termasuk sebagai negara produsen beras, namun hingga saat ini, Indonesia masih dikatakan mengalami ketergantungan dalam hal pangan. ‘’Terkait dengan rencana pemerintah yang akan mengekspor beras sebanyak 3 juta ton dari luar, mengindikasikan bahwa pemerintah masih mengalami ketergantungan pangan dari luar,‘’ ujar Anggota Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa, Mufid Busyairi, dalam acara Diskusi Nasional dengan tajuk ‘’Politik Ketahanan Pangan Nasional‘’, di kantor DPP PKB Versi Muhaimin Iskandar, Menteng, Jakarta Pusat. Terkait belum mandirinya Indonesia dalam bidang pangan, Busyairi menilai, artinya Indonesia belum memiliki kedaulatan yang kuat. ‘’Negara kuat pasti akan memperkokoh kedaulatan tersebut,” tambahnya. Sementara itu dalam kesempatan yang sama, pengamat pertanian, Khudori mengatakan bahwa meskipun saat ini Indonesia masih mengimpor berbagai macam bahan pangan dari luar, namun ia menilai Indonesia belum mengalami krisis pangan.
Ia menambahkan bahwa untuk saat ini, Indonesia hanya mengalami krisis daya beli. Hal tersebut tambahnya, diukur dari berbagai macam indikator masih tingginya jumlah warga miskin, yang merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS). Krisis pangan lanjut Khudori, berpeluang terjadi jika kegagalan produksi pangan berlangsung masif di sejumlah negara akibat perubahan iklim. Selain itu tambahnya, krisis pangan juga berpeluang terjadi apabila negara penghasil pangan, menutup produksi pangannya.” Thailand memperketat produksi berasnya,” terangnya. Khudori menambahkan, selain dua faktor tersebut, krisis pangan juga bisa terjadi jika harga energi tinggi.” Krisis di Tunisia, yang kemudian menular ke Mesir, Yaman, Yordania, yang terjadi berlarut-larut akan mempengaruhi harga pangan dunia,” paparnya. Dikatakan Khudori, bencana banjir yang melanda sejulah negara produsen pangan seperti Queensland, Australia, Brasil, Pakistan, juga turut mempengaruhi krisis pangan didunia. (wnd)
Harga Pertamax
Diharapkan Tak Terlalu Tinggi JAKARTA - Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengharapkan PT Pertamina agar jangan menetapkan harga Pertamax terlalu tinggi, karena dapat membuat masyarakat kembali beralih ke Premium. Apalagi pemerintah telah berkomitmen dengan DPR RI untuk menjaga volume BBM bersubsidi agar sesuai dengan asumsi dalam APBN 2011 sebesar 38,5 juta kiloliter, ujarnya di Jakarta. “Jika Pertamax nanti terlalu tinggi, semua beralih ke Premium. Kalau ada migrasi ke Premium, maka itu akan membengkakkan lagi volume subsidi padahal kita sudah sepakat dengan dewan untuk menjaga volume subsidi tahun ini,” kata Hatta.
Untuk menjaga agar volume BBM sesuai asumsi yang telah ditetapkan, maka pemerintah akan tetap memberlakukan rencana pembatasan BBM bersubsidi agar tepat sasaran dan dinikmati golongan masyarakat kurang mampu. “Secara keseluruhan intinya kenapa kita melakukan pembatasan, karena kita ingin subsidi tepat sasaran dan juga tidak memberikan dampak besar kepada perekonomian kita,” ujarnya. Sementara mengenai kemungkinan pemerintah akan mengubah asumsi ICP dalam APBN 2011 karena harga minyak dunia saat ini hampir mencapai 100 dolar AS, hal tersebut akan dibicarakan kembali dengan DPR. (ant)
Pemimpin Umum : Satria Naradha, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Suja Adnyana, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Hardianto, Ade Irawan, Bogor : Aris Basuki, Depok : Rina Ratna, Kontributor Bekasi : Muhajir, Nendi Kurniawan, Safa Aris Muzakar, Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D. Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602, Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.
Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI
Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.