No. 171 tahun IV
8 Halaman
Selasa, 7 September 2010
Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com
Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771
Kebijakan BI
Bisa Tarik Likuiditas Rp 60 Triliun JAKARTA - Ekonom Kepala Bank Mandiri Mirza Adityaswara mengatakan kebijakan Bank Indonesia (BI) yang baru terkait Giro Wajib Minimum (GWM) akan bisa menarik likuiditas hingga Rp 60 triliun. “Kenaikan GWM Primer akan menarik likuiditas dari sistem sekitar Rp 53 triliun. Jika ditambah dengan GWM LDR (Loan to Deposit Ratio) maka dampak penarikan likuiditas sekitar Rp 60 triliun,” katanya melalui pesan singkatnya kepada Antara, kemarin. Akhir pekan lalu, BI mengumumkan kenaikan GWM Primer rupiah dari lima persen menjadi delapan persen dalam rangka mengurangi inflasi dan menekan impor. Aturan itu akan diberlakukan mulai mulai 1 November 2010. Atas pemenuhan tambahan GWM sebesar 3,0 persen, BI akan memberikan remunerasi berupa jasa giro sebesar 2,5 persen per tahun. Selain meningkatkan persentase GWM primer, BI juga melakukan pengetatan moneter melalui aturan baru GWM yang dikaitkan dengan LDR. Aturan yang diberlakukan mulai 1 Maret 2011 itu menetapkan LDR dengan batas bawah 78 persen dan batas atas 100 persen untuk mendorong pertumbuhan kredit perbankan yang tetap berlandaskan prinsip kehati-hatian. Untuk bank yang memiliki LDR lebih rendah dari 78 persen, BI akan mengenakan penalti berupa tambahan GWM sebesar 0,1 persem dari Dana Pihak Ketiga (DPK) rupiah untuk setiap satu persen kekurangan LDR. Sedangkan jika bank memiliki LDR lebih dari 100 persen dan rasio kecukupan modal (CAR) lebih kecil dari 14 persen maka dikenakan penalti berupa tambahan GWM sebesar 0,2 persen dari DPK rupiah untuk setiap satu persen kelebihan LDR. Bank yang memiliki LDR lebih dari batas atas target LDR namun memiliki CAR 14 persen atau lebih tidak dikenakan tambahan GWM. Mirza mengatakan aturan BI tersebut akan mengakibatkan kenaikan suku bunga DPK yang disusul oleh kenaikan bunga kredit. Namun, likuiditas akan kembali normal saat APBN sudah dicairkan seluruhnya dan capital inflow masih masuk terus. (ant)
Pemerintah Diminta
Fokus Bangun Infrastruktur JAKARTA - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Adi Putra Tahir mengatakan pemerintah harus fokus membangun infrastruktur untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri. “Daya saing kita tidak banyak berubah karena pemerintah tidak fokus. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi pemerintah cuma bisa memenuhi 30 persen pendanaan, sisanya sektor usaha. Sektor usaha harus didukung infrastruktur, jadi seharusnya anggaran difokuskan ke infrastruktur,” katanya di kantor Kadin Indonesia Jakarta, kemarin. Menurut dia, sebaiknya pemerintah mulai memfokuskan penganggaran tahun 2011 untuk pembangunan seluruh infrastruktur sektor pertanian untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri. “Ini infrastruktur pertanian dalam arti luas ya. Kalau infrastruktur untuk produksi dan industri produk turunan pada sektor ini bagus tentu kita lebih bisa bersaing,” katanya. Menurut dia, infrastruktur yang dimaksud dalam hal ini bukan hanya meliputi pembangunan fisik namun juga penerbitan regulasi yang mendukung pengembangan industri dan usaha. Wakil Ketua Kadin Bidang Kebijakan Fiskal dan Moneter Hariyadi B Sukamdani menambahkan, dalam membuat kebijakan, pemerintah sebaiknya juga mempertimbangkan kemampuan sektor
industri dan usaha mempertahankan daya saing. “Jangan membuat kebijakan yang justru secara sistematis melemahkan daya saing, seperti tiba-tiba menaikkan tarif dasar listrik dan berencana menaikkan lagi tahun depan,” katanya. Menurut dia, pemerintah sebaiknya memperbaiki kebijakan energi yang diterapkan supaya pelaku usaha dan industri tidak terbebani dengan biaya energi yang tinggi sehingga produknya sulit bersaing dengan produk luar negeri. Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Erwin Aksa mengatakan sampai saat ini pelaku usaha dalam negeri kurang bisa bersaing dengan produsen luar negeri karena infrastruktur belum terbangun baik dan kebijakan pemerintah kurang mendukung kegiatan usaha dan industri. “Pertumbuhan industri juga melambat, sekarang industri hanya tumbuh empat persen sampai lima persen per tahun padahal sebelum tahun 1998 bisa sampai 11 persen. Karena itu infrastruktur harus diperbaiki, akses pelaku usaha dan industri terhadap kredit perbankan harus ditingkatkan, dan harus ada insentif untuk pembangunan industri di daerah tertinggal,” katanya. (ant)
KURS RUPIAH 8.500 9.000
9.003 9.500
8.990
9.010 2/9
3/9
6/9
Bisnis Jakarta/ant
MUDIK GRATIS - Meneg BUMN Mustafa Abubakar melepas rombongan mudik gratis bersama Jasa Raharja di Parkir Timur Senayan, Jakarta kemarin. Pada kesempatan ini pula diserahkan sumbangan ambulance, untuk Angkasa Pura I dan II, PMI, Indonesia Ferry, dan Kepolisian.
Dukungan Untuk PLN Dikaji Ulang
JAKARTA - Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI merekomendasikan pemerintah melakukan kaji ulang pemberian berbagai dukungan kebijakan kepada PT PLN karena adanya temuan BPK soal pemborosan dan inefisiensi hingga triliunan rupiah di PLN. Kepada pers di ruang wartawan DPR Jakarta, Senin, Wakil Ketua BAKN Yahya Sacawriya menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan BPK terhadap PT PLN dan PT Indonesia Power sejak tahun 2006 hingga 2009 ditemukan adanya pemborosan dan inefisiensi bernilai puluhan triliun rupiah.
Dalam RAPBN-P 2010 pemerintah merencanakan untuk memberikan pinjaman lunak kepada PT PLN sebesar Rp 7,5 triliun dengan jangka waktu pengembalian 10-15 tahun dan masa tenggang 5 tahun. Tujuannya adalah untuk membiayai proyek 10 ribu MW, pemulihan dan peningkatan sistem kelistrikan serta investasi untuk melayani beban natural. Dukungan pendanaan itu diberikan karena dana yang dibutuhkan pada 2010 melebihi kemampuan pendanaan yang dimiliki PT PLN secara korporasi. Dari kebutuhan pendanaan investasi sebesar Rp 45,8 triliun, PT PLN hanya memiliki Rp 9,4 triliun yang bersumber dari
dana internal perusahaan dan sumber lainnya. “Karenanya terdapat kekurangan pendanaan (financial gap) sebesar Rp 36,4 triliun,” ujar Yahya. Namun berdasarkan pemeriksaan BPK ditemui adanya berbagai inefisiensi, diantaranya akibat lemahnya dukungan kebijakan energi bagi PT PLN dan anak perusahaannya serta kerugian akibat tunggakan dan biaya beban yang mencapai masing-masing Rp 12,7 triliun dan Rp 1,87 triliun. Selain itu juga terdapat kerugian PT PLN akibat lemahnya manajemen yang berdampak hilangnya potensi pendapatan senilai lebih dari Rp 576 miliar akibat susut energi listrik 2007.
Kadin Dorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menegaskan komitmen untuk meningkatkan peran dan fungsinya dalam membantu pertumbuhan ekonomi daerah. Menurut Ketua Umum Kadin Indonesia, Adi Putra Tahir di Jakarta, Senin, musyawarah nasional (Munas) Kadin VI yang akan diselenggarakan tanggal 24-25 September 2010 di Balai Sidang Jakarta, akan fokus membahas peningkatan fungsi dan peran Kadin dalam membangun ekonomi daerah.
Ia mengatakan potensi ekonomi daerah yang besar selama ini belum tergarap optimal karena berbagai kendala ke depan harus dikelola lebih baik supaya bisa menjadi pembangkit perekonomian nasional. Kendala yang dia maksud antara lain ketidakjelasan aturan investasi, akses terhadap pembiayaan, kapasitas pengusaha yang umumnya belum memadai serta infrastruktur yang kurang mendukung kegiatan usaha dan investasi.
Dalam hal ini, Kadin akan memfasilitasi penanganan masalah yang menjadi kendala pengembangan usaha dan investasi di daerah. “Kadin pusat dan daerah ke depan akan lebih aktif berperan dalam mengatasi kendala dan tantangan tersebut,” katanya. Pemerintah seharusnya menunjukkan keberpihakan pada pengembangan ekonomi daerah dengan menitikberatkan penggunaan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, utamanya di daerah. (ant)
Privatisasi Tiga BUMN
Senilai Rp 340 M JAKARTA - Pemerintah akan melepas seluruh saham di tiga BUMN, PT Cambrics Primissima, PT Kertas Padalarang, dan PT Sarana Karya, senilai Rp340 miliar. “Pelepasan seluruh saham pemerintah di perusahaan itu, merupakan bagian dari 7 BUMN yang akan diprivatisasi pada tahun ini,” kata Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, usai mendampingi Menteri BUMN Mustafa Abubakar, Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, di Jakarta, kemarin. Menurut Said, pelepasan saham tiga perusahaan itu dilakukan dengan mekanisme strategic sales. Alasan pemerintah melakukan pri-
vatisasi yaitu, nilai ekuitas yang terus menurun, operasional mulai terganggu, sehingga sulit mempetahankan hidup perusahaan, serta terbatasnya akses mendapatkan pendanaan. Adapun hasil privatisasi tiga perusahaan tersebut, seluruhnya akan disetor ke Kas Negara. Jumlah saham pemerintah di Cambrics sebesar 52,7 persen, pada Kertas Padalarang 48,54 persen, dan Sarana Karya 100 persen. Progres privatisasi tiga perusahaan tersebut yaitu, telah mendapat arahan dari Komite Privatisasi, mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan, dan sudah disampaikan dan dibahas dengan DPR-RI. (ant)
“Masih sangat banyak temuan BPK terhadap PT PLN dan anak perusahaannya yang akhirnya mengakibatkan PT PLN boros dan inefisiensi,” ujarnya. Terkait dengan kondisi itu, BAKN DPR RI mendesak pemerintah agar mengkaji ulang pemberian dukungan kebijakan kepada PT PLN seperti peningkatan margin yang berdampak pada penambahan subsidi, menyetujui kenaikan tarif dasdar listrik dan memberikan dukungan pinjaman lunak serta jaminannya tanpa didahului dengan syarat kewajiban bagi PLN melakukan pembenahan. Selain itu, BAKN DPR RI juga mendesak peme-
rintah melakukan koreksi terhadap strategi dan kebijakan dukungan energibagi kepentingan PT PLN. Absennya agenda koreksi hanya akan melanggengkan inefisiensi dan pemborosan dalam penyediaan listrik. BAKN memandang bahwa penyebab utama pemborosan PT PLN dan keterbatasan untuk memasok listrik dan menekan tingginya biaya produksi adalah tiadanya dukungan kebijakan energi. Karenanya, bila pemberian dukungan pembiayaan bagi PT PLN dilakukan tanpa koreksi menyeluruh dalam pengelolaan perusahaan itu, maka pemerintah telah bertindak tidak adil. (ant)
Bappenas Kaji Tiga Opsi Presiden JAKARTA - Deputi Regional dan Otonomi Daerah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Max Hasudungan Pohan mengatakan pihaknya akan mengkaji tiga opsi yang dinyatakan Presiden untuk mengantisipasi permasalahan kemacetan Jakarta. “Kita akan kaji ketiga opsi itu,” katanya di Jakarta, Senin. Presiden mengatakan ada tiga opsi dalam mengatasi kemacetan di Jakarta. Pertama memperbaiki sarana dan prasarana tranportasi di Jakarta. Kedua, memisahkan pusat pemerintahan dari Jakarta. Ketiga memindahkan ibukota dari Jakarta. Menurut dia, untuk pemindahan ibukota, sebaiknya pemerintah meminta pendapat publik. “Agar publik tahu dan mengerti, karena ini juga terkait dengan sejarah dan sosial, budaya. Entah bagaimana bentuknya,” katanya. Selain itu, menurut dia, opsi untuk memindahkan Ibukota harus benar-benar dipelajari seberapa besar kapasitas yang dimiliki. Sebab menurut dia, pemindahan ibukota membutuhkan periode lebih dari jangka menengah. “Baik terkait de-
ngan dana dan juga seberapa panjang periode yang dibutuhkan, selain masalah sejarah, sosial dan budaya,” katanya. Sementara itu, opsi memindahkan pusat pemerintahan perlu dikaji mendalam. Sebab menurut dia, ketertarikan masyarakat daerah ke Jakarta karena masalah ekonomi. Ia mengatakan, Jakarta merupakan salah satu magnet yang menarik banyak orang daerah. Hal ini disebabkan oleh daya tarik perekonomian yang begitu tinggi. “Prinsipnya ada gulaada semut,” katanya. Memindahkan pusat pemerintahan ke sekitar Jakarta kadang justru menjadi beban kemacetan. Sebab seringkali pemindahan pusat pemerintahan itu tidak diikuti dengan perpindahan pegawainya. “Jadi banyak pegawai yang akan melakukan perjalanan dari rumahnya di Jakarta ke pusat pemerintahan,” katanya. Menurut dia, selama Jakarta menyediakan kesempatan yang lebih baik untuk memperoleh keuntungan ekonomi, para penduduk akan tetap berbondong-bondong ke Jakarta. (ant)
Pemimpin Umum : Satria Naradha, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Suja Adnyana, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Hardianto, Ade Irawan, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D. Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602, Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.
Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.