No. 71 tahun IV
8 Halaman
Kamis, 15 April 2010
Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com
Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771
Kredit Mulai Tumbuh JAKARTA - Direktur Riset Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan pertumbuhan kredit perbankan hingga per 9 April 2010 naik 12,3 persen atau Rp 157,4 triliun dibanding periode sama 2008. “Kenaikan pertumbuhan kredit ini dinilai sejalan dengan meningkatnya fungsi intermediasi perbankan yang sejalan dengan membaiknya perekonomian domestik,” kata Perry, di Jakarta, kemarin. Menurut dia, dengan meningkatnya kredit tersebut maka bank sentral optimistis sampai akhir tahun 2010 kredit akan tumbuh sesuai dengan target. Pertumbuhan kredit bank ini menunjukkan peningkatan yang pesat, karena dalam periode 1-9 April 2010 kredit tumbuh 1,6 persen. Sebelumnya, BI mengungkapkan pada triwulan-I 2010 kredit yang disalurkan telah mencapai Rp 1.435,94 triliun atau naik 11 persen dibanding periode sama 2009 Rp 1.295,14 triliun. Kemudian secara month on month (MoM) kredit tumbuh Rp 21 triliun dan secara year to date (tahun berjalan) mencapai Rp 6,25 triliun. Menurut Muliaman pertumbuhan kredit year to date yang hanya Rp 6,25 triliun karena Januari-Februari pertumbuhan kredit turun. Berdasarkan data statistik perbankan nasional penyaluran kredit hingga akhir 2009 senilai Rp 1.437,93 triliun, sedangkan pada Januari 2010 turun menjadi Rp 1.405,64 triliun dan Februari kembali turun di angka Rp 1.397 triliun. (ant)
Remunerasi Pajak Gagal JAKARTA - Fraksi Partai Golkar menilai program remunerasi di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan gagal, karena tidak mampu meningkatkan pendapatan negara dari pajak, peningkatan kinerja pegawai, dan tidak mampu menekan kebocoran uang negara. Sekretaris Fraksi Partai Golkar (FPG) Ade Komarudin melalui siaran pers yang diterima Antara, di Jakarta, kemarin, menjelaskan kebijakan remunerasi yang digulirkan Menkeu Sri Mulyani, khususnya di Ditjen Pajak, gagal memberikan dampak positif terhadap tiga hal. Pertama, remunerasi tersebut tidak mampu meningkatkan rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio sesuai standar negara berkembang. Kedua, gagal menciptakan tata kelola yang baik (GCG) di tubuh internal Ditjen Pajak. Ketiga, belum berhasil menciptakan suasana aman dan nyaman, serta iklim yang kondusif bagi dunia usaha dan wajib pajak. FPG menyebutkan, berdasarkan data pajak tahun 2000 sampai 2009, lonjakan penerimaan negara dari sektor pajak justru terjadi pada tahun 2000 hingga 2001. Pada periode itu, jumlah pendapatan dari sektor pajak meningkat dari 8,8 persen menjadi 12,4 persen. “Sejak sistem remunerasi dicanangkan tahun 2002, kemudian mulai dijalankan pada tahun 2006 hingga sekarang, pertumbuhan penerimaan pajak malah datar 12 persen,” ujar Ade yang juga anggota komisi XI DPR-RI. Pada keterangan resmi FPG tersebut, ia menekankan remunerasi tidak berhasil menciptakan GCG di tubuh internal pajak. “Buktinya, hingga kini masih ada karyawan seperti Gayus Tambunan dan mafia pajak lain yang lebih besar,” katanya. FPG, menilai remunerasi yang dilakukan merugikan negara dua kali. Pertama, komponen anggaran untuk gaji yang dikeluarkan negara meningkat tajam. Kedua, pendapatan negara menurun akibat praktik makelar kasus (markus). (ant)
KURS RUPIAH 9.000
9.010
9.010 9.500
9.020
10.000 12/4
13/4
14/4
Bisnis Jakarta/ant
REFORMASI BIROKRASI - Menkeu Sri Mulyani Indrawati (kanan) menyerahkan pakta integritas kepada Dirjen Pajak M Tjiptardjo di Gedung Kementerian Keuangan RI, Jakarta, kemarin. Pakta integritas yang ditandatangani oleh seluruh pejabat eselon satu Kementerian Keuangan tersebut sebagai jawaban dijalankannya reformasi birokrasi.
Subsidi Energi Melonjak JAKARTA - Alokasi anggaran subsidi selama 2010 mengalami kenaikan Rp 41,52 triliun dari sebelumnya dalam APBN 2010 sebesar Rp 157,82 triliun menjadi Rp 199,34 triliun dalam RAPBNP 2010. Dokumen Pokok-pokok Perubahan Indikator Ekonomi Makro dan APBN 2010 Kementerian Keuangan yang diperoleh di Jakarta, kemarin, menyebutkan, alokasi subsidi Rp 199,34 triliun itu terdiri dari subsidi energi Rp 143, 79 triliun (naik Rp 37,27 triliun), dan subsidi non-energi Rp 55,54 triliun atau naik Rp 4,25 triliun.
Subsidi energi terdiri dari subsidi BBM Rp 89,29 triliun atau naik Rp 20,29 triliun dan subsidi listrik Rp 54,50 triliun atau naik Rp 16,70 triliun. Sementara subsidi non-energi terdiri dari subsidi pangan Rp 14,25 triliun atau naik Rp 2,87 triliun. Kemudian, subsidi pupuk Rp 19,18 triliun atau naik Rp 4,42 triliun, subsidi benih tetap Rp 1,56 triliun, PSO Rp 1,38 triliun, kredit program Rp 2,86 triliun (turun Rp 2,48 triliun), dan subsidi pajak Rp 16,32 triliun atau turun Rp 0,554 triliun. Menteri Keuangan Sri Mul-
yani Indrawati sebelumnya menjelaskan, kenaikan alokasi anggaran subsidi itu terkait dengan program stabilitas harga pada 2010. Program stabilitas harga itu meliputi stabilisasi harga BBM, Stabilisasi tarif listrik, dan penambahan volume beras bersubsidi dari 13 kg menjadi 15 kg. Selain itu stabilisasi harga pupuk karena kenaikan HET pupuk per April 2010 sehingga subsidi naik dari Rp 14,8 triliun menjadi Rp 19,2 triliun. Juga terdapat subsidi pajak untuk stabilitas harga minyak goreng sebesar Rp 0,24 miliar.
RAPBNP 2010 juga mengalokasikan kenaikan anggaran infrastruktur dari sebelumnya Rp 93,7 triliun menjadi Rp 105,6 triliun. Tambahan anggaran itu untuk mempercepat penyelesaian pembangunan Bandara Kualanamu, Pembangunan jalan lintas Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, dan Papua. Selain itu juga untuk pelaksanaan preservasi dan peningkatan sarana dan prasarana pedesaan. Sementara itu jumlah belanja kementerian/lembaga naik dari Rp 340,1 triliun menjadi Rp 355,6 triliun.
Tambahan anggaran belanja kementerian/lembaga itu antara lain untuk menampung program/kegiatan baru pemerintah Rp 5,7 triliun, dan luncuran program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) Rp 0,4 triliun. Secara keseluruhan total belanja negara dalam RAPBNP 2010 mencapai Rp 1.104,64 triliun atau meningkat Rp 56,97 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 770,37 triliun atau naik Rp 45,13 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 334,27 triliun atau naik Rp 11,85 triliun. (ant)
Transaksi Elektronik
Bank Wajib Tanggung Risiko
Bisnis Jakarta/ant
SINERGI BUMN - Menteri BUMN Mustafa Abu Bakar berbincang dengan para Dirut BUMN saat sinergi empat BUMN, di Jakarta, kemarin.
Kasus Priok Tak Berdampak JAKARTA - Menko Perekonomian Hatta Rajasa berharap kasus eksekusi lahan di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok tidak berdampak buruk terhadap perekonomian khususnya arus barang. “Saya harapkan penanganannya cepat selesai, tadi saya lihat di televisi kegiatan pelabuhan sudah berjalan kembali,” kata Hatta Rajasa usai rapat koordinasi membahas sumber daya air di Kantor Menko Per-
ekonomian Jakarta, kemarin. Hatta mengakui bahwa pelabuhan Tanjung Priok Jakarta merupakan pintu gerbang yang mendominasi keluar masuk barang baik keluar maupun masuk ke Indonesia. “Saya belum dapat laporan tapi sudah menyaksikan melalui televisi. Tentu ini pemda yang mempunyai domain tentang hal itu,” katanya. Ia berharap segera ada titik temu penyelesaian kasus terse-
but sehingga tidak mengganggu kegiatan ekonomi. “Saya menyesalkan jatuhnya korban, itu harusnya tidak perlu terjadi korban, harus dicari solusi terbaik, apakah melalui musyawarah atau lainnya,” katanya. Ia menyebutkan, di satu sisi memang ada kepentingan publik yang harus dipenuhi karena Pelabuhan Tanjung Priok sangat padat sehingga perlu perluasan. “Tapi masyarakat juga perlu diajak bicara,” katanya. (ant)
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengingatkan bahwa berbagai risiko terkait pelayanan transaksi elektronik tetap menjadi tanggung jawab bank yang bersangkutan meski penyediaan jasa tersebut melibatkan pihak ketiga. “Bank tetap bertanggung jawab atas berbagai risiko meski operasional electronic banking disediakan oleh penyedia jasa (pihak lain),” kata Analis Senior Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran B, Sukarelawati Permana dalam seminar Masa Depan Teknologi Treasury di Indonesia di Jakarta, kemarin. Menurut Sukarelawati, BI telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait dengan penyelenggaraan electronic banking oleh bank yaitu PBI nomor 9/15/pbi/2007 tentang Penerapan Manajemen Resiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi, dan PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegaitan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Terkait operasional electronic banking oleh penyedia jasa, PBI juga mengatur bahwa bank yang bersangkutan harus mampu mengawasi pelaksanaan kegiatan bank yang dilakukan oleh pihak ketiga. “Pemilihan pihak ketiga ini
melibatkan satuan kerja teknologi informasi bank yang bersangkutan,” katanya. Ia menjelaskan, electronic banking merupakan layanan nasabah bank untuk memperoleh informasi, komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik seperti ATM, phone banking, electronic fund transfer, internet banking, dan mobile phone. Di Indonesia saat ini terdapat dua jenis produk electronic banking yaitu yang diselenggarakan bank dan yang diselenggarakan oleh BI. Produk yang diselenggarakan bank terdiri dari ATM, electronic bill payment, phone banking, debit card, mobile banking, credit card, Pos dalam satu bank antarbank, cash management, corporate, wholesale internet banking services, individual internet banking services, dan Pos bekerja sama dengan pihak ketiga. Sementara yang diselenggarakan BI adalah Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BIRTGS), dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI). Sementara itu Manajer Bisnis Global Institutional Bank Citi Indonesia, Tigor M Siahaan mengatakan, tren dunia bisnis saat ini adalah banyaknya perusahaan yang menerapkan berbagai treasury terbaru sebagai komponen penting dalam bisnis. (ant)
Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi : Satria Naradha, Wakil Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Nariana Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Ahmadi Supriyanto (Koordinator Liputan), Suharto Olii, Indu P Adi, Achmad Nasrudin, Hardianto, Darmawan S Sumardjo, Heru B Arifin, Asep Djamaluddin, Ade Irawan, Ipik Tanoyo, Bambang Hermawan, Fellicca, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D.Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602 Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.
Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.