No. 235 tahun IV
8 Halaman
Kamis, 16 Desember 2010
Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com
Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771
Daya Saing RI Rentan Turun JAKARTA - Pengamat ekonomi, Agustinus Prasetyantoko, mengatakan peningkatan daya saing RI pada 2010 menurut Global Competitivenes Index (GCI) menjadi peringkat ke-44 dari peringkat ke-54 pada 2009 rentan kembali turun karena hanya didukung stabilitas makro semata. “Meski ada perbaikan ranking daya saing Indonesia pada 2010, sifatnya hanya temporer,” kata Agustinus Prasetyantoko. Menurut dia, daya saing Indonesia potensial untuk kembali anjlok di tahun-tahun mendatang karena peningkatan yang terjadi pada tahun ini hanya disangga oleh kestabilan kondisi makro semata. Ia menambahkan, jika diteliti lebih lanjut, peningkatan daya saing RI memang hanya didorong oleh stabilitas makro sementara faktor pendukung lain nyaris tidak ada yang berubah. “Kalau dilihat lebih lanjut dari sisi infrastruktur dan supporting system yang lain di Indonesia tidak ada yang berubah signifikan,” kata Prasetyantoko. Pemerintah seharusnya mendisain kebijakan yang konsisten dan solid untuk mewujudkan potensi besar Indonesia sebagai kekuatan ekonomi baru di dunia. Terlebih, ia memproyeksikan, dalam jangka menengah ke depan situasi perekonomian global masih dipenuhi suasana ketidakpastian. Peringkat daya saing Indonesia dalam Global Competitivenes Index (GCI) 2010 telah mengalami kenaikan substansial, yakni menempati peringkat ke-44 di tahun 2010 ini dari peringkat ke-54 pada tahun 2009. Kenaikan peringkat CGI ini diumumkan melalui World Economic Forum (WEF), awal September dan dimuat dalam Global Competitiveness Report (GCR) untuk 2010-2011. Kenaikan peringkat daya saing Indonesia terutama disebabkan oleh meningkatnya peringkat pada indikator makroekonomi (dari peringkat 52 menjadi 34), kesehatan dan pendidikan dasar (dari 82 menjadi 62), quality of overall infrastructure (dari 96 menjadi 90), intellectual property protection (dari 67 menjadi 58), national savings rate (dari 40 menjadi 16), effectiveness of anti-monopoly policy (dari 35 menjadi 30), dan extent and effect of taxation (dari 22 menjadi 17). Beberapa indikator pada pilar kepuasan bisnis (business sophistication) juga meningkat, yaitu local supplier quantity (dari 50 menjadi 43), value chain breadth (dari 35 menjadi 26), control of international distribution (dari 39 menjadi 33), dan production process sophistication (dari 60 menjadi 52). Indonesia mengungguli peringkat daya saing Portugal (46), Italia (48), India (51), Afrika Selatan (54), Brazil (58), Turki (61), Rusia (63), Mexico (66), Mesir (81), Yunani (83), dan Argentina (87). Di antara negara anggota ASEAN, Indonesia berada pada urutan ke-5 setelah Singapura (3), Malaysia (26), Brunei (28), Thailand (38), dan berada di atas peringkat Vietnam (59), Filipina (85), dan Kamboja (109). (ant)
KURS RUPIAH 8.500
9.005
9.000
9.500
9.020 13/12
9.007 14/12
15/12
Bisnis Jakarta/ant
JATUH 31 POIN - Pialang saham melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Mandiri Sekuritas, Jakarta, kemarin. IHSG jatuh 31 poin ke level 3658,31 menyusul penjualan saham yang dilakukan investor asing mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
OJK Sarat Isu Politik JAKARTA - Pengamat ekonomi, Agustinus Prasetyantoko, mengatakan, rencana pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan memegang fungsi pengaturan, pengawasan, pengenaan sanksi, dan pemberian atau pencabutan izin terhadap semua lembaga keuangan baik bank maupun nonbank dinilai sarat isu politik. “Rencana pembentukan OJK ini saya khawatirkan hanya isu politik semata, tidak ada isu ekonomi atau perbankan di dalamnya,” kata Pengamat ekonomi dari Lembaga Penelitian dan Peng-
abdian Masyarakat (LPPM) Unika Atma Jaya Jakarta, Agustinus Prasetyantoko, di Jakarta, kemarin. Dorongan pembentukan OJK berupa Undang-undang (UU) Bank Indonesia yang mensyaratkan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan pada akhir 2010 sudah merupakan keputusan politik. Hal itu karena, undang-undang adalah produk politik yang tak terkait langsung dengan isu ekonomi dan perbankan. “Kalau ini terbentuk saya yakin perlu waktu untuk efektif karena perlu ada fase konsilidasi padahal situasi
perekonomian global penuh ketidakpastian,” katanya. Apalagi, OJK merupakan skema kelembagaan yang benar-benar baru di Indonesia sehingga jelas memerlukan waktu untuk inisiasi. “Dan pasti akan ada persoalan koordinasi, bagi saya yang mengkhawatirkan OJK hanya akan memperkeras gaung keburukan di dalam negeri,” katanya. Namun menurut Prasetyantoko, persoalan tarik ulur OJK harus tetap diputuskan karena kembali lagi bahwa hal itu bukan isu ekonomi atau perbankan tetapi isu politik.
Gagal Cari Titik Temu JAKARTA - Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis mengungkapkan bahwa pembahasan RUU tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum berhasil mencapai titik temu antara pemerintah dengan DPR. “Masih ada beda pendapat tentang Dewan Komisioner OJK mencakup unsur keanggotaan dan pemilihannya,” kata Harry usai seminar peran pasar modal bagi pertumbuhan ekonomi di Jakarta, kemarin. Terkait dengan DK, pemerintah mengusulkan adanya dua anggota ex officio yaitu keanggotaan otomatis karena jabatannya di pemerintah (Kemenkeu) dan Bank Indonesia. “Sebagian anggota DPR menilai ini tidak sesuai dengan
semangat independensi OJK sehingga menjadi keberatan anggota dewan,” katanya. Anggota DPR sebenarnya bisa menerima kehadiran mereka di DK namun dengan catatan mereka tidak memiliki hak suara. “Kalau fungsinya hanya untuk fungsi koordinasi sebenarnya tidak perlu punya hak suara, namun pemerintah tetap ngotot mereka punya hak suara,” katanya. Saat ini pembahasan RUU OJK baru dalam satu kali masa sidang dari batas maksimal pembahasan satu RUU sebanyak tiga kali masa sidang. “Ini baru satu kali masa sidang, kalau dua masa sidang berikut tidak selesai maka kemungkinan OJK tidak bisa diben-
tuk,” katanya. Jika memang ingin membentuk OJK yang tidak independen maka pemerintah sebaiknya mengajukan perubahan UU tentang BI yang mengamanatkan pembentukan OJK yang independen. Sementara itu Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Fuad Rachmany mengatakan, jumlah anggota DK OJK mencapai sembilan orang. “Pemerintah tetap ingin dua anggota ex officio tetap punya hak suara, jumlah seluruhnya kan sembilan anggota,” katanya. Ia menyebutkan, masih ada waktu untuk pembahasan RUU itu karena pengalihan pengawasan terhadap jasa keuangan tidak dilakukan serta merta dalam satu waktu. (ant)
BI Malu-malu Sikapi Aliran Uang Panas JAKARTA - Pengamat ekonomi, Agustinus Prasetyantoko menilai selama ini Bank Indonesia (BI) cenderung malu-malu menyikapi aliran uang panas (hot money) ke Indonesia. “Kebijakan BI itu cenderung malu-malu dalam menghadapi aliran hot money ke Indonesia,” kata Agustinus Prasetyantoko, kemarin. BI terbukti tak melakukan upaya berupa capital restriction untuk mengontrol aliran modal asing tersebut. Beberapa negara lain secara
tegas melakukan capital control terhadap hot money yang masuk ke negaranya. “Sejumlah negara menerapkan kontrol dengan cara kalau ada modal asing masuk, harus ada pajak yang dibayarkan,” katanya. Namun BI telah memilih terbuka dengan modal asing melalui instrumen SBI yang dilebarkan misalnya tidak boleh ditarik dalam jangka waktu tertentu. Ia menilai BI memang belum perlu melakukan capital control karena proyeksi perekonomian global dalam jangka panjang
masih penuh dengan ketidakpastian. “Ini karena tidak ada tempat yang prospektif bagi investor untuk menyimpan dananya selain di emerging country seperti Indonesia,” katanya. Desain kebijakan BI yang tidak terlampau tegas dalam menyikapi capital inflow, menurut dia, ada manfaatnya sebab negara-negara yang selama ini menjadi lokomotif perekonomian dunia seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang justru menginginkan Indonesia menerapkan capital control. (ant)
Selama ini melalui BI saja yang merupakan lembaga yang telah lebih dahulu mapan, pengawasan terhadap bank di Indonesia belum dapat dikatakan sepenuhnya efektif. Apalagi membebankan fungsi pengaturan, pengawasan, pengenaan sanksi, dan pemberian atau pencabutan izin terhadap semua lembaga keuangan baik bank maupun nonbank kepada sebuah lembaga baru Otoritas Jasa Keuangan tentu akan jauh lebih sulit dan kompleks. Dengan kompleksitas masalah yang akan dihadapi oleh
Otoritas Jasa Keuangan, sebenarnya masih terdapat pilihan bagi pemerintah, yakni mengamendemen pembentukan lembaga tersebut dalam UU BI terutama dalam hal kapan atau waktu pendiriannya. Pembahasan OJK antara DPR dan Pemerintah pun kini terancam mandeg, karena belum adanya persetujuan bersama mengenai mekanisme pemilihan dan struktur di Dewan Komisioner OJK. Pansus OJK sudah meminta agar pembahasan RUU itu diperpanjang dari batas akhir masa sidang DPR RI 17 Desember ini. (ant)
Penyerapan Anggaran
Lebih Besar Dilakukan Akhir Tahun JAKARTA - Staf Ahli Kementerian Koordinator Perekonomian, Djatmiko mengatakan, penyerapan anggaran yang dilakukan oleh berbagai lembaga pemerintahan lebih besar dilakukan pada bagian akhir dibandingkan bagian awal tahun anggaran. “Masalahnya, penyerapan anggaran itu selalu lebih besar pada bagian akhir,” kata Djatmiko dalam seminar “Outlook Ekonomi dan Prospek Sektor Riil 2011” di Wisma Antara, Jakarta, kemarin. Biasanya tingkat penyerapan anggaran pada awal tahun anggaran, pada kuartal pertama dan kuartal kedua diperkirakan masingmasing hanya sekitar 15 - 30 persen. Menurut Djatmiko, salah satu permasalahan yang kerap dialami oleh pemerintah adalah rendahnya penyerapan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Pemerintah memperkirakan tingkat penyerapan APBN adalah sekitar 93-94 persen. “Penyerapan yang selalu lebih besar di bagian akhir tahun meng-
akibatkan pemanfaatan anggaran menjadi kurang optimal dalam mendukung pertumbuhan,” katanya. Untuk itu, pemerintah pada saat ini telah berkoordinasi agar bagaimana berbagai instansi dan lembaga pemerintahan bisa cepat dalam melakukan penyerapan anggaran. Salah satu caranya, dengan memperbaiki sistem tender dan lelang antara lain dengan melakukan mekanisme pratender sebelum tahun anggaran dibuka. “Kami menginginkan agar teman-teman di berbagai instansi dan lembaga sudah menyiapkan pratender sehingga pada Januari setiap tahun anggaran dibuka, teman-teman diharapkan sudah siap,” katanya. Menurut dia, situasi di mana penyerapan anggaran kerap dilakukan pada bagian akhir tahun dapat mengakibatkan penataan yang kurang baik. Selain itu, ujar Djatmiko, sifat penyerapan anggaran seperti itu juga dikhawatirkan berpotensi terjadinya “bocoran” anggaran. (ant)
Pemimpin Umum : Satria Naradha, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Suja Adnyana, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Hardianto, Ade Irawan, Bogor : Aris Basuki, Depok : Rina Ratna, Kontributor Bekasi : Muhajir, Nendi Kurniawan, Safa Aris Muzakar, Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D. Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602, Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.
Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.