No. 158 tahun IV
8 Halaman
Kamis, 19 Agustus 2010
Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com
Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771
Pembahasan RUU OJK Dilanjutkan JAKARTA - Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui pembahasan Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan dilanjutkan dalam rapat panitia khusus mulai Kamis (19/8) pukul 14.00 WIB. “Besok agendanya mendengarkan pendapat dari kalangan pasar modal yaitu Bapepam LK, BEI, KPEI, dan KSEI,” kata Ketua Pansus RUU OJK Nusron Wahid usai Rapat Kerja bersama Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM di Jakarta, kemarin. Nusron mengatakan pekan berikutnya, Pansus akan memanggil asosiasi emiten, pialang, masyarakat investor dan pengamat pasar modal dan perbankan untuk dimintai pendapat terkait RUU OJK yang diajukan pemerintah. Pembahasan RUU tersebut juga akan melibatkan kalangan akademisi serta mantan Gubernur Bank Indonesia (BI). Pembahasan RUU tersebut sebenarnya bisa diselesaikan sesuai target yaitu sebelum akhir Desember 2010, namun Nusron memperkirakan hal itu sulit dilakukan. “Masalahnya ada pembahasan RUU mata uang dan anggaran juga, jadi kami usahakan saja Desember,” ujarnya. Selain itu, hambatan lainnya adalah banyaknya catatan dari fraksi-fraksi yang dipastikan muncul dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM). Beberapa catatan yang muncul dalam pandangan mini fraksi-fraksi antara lain masalah independensi OJK termasuk pola pemilihan dewan komisioner, alternatif pembiayaan OJK, serta transparansi badan pengawas bank
dan lembaga nonbank. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan pembentukan OJK ditujukan agar seluruh kegiatan jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel, serta mendorong pertumbuhan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan, efisien, dan stabil. “OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsipprinsip tata kelola yang baik yang meliputi independensi, akuntabilitas, responsibilitas, transparansi dan adil,” ujarnya. Struktur OJK harus memiliki unsur check and balances yang diwujudkan dengan memisahkan fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan. Fungsi pengaturan dilakukan oleh Dewan Komisioner, sedangkan fungsi pengawasan dilakukan oleh organ otonom. “Pengawasan terhadap industri jasa keuangan di dalam RUU ini dibedakan ke dalam tiga kelompok sub-industri yaitu pengawas perbankan, pengawas pasar modal dan pengawas industri keuangan non bank, namun masih dalam satu atap pengendalian di dalam OJK,” tuturnya. OJK dipimpin Dewan Komisioner yang berjumlah tujuh orang dan merupakan organ pimpinan tertinggi OJK. Kedudukan para anggota Dewan Komisioner itu bersifat kolektif dengan masa jabatan lima tahun dan dapat diangkat kembali sebanyak-banyaknya satu periode jabatan. (ant)
Serapan Anggaran di Kementrian PU Rendah JAKARTA - Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengaku kecewa serapan anggaran Kementerian PU masih sangat rendah atau kurang dari 40 persen dari total anggaran 2010 yang mencapai Rp 35,24 triliun. “Saya masih kecewa, penyerapan anggaran Kementerian PU masih sangat jelek,” kata Djoko Kirmanto, saat pengukuhan kembali tujuh pejabat eselon I di lingkungan Kementerian PU, di Jakarta, kemarin. Pengukuhan tujuh pejabat tersebut, terkait dengan perubahan nomenklatur pemerintah dari Departemen Pekerjaan Umum menjadi Kementerian Pekerjaan Umum. Kekecewaan Djoko Kirmanto disampaikan langsung saat memberi sambutan di depan seluruh pejabat di lingkungan Kementerian PU. Menurutnya, hingga Agustus pada tahun berjalan, seharusnya serapan anggaran sudah mencapai 60 persen. Namun, realisasi serapan anggaran Kementerian PU masih kurang dari 40 persen. “Rendahnya serapan, pasti karena ada sesuatu. Untuk itu saya minta para pejabat yang ada bekerja keras untuk menghilangkan kesan itu,” kata Menteri. Sebelumnya diberitakan, realisasi serapan Kementerian PU baru sekitar Rp 11,59 triliun atau sekitar 32,88 persen dari pagu anggaran Rp 35,24 triliun pada 2010. Menurut catatan, sekitar 96 persen lebih anggaran Kementerian PU teralokasi pada 3 Direktorat Jenderal, yaitu Sumber Daya Air, Bina Marga dan Cipta Karya. Dengan demikian, progres penyerapan dan pelaksanaan fisik pada ketiga Ditjen tersebut sangat menentukan total progres dari keseluruhan Kementerian PU. Meski begitu, menurut menteri, rendahnya penyerapan anggaran lebih karena jenis pekerjaan yang dijalankan Kementerian PU berbeda dengan kementerian-kementerian lainnya. “Proyekproyek yang dikerjaan PU bersifat sipil dan teknis, sehingga terkait dengan keterlambatan proses tender, administrasi loan (pinjaman) dari luar negeri,” ujarnya. (ant)
KURS RUPIAH 8.500 9.000
8.967
8.965 8.975
9.500 13/8
16/8
18/8
Bisnis Jakarta/ant
DILANJUTKAN - Menkeu Agus Martowardojo (kiri), berbincang dengan pimpinan Pansus OJK sesudah menyampaikan berkas rancangan kebijakan tersebut, di Komisi XI DPR, kemarin. Dewan setuju pembasahan RUU OJK dilanjutkan.
Pemerintah Diingatkan Kurangi Utang JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI yang tergabung dalam Kaukus Ekonomi Konstitusi mengingatkan pemerintah agar mengurangi utang dan tidak menambah utang baru mulai tahun 2011 karena beban utang sudah berat sehingga perlu moratorium utang luar negeri. Demikian pernyataan Kaukus Ekonomi Konstitusi yang disampaikan di Gedung DPR/MPR Jakarta, Rabu terkait penyusunan RAPBN 2011. Kaukus ini dipimpin Arif Budimanta (Fraksi PDIP) dengan Wakil Ketua Kamaruddin Sjam (Golkar), Andi Rahmat (Demokrat), Fahri Hamzah
(PKS), Bambang Heri Purnama (PKB), Sadar Subagyo (Gerindra) dan Akbar Faisal (Hanura). Sedangkan Sekretaris Laurens Bahang Dama (PAN) dan Iti Oktavia Jayabaya (Demokrat) dan Bendahara Muchtar Amma (Hanura). Kaukus Ekonomi Konstitusi menilai, jika ada klaim bahwa rasio utang rendah memang hal itu betul. Tetapi angka absolut utang mengalami peningkatan. Hal itu karena ketergantungan pembiayaan pembangunan terhadap utang luar negeri merupakan skema utama dalam APBN setiap tahunnya. Dalam kaitan ini, paradigma penyusnan APBN yang selalu
menggunakan pendekatan “kalau bisa defisit mengapa harus surplus” memberi andil besar yang menyebabkan Indonesia sampai saat ini tidak mampu keluar dari skema utang. Hal itu juga menunjukkan penyusunan dan perencanaan APBN yang belum kreatif. “Dengan kata lain bahwa setiap tahunnya pemerintah selalu menggadaikan APBN dengan jumlah utang yang terus bertambah,” kata Kamaruddin Sjam. Data yang disampaikan Arif Budimanta menunjukkan total utang pemerintah pusat terus meningkat dari tahun 2005 sebesar 133,6 miliar dolar AS
menjadi 177 miliar dolar AS pada tahun 2010 dimana 114,06 miliar dolar AS di antaranya berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (surat gadai). Dengan makin beratnya beban utang, kaukus Ekonomi Konstitusi minta dilaksanakan moratorium utang. Paling tidak, pemerintah harus mulai merencanakan skema moratorium utang bersama DPR untuk jangka waktu dua hingga tiga tahun ke depan. Di sisi lain, pemerinah harus mampu melakukan aktivasi yang maksimal dalam bentuk reformasi total di bidang perpajakan. Target penerimaan berdasarkan piato nota
keuangan RAPBN 2011 menunjukkan tidak ada koreksi prilaku sebagai implikasi dari reformasi perpajakan. “Atas dasar itu, kami memandang ‘tax ratio’ 13,5 persen merupakan suatu keniscayaan untuk dicapai,” kata dia yang menambahkan bahwa “tax ratio” untuk Vietnam sudah mencapai sekitar 16 persen. Menurut Kamaruddin Sjam, solusi untuk menghentikan utang adalah meningkatkan kemampuan agar sumber-sumber pendapatan dalam negeri bisa dicapai. Misalnya, meningkatkan pendapatan dari bea cukai, pajak dan penerimaan nonpajak. (ant)
Praktik Ekonomi Indonesia Mengarah Neolib
Bisnis Jakarta/ant
KAUKUS EKONOMI - Kaukus Ekonomi DPR yang dipimpin Arif Budimanta (tengah) dari Fraksi PDI-P kemarin menyatakan penetapan ekonomi makro RAPBN 2011 masih sangat normatif dan mendesak pemerintah menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok menghadapi hari raya Lebaran.
Rupiah Bisa Naik Lagi JAKARTA - Pengamat pasar uang, Irfan Kurniawan memperkirakan, rupiah pada Kamis ini masih berpeluang untuk naik, namun kenaikannya dalam kisaran sempit. Rupiah pada Rabu naik delapan poin menjadi Rp 8.967-Rp 8.977 per dolar dari sebelumnya Rp 8.975-Rp 8.985 per dolar. Kenaikan rupiah itu relatif kecil, karena Bank Indonesia (BI) tetap menjaganya agar kenaikan itu tidak terlalu cepat. Menurut Irfan, rupiah berpeluang naik karena faktor positif di pasar masih mendukung, sekalipun BI berada di pasar. Menguatnya rupiah dalam kisaran sempit itu sebenarnya sa-
ngat bagus apabila ada isu negatif maka tekanan pasar tidak akan menekan ruoiah turun tajam. Rupiah posisinya masih tetap berada di bawah Rp 9.000 per dolar, namun juga sulit untuk bisa mencapai Rp 8.900 per dolar. Pemerintah sebenarnya berkeinginan rupiah di atas Rp9.000 per dolar agar pendapatan ekspor pemerintah kembali membaik. Penguatan rupiah, menekan pertumbuhan ekonomi menjadi melambat, dan pendapatan pemerintah dari ekspor juga berkurang. ”Karena itu pemerintah berupaya memicu rupiah kembali di atas Rp 9.000 per dolar,” nilainya. (ant)
JAKARTA - Ketua Dewan Direktur Sabang Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan, menilai praktek ekonomi Indonesia yang berkembang saat ini adalah sistem liberal. Sistem ini terlampau memihak pasar (neolib) yang jelasjelas meninggalkan semangat atau agenda perekonomian nasional berbasis kesejahteraan rakyat, katanya di Jakarta, kemarin. Padahal, UUD 1945 mengamanatkan negara Indonesia mengedepankan sistem perekonomian yang berwatak sosial untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Karenanya, ia minta kepada masyarakat luas maupun elit politik di tanah air agar mengontrol dengan kuat terhadap kecenderungan berkembangnya sistem ekonomi yang makin liberal dan mengembalikan arah perekonomian nasional pada agenda kerakyatan. “Jadi, jangan biarkan ekonomi kita berkembang sangat liberal atau menjadi corak ekonomi neolib. Selain melanggar konstitusi tertinggi kita, sistem juga akan menjadi faktor penghalang yang membuat kita gagal memberikan kesejahteraan kepada rakyat,” katanya.
Syahganda menunjuk contoh Rancangan APBN 2011, yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di hadapan Sidang Paripurna DPR dan DPD, Senin (16/8) lalu. Dikatakan, RAPBN yang akan membelanjakan anggaran sebesar Rp 1.202 triliun itu hanya ditopang penerimaan dan hibah sebesar Rp 1.086,4 triliun, atau defisit Rp 115,7 triliun. “Ini RAPBN yang jelas-jelas tidak pro kesejahteraan rakyat karena besarnya pos pembayaran utang sebesar Rp 115,7 triliun hampir seimbang dengan pos belanja modal sebesar Rp 121,7 triliun,” paparnya. Ia juga menyoroti rencana pemerintah mengurangi subsidi dari Rp 55,1 triliun menjadi Rp 41 triliun dengan kemungkinan terbesar memberikan beban kenaikan TDL mulai awal 2011. Jika listrik kembali naik maka rakyat akan semakin tercekik. “Saya khawatir ini model pemiskinan massal. Pemerintah menaikkan harga-harga sesuai standar internasional, sementara daya beli rakyat tidak bergeser menjadi sejahtera atau dengan pendapatan yang tidak meningkat sama sekali,” ucapnya. (ant)
Pemimpin Umum : Satria Naradha, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Suja Adnyana, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Hardianto, Ade Irawan, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D. Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602, Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.
Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.