No. 174 tahun IV
8 Halaman
Senin, 20 September 2010
Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com
Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771
Rupiah Pekan Ini Diprediksi Menguat JAKARTA - Pengamat pasar uang Irfan Kurniawan memperkirakan, rupiah pada pekan depan masih bergerak naik namun kenaikannya tidak besar dalam kisaran sempit, karena Bank Indonesia (BI) masih tetap berada di pasar. Kenaikan rupiah yang tipis itu, karena pelaku pasar biasanya masuk pasar pada siang hari, setelah menikmati liburan panjang Idul Fitri, katanya di Jakarta, Jumat. Rupiah pada Jumat sore naik delapan poin menjadi Rp 8.977-Rp 8.987 per dolar AS. Irfan Kurniawan yang menjabat analis PT First Asia Capital, mengatakan, BI masih tetap menahan gejolak lajunya rupiah, karena otoritas moneter khawatir apabila mata uang Indonesia diluar pengawasan akan menguat terlalu cepat. Faktor utama yang mendorong rupiah menguat, karena arus modal asing yang masuk ke pasar modal terus mengalir, katanya. Menurut dia, apabila bursa Wall Street membaik yang mendorong pasar regional menguat, maka pergerakan rupiah akan semakin baik untuk menguat lebih tinggi. Karena itu, BI dalam kondisi seperti ini diperkirakan akan membiarkan rupiah sesuai dengan kehendak pasar. BI, lanjut dia biasa akan melakukan intervensi apabila peluang untuk menekan rupiah muncul seperti dolar AS menguat, dan bursa Wall Street melemah yang diikuti pasar regional. Namun BI yang saat ini berada di pasar kemungkinan hanya melihat pergerakan rupiah sambil terus memantaunya. Rupiah sejak dua pekan lalu masih berada di bawah angka Rp 9.000 per dolar padahal pemerintah mengharapkan rupiah berada di atas Rp 9.000 per dolar. Hal ini disebabkan pasar uang masih positif terhadap rupiah sehingga mengalami kenaikan. (ant)
Kebijakan BI Bisa Geliatkan Sektor Riil JAKARTA - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) merespon positif kebijakan Bank Indonesia (BI) atas sektor perbankan akhir-akhir ini, karena akan berdampak positif bagi geliat sektor riil dan perekonomian dalam jangka panjang. Sebelumnya Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution mengatakan, perbankan menghadapi masalah ekses likuiditas yang cukup besar, sehingga bila dibiarkan, maka tekanan inflasi bakal muncul dan berbahaya bagi perekonomian. Guna mendorong fungsi intermediasi perbankan, maka BI juga telah mengeluarkan ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) berdasarkan LDR dengan batas bawah 78 persen dan batas atas 100 persen dengan berlandaskan prinsip kehatihatian. Aturan ini akan diterapkan mulai Maret 2011. BI juga akan menurunkan peraturan mengenai prime lending rate pada November mendatang. Nantinya bank harus
mengumumkan suku bunga kreditnya berdasarkan masing-masing sektor meski Bank Indonesia tidak mematok besaran prime lending rate masing-masing bank. Menanggapi langkah bank sentral ini Erwin memaparkan, sektor keuangan bakal dapat mendorong sektor riil dalam jangka panjang sehingga banyak dana-dana mubazir (undisburst loan) di perbankan bisa terserap ke sektor riil. “Dengan adanya aturan baru ini kan berarti bank terpacu mengucurkan kredit dan berarti ada persaingan. Persaingannya adalah mencari nasabahnasabah potensial. Nasabah juga akan selektif dan mencari bank yang tawarkan skim dan bunga lebih menarik,” kata Erwin. Apalagi, dengan aturan transparansi prime lending rate itu akan memudahkan bagi dunia usah mencari bank yang kompetitif. (ant)
Bank Wajib Umumkan Bunga Pokok Pinjaman JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan, kebijakan yang mewajibkan semua bank mengumumkan suku bunga pokok pinjamannya (prime lending rate) akan dikeluarkan pada Nopember mendatang. “Peraturannya sedang kita siapkan. Kira-kira satu bulan dari sekarang. Tanggal 1 November barangkali akan kita keluarkan,” kata Darmin di Jakarta kemarin. Menurutnya, dengan peraturan itu semua bank wajib mengumumkan suku bunga pokok pinjamannya pada tiap awal bulan, baik suku bunga pinjaman untuk korporat, ritel, KPR maupun kredit konsumsi. Suku bunga pokok pinjaman yang harus diumumkan di media massa tersebut, katanya adalah tingkat suku bunga pinjaman tanpa hitungan premi risiko yang menjadi kewenangan bank yang menentukan. Kebijakan ini, bertujuan untuk menciptakan transparansi dalam penentuan suku bunga pinjaman yang berlaku di masing-masing bank, sehingga
menimbulkan persaingan yang sehat. “Kebijakan ini jangan disalahartikan kalau BI akan mengatur suku bunga pinjaman, BI hanya minta itu diumumkan ke masyarakat,” katanya. Dengan peraturan ini diharapkan terbangun budaya persaingan yang sehat di antara bank-bank dan menciptakan efektifitas kinerja perbankan yang menguntungkan pemilik dana dan debitur. Menurut Darmin, ketentuan ini sudah dilakukan hampir di semua negara, dan Indonesia termasuk yang terlambat memberlakukannya. Kebijakan agar bank mengumumkan suku bunga pokok pinjaman merupakan tindak lanjut peraturan BI yang mengaitkan nilai GWM yang wajib dibayar bank dikaitkan dengan LDR yang harus berada di kisaran 78 - 100 persen dan diharapkan bisa mendorong bank untuk memperbanyak penyaluran kreditnya. (ant)
Bisnis Jakarta/ant
ANGGARAN KE LN - Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yuna Farhan (kanan) menunjukkan data tentang anggaran perjalanan luar negeri 13 Kementrian/Lembaga dari rincian DIPA APBN 2010 di Jakarta Pusat, kemarin.
OJK Dipaksakan Untuk Kepentingan Parpol JAKARTA - Ketua Masyarakat Profesional Madani Ismet Hasan Putro mengatakan pendirian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terlihat sangat dipaksakan karena lebih banyak dipenuhi kepentingan partai politik untuk pendanaan Pemilu 2014. “OJK sudah jadi agenda politik parpol dan itu sulit dibendung. Siapapun yang menghadangnya akan dilibas dan digilas karena ini untuk kepentingan politik 2014,” kata Ismet di Jakarta, Sabtu kemarin. OJK menjadi peluang dan ruang baru bagi parpol besar
untuk mencari pendanaan Pemilu 2014, karena dana dari perbankan dan BUMN yang selama ini menjadi kasir mereka sudah makin sulit dimanfaatkan. Karena kepentingan politik itulah maka RUU OJK sangat dipaksakan untuk dibahas dan segera dibentuk sebelum tahun ini, meski banyak kelemahan di RUU itu yang dalam jangka panjang akan sangat merugikan kepentingan negara dan bangsa. Selain kepentingan politik yang bisa merugikan, menurut Ismet OJK juga akan dimanfaatkan para konglomerat-konglome-
rat hitam dan para penjahat kerah putih yang selama ini kesulitan masuk ke perbankan karena pengawasan ketat Bank Indonesia. “Di belakang para politisi pasti ada kepentingan pemilik modal, atau konglomerat-konglomerat hitam yang selama ini dilarang mendirikan bank karena tersangkut kasuskasus keuangan yang lama seperti BLBI. Mereka akan sangat mudah masuk melalui OJK karena dari awal OJK memang diciptakan tergesa-gesa sehingga memiliki banyak celah untuk dimanfaatkan,” katanya.
Kebijakan GWM-LDR
Tak Tambah Biaya Perbankan JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution yakin kebijakan BI menentukan Giro Wajib Minimum berdasarkan kisaran Loan to Deposit Ratio 78 - 100 persen tidak akan menambah beban biaya perbankan sehingga tidak perlu menaikkan suku bunga pinjaman. “Ada beberapa cara untuk menaikkan LDR, seperti dengan menurunkan dana pihak ketiga. Jadi saya tidak melihat itu akan menambah cost perbankan,” kata Darmin di Jakarta, Sabtu kemarin. Menurut Darmin, dengan menurunkan dana pihak ketiga maka biaya dana (cost of fund) perbankan bisa diturun-
kan sehingga bank justru bisa menurunkan suku bunga kreditnya. Dikatakannya, keberatan terhadap kebijakan yang akan berlaku Maret 2011 ini tidak muncul dari semua bank, karena sebagian besar sudah memiliki LDR di atas 78 persen. Data BI sendiri menunjukkan pada September ini LDR rata-rata perbankan sudah mencapai 78 persen. Keberatan terhadap kebijakan ini, katanya hanya berasal dari sejumlah bank besar (BCA, Bank Mandiri dan BNI) yang LDR-nya saat ini di bawah 78 persen, karena memiliki DPK yang sangat besar. “Bank-bank besar itu sema-
ngatnya hanya mengumpulkan dana masyarakat. Lihat saja hadiah-hadiah yang ditawarkan,” katanya. Namun, BI berharap bankbank besar itu bisa mengejar batas bawah LDR yang ditentukan pada Maret mendatang. “Saya kira mereka masih bisa mencapainya. Kalau tidak ya tambah GWM-nya,” katanya. Kebijakan itu dikeluarkan BI untuk mendorong perbankan lebih banyak lagi menyalurkan kreditnya terutama ke sektor produktif sehingga bisa membantu upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menggerakkan roda pembangunan. (ant)
BI Tolak Saran Naikkan BI Rate JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menolak saran Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menaikkan suku bunga acuan (BI-Rate) agar ekspektasi inflasi tetap pada target. “IMF boleh bicara apa saja, BI punya pertimbangan lain,” kata Gubernur BI Darmin Nasution di Jakarta, Jumat kemarin. Sebelumnya, IMF menerbitkan laporan hasil konsultasi dengan pemerintah Indonesia dan BI yang menyarankan agar bank sentral itu lebih proaktif dalam menjaga ekspektasi inflasi supaya tetap pada target dan tidak mengambil sikap menahan BI rate. Menurut IMF, ekspektasi untuk 2011 berada pada batas atas dari kisaran target inflasi dan masih ada beberapa faktor risiko lain yang bisa mendorong inflasi lebih tinggi lagi.
BI telah mempertahankan BI rate pada level 6,5 persen sejak September 2009. Sebelumnya, BI menaikkan BI rate 300 basis poin pasca krisis 2008. IMF menilai BI seharusnya mulai melonggarkan kebijakan moneternya sejak paruh kedua 2010. Instrumen administratif untuk mendorong pertumbuhan kredit juga seharusnya dihindari untuk mencegah timbulnya masalah prudensial bank dan praktek manajemen resiko perbankan. BI pada awal bulan ini kembali mempertahankan BI Rate sebesar 6,5 persen yang telah ditetapkan sejak satu tahun belakangan ini. Hal itu dilakukan mengingat adanya potensi tekanan inflasi dan mempertahankan tingkat inflasi pada targetnya yaitu plus minus lima. (ant)
Cepat atau lambat, bangsa ini baru akan menyadari kesalahan kebijakan dalam pendirian OJK ini yang risikonya sangat besar bagi bangsa dan negara, karena pendirian OJK lebih karena kepentingan politik parpol. “Saya bukan meramal, tetapi 5 sampai 10 tahun lagi kita akan menyadari bahwa OJK ini keliru dan bermasalah. Kenapa kita tidak belajar dari beberapa negara lain yang justru mengembalikan fungsi pengawasan perbankan ke bank sentral setelah terjadinya krisis,” katanya. Ismet juga menyayangkan
pernyataan Ketua Bapepam Fuad Rahmany yang justru merendahkan kajian akademik soal OJK yang dilakukan ekonomi dari UI dan UGM. “Seorang Ketua Bapepam seharusnya lebih cerdas dan bijak menyikapi hasil kajian seperti itu, dan bukannya marahmarah,” katanya. UU nomor 3/ 2004 tentang Bank Indonesia pada pasal 34 menyebutkan bahwa pengawasan perbankan harus dikeluarkan dari Bank Indonesia ke sebuah lembaga pengawas jasa keuangan yang harus dibentuk paling lambat 31 Desember 2010. (ant)
Pertamina Diminta Mulai Batasi BBM Subsidi JAKARTA - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) meminta PT Pertamina (Persero) mulai membatasi penjualan bahan bakar minyak bersubsidi jenis premium dan solar. Kepala BPH Migas Tubagus Haryono dalam pesan singkatnya di Jakarta, Sabtu mengatakan, sesuai UU No 22 Tahun 2010 tentang APBN Perubahan 2010, kuota premium bersubsidi adalah 21.433.664 kiloliter dan solar 11.194.175 kiloliter. “Sedangkan, realisasi konsumsi premium bersubsidi sampai bulan Agustus 2010 adalah 14.948. 798 kiloliter atau 69 persen dari kuota dan solar 8.515.732 kiloliter atau 76,07 persen dari kuota,” katanya. Menurut dia, kalau tidak dilakukan pembatasan maka dikhawatirkan kuota premium dan solar bersubsidi sesuai UU APBN Perubahan 2010 bakal terlampaui. Tubagus juga menambahkan, saat ini, pemerintah tengah menyusun perubahan Peraturan Presiden No 55 Tahun 2005 dan Peraturan Presiden No 9 Tahun 2006. “Sambil menunggu perubahan kedua perpres itu, kami minta Pertamina segera mengambil sejumlah langkah,” ujarnya. Langkah pembatasan itu
adalah menata dispenser stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dengan cara memperbanyak dispenser BBM nonsubsidi dan mengurangi dispenser subsidi terutama di daerah elite, jalan protokol, jalan tol, dan daerah yang dianggap perlu secara bertahap. Cara lainnya adalah memisahkan jalur dispenser BBM subsidi dengan nonsubsidi, dan memisahkan jalur dispenser sepeda motor dan mobil. Jika kuota tidak mencukupi, Pertamina diminta tidak melayani penjualan BBM subsidi buat kapal pesiar, kapal kargo kecuali kebutuhan pokok, dan kapal penunjang yang bukan usaha kecil. BPH Migas juga meminta Pertamina tidak melayani penjualan BBM subsidi buat kendaraan bermotor atau alat berat yang digunakan menunjang kegiatan industri, pertambangan, pembangkit listrik, proyek konstruksi, peti kemas, kehutanan, dan perkebunan yang dapat dikategorikan sebagai bukan usaha kecil. Pertamina juga diminta membatasi pembelian BBM subsidi untuk kapal nelayan maksimal 25 kiloliter per bulan yang diambil tiap bulan dan tak boleh diambil sekaligus lebih dari satu bulan. (ant)
Pemimpin Umum : Satria Naradha, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Suja Adnyana, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Hardianto, Ade Irawan, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D. Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602, Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.
Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.