Bisnis Jakarta - Selasa, 22 Juni 2010

Page 1

No. 117 tahun IV

8 Halaman

Selasa, 22 Juni 2010

Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com

Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771

Subsidi BBM Naik JAKARTA - Wakil Menteri Keuangan, Anny Ratnawati, mengatakan subsidi BBM yang diberikan pemerintah hingga 15 Juni 2010 mencapai Rp 22,7 triliun atau 25,6 persen, meningkat Rp 16,9 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. “Kita pantau masih sejalan dengan tahun-tahun lalu, tapi kalau lihat tracknya masih baik, walaupun lebih tinggi,” ujarnya dalam konferensi pers usai rapat pimpinan di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, kemarin. Tahun lalu pemberian subsidi BBM pada periode sama hanya mencapai Rp 5,8 triliun atau sebesar 11,1 persen. Ia menambahkan subsidi BBM yang meningkat tajam itu tidak akan melampaui asumsi subsidi BBM dalam APBNP 2010 sebesar Rp 89,29 triliun. “Kita harap tidak terlampaui apa yang ditetapkan dalam APBNP, syukur lebih rendah,” ujarnya. Sementara subsidi listrik per 15 Juni 2010 masih diberikan sebesar Rp 14,1 triliun atau 25,6 persen dan dibandingkan periode tahun lalu masih rendah Rp 2,6 triliun. “Tahun lalu subsidi listrik yang dikucurkan pada periode yang sama mencapai Rp 16,7 triliun atau 35,1 persen dari total subsidi yagn ditetapkan,” ujarnya. (ant)

TDL Picu BI Rate JAKARTA - Tarif dasar listrik yang akan naik pada awal Juli sekitar 10 persen diperkirakan akan memicu naiknya suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI Rate 0,25 hingga 0,50 persen, kata Komisaris Utama PT OCBC NISP Pramukti Surjaudaja. “Kenaikan TDL itu akan memicu laju inflasi di dalam negeri yang pada gilirannya dapat memicu BI Rate meningkat akhir tahun ini,” kata Pramukti di Jakarta, kemarin. Menurut Pramukti, BI Rate pada akhir tahun ini diperkirakan mencapai 7 persen dari sebelumnya 6,5 persen. Ia menjelaskan, apabila kenaikan laju inflasi akibat kenaikan tarif listrik itu tidak begitu besar, maka BI Rate diperkirakan akan masih berada di level 6,5 persen. “Kami harapkan BI Rate masih berada di level 6,5 persen, sehingga suku bunga kredit bank yang saat ini berkisar 11 persen sampai 12 persen

masih akan bertahan,” katanya. Namun apabila laju inflasi mengalami kenaikan cukup tinggi, maka itu akan mendorong BI Rate bergerak naik dan memicu kenaikan bunga kredit bank. Kenaikan bunga kredit bank diperkirakan hanya sekitar 0,25 persen sampai 0,50 persen, katanya. Pramukti Surjaudaja mengatakan, kenaikan suku bunga kredit bank diperkirakan sulit ditahan, namun kenaikan itu kemungkinan tidak secara serentak. Perbankan akan menyesuaikan kenaikan itu apabila memang biaya ongkos operasional cenderung meningkat, katanya. Tentang kenaikan tarif listrik itu, menurut dia, dilakukan karena PLN membutuhkan dana besar untuk meningkatkan kinerjanya. (ant)

Rupiah Terapresiasi JAKARTA - Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengungkapkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sejak Januari hingga 10 Juni 2010 mengalami apresiasi 1,71 persen. “Sampai 10 Juni 2010, Rupiah terapresiasi 1,71 persen,” kata Anny di Jakarta, kemarin. Ia mengatakan, penguatan/ apresiasi rupiah terhadap dolar AS lebih tinggi dibanding dengan yang terjadi di Singapura karena mata uang negara itu mengalami depresiasi hingga 0,03 persen. Sementara itu mata uang negara lain mengalami apreasiasi lebih besar seperti Thailand yang mencapai 2,72 persen dan Malaysia sebesar 3,62 persen. Kemenkeu juga mencatat tingkat inflasi pada Mei 2010 mencapai 0,29 persen, inflasi tahunan (year on year) pada Mei 2010 mencapai 4,16 persen, dan inflasi tahun kalender pada Mei 2010 mencapai 1,44 persen. Anny juga mengungkapkan bahwa hingga 15 Juni 2010, indeks harga saham gabungan (IHSG) BEI menguat hingga 11,7 persen. Menurut dia, jika dibanding dengan bursa saham negara lain, IHSG BEI lebih baik karena Jepang mengalami minus 7,2 persen, Hong Kong minus 8,3

persen, Korea Selatan minus 0,4 persen. Sementara itu, arus modal keluar melalui surat utang negara (SUN) hingga Mei 2010 tercatat sebesar Rp 4,04 triliun. “Namun sampai 15 Juni 2010, arus modal masuk melalui SUN lebih besar yaitu mencapai Rp 5,23 triliun,” kata Anny sepeti dikutip Antara. Sementara itu mengenai rencana defisit RAPBN 2011, Anny yang juga masih menduduki posisi Dirjen Anggaran Kemenkeu mengatakan, hingga saat ini pemerintah masih memegang angka 1,7 persen seperti yang dimuat dalam Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2011. “Tapi nanti kita lihat lagi asumsi itu. Posturnya nanti diajukan di Nota Keuangan dan RAPBN 2011,” katanya. Sementara mengenai efektivitas belanja negara, Anny mengatakan, prinsipnya belanja selama 2010 akan diefektifkan termasuk belanja daerah. “Kita juga ingin instansi lain melakukan monitoring lebih baik termasuk belanja daerah,” katanya. (ahm)

KURS RUPIAH 9.000

9.020 9.110

9.500

9.150 10.000 17/6

18/6

21/6

Bisnis Jakarta/ant

REKOR IHSG - Sejumlah pialang bersantai disela perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan tersebut sempat menyentuh rekor tertinggi di level 2.975, 035 sebelum akhirnya ditutup pada level 2.941,90 atau naik 12,31 poin.

OJK Perlu Kaji Ulang JAKARTA - Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Anwar Nasution, menilai, pembentukan otoritas jasa keuangan (OJK) perlu dipikirkan kembali karena perkembangan saat ini mengarah pada penguatan Bank Sentral. “Bank sentral AS justru meminta kewenangan yang lebih besar dalam mengawasi sektor keuangan, begitu pula Inggris yang justru akhirnya menyerahkan kewenangannya ke Bank of England,” katanya kepada Antara, kemarin. Menurut dia, krisis yang terjadi saat ini tengah mengubah pandangan tentang OJK di berbagai tempat. Hal ini terutama terkait dengan kegagalan Inggris dalam mengantisipasi krisis keuangan yang pusatnya berada di AS. Akibatnya, lembaga-lembaga keuangan seperti Northern Rock harus diselamatkan Pemerintah Inggris. Financial Services Authority (FSA) yang merupakan lembaga otoritas jasa keuangan milik

Inggris kemudian dipersalahkan atas krisis ini. Untuk Indonesia, katanya, saat ini sebaiknya justru masih tetap digabung dengan Bank Indonesia. “Namun diperkuat dengan peningkatan sumber daya manusianya, sistemnya, dan moralnya penting. Apapun itu tanpa moral yang baik sulit,” katanya. OJK yang merupakan lembaga supervisi sektor keuangan pertama kali menjadi wacana hangat ketika Indonesia mengalami krisis karena hancurnya sektor finansial pada 1997/1998. Akibat krisis tersebut Pemerintah harus menggelontorkan dana hingga Rp 700 triliun melalui kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk menyelamatkan sektor perbankan yang hampir semuanya bangkrut. Penyelamatan ini hingga sekarang mengundang polemik sebab banyak terjadi kebocoran akibat kerusakan moral para pemilik Bank pada waktu itu. Hal inilah yang memicu

munculnya keinginan membuat OJK guna mengawasi sepak terjang sektor keuangan. Pada saat itu keinginan tersebut muncul dalam UU no 23/1999 tentang Bank Indonesia. Keinginan untuk mewujudkan OJK kembali diperbarui dalam UU No 3/2004 tentang Bank Indonesia. Dalam UU 3/2004 pada pasal 34 (1) menegaskan pembentukan lembaga pengawasa jasa keuangan selambat-lambatnya 31 Dember 2010. Sebelumnya, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Jimly Asshiddiqie menilai Indonesia tidak perlu mendirikan lembaga Otoritas Jasa Keuangan yang menurutnya hanya membuang-buang dana dan belum tentu efektif hasilnya dalam memperbaiki sistem pengawasan perbankan dan lembaga keuangan lainnya. “Saya cenderung tidak mendukung ide ini, hanya problemnya undang-undang telah menentukan paling lambat harus dibentuk 31 Desember 2010,” kata Jimly. (ant)

Kredit Rating RI Membaik JAKARTA - Lembaga pemeringkat internasional, M o o d y ’s merevisi prospek (outlook) sovereign credit rating (peringkat kredit) Indonesia dari stabil menjadi positif. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Hartadi A. Sarwono dalam siaran persnya yang diterima Antara, Senin, mengharapkan momentum positif tersebut dapat terus terjaga dalam upaya pencapaian target investment grade. Hartadi mengatakan beberapa hal lain yang mendukung peningkatan peringkat Indonesia menjadi investment grade antara lain fundamental makroekonomi yang terjaga, rasio utang pemerintah yang terus menurun serta dukungan kebijakan fiskal yang berhati-hati serta kelancaran reformasi struktural. Moody’s merevisi outlook dari stabil ke positif untuk per-

ingkat local and foreign currency sovereign di “Ba2”. Revisi juga berlaku untuk “Ba1 foreign currency bond ceiling” dan “Ba3 foreign currency deposit ceiling”. Dalam siaran persnya, Moody’s menjelaskan outlook yang positif mencerminkan penguatan ekonomi Indonesia yang terus tumbuh berkelanjutan dengan diimbangi efektifitas kebijakan fiskal dan stabilitas kebijakan moneter serta ekspektasi terhadap posisi utang dan keuangan pemerintah. Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (DKM) Bank Indonesia, Perry Warjiyo menambahkan kenaikan peringkat itu akan memudahkan Indonesia untuk masuk dalam kelas “investment grade” dari Moody’s yang tinggal dua tingkat lagi dari posisi saat ini. (ant)

SUN dan SBI

Kepemilikan Asing Melonjak JAKARTA - Bank Indonesia mencatat kepemilikan asing dalam penjualan surat utang negara dan sertifikat Bank Indonesia meningkat setelah pengumuman Paket Kebijakan Penguatan Manajemen Moneter dan Pengembangan Pasar Keuangan pada Rabu pekan lalu. “Kepemilikan asing dalam sertifikat Bank Indonesia (SBI) meningkat dari Rp 37,1 triliun pada Kamis (17/6) menjadi Rp 37,7 pada Jumat (pekan lalu,” kata Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (DKM) Bank Indonesia Perry Warjiyo di Jakarta, kemarin. Total SBI per Jumat, 18 Juni 2010, mencapai nilai Rp 269,7 triliun. Sedangkan kepemilikan asing dalam bentuk surat utang negara (SUN) pada Kamis sebesar Rp 149,7 triliun, naik pada hari berikutnya menjadi Rp 151,4 triliun.

Menurut Perry, angka tersebut mencerminkan respons positif dari investor terhadap rencana penerapan kebijakan “minimum one month holding period” SBI mulai 7 Juli 2010. “Kebijakan itu ditanggapi sangat baik oleh pasar, pasar uang domestik positif, nilai tukar stabil, sementara arus modal dalam bentuk SUN, saham dan SBI mengalami kenaikan. Memang kenaikan terbesar terlihat dalam kepemilikan asing di SUN dan SBI,” jelasnya. Perry menjelaskan kebijakan “minimum one month holding period” mewajibkan pembeli SBI baik di pasar primer maupun pasar sekunder memegang kepemilikan SBI selama minimal 1 bulan (28 hari). “Sebelumnya mereka (investor) bisa masuk cepat dan

keluar cepat, dengan kebijakan ‘one month holding’ akan meningkatkan kemampuan kami (BI) untuk merespons pengaruh dari luar,” ujarnya. Selama periode tersebut, pemilik SBI tidak diperbolehkan melepas kepemilikan SBI baik secara outright maupun repo kepada pihak lain, kecuali repo kepada Bank Indonesia. Kebijakan ini diberlakukan baik kepada pemilik SBI residen maupun non-residen dan dimaksudkan agar kepemilikan SBI maupun transaksinya di pasar sekunder berjangka lebih panjang sehingga mendukung pendalaman pasar uang domestik dan efektivitas manajemen moneter. Untuk pemenuhan kebutuhan likuiditas jangka pendek, bank-bank pemilik SBI dapat melakukan transaksi repo kepada Bank Indonesia yang selama ini telah tersedia. (ant)

Bisnis Jakarta/sep

KERJASAMA - Menteri BUMN Mustafa Abubakar (tengah) menyaksikan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (kanan) dan Plt. Dirut Bank Mandiri Riswinandi usai MoU pembayaran tiket secara online, kemarin.

Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi : Satria Naradha, Wakil Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Wirata, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Ahmadi Supriyanto (Koordinator Liputan), Suharto Olii, Indu P Adi, Achmad Nasrudin, Hardianto, Darmawan S Sumardjo, Heru B Arifin, Asep Djamaluddin, Ade Irawan, Ipik Tanoyo, Bambang Hermawan, Fellicca, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D.Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602 Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.

Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.