Bisnis Jakarta - Rabu, 22 September 2010

Page 1

No. 176 tahun IV

8 Halaman

Rabu, 22 September 2010

Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com

Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771

Dorongan Inflasi Makin Tinggi JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution memperkirakan laju inflasi tahun depan akan meningkat karena dorongan inflasi mulai makin meninggi dalam beberapa tahun terakhir akibat penyesuaian terhadap administered prices. “Dorongan inflasi mulai makin meninggi dalam beberapa tahun terakhir karena administered prices (harga yang ditetapkan pemerintah) relatif tinggi,” ujarnya saat penyampaian jawaban pemerintah atas kondisi asumsi makro ekonomi RAPBN 2011 dengan komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin malam. Harga yang ditetapkan pemerintah yang dimaksud antara lain faktor tarif dasar listrik dan tarif tol maupun sektor jasa lainnya. Untuk itu, ia menambahkan, BI sebagai badan moneter tetap berusaha menjaga laju inflasi dengan mengusahakan uang beredar tidak terlalu banyak hingga mengubah kebijakan dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM). “Kita mengurangi likuiditas agar tidak berlebihan di pasar dan tidak mendorong inflasi,” ujar Darmin. Selain itu, BI juga tetap mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) tetap berada pada angka 6,5 persen. Ia juga mengatakan agar pemerintah terus mewaspadai inflasi yang disebabkan oleh persediaan barang (volatile foods) yang bermasalah akibat perubahan iklim dan musim. “Harga cabe dan bawang sempat meningkat, harga internasional terigu, beras dan palm oil juga meningkat akibat musim dan ini di luar kendali siapa pun,” ujar Darmin. Sementara, Kepala Badan Pusat Statisitik (BPS) Rusman Heriawan menambahkan laju inflasi sebesar 2,78 persen pada 2008 sulit dicapai kembali, karena angka inflasi tersebut terbantu oleh adanya krisis global. “Angka tersebut sulit dicapai lagi karena waktu itu ada krisis,” ujarnya. Menurut dia, berdasarkan pengalaman dalam sepuluh tahun terakhir, apabila pertumbuhan ekonomi ditargetkan diatas enam persen, maka laju inflasi tidak mencapai angka di bawah lima persen. “Jadi kalau kita menargetkan pertumbuhan 6,3 persen itu merupakan klasifikasi optimis, apalagi 2011 negara-negara dunia mulai memperbaiki ekonominya dan kecenderungan harga komoditas naik,” ujar Rusman. Pemerintah dalam RAPBN 2011 menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi 6,3 persen, nilai tukar Rp 9.300 per dolar AS, inflasi 5,3 persen, suku bunga SBI tiga bulan 6,5 persen, harga minyak 80 dolar AS per barel, dan lifting 0,970 juta liter per hari. (ant)

Kebijakan GWM

Kurangi Likuiditas Pasar JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan kebijakan BI untuk menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 8 persen, karena dapat mengurangi likuiditas pasar serta mendorong tekanan inflasi. “Jumlah SBI sebelum diterbitkan kebijakan baru itu mencapai Rp 350 triliun. Kalau kemudian kebijakan itu diterapkan dua bulan lagi, maka itu hanya akan mengurangi dana di SBI sebesar Rp 50 triliun,” ujarnya saat penyampaian jawaban pemerintah atas kondisi asumsi makro ekonomi RAPBN 2011 dengan komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin malam. Ia juga mengingatkan BI pernah membuat kebijakan menurunkan GWM pada saat krisis 2008 dengan maksud menambah likuiditas di pasar. Karena pada saat krisis, perbankan mengalami krisis kepercayaan. Saat itu, pemerintah juga memindahkan dana dari Bank Indonesia ke tiga bank BUMN namun saat ini likuiditas pasar sudah teramat besar. “Sehingga apa yang dilakukan sekarang adalah mengurangi likuiditas yang sudah berlebih tersebut,” ujarnya. BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 6,5 persen agar pertumbuhan kredit dapat terus meningkat serta mewaspadai adanya potensi inflasi. “Jadi sejauh kami masih bisa gunakan instrumen lain, kami tidak akan ubah BI rate,” ujarnya

Menurut Darmin, banyak yang mengatakan suku bunga kredit perbankan dinilai tinggi namun realisasi kredit sudah mencapai 22 persen dan maksimal realisasi hingga 24 persen. “Kalau kredit didorong hingga 21-22 persen bisa mendukung pertumbuhan ekonomi di atas enam persen sampai maksimum 24 persen cukup,” ujarnya. Karena likuiditas di pasar masih cukup tinggi, kenaikan pertumbuhan kredit bisa mencapai 35-45 persen. “Tahun depan kami akan dorong dengan kebijakan LDR dan GWM, sehingga kredit bisa 35-45 persen, karena likuiditas perbankan saat ini masih cukup,” ujarnya. Sementara, Menteri Keuangan Agus Martowardojo memperkirakan suku bunga domestik akan meningkat seiring dengan kondisi ekonomi yang membaik dengan asumsi SBI 3 bulan sebesar 6,5 persen. “Inflasi yang meningkat akan membuat suku bunga cenderung meningkat,” nilainya. Namun dengan kondisi perekonomiaan seperti saat ini, pemerintah memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga kredit dengan menggunakan instrumen persuasi moral atau imbauan ke perbankan. (ant)

KURS RUPIAH 8.500 9.000

8.968

8.964 8.980

9.500 17/9

20/9

21/9

Bisnis Jakarta/ant

BBM BERSUBSIDI - Pemerintah melalui BPH Migas merencanakan mulai mengatur distribusi BBM subsidi untuk menekan tingginya konsumsi BBM subsidi yang hingga Agustus mencapai lebih dari 70 persen dari kuota sebesar 36,5 juta kiloliter.

Asumsi Kemiskinan

Tak Ditanggapi Pemerintah JAKARTA - Pemerintah tidak menanggapi usulan dari Komisi XI DPR RI untuk mencantumkan asumsi tingkat kemiskinan dan pengangguran dalam batang tubuh Rancangan Undang-Undang (RUU) RAPBN 2011. “Kami masih mendalami dan mengkaji, tapi kalau dimasukkan dalam batang tubuh UU APBN, pemerintah sulit mendukung,” ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo saat pembahasan asumsi makro RAPBN 2011 dengan komisi XI DPR RI di Jakarta, kemarin. Menurut dia, penolakan pemerintah tersebut dikarenakan

pembahasan mengenai tingkat kemiskinan dan pengangguran telah dicantumkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang merupakan lampiran dalam RUU RAPBN 2011. “Kami sampaikan target-target pencapaian pengurangan kemiskinan dan pengangguran ada di RKP dan itu bagian tidak terpisahkan dari UU APBN,” ujar Menkeu. Menkeu masih berpendapat asumsi-asumsi makro yang seharusnya dibahas dalam RAPBN 2011 antara lain pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, nilai tukar kurs rupiah, suku bunga SBI 3 bulan, harga mi-

nyak ICP dan lifting minyak. “Ini sebagai dasar menyusun besaran angka dalam APBN, terkait angka kemiskinan dan pengangguran agak sulit,” ujarnya. Pemerintah tak menanggapi permintaan dari beberapa anggota Komisi XI yang menganggap asumsi tingkat kemiskinan dan pengangguran penting untuk dicantumkan dalam batang tubuh RUU RAPBN 2011. Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis mengganggap asumsi tingkat kemiskinan dan pengangguran perlu dicantumkan karena sasaran akhir dari APBN adalah

Pemerintah Revisi Asumsi Makro RAPBN 2011 JAKARTA - Pemerintah mengusulkan revisi beberapa asumsi makro dalam Rencana APBN, yaitu pertumbuhan ekonomi 2011 menjadi 6,4 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi Rp 9.250,00, dan “tax ratio” menjadi 12,05 persen. “Kami bersedia merevisi nota keuangan. Pertumbuhan ekonomi 2011 yang sebelumnya 6,3 persen itu direvisi menjadi 6,4 persen,” kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, kemarin.

Perubahan itu dilakukan untuk mewaspadai kondisi global, keseimbangan perdagangan, dan neraca pembayaran Indonesia. “Inflasi tetap diusulkan 5,3 persen dan tingkat suku bunga SBI tiga bulan tetap 6,5 persen, dan nilai tukar direvisi dari Rp 9.300,00 per dolar AS menjadi Rp 9.250,00,” tuturnya. Pemerintah juga mengubah tax ratio atau penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2011 dari 12 persen menjadi 12,05 persen karena naiknya target per-

tumbuhan ekonomi yang dipastikan bisa mendorong pertumbuhan Gross Domestik Bruto (GDP) Indonesia tahun depan. Adapun asumsi harga minyak dan lifting minyak tetap seperti semula, yaitu 80 dolar AS per barel dan 970.000 barel per hari. “Untuk indikator lainnya seperti rasio kemiskinan, rasio pengangguran, dan kesehatan, kami sepakat untuk masuk dalam Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seutuhnya,” ujarnya. (ant)

Rupiah Naik Terpicu Faktor Positif JAKARTA - Pengamat pasar uang, Kostaman Thayib, memperkirakan rupiah Rabu masih akan bergerak naik karena faktor positif yang mendukungnya cukup kuat mendorong pergerakan mata uang Indonesia itu. Faktor positif itu akan makin kuat apabila Bank Indonesia (BI) membiarkan pergerakan rupiah yang cenderung menguat sehingga bisa mencapai Rp 8.900 per dolar, katanya di Jakarta, kemarin. Rupiah kemarin naik 16 poin menjadi Rp 8.964-Rp. 9874. Kostaman Thayib menambahkan, peluang rupiah untuk kembali naik tetap ada karena ekonomi makro Indonesia makin tumbuh. Pertumbuhan ekonomi makro yang makin membaik terlihat dari target ekonomi nasional pada 2011 mencapai 6,3 persen naik dari tahun 2010 hanya 5,9 persen. Indonesia, menurut dia, optimis target per-

tumbuhan sebesar itu dapat dicapai, karena sektor usaha mulai tumbuh akibat masuknya aliran dana asing ke pasar domestik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun selama ini hanya didukung oleh sektor konsumsi, namun dengan makin cepat pemerintah mencairkan anggaran belanjanya dan didukung oleh aksi perbankan menyalurkan kredit maka ekonomi akan makin tumbuh. Ekonomi Indonesia yang makin tumbuh itu, memicu pelaku asing optimis pasar Indonesia makin tumbuh dengan baik. Karena itu, peluang rupiah untuk naik lagi makin besar. Rupiah, lanjut dia sebelumnya sempat mencapai angka Rp 8.956 per dolar, namun pada posisi itu rupiah kembali terkoreksi. Hal ini menunjukkan rupiah sulit mencapai level tersebut, akibat adanya BI di pasar. (ant)

untuk menyejahterakan rakyat. “Sasaran akhir APBN adalah menyejahterakan rakyat dan pemerintah tidak mau ada angka pasti yang mau dicapai di 2011,” ujarnya. Sedangkan anggota Komisi XI Maruarar Sirait berpendapat agar asumsi tersebut dimasukkan agar ukuran serta paramater pemerintah dan DPR sama dalam menyikapi angka kemiskinan dan pengangguran. “Ada penelitian satu persen angka pertumbuhan tidak sama dengan (penciptaan lapangan pekerjaan) 400 ribu jiwa. Ini harus saya sam-

paikan apa adanya ini agar tidak salah mengerti....supaya jangan pemerintah disalahkan karena ukuran tidak sama, alangkah baiknya pemerintah dan ukuran kita sama dengan parameter sama, kalau tidak repot,” ujarnya. Pemerintah sebelumnya mengusulkan asumsi makro RAPBN 2011 antara lain pertumbuhan ekonomi 6,3 persen, nilai tukar Rp 9.300 perdolar AS, inflasi 5,3 persen, suku bunga SBI tiga bulan 6,5 persen, harga minyak ICP 80 dolar AS per barel, dan lifting 0,970 juta liter perhari. (ant)

DPR Usulkan Garis Kemiskinan Dinaikkan JAKARTA - Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Dewan Perwakilan Rakyat, Andi Rahmat, mengusulkan pemerintah menaikkan garis kemiskinan untuk mengurangi lebarnya jurang sosial. “Saya usul ukuran garis kemiskinan per kapitanya kita naikkan, jangan Rp 155 ribu lagi per bulan (untuk makanan),” katanya dalam Rapat Kerja Komisi XI dengan pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan Badan Pusat Statistik (BPS) di Jakarta, kemarin. Pengeluaran untuk makanan sebesar Rp 5.000,00 per hari per orang tak realistis, sementara harga bahan pangan, seperti beras sudah tinggi melampaui angka itu. “Apa Rp 5.000,00 per hari itu cukup? Harga beras saja sudah Rp 7.000,00 per kilogram,” ujarnya. Pimpinan rapat tersebut, Harry Azhar Azis, mengusulkan agar garis kemiskinan disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi. “Bagaimana kita dorong angkanya sesuai dengan pertumbuhan ekonomi (2011), yaitu 6,3 persen, bisa tidak,” usul anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar. Anggota DPR lain dari Fraksi Partai Golkar, Nusron Wachid, mengusulkan agar target penurunan jumlah orang miskin dan

pengangguran dicantumkan secara tegas dalam UndangUndang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011 yang sedang dibahas. Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan menjelaskan kategori orang miskin adalah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan 2.100 kilo kalori per hari atau sekitar Rp 155.615,00 per bulan atau sekitar Rp 5.000,00 per hari secara rata-rata nasional. Adapun kebutuhan dasar minimal untuk nonmakanan, seperti biaya bahan bakar, pendidikan, dan kesehatan sekitar Rp 56 ribu per bulan. “Jadi, garis kemiskinan adalah pengeluaran sebesar Rp 212ribu per bulan per orang, itu rata-rata nasional,” ujarnya. Berdasarkan ketentuan itu, pada Maret 2010 terdapat sekitar 31 juta orang miskin dari 237 juta penduduk Indonesia atau 13,3 persennya. BPS menghitung garis kemiskinan tertinggi terjadi di Provinsi DKI Jakarta, yaitu Rp331 ribu per bulan per orang. Beberapa daerah yang garis kemiskinannya di atas Rp 250 ribu atau di atas rata-rata nasional, antara lain Provinsi NAD Rp 278 ribu, Riau Rp 256 ribu, Bangka Belitung Rp 286 ribu, dan Kepulauan Riau Rp 300 ribu. (ant)

Pemimpin Umum : Satria Naradha, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Suja Adnyana, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Hardianto, Ade Irawan, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D. Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602, Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.

Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.