No. 17 tahun IV
8 Halaman
Selasa, 26 Januari 2010
Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com
Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771
Percepat Kartu Kredit Chip JAKARTA - Bank Indonesia (BI) meminta bank-bank meningkatkan keamanan kartu debit termasuk ATM dengan mempercepat perubahan kartu magnetik menjadi kartu chip. “Kalau kartu debit itu kan mestinya para bank sudah memahami bahwa itu juga perlu security,” kata Deputi Gubernur Senior BI, Darmin Nasution usai pertemuan di Gedung Djuanda Kementerian Keuangan Jakarta, kemarin. Ia menyebutkan, dari sisi aturan sebenarnya BI sudah mengeluarkan aturan walaupun saat ini baru untuk kartu kredit. Menurut Darmin, pihaknya juga menyadari bahwa untuk melakukan perubahan jenis kartu dari magnetik ke chip memerlukan biaya yang besar. “Tapi ini kan persoalan security, anda tidak bisa sekedar berhitung siapa yang untung dan siapa yang rugi. Kita juga rugi kalau kemudian kita banyak fraud terjadi di sini,” kata Darmin. Sementara itu mengenai pelemahan rupiah yang terjadi akhir-akhir ini, Darmin mengatakan, berbagai langkah yang dilakukan di AS telah menyebabkan mata uang dolar AS mengalami penguatan. “Itu sebenarnya yang kemudian mendorong indeks di AS meningkat selama 2-3 hari ini,” katanya. Namun menurut Darmin, sebenarnya tidak ada hal-hal yang mengkhawatirkan terutama dampaknya terhadap nilai tukar rupiah. “Menurut saya sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pelemahan yang terjadi saat ini hanya bersifat sementara sekali,” katanya. (ant)
Posindo Cari Utang JAKARTA - Direktur Utama PT Pos Indonesia (Posindo) I Ketut Mardjana mengatakan pihaknya akan mencari pinjaman bank untuk memenuhi sekitar 65 persen kebutuhan belanja modal (capex) 2010 yang dianggarkan Rp 550 miliar. “Capex kami 2010 dianggarkan Rp 550 miliar, sekitar 65 persennya akan diperoleh dari utang bank,” kata Ketut, seusai acara penandatangan kerjasama jasa pengiriman uang (remmitance) dengan Bank BNI di Jakarta, kemarin. Menurut dia, capex tersebut rencananya akan digunakan untuk melakukan standarisasi operasional perseroan dan pengembangan infrastruktur Teknologi dan Informasi (TI). Dengan adanya investasi ini, kata Ketut, Posindo bisa meningkatkan kinerjanya dan bisa bersaing dengan perusahaan sejenis lainnya. “Selama ini kami tak memiliki utang. Tak punya utang tidak berarti bagus. Dengan adanya investasi ini kami ingin men-drive revenue (pendapatan). Tidak semuanya bisa dibiayai dari dana operasional. Kalau tidak berani pinjam maka tidak optimal,” kata Ketut. (ant)
KURS RUPIAH 9.000 9.000
9.265 9.500
9.370 10.000 21/1
22/1
25/1
Bisnis Jakarta/ant
PRODUK DALAM NEGERI - Mendag Mari Elka Pangestu (kiri) memperlihatkan pin gerakan 100 persen cinta produk Indonesia seusai rapat kerja dengan Komisi VI DPR, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Single Presence Policy
Bank BUMN Minta Penundaan JAKARTA - Kementerian BUMN menyatakan pembentukan holding Bank BUMN kemungkinan tidak teresalisasi pada 2010, sehingga perlu meminta penundaan aturan Bank Indonesia (BI) terkait kebijakan kepemilikan saham tunggal (Single Presence Policy/SPP). “Kita masih perlu pembicaraan lebih lanjut terkait konsep penerapan SPP di Bank BUMN,” kata Menteri BUMN, Mustafa Abubakar, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, kemarin. Menurut Mustafa, perlu persiapan khusus dan matang dalam melakukan merger empat bank BUMN, yaitu Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI dan Bank BTN. “Tidak mudah membentuk holding,” katanya.
Sementata itu, Deputi Kementerian BUMN Menteri BUMN Bidang Jasa Keuangan dan Perbankan, Parikesit Suprapto menuturkan pembentukan holding Bank BUMN terkendala beberapa masalah. “Pemerintah sudah sepakat untuk meminta penundaan jangka waktu pembentukan holding,” ujar Parikesit. Solusi penundaan merupakan hasil kesepakatan antara BI, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN yang diputuskan pada rapat Desember 2009. Parikesit menuturkan, surat resmi penundaan penerapan SPP itu akan dikirim Menteri BUMN. Ia melanjutkan, dengan penundaan tersebut, maka
dimungkinkan melakukan kajian lebih mendalam soal holding. Terkait revisi kebijakan BI tentang merger, konsolidasi, dan akuisisi bank, Parikesit menuturkan, hal itu bisa menjadi peluang bagi perbankan pelat merah. Menurutnya, kebijakan itu justru menjadi salah satu peluang untuk mendorong pertumbuhan non organik bank. Akan tetapi, lanjutnya, jika ada bank BUMN yang akan melakukan akuisisi diharapkan bisa membahas lebih matang, terutama kemampuan internal perusahaan. “Selama bank memiliki kinerja keuangan yang bagus dan dapat menyumbang dividen tentu akan didukung.
Rating Dongkrak Investasi JAKARTA - Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan (Kemkeu), Rahmat Waluyanto, mengatakan kenaikan rating utang Indonesia dari BB menjadi BB+ akan mendorong masuknya investasi ke Indonesia. “Dengan adanya upgrade, diharapkan tidak hanya cost of borrowing bisa lebih efisien, tapi juga mendorong investasi ke Indonesia karena country risk menjadi berkurang,” kata Rahmat Waluyanto di Jakarta, kemarin. Ia menyebutkan, dengan adanya kenaikan rating, maka selangkah lagi (satu notch) Indonesia menjadi investment grade.
Menurut dia, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan Fitch menaikkan rating Indonesia, antara lain keberhasilan Pemerintah Indonesia untuk melewati krisis 2008 dengan baik dilihat dari momentum pertumbuhan ekonomi dan sistem keuangan yang terjaga. Kenaikan rating ini, kata Rahmat, juga bisa dianggap sebagai pengakuan dunia terhadap kinerja otoritas fiskal dan moneter dalam pengelolaan APBN, termasuk pengelolaan utang, dan stabilitas moneter. “Dari komunikasi dengan para investor asing dan lembaga pemeringkat selama ini, sebagaimana dilakukan negara
lain, Pemerintah sudah menerapkan berbagai kebijakan yang tepat dalam mengantisipasi krisis sehingga dapat mencegah perburukan atau deteroriasi ekonomi dan sistem keuangan,” katanya. Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings menaikkan peringkat utang Indonesia dari BB ke BB+, dan outlook untuk peringkat ini tetap stabil. Kenaikan peringkat Indonesia itu adalah untuk peringkat utang jangka panjang dalam mata uang asing dan Rupiah. Fitch juga menaikkan peringkat “country ceiling” Indonesia dari BB+ menjadi BBB dan mempertahankan peringkat utang jangka pendek pada B. (ant)
Tetapi harus diputuskan melalui RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham),” katanya. Sementara itu, saat ini pemerintah memiliki saham mayoritas di lima bank yaitu Bank BRI, Mandiri, BNI, BTN dan bank yang diambil alih pemerintah Bank Century. Sehingga pemerintah terkena aturan tersebut. Untuk itu, dalam aturan tersebut, investor yang menjadi pemilik saham pengendali lebih di satu bank, harus melepas sahamnya hingga dia hanya memiliki satu bank. Atau bila tidak, maka bisa saja bank-bank yang dimiliki oleh investor tersebut digabungkan menjadi satu bank. Bila tidak, bisa saja dengan
mendirikan holding company (perusahaan induk) untuk menaungi bank lainnya. Hingga saat ini telah terdapat dua contoh kasus akibat penerapan dari kebijakan ini. Pertama Bank Danamon dan BII (Bank Internasional Indonesia) yang awalnya dimiliki oleh perusahaan asal Singapura, Temasek. Akibat keharusan mematuhi aturan tersebut di 2010 maka Temasek akhirnya melepas BII. Sedangkan kasus lainnya adalah Bank Lippo dan Bank Niaga yang dimiliki oleh perusahaan asal Malaysia, Khazanah. Pada kasus ini, Khazanah memilih untuk menggabungkan Bank Niaga dan Lippo (merger) menjadi CIMB Niaga. (ant)
Waspadai Hot Money JAKARTA - Ekonom Sustanaible Development Indonesia (SDI) Dradjad H Wibowo mengingatkan bahwa kenaikan rating utang Indonesia tidak akan berdampak banyak terhadap perkembangan sektor riil namun yang justru harus diwaspadai adalah masuknya dana panas jangka pendek (Hot Money). “Indonesia sebaiknya tidak terlalu percaya kepada rating tersebut, dan lebih waspada terhadap dana panas jangka pendek,” kata Dradjad saat dihubungi di Jakarta, kemarin. Ia menyebutkan, berdasar pengalaman selama ini, Hot Money berpotensi menimbulkan masalah kepada perekonomian jika tidak terkendali.
Dradjad menyebutkan, setelah krisis subprime mortgage, kepercayaan terhadap lembaga rating merosot drastis. Di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, pelaku pasar keuangan banyak yang mendiskonto rating dari lembaga rating. Pelaku sektor riil dalam memutuskan investasi domestik maupun investasi langsung asing (FDI)- nya malah lebih mengandalkan intuisi bisnis, pengenalan terhadap pasar, informasi lapangan seperti kondisi infrastruktur, dan penegakan hukum, serta dan jaringan pasarnya. “Jadi pengaruh rating tersebut FDI relatif kecil. Pengaruhnya lebih pada uang panas,” katanya. (ant)
Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi : Satria Naradha, Wakil Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Nariana Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Ahmadi Supriyanto (Koordinator Liputan), Suharto Olii, Indu P Adi, Achmad Nasrudin, Hardianto, Darmawan S Sumardjo, Heru B Arifin, Asep Djamaluddin, Ade Irawan, Ipik Tanoyo, Bambang Hermawan, Fellicca, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D.Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602 Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.
Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.