No. 142 tahun IV
8 Halaman
Selasa, 27 Juli 2010
Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com
Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771
Pemerintah Ubah Struktur KPS JAKARTA - Pemerintah akan mengubah struktur Public Private Partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) untuk memberi kemudahan dalam mengundang minat investor serta membuka peluang investasi di Indonesia. “Kita terus akan memperbaiki iklim investasi dengan melakukan suatu perubahan pada struktur PPP kita, jadi tadinya ada empat kelompok kerja sekarang kita sederhanakan jadi dua kelompok kerja,” kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta kemarin. Dua kelompok kerja itu yakni kelompok kerja yang terkait dengan ekspor langsung dibawah menteri perdagangan, yang satu lagi berkaitan dengan investasi, ada langsung di BKPM. Ia mengharapkan dengan adanya penyederhanaan kelompok kerja, segala hal yang berkaitan dengan semua masalah kesekretariatan dapat selesai di BKPM dan Kementerian Perdagangan. Selain itu, terkait dengan PPP, pemerintah juga akan merestrukturisasi dan menyederhanakan sistem agar mempermudah perijinan dan proses sehingga iklim investasi dapat lebih kondusif. “Kita nanti ada sistem semacam ‘back office’ dan ‘front office’ seluruh proyek-proyek yang ditawarkan akan digodok di kementerian serta bappenas, setelah itu matang diserahkan sepenuhnya ke BKPM untuk ditawarkan (kepada investor),” ujarnya. Untuk itu, kelompok kerja tersebut dapat segera terealisasi pada tahun ini dan pada bulan depan pemerintah segera melakukan perubahan dan mengambil keputusan agar dapat terlaksana secepatnya. “Segera kita melakukan perubahanperubahan, kalau tahun ini iya, dan bulan depan kita segera melakukan keputusan,” ujar Hatta. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan mengatakan penyederhanaan kelompok kerja ini diharapkan dapat menggairahkan iklim investasi yang saat ini sedang berkembang. “Semangatnya penyederhanaan, (nanti) investor yang datang ke Indonesia membangun jembatan, pembangkit listrik atau apa yang tertera pada PPP itu sudah jelas dan dalam waktu sekian hari sekian minggu, itu perijinan beres dengan pusat dan daerah,” ujarnya. Ia mengatakan BKPM akan segera menandatangani kerjasama dengan Bappenas dan draft kesepakatan akan segera dirumuskan oleh tim teknis dalam waktu dekat. “Kita akan menandatangani kerjasama dengan Bappenas untuk pengalihan dan ini drafnya sudah siap serta akan dibahas tim teknis, saya rasa dalam waktu dekat,” ujarnya. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan nantinya Bappenas akan mengolah proyek-proyek yang ditawarkan oleh Kementerian Lembaga, dan proyek tersebut setelah dirumuskan dalam buku PPP akan diteruskan kepada BKPM. “Nanti, idenya investor tidak perlu kesana kemari, karena BKPM yang membereskan dan ini lagi sedang disiapkan,” ujarnya. (ant)
Hari Ini Rupiah Cenderung Naik JAKARTA - Pengamat pasar uang, Krisna Dwi Setiawan memperkirakan, kecenderungan pasar rupiah Selasa ini masih akan naik, karena pelaku asing makin aktif melakukan pembelian rupiah, meski kenaikannya relatif kecil. Rupiah pada Senin kemarin mencapai Rp 9.027-Rp 9.037 per dolar yang terus mendekati angka Rp 9.000 per dolar, karena pasar cenderung masih positif, meski sejumlah faktor negatif muncul di pasar. Krisna Dwi Setiawan mengatakan, rupiah masih dapat bergerak naik namun masih dalam kisaran yang ketat, karena Bank Indonesia (BI) akan menjaga pergerakan mata uang lokal itu. BI kemungkinan akan tetap menjaganya agar rupiah tidak mencapai Rp 9.000 per dolar. Menurut dia, sejumlah faktor negatif yang muncul di pasar seperti penjualan retail Amerika Serikat merosot dan tingkat pengangguran yang bertambah, belum menahan pelaku pasar untuk tidak membeli rupiah. Pelaku pasar asing tidak memperdulikan munculnya isu negatif, mereka cenderung membeli rupiah di pasar,
karena pasarnya yang memang positif. Rupiah, apabila BI tidak intervensi, maka posisi sudah berada di bawah angka Rp 9.000 per dolar, karena BI khawatir dengan berkurangnya pendapatannya di pasar ekspor. BI menginginkan baik eksportir maupun importir masih dapat melakukkan kegiatannya dengan baik. Apabila tekanan positif terus meningkat, menurut dia BI kemungkinan akan membiarkan rupiah menguat, namun pada saat tertentu akan kembali masuk pasar. Peran BI di pasar memang memberikan batasan yang ketat terhadap pergerakan rupiah. Pelaku pasar juga menunggu kabar lebih lanjut mengenai bankbank di kawasan Eropa yang diharuskan meningkatkan permodalannya setelah mengikuti stress test (uji ketahanan). Dari 97 bank yang mengikuti stress test hanya tujuh bank yang diminta untuk segera meningkatkan permodalannya. (ant)
KURS RUPIAH 9.000
9.043
9.500
10.000
9.053
9.055 16/7
19/7
20/7
Bisnis Jakarta/ant
SIDAK PASAR - Mendag Marie Elka Pangestu (tengah) di dampingi Gubernur Jabar Ahmad Heryawan (kanan) meninjau pasar tradisional Kosambi Bandung, Jawa Barat, kemarin. Dalam kunjungannya Mendag berdiskusi dengan pedagang seputaran harga sembako dan ketersediaan bahan pokok tersebut.
Rasio Utang 2010 Menurun JAKARTA - Pemerintah memperkirakan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir 2010 diperkirakan akan turun lebih dari satu persen. “Sampai akhir 2010, rasio utang terhadap PDB diperkirakan turun kembali,” kata Menkeu Agus Martowardojo dalam rapat kerja Badan Anggaran DPR membahas realisasi pelaksanaan APBN 2010 semester I dan prognosis semester II di Jakarta, kemarin. Rasio utang Indonesia terhadap PDB pada akhir 2010 diperkirakan akan mencapai 27 persen. Angka tersebut lebih rendah dibanding akhir 2009 yang mencapai 28,3 persen. Sementara itu mengenai real-
isasi pembiayaan APBN selama 2010, Menkeu menyebutkan, realisasi pembiayaan melalui penarikan utang lebih rendah dari target awal. “Perkiraan realisasi pembiayaan dari utang lebih rendah Rp 16,7 triliun,” kata Menkeu. Penurunan jumlah utang itu, disebabkan pengurangan utang Rp 15,5 triliun, pembayaran cicilan pokok utang yang turun, dan penarikan pinjaman luar negeri bruto yang lebih rendah. Sementara itu mengenai realisasi penarikan utang selama semester I 2010, Menkeu menyebutkan, realisasi utang selama semester I 2010 lebih tinggi Rp 5 triliun dibanding semester I 2009. “Hal itu antara lain karena
pencairan pinjaman program lebih tinggi dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang lebih rendah,” katanya. Sementara itu realisasi pembiayaan anggaran dari non utang selama semester I 2010 lebih tinggi Rp 1,9 triliun dari realisasi semester I 2009. Hal ini antara lain karena realisasi rekening dana investasi (RDI) yang lebih tinggi, dan hasil pengelolaan aset yang lebih tinggi. “Selama 2010, diperkirakan relisasi pembiayaan non utang lebih rendah Rp 22 triliun antara lain karena pengurangan penggunaan sisa anggaran lebih (SAL) dari target APBNP 2010 menjadi Rp 17,3 triliun,” kata Menkeu. (ant)
Defisit Anggaran 2010 Diperkirakan 1,5 Persen JAKARTA - Pemerintah memperkirakan defisit anggaran selama 2010 akan mencapai 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto atau lebih rendah dari target awal 2,1 persen. “Berdasar prognosa semester II pendapatan negara dan hibah selama 2010 akan mencapai sekitar Rp 994,7 triliun sementara total belanja negara mencapai sekitar Rp 1.088 triliun,” kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo kemarin. Defisit anggaran 2010 diperkirakan mencapai Rp 95,1
triliun atau sekitar 1,5 persen dari PDB. Perkiraan defisit 1,5 persen itu, lebih rendah dibanding rencana semula di APBNP 2010 yang ditetapkan sebesar Rp 133,7 triliun atau 2,1 persen dari PDB. Sementara itu mengenai realisasi berbagai indikator ekonomi lainnya, Menkeu menyebutkan, realisasi pertumbuhan ekonomi selama semester I 2010 mencapai 5,8 persen. Angka ini lebih besar dari realisasi semester I 2009 sebesar 4,8 persen. Sementara realisasi inflasi men-
capai 5,05 persen atau lebih tinggi dibanding semester I 2009 sebesar 3,7 persen. Realisasi suku bunga SBI tiga bulan mencapai 6,6 persen atau lebih tinggi dibanding periode sebelumnya 8,5 persen. Realisasi nilai tukar rupiah mencapai Rp 9.193 per dolar AS atau lebih rendah dari periode yang sama 2009 sebesar Rp 11.082. Sementara realisasi harga minyak mencapai 78 dolar AS per barel atau lebih tinggi dibanding 51 dolar AS per barel. (ant)
Mampukah BI Pertahankan BI Rate? JAKARTA - Dunia usaha, industri perbankan maupun nasabah saat ini memfokuskan perhatian terhadap Badan Pusat Statistik mengenai laju inflasi yang akan diumumkan awal Agustus mendatang. Kenaikan harga sembako dinilai akan menjadi faktor pemicu laju inflasi Juli yang diperkirakan meningkat. Meski pemerintah akan menggelar operasi pasar (OP) namun ini dinilai lambat, bahkan pemerintah dituding tak mempunyai perencanaan yang lebih baik, sehingga kenaikan bahan pokok menjelang bulan puasa hingga lebaran terjadi tiap tahun. BI sendiri menargetkan laju inflasi 2010 pada batas maksimum yakni enam persen. Jika laju inflasi year on year berada di atas batas maksimum itu apakah BI akan menyesuaikan suku bunga acuannya (BI Rate) atau tidak. Inilah pertanyaan yang timbul di kalangan pengusaha. Kenaikan BI Rate sebenarnya tidak juga tergantung oleh meningkatnya laju inflasi 2010, bahkan kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) juga belum tentu mendorong BI menaikkan BI Rate. Hal ini disebabkan BI mem-
punyai wewenang sendiri untuk menaikkan atau tidak BI Rate tersebut yang harus disesuaikan dengan berbagai faktor yang ada di pasar. Karena itu, pasar akan menunggu apa yang akan dilakukan BI apabila laju inflasi terus menguat hingga di atas batas maksimum yang ditetapkan BI sebesar enam persen. Pengamat perbankan, Farial Anwar mengatakan, Bank Indonesia diperkirakan mempertahankan suku bunga acuan meski laju inflasi 2010 meningkat melebihi yang ditargetkan di atas batas maksimum enam persen. ”Sekalipun laju inflasi meningkat di atas batas maksimum, BI diperkirakan tetap mempertahankan bunga BI Rate,” katanya. Pemerintah juga harus dapat menahan investor asing yang bermain di pasar domestik. Karena jika mereka sudah meraih keuntungan yang cukup besar, maka pasar tersebut akan ditinggalkan mencari pasar lainnya yang menarik. Selain itu BI belum membuat aturan mengenai suku bunga yang dikaitkan dengan bunga BI Rate. Di samping itu, bank-bank swasta saat ini banyak dimiliki investor asing. Dengan tidak adanya aturan mengenai bunga kredit, maka mereka tak perlu mematuhi imbauan BI tersebut. (ant)
Kepentingan BI di OJK harus Terpenuhi JAKARTA - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Achsanul Qosasi, menilai lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan dibentuk harus bisa memenuhi kepentingan Bank Indonesia dalam mengetahui perkembangan perbankan. “OJK harus mengatur mekanisme bagi kepentingan BI untuk mengetahui perkembangan perbankan. Itu penting karena BI harus tahu setiap saat perkembangannya agar tidak keliru
mengambil kebijakan moneter yang terkait perbankan,” kata Achsanul di Jakarta, Senin. Menurutnya mekanisme itu harus ada di OJK karena fungsi pengawasan perbankan sudah ditarik dari Bank Indonesia sesuai dengan amanat pasal 34 UU nomor 3/2004. “Partai Demokrat ingin agar UU OJK secepatnya selesai karena ini kewajiban konstitusi untuk memisahkan pengawasan perbankan dari Bank Indonesia,” katanya.
Namun, harus ada masa transisi yang cukup panjang untuk memindahkan pengawasan perbankan dari BI ke OJK untuk mencegah adanya gangguan dalam sistem keuangan Indonesia. “Saya kira dua tahun cukup, tetapi di RUU disebutkan tiga tahun. Itu cukup untuk sosialisasi, sinkronisasi dan implementasi,” katanya. RUU OJK akan dibahas oleh Pansus OJK yang terdiri dari 30 anggota DPR RI, deng-
an delapan orang di antaranya berasal dari Partai Demokrat. Pekan ini, katanya Pansus OJK akan memulai rapat pertama untuk menentukan susunan pimpinan Pansus dan menentukan agenda rapat. Sebelumnya, Pejabat Sementara Gubernur BI, Darmin Nasution, menginginkan agar BI sebagai bank sentral dapat tetap mengawasi individual kesehatan perbankan sebagai bagian dari pengawasan sek-
tor makro keuangan secara menyeluruh. Namun pernyataannya itu bukan berarti BI tak ingin pengawasan perbankan dipindah ke OJK, karena bisa saja pengawasan bank dipindah ke lembaga lain. “Saya gak bilang jangan dipisahkan sama sekali, jangan sampai mikronya BI sama sekali tidak tahu. Bisa saja yang melaksanakan mikro ada institusinya tapi jangan karena itu BI tidak tau mikronya,” katanya. (ant)
Pemimpin Umum : Satria Naradha, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Suja Adnyana, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Hardianto, Ade Irawan, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D.Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602 Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.
Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.