No. 142 tahun IV
8 Halaman
Rabu, 28 Juli 2010
Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com
Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771
2011 Sudah Tak Ada Opini Disclaimer JAKARTA - Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan bahwa pada 2011 diharapkan sudah tidak ada kementerian/lembaga yang memperoleh opini disclaimer (tidak ada pendapat) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Kita berkeinginan 2011 sudah tidak ada disclaimer,” kata Menkeu di sela rakernas akuntansi dan pelaporan keuangan di Jakarta, kemarin. Audit BPK atas laporan keuangan kementerian/lembaga atau pemerintah daerah terbagi menjadi empat kelompok yaitu wajar tanpa pengecualian (WTP), wajar dengan pengecualian (WDP), tidak memberi pendapat (disclaimer), dan tidak wajar. Menurut Menkeu, kualitas laporan keuangan kementerian/lembaga menunjukkan peningkatan. Pada 2006, hanya terdapat tujuh kementerian/lembaga yang memperoleh opini WTP, namun pada 2009 meningkat menjadi 45 kementerian/lembaga. Sementara kementerian/lembaga yang memperoleh opini disclaimer pada 2006 sebanyak 36 kementerian/lembaga. Pada 2009 sudah turun hanya menjadi delapan kementerian/lembaga. Sejak 2004 pemerintah menyusun laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP). LKPP memuat empat komponen utama yaitu laporan realisasi APBN, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. BPK tidak memberikan pendapat atas LKPP sejak 2004 hingga 2008. BPK baru memberikan opini wajar dengan pengecualian atas LKPP tahun 2009. “Selama lima tahun, BPK tidak memberikan pendapat atas LKPP. Baru atas LKPP tahun 2009 BPK memberikan opini WDP. Ini patut disambut gembira,” kata Menkeu. (ant)
Perbankan Diminta Transparan Soal Bunga JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mendorong perbankan untuk semakin transparan dalam menetapkan tingkat bunga pinjaman. “Kami juga membicarakan soal transparansi. Semua bank itu harus men-disclose (mengumumkan) semua struktur dana sebelum menetapkan ‘lending rate’ (suku bunga pinjaman),” kata Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Wimboh Santoso. Wimboh menjelaskan struktur biaya tersebut biasanya terdiri dari biaya, overhead, profit margin. “Itu harus diumumkan semua,” ujarnya. Dengan diumumkannya tiga hal itu, masyarakat dapat memilih dan menghitung premi risiko yang didapatkan. “Itu transparansi kepada publik, nanti setiap orang ada prime lending rate plus premium. Nah premi-
umnya itu sendiri-sendiri, mungkin saja 50 basis poin atau 100 basis poin. Tergantung kondisi debitur atau kemungkinan debitur bisa kembalikan atau tidak, makanya disebut premi risiko,” tuturnya. Wimboh menjelaskan aturan tersebut saat ini masih dibahas dan dalam waktu dekat akan diterbitkan. Hari ini, BI menggelar pertemuan dengan bankir untuk membahas rencana penerbitan aturan tersebut. Direktur Utama BRI, Sofyan Basri mengungkapkan, dalam diskusi BI dengan bankir itu juga dijelaskan pengumuman soal prime rate dan lending rate harus dilakukan setiap bulan di media massa. (ant)
Sentimen Positif Angkat Nilai Rupiah JAKARTA - Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Selasa sore menguat menuju Rp 9.000 per dolar AS, karena sentimen positif terhadap ekonomi Indonesia yang makin membaik. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Selasa ini menguat 15 poin mencapai Rp 9.000Rp 9.010 per dolar dibanding penutupan hari sebelumnya Rp 9.040-Rp 9.050 per dolar AS. Dirut PT Finan Corpindo Nusa, Edwin Sinaga di Jakarta, mengatakan, pelaku pasar asing menjelang sore cenderung makin aktif membeli rupiah, karena mereka optimis dengan pertumbuhan ekonomi domestik. Karena itu pelaku asing meningkatkan pembelian terhadap rupiah yang mendorong mata uang Indonesia makin mendekati level Rp 9.000 per dolar, ucapnya.
Meski begitu Edwin Sinaga mengatakan, rupiah sulit untuk mencapai angka Rp 9.000 per dolar, meski posisinya makin dekat ke level tersebut, namun Bank Indonesia (BI) kemungkinan akan menahannya. “Kami optimis BI akan menahan dengan masuk pasar melakukan intervensi,” ucapnya. Penguatan rupiah itu, telah menunjukkan faktor fundamental ekonomi makro Indonesia makin membaik yang mendorong pelaku asing terus berburu rupiah. Kenaikan rupiah yang terus terjadi apabila benar didukung faktor fundamental, maka BI kemungkinan akan membiarkan rupiah terus menguat, apabila karena hot money maka BI akan segera masuk pasar. (ant)
KURS RUPIAH 9.000
9.000 9.040
9.500
10.000
9.020 23/7
26/7
27/7
Bisnis Jakarta/ant
SIDAK PERSIAPAN PUASA - Tim gabungan Pemkab Kudus dari Disperindag, Polres, POL PP melakukan sidak tabung LPG ke SPPBE PT. Nusa Pradipta Sentosa di Kaliwungu, Kabupaten Kudus, kemarin. Sidak ini diharapkan bisa digelar di daerah lainnya di Indonesia menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Pemerintah Pangkas Utang Tak Efisien JAKARTA - Pemerintah akan memangkas utang-utang tertentu sehingga diperoleh biaya yang lebih efisien dan hanya tersisa utang yang memiliki risiko paling minimal. “Kita akan lihat mana yang paling memungkinkan untuk kita kurangi sehingga biaya lebih efisien dan juga risiko paling minimal,” kata Dirjen Pengelolaan Utang Kemenkeu, Rahmat Waluyanto, di sela-sela rakernas akuntansi dan pelaporan keuangan di Jakarta, kemarin.
Sebelumnya Menkeu Agus Martowardojo mengungkapkan bahwa pemerintah akan menekan defisit APBNP 2010 dari semula 2,1 persen atau Rp 133 triliun menjadi hanya 1,5 persen atau Rp 95 triliun sehingga terdapat penurunan pembiayaan defisit sekitar Rp 37 triliun. Rahmat menjelaskan, sumber penurunan pembiayaan itu bisa berasal dari pengurangan pembiayaan non utang maupun utang. “Yang non utang
misalnya sisa anggaran lebih (SAL), sementara dari utang ada pinjaman luar negeri, SUN, dan sukuk,” katanya. Dari sisi utang, pihaknya akan membuat kombinasi antara instrumen dalam negeri maupun pinjaman luar negeri maupun dari sisi jangka waktunya, yang paling efisien dan resikonya rendah. “Kalau pinjaman luar negeri sejak dulu memang sudah negatif, terhadap pinjaman luar negeri kita lihat mana alternatif yang mem-
Pinjaman Siaga Masih Diperlukan JAKARTA - Pemerintah menyatakan masih memerlukan pinjaman siaga yang diperoleh dari beberapa negara termasuk dari Jepang sebesar 1,15 miliar dolar AS. “Kita masih memungkinkan memakai itu, jika kita tidak punya akses ke pasar karena demand rendah dan yield (imbal hasil) yang tinggi,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Rahmat Waluyanto di sela rakernas akuntansi dan pelaporan keuangan di Jakarta, kemarin. Sebelumnya Jepang melalui Japan Bank for International Corporation (JBIC) menyediakan fasilitas pinjaman siaga sebesar 1,5 miliar dolar AS. Pemerintah juga sudah menggunakan sekitar 350 juta dolar AS sebagai jaminan ketika me-
nerbitkan Samurai Bond untuk kali pertama tahun 2009. Selain dari Jepang, pemerintah juga
Bisnis Jakarta/ist
Rahmat Waluyanto
memiliki pinjaman siaga dari pihak lain sehingga totalnya mencapai sekitar lima miliar dolar AS.
Pinjaman siaga itu berasal dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, dan Australia. Berbeda dengan Jepang, pinjaman siaga dari pihak-pihak itu akan digunakan untuk pembiayaan (public expenditure support facility). “Yang dari Jepang ditujukan untuk market access support facillity,” kata Rahmat. Hingga saat ini belum ada penarikan pinjaman siaga selain dari Jepang karena pemerintah merasa aman dengan pembiayaan selama ini. “Pinjaman kontingensi dari jepang ini lebih fleksibel, kalau kita mau menerbitkan samurai kita bisa pakai fasilitas itu, masih mungkin dipergunakan, sementara yang dari Bank Dunia, ADB, dan Australia berakhir tahun ini,” katanya. (ant)
Menkeu Bidik Pajak 100 Persen JAKARTA - Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan tetap mengupayakan pencapaian penerimaan pajak hingga 100 persen meski berdasar prognosis yang dilakukan hanya akan mencapai 99,6 persen. “Perkiraan realisasi penerimaan pajak selama 2010 sebesar 99,6 persen itu baru proyeksi berdasarkan pencapaian hingga Juni 2010,” kata Menkeu di Gedung Kemenkeu Jakarta, Selasa. Ia menyebutkan, sebagai Menkeu yang baru hadir di kementerian itu, dirinya akan
berusaha agar realisasi penerimaan pajak bisa mencapai 100 persen. “Jadi ini merupakan tantangan bagi kita,” katanya. APBNP 2010 menetapkan penerimaan pajak dalam negeri sebesar Rp 720,8 triliun. Realisasi penerimaan pajak dalam negeri selama semester I 2010 mencapai Rp 326,3 triliun. Berdasarkan realisasi semester I, penerimaan pajak dalam negeri selama 2010 diperkirakan mencapai Rp 717,5 triliun. Sementara itu mengenai penurunan pembiayaan de-
fisit, Menkeu menyebutkan, selama 2010 diperkirakan pembiayaan akan turun Rp 37 triliun hingga Rp 38 triliun. “Pembiayaan dari penerbitan SUN akan lebih rendah Rp 15 triliun, dan sisanya penurunan penggunaan sisa anggaran lebih (SAL),” katanya. Ia menyebutkan, total pembiayaan defisit yang awalnya dianggarkan Rp 133 triliun akan turun menjadi Rp 95,1 triliun. Defisit anggaran 2010 direncanakan akan turun dari 2,1 persen menjadi 1,5 persen dari PDB. (ant)
berikan kontribusi yang optimal dalam pengurangan biaya maupun pengurangan resiko,” katanya. Sementara itu mengenai rencana penerbitan Samurai Bond, Rahmat mengatakan, jika memang sudah matang pada saatnya nanti akan disampaikan pemberitahuan. “Saya belum bisa memutuskan karena itu kewenangan menteri. Nanti nunggu pak menterinya,” kata Rahmat. Menteri Keuangan Agus
Martowardojo, Senin (26/7) mengatakan, pemerintah memperkirakan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir 2010 akan turun lebih dari satu persen. “Sampai akhir 2010, rasio utang terhadap PDB diperkirakan turun kembali,” kata Menkeu. Rasio utang Indonesia terhadap PDB pada akhir 2010 diperkirakan akan mencapai 27 persen. Angka tersebut lebih rendah dibanding akhir 2009 yang mencapai 28,3 persen. (ant)
Tiga Skenario Pansus OJK JAKARTA - Ketua Panitia Khusus (Pansus) pembahasan Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (RUU OJK), Nusron Wahid mengatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan tiga skenario terkait pembahasan RUU tersebut. “Kita ingin membuat keputusan yang lebih baik. Pertama kalau OJK kita ambil, struktur dan outputnya harus lebih baik dari Bank Indonesia dan Bapepam LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan),” katanya usai rapat internal pansus di Gedung DPR RI, Jakarta, kemarin. Skenario kedua, jika DPR menolak pembentukan OJK, maka diperlukan adanya perombakan struktur dan kelembagaan dari lembaga pengawas bank dan lembaga keuangan non bank saat ini yaitu BI dan Bapepam LK. “Skenario ke-3 adalah pembentukan OJK plus, yaitu OJK yang dimodifikasi dengan struktur faktual kondisi makro dan perbankan kita sekarang,” tuturnya. Pansus akan mencari skenario terbaik untuk mendapatkan struktur dan model terbaik atas lembaga pengawasan bank dan lembaga keuangan non bank. “Sekarang mana yang terbaik? Apakah di BI atau OJK yang penting kuat, tangguh dan mampu menghadapi krisis,” ujarnya.
Nusron menegaskan keputusan yang diambil nantinya bukan hanya sekedar latah mengikuti perkembangan sektor keuangan di negara lain namun disesuaikan dengan kondisi faktual di Indonesia. “Indonesia telah dua kali krisis, 97-98 terjadi ‘rush’ besarbesaran, BI gagal mengatasi alasannya karena BI tidak independen, maka timbul BLBI yang menghabiskan ratusan triliun. Kita kasih independensi, krisis 2008 hasilnya kasus Bank Century, jadi kurang apa lagi?” tuturnya. Terkait rencana studi banding yang pernah dilontarkan Nusron, ia menjelaskan itu kemungkinan dilakukan namun masih dalam pembahasan lebih lanjut. “Studi banding akan dibahas lebih lanjut, kemungkinan memang diperlukan,” ujarnya. Studi banding diperlukan untuk melihat secara langsung kondisi negara yang memiliki OJK dan yang masih menggunakan bank sentralnya untuk pengawasan bank dan lembaga keuangan non bank. “Saya dulu katakan perlu studi banding ke luar, yang pro OJK lihat AS dan Inggris. AS yang sektor keuangannya kompleks tapi tidak ada OJK. Yang pro OJK, lihat Korea, Perancis, Jepang, dan Jerman,” katanya. (ant)
Pemimpin Umum : Satria Naradha, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Suja Adnyana, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Hardianto, Ade Irawan, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D. Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602, Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.
Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.